You are on page 1of 21

Attention Deficit Hyperactivity Disorder

REFERAT

Oleh

Adhang Isdyarsa NIM 132011101060

Pembimbing

dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A

dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A

dr. Saraswati Dewi, Sp.A

dr. Lukman Oktadianto, Sp.A

dr. M. Ali Shodikin, Sp.A, M.Kes

SMF/LAB. ILMU KESEHATAN ANAK RSD dr. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Attention Deficit Hyperactivity DIsorder

REFERAT

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu


Kesehatan Anak RSD dr. Soebandi Jember

Oleh

Adhang Isdyarsa NIM 132011101060

Pembimbing

dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A

dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A

dr. Saraswati Dewi, Sp.A

dr. Lukman Oktadianto, Sp.A

dr. M. Ali Shodikin, Sp.A, M.Kes

SMF/LAB. ILMU KESEHATAN ANAK RSD dr. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ..................................................................... i

HALAMAN JUDUL ........................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................ iv

DAFTAR TABEL ............................................................................. v


BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 2
2.1 Definisi …................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ........................................................................... 2
2.3 Etiologi ......................................................................................... 2
2.4 Diagnosis .................................................................................... 5
2.5 Penatalaksanaan .......................................................................... 10
2.6 Prognosis ...................................................................................... 12
BAB 3. KESIMPULAN …................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 15

iii
Daftar Gambar

Halaman

2.1 Gambar Dopamin di Otak .......................................................................... 5

2.2 Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD ...................................... 12

iv
Daftar Tabel

Halaman

Tabel 2.1 Kriteria DSM-IV-TR untuk Atenttion Deficit Hyperactivity


Disorder (ADHD) ..................................................................... 8

Tabel 2.2 Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik ….................... 10

v
BAB 1. PENDAHULUAN

Gangguan kurang perhatian dan hiperaktifitas adalah suatu sindrom neuro-psikiatri


yang paling sering dijumpai pada anak usia prasekolah, keduanya dapat dijumpai
bersamaan (Erman, 2002). Istilah Attention Deficit Disorder (ADD) pertama sekali
diperkenalkan pada tahun 1980an dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) IV edisi keempat yang menjadi panduan psikiatris. Pada
tahun 1994 istilah tersebut diganti Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-
anak dan remaja. Gejala inti meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak
sesuai perkembangan serta terganggunya kemampuan mengumpulkan perhatian
(Pliszka, 2007).
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut
menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa
kanak-kanak. Gejala inti ADHD meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang
tidak sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang
terganggu (Wiguna, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-50% kasus
ADHD menetap pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai
remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan
kepribadian antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) (Pliszka, 2007). Orang dewasa
dengan ADHD sering bertengkar dengan pimpinannya, sering pindah pekerjaan dan
dalam melaksanakan tugasnya seringkali terlihat tidak tekun. Diagnosis ADHD
tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium atau alat kedokteran,
namun wawancara terhadap orang tua merupakan hal penting. Selain itu, diperlukan
laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar dan
kurangnya prestasi akademis oleh gurunya (Wiguna, 2010).
Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim
kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf,
psikolog, pendidik, dan pekerja sosial. Penanganan ADHD memerlukan evaluasi
jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan
ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan
(Wiguna ,2010).
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan kronis
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan perilaku
yang paling banyak di diagnosis pada anak-anak. Gejala intinya meliputi tingkat
aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan
mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak yang menderita gangguan tersebut
akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga
mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun
teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak
kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik,
dan gangguan perilaku serta emosional lainnya (APSL, 2014).

2.2 Epidemiologi
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut
menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa
kanak-kanak. Bradley dan Golden pada tahun 2005 mengatakan hal yang sama,
yaitu ADHD merupakan masalah psikologis yang paling banyak terjadi akhir-akhir
ini, sekitar 3-10% terjadi di Amerika Serikat, 3-7% di Jerman, 5-10% di Kanada
dan Selandia Baru. Prevalensi ADHD di Indonesia belum diketahui secara pasti.
Penelitian yang secara terbatas dilakukan di Jakarta dilaporkan prevalensi ADHD
sebesar 4,2%, paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah dan pada anak laki-
laki (Agra, et al, 2010). Populasi anak Sekolah Dasar di Indonesia adalah 16,3%
dari total populasi yaitu 25,85 juta anak mengalami ADHD. Berdasarkan data
tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat
kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Secara epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4:1 (Rusmawati, 2011).

2.3 Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling keterkaitan
antara faktor genetik dan lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin studi
menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam populasi
3

adalah karena faktor genetik (heritabilitas perkiraan 0,7-0,8). Pengaruh genetik


tampaknya mempengaruhi distribusi gejala ADHD di seluruh penduduk dan bukan
hanya dalam kelompok sub klinis.
2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal dan
anak usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko ADHD tanpa gangguan
hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD yaitu ibu yang
merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin selama kehamilan;
berat lahir sangat rendah dan hipoksia janin; cedera otak; dan terkena racun. Faktor
risiko tidak bertindak dalam isolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai
contoh, risiko ADHD terkait dengan konsumsi alkohol ibu pada kehamilan
mungkin lebih kuat pada anak-anak dengan gen transporter dopamin.
Pada teori lain penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi
neurotransmiter tertentu didalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk
memiliki atau mengatur stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa
neurotransmiter, termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi,
pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain dan juga beberapa struktur otak.
Adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron daerah limbik
dan lobus prefrontal dikatakan dapat mengendalikan fungsi eksekutif perilaku.
Fungsi eksekutif bertanggung jawab pada ingatan, pengorganisasian, menghambat
perilaku, mempertahankan perhatian, pengendalian diri dan membuat perencanaan
masa depan. Hal ini menyebabkan kemudahan mengalami gangguan dan ketiadaan
perhatian dari sudut pandang fungsi otak adalah kegagalan untuk “menghentikan”
atau menghilangkan pikiran-pikiran internal yang tidak diinginkan atau stimulus-
stimulus kuat (Konofal, 2008).
4

Gambar 2.1 Dopamin di otak

Perubahan suasana hati yang cepat dan kepekaan berlebihan merupakan


akibat dari otak yang bermasalah dalam meredam bagian-bagian otak yang
mengatur gerakan-gerakan motorik dan respon-respon emosional. Hal itulah yang
membuat anak tidak dapat menunggu, menunda pemuasan dan menghambat
tindakan. Hasil penelitian oleh Cantwell (1975) dan Morrison dan Stewart (1973)
melaporkan bahwa pada orangtua biologis anak ADHD lebih banyak mengalami
hiperaktivitas dibandingkan dengan orangtua adopsi anak ADHD. Hal ini
menunjukkan bahwa peran herediter sangat besar sebagai salah satu faktor
penyebab gangguan ini (Konofal, 2010).
Penelitian neuropsikologis menunjukkan korteks frontal dan sirkuit yang
menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi
neurotransmiter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Pada
penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan
bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh proses editing prilaku,
menurunnya kesadaran diri, dan dalam penghambatan respon otomatis terhadap
rangsangan pada otak (Konofal, 2010).
Perilaku ADHD adalah efek dari kecemasan yang tinggi yang dialami oleh
anak sewaktu kecil, karena anak cemas maka pikirannya bekerja sangat aktif,
memunculkan berbagai mental atau buah pikir, dengan tujuan agar anak bisa sibuk
memikirkan gambar mental atau buah pikir itu sehingga dengan sendirinya
5

kecemasan mereka akan berkurang. Berdasarkan gambaran diatas, maka nampak


bahwa penyebab ADHD cukup kompleks, antara lain neurologis, herediter dan
lingkungan (Rusmawati, 2011).

2.4 Diagnosis
Gejala ADHD lebih jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas yang
membutuhkan usaha mental yang terfokus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD,
tanda dan gejalanya harus muncul sebelum usia 7 tahun dan kadang sampai usia 2
-3 tahun. Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Gejala akan meringan seiiring pertumbuhan
anak, tetapi tidak akan menghilang semuanya (Reiff, et al, 1993; Wiguna, 2010).
Adapun tanda dan gejala inatensi, yaitu :
1) Seringkala gagal memperhatikan perincian atau membuat kecerobohan
dalam mengerjakan tugas dari sekolah ataupun aktivitas lainnya, serta
berganti-ganti kegiatan dengan cepat.
2) Sering mengalami kesulitan untuk menjaga tingkat atensi yang sama
selama mengerjakan tugas atau bermain atau kesulitan berkonsentrasi
pada satu kegiatan saya.
3) Terlihat seperti tidak mendengar walaupun diajak berbicara langsung
4) Mengalami kesulitan untuk mengikuti perintah dan sering gagal
menyelesaikan tugas dari sekolah, pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas
lainnya
5) Menghindari atau tidak menyukai atau mengalami kesulitan tugas-tugas
yang membutuhkan usaha mental yang lama, seperti tugas dari sekolah
atau pekerjaan rumah
6) Seringkali kehilangan barang yang diperlukan seperti buku, pensil,
mainan atau peralatan
7) Mudah bosan pada suatu tugas atau kegiatan kecuali melakukan sesuatu
yang disukai
8) Kesulitan untuk mengikuti instruksi
9) Seperti tidak mendengar ketika diajak berbicara
10) Pelupa
Tanda dan gejala perilaku yang hiperaktivitas
1) Gelisah, tidak bisa diam ditempat duduk, selalu bergerak ditempat duduk
2) Berbicara tidak bisa berhenti
6

3) Seringkali berdiri dan meninggalkan bangkunya dikelas atau situasi


lainnya dimana seharusnya tetap duduk
4) Sulit untuk bermain dengan tenang
5) Selalu siap bergerak
Tanda dan gejala impulsivitas
1) Berbicara berlebihan
2) Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaannya selesai dikatakan
3) Seringkali sulit menunggu gilirannya
4) Seringkali menyela atau mengganggu pembicaraan orang lain
Jika ditemukan perilaku-perilaku diatas dapat digolongkan dengan ADHD.
1) Berlangsung lebih dari enam bulan
2) Muncul sebelum berusia 7 tahun
3) Terjadi pada lebih dari satu setting (sekolah dan rumah)
4) Menganggu aktivitas sekolah, bermain dan aktivitas sehari-hari lainnya
secara regular
5) Menyebabkan masalah dalam hubungannya dengan orang dewasa dan
anak-anak lainnya
6) Pada bayi, adapun perilaku yang dapat digolongkan dengan ADHD,
yaitu:
7) Sensitif terhadap bunyi, cahaya, suhu dan perubahan lingkungan
8) Aktif biasanya saat di buaian dan tidur sangat sedikit
9) Sering menangis
10) Bahkan perilaku bias sebaliknya, tenang dan lemas, tidur berlebihan
dan berkembangannya sangat lambat pada bulan pertama.

Tabel 2.1 Kriteria DSM-IV-TR untuk Atenttion Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD)
A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam atau lebih gejala
in atensi berikut telah menetap sekurang – kurangnya 6 bulan
bahkan sampai tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten
dengan tingkat perkembangan
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau
aktivitas lainnya
7

b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian


terhadap tugas atau aktivitas bermain
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara secara
langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal penyelesaian tugas
sekolah, pekerjaan atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena
perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam
tugasyang memiliki usaha mental yang lama
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal – hal yang perlu untuk
tugas dan aktivitas
h. Sering mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitasenam (atau lebih) gejala hiperaktivitas
impulsivitasberikut telah meneta selama sekurang-kurangnya enam
bulan sampai tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering mengeliat-
ngeliatkan tubuh di tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau didalam situasi
yang diharapkan anak untuk tetap tenang
c. Sering berlari –lariatau memanjat secara berlebihandalam situasi
yang tidak tepat
d. Sering mengalami kesulitan bermain dan terlibat dalam aktivitas
waktu luang secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan –akan “didorong oleh sebuah
gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan impulsivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau menggangu orang lain
8

B. Beberapa gejala hiperaktivitas-impusif yang menyebabkan


gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam dua atau lebih
situasi
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna
secara klinis dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata sekama gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan
merupakan gangguan mental lain
Sumber: Diagnostic and Statistical Manual of Psychiatric Disorders DSM-IV-TR (2000)
with permission from the American Psychiatric Association

Tabel 2.2 Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik


1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang
maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
anak:
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan
rincian, atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan
sekolah
b. pekerjaan atau kegiatan lain
c. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas
atau kegiatan bermain
d. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan
kepadanya
e. Sering gagal menindaklanjuti instruksi atau untuk
menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau tugas di tempat
kerja (bukan karena perilaku oposisi atau kegagalan untuk
memahami instruksi)
f. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan
kegiatan
g. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-
tugas, seperti pekerjaan rumah, yang memerlukan
berkelanjutan mental usaha
h. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas
tertentu dan kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku,
mainan atau alat
i. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternal
j. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari
2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung
selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak
konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam
situasi lain di mana sisa duduk adalah diharapkan
9

c. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam


situasi di mana tidak patut (dalam remaja atau orang
dewasa, hanya perasaan gelisah dapat hadir
d. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki
kesulitan dalam melakukan tenang di waktu luang kegiatan
e. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang
berlebihan yang tidak substansial diubah oleh konteks
sosial atau tuntutan
3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang
maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan
anak:
a. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang
telah diselesaikan
b. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran
dalam permainan atau situasi kelompok
c. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya,
puntung ke percakapan orang lain atau permainan)
d. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk
kendala sosial
4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.
5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal,
misalnya, kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif
harus hadir baik di rumah maupun di sekolah, atau di sekolah baik
dan pengaturan lain mana anak-anak yang diamati, seperti klinik.
(Bukti untuk crosssituationality biasanya akan membutuhkan
informasi dari lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang
perilaku kelas, misalnya, tidak akan cukup.)
6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau
penurunan fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.
Sumber: ICD10: Classification of Mental and Behavioural Disorders (1992) with
permission from the World Health Organization
10

2.5 Penatalaksanaan
Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)

Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan
konseling (non farmakologi). Terapi lainnya adalah untuk meringankan efeksi
gejala ADHD. Mengobati ADHD merupakan gabungan dari kerjasama antara
pemberi pelayanan kesahatan, orang tua atau pengasuh dengan anak itu sendiri
(Wiguna, 2010).

1) Terapi farmakologis
Terdapat tiga obat untuk terapi ADHD yang biasa digunakan di Amerika
Serikat yaitu methylphenidate hydrochloride, dexamphetamine sulfat dan
atomoxetine. Obat – obatan di gunakan biasanya untuk anak usia 6 tahun atau lebih
11

sedangkan utuk dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak
direkomendasikan pada anak untuk usia pre sekolah. Terapi farmakologis untuk
ADHD dibagi dua obat pskiostimulan dan non psikostimulan.
a) Obat Psikostimulan
Obat psikostimulan merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD. Obat ini bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan
keadaan neurotransmitter otak, sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala
inti. Obat ini hanya bekerja dengan waktu terbatas, dapat bekerja dalam
jangka waktu panjang dan waktu pendek. Penggunaan obat psikostimulan
jangka panjang dapat berfungsi 6-12 jam sedangkan jangka pendek kurang
lebih 4 jam. Selain itu untuk dosis sangat diberikan berbeda pada tiap anak,
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan dosis yang
optimal. Adapun contoh obat psikostimulan ini adalah Amfetamin-
dekstroamfetamin, Deksmetilfenidat, Dekstroamfetamin, Lisdeksamfetamin
dan Metilfenidat. Obat – obatan yang terdapat di Indonesia adalah
Metilfenidat dan Dekstroamfetamin.
b) Obat Non Psikostimulan
Obat ini diberikan pada anak- anak yang tidak memiliki respon pada obat
psikostimulan atau memiliki efek samping pada penggunaan obat
psikostimulan. Salah satu contoh golongan obat non psikostimulan ada
Atomoksetine dengan cara kerja sebagai stimulant tetapi kemungkinan
penyalahgunaannya rendah, sayangnya obat ini tidak terdapat di Indonesia.
c) Antidepressan trisiklik
Penggunaan obat ini diberikan pada gejala behavioral ADHD dan gangguan
hiperkinetik, Pada penggunaan terapi ini tidak boleh diberikan sebagai obat
rutin untuk terapi ADHD karena obat ini memiliki efek samping seperti
anoreksia, letargi, insomnia. Adapun obat – obat yang termasuk golongan ini
yaitu imipramine, desipramine, amitriptiline, noretriptiline dan
clomipramine.
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala dibwah
ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, missal : rumah, sekolah,
lingkungan sosial)
12

4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan


5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial dan
peningkatan resiko kecelakaan lalu lintas pada remaja.Sebagai tambahan,
dapat pula timbul pengaruh yang dramatis di kehidupan keluarga.
2) Terapi non farmakologis
a) Intervensi Psikososial
b) Intervensi psikososial berdasarkan klinis
c) Intervensi psikososial keluarga
Salah satu cara dengan menggunakan terapi keluarga yang dapat membantu
orang tua agar dapat mengembangkan cara untuk mengarahkan dan memahani
perilaku anaknya
- Intervensi individual
- Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
- Intervensi Diet
- Intervensi Komplementer dan Alternatif
- Intervensi Sosial dan Komunitas
- Intervensi Multimodal

2.6 Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1) Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat
riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan
gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus,
hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan
kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh).
Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan
disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran hukum.
2) Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga
20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang
paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja
dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.
13

b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin (Rusmawati, 2011).
BAB 3. KESIMPULAN

ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) merupakan suatu


peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan
gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yang
berbeda dan kondisi yang sangat umum di antara anak-anak. Penyebab pasti dan
patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan
autism, ADHD merupakan suatu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak
faktor yang dianggap sebagai penyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor
genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal,
tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan
hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru
dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Melihat penyebab ADHD yang
belum pasti terungkap dan ada beberapa teori penyebabnya, maka tentunya terdapat
banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai dengan landasan teori
penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) in children. The Australian


Psychological Society Limited: 2014

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2010. Increasing


prevalence of parent-reported attention-deficit/hyperactivity disorder
among children --- United States, 2003 and 2007. MMWR Morb Mortal
Wkly Rep, 59:1439.

Erman. 2002. Gangguan Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Gangguan


Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4(2)
: 54 - 58

Hill P., Taylor, E. 2001. An auditable protocol for treating attention


deficit/hyperactivity disorder. London UK. Arch Dis Child. 84: pp 404–409

Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al.


2008. Effects of iron supplementation on attention deficit hyperactivity
disorder in children. Pediatric Neurology. 38(1):20-6

Paternotte dan Agra. Attention Déficit Hyperactivity Disorder (ADHD).


Jakarta: Prenada; 2010

Philip Asherson, Simon Bailey, Karen Bretherton et al. 2008. Diagnosis and
management of ADHD in children, young people and adults.

Pliszka S. 2007. AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter


for the assessment and treatment of children and adolescents with
attentiondeficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child Adolesc
Psychiatry.46:894

Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. 1993. Children who have attentional disorders:
diagnosis and evaluation. Pediatr Rev.;14:455–465

Rusmawati D, Dewi EK. 2011. Pengaruh terapi musik dan gerak terhadap
penurunan kesulitan perilaku siswa sekolah. Jurnal Psikologi Undip Vol. 9
Wender EH, Solanto MV. 1996. Attention deficit/ hyeperaktivity disorder. Dalam:
Hoekelman RA, penyunting . Primary Pediatrics Care. Edisi ketiga. St Louis:
Mosby. h. 671-80.

Wiguna T. 2010. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH),


dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : 441-454

You might also like