Professional Documents
Culture Documents
REFERAT
Oleh
Pembimbing
REFERAT
Oleh
Pembimbing
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
Daftar Gambar
Halaman
iv
Daftar Tabel
Halaman
v
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan kronis
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan perilaku
yang paling banyak di diagnosis pada anak-anak. Gejala intinya meliputi tingkat
aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan
mengumpulkan perhatian yang terganggu. Anak yang menderita gangguan tersebut
akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga
mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun
teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak
kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik,
dan gangguan perilaku serta emosional lainnya (APSL, 2014).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut
menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa
kanak-kanak. Bradley dan Golden pada tahun 2005 mengatakan hal yang sama,
yaitu ADHD merupakan masalah psikologis yang paling banyak terjadi akhir-akhir
ini, sekitar 3-10% terjadi di Amerika Serikat, 3-7% di Jerman, 5-10% di Kanada
dan Selandia Baru. Prevalensi ADHD di Indonesia belum diketahui secara pasti.
Penelitian yang secara terbatas dilakukan di Jakarta dilaporkan prevalensi ADHD
sebesar 4,2%, paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah dan pada anak laki-
laki (Agra, et al, 2010). Populasi anak Sekolah Dasar di Indonesia adalah 16,3%
dari total populasi yaitu 25,85 juta anak mengalami ADHD. Berdasarkan data
tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat
kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Secara epidemiologis rasion kejadian dengan perbandingan 4:1 (Rusmawati, 2011).
2.3 Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling keterkaitan
antara faktor genetik dan lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin studi
menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam populasi
3
2.4 Diagnosis
Gejala ADHD lebih jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas yang
membutuhkan usaha mental yang terfokus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD,
tanda dan gejalanya harus muncul sebelum usia 7 tahun dan kadang sampai usia 2
-3 tahun. Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Gejala akan meringan seiiring pertumbuhan
anak, tetapi tidak akan menghilang semuanya (Reiff, et al, 1993; Wiguna, 2010).
Adapun tanda dan gejala inatensi, yaitu :
1) Seringkala gagal memperhatikan perincian atau membuat kecerobohan
dalam mengerjakan tugas dari sekolah ataupun aktivitas lainnya, serta
berganti-ganti kegiatan dengan cepat.
2) Sering mengalami kesulitan untuk menjaga tingkat atensi yang sama
selama mengerjakan tugas atau bermain atau kesulitan berkonsentrasi
pada satu kegiatan saya.
3) Terlihat seperti tidak mendengar walaupun diajak berbicara langsung
4) Mengalami kesulitan untuk mengikuti perintah dan sering gagal
menyelesaikan tugas dari sekolah, pekerjaan rumah ataupun tugas-tugas
lainnya
5) Menghindari atau tidak menyukai atau mengalami kesulitan tugas-tugas
yang membutuhkan usaha mental yang lama, seperti tugas dari sekolah
atau pekerjaan rumah
6) Seringkali kehilangan barang yang diperlukan seperti buku, pensil,
mainan atau peralatan
7) Mudah bosan pada suatu tugas atau kegiatan kecuali melakukan sesuatu
yang disukai
8) Kesulitan untuk mengikuti instruksi
9) Seperti tidak mendengar ketika diajak berbicara
10) Pelupa
Tanda dan gejala perilaku yang hiperaktivitas
1) Gelisah, tidak bisa diam ditempat duduk, selalu bergerak ditempat duduk
2) Berbicara tidak bisa berhenti
6
2.5 Penatalaksanaan
Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)
Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan
konseling (non farmakologi). Terapi lainnya adalah untuk meringankan efeksi
gejala ADHD. Mengobati ADHD merupakan gabungan dari kerjasama antara
pemberi pelayanan kesahatan, orang tua atau pengasuh dengan anak itu sendiri
(Wiguna, 2010).
1) Terapi farmakologis
Terdapat tiga obat untuk terapi ADHD yang biasa digunakan di Amerika
Serikat yaitu methylphenidate hydrochloride, dexamphetamine sulfat dan
atomoxetine. Obat – obatan di gunakan biasanya untuk anak usia 6 tahun atau lebih
11
sedangkan utuk dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak
direkomendasikan pada anak untuk usia pre sekolah. Terapi farmakologis untuk
ADHD dibagi dua obat pskiostimulan dan non psikostimulan.
a) Obat Psikostimulan
Obat psikostimulan merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD. Obat ini bekerja dengan meningkatkan dan menyeimbangkan
keadaan neurotransmitter otak, sehingga dapat memperbaiki gejala-gejala
inti. Obat ini hanya bekerja dengan waktu terbatas, dapat bekerja dalam
jangka waktu panjang dan waktu pendek. Penggunaan obat psikostimulan
jangka panjang dapat berfungsi 6-12 jam sedangkan jangka pendek kurang
lebih 4 jam. Selain itu untuk dosis sangat diberikan berbeda pada tiap anak,
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan dosis yang
optimal. Adapun contoh obat psikostimulan ini adalah Amfetamin-
dekstroamfetamin, Deksmetilfenidat, Dekstroamfetamin, Lisdeksamfetamin
dan Metilfenidat. Obat – obatan yang terdapat di Indonesia adalah
Metilfenidat dan Dekstroamfetamin.
b) Obat Non Psikostimulan
Obat ini diberikan pada anak- anak yang tidak memiliki respon pada obat
psikostimulan atau memiliki efek samping pada penggunaan obat
psikostimulan. Salah satu contoh golongan obat non psikostimulan ada
Atomoksetine dengan cara kerja sebagai stimulant tetapi kemungkinan
penyalahgunaannya rendah, sayangnya obat ini tidak terdapat di Indonesia.
c) Antidepressan trisiklik
Penggunaan obat ini diberikan pada gejala behavioral ADHD dan gangguan
hiperkinetik, Pada penggunaan terapi ini tidak boleh diberikan sebagai obat
rutin untuk terapi ADHD karena obat ini memiliki efek samping seperti
anoreksia, letargi, insomnia. Adapun obat – obat yang termasuk golongan ini
yaitu imipramine, desipramine, amitriptiline, noretriptiline dan
clomipramine.
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala dibwah
ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, missal : rumah, sekolah,
lingkungan sosial)
12
2.6 Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1) Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat
riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan
gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus,
hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan
kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh).
Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan
disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran hukum.
2) Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga
20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang
paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja
dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.
13
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin (Rusmawati, 2011).
BAB 3. KESIMPULAN
Philip Asherson, Simon Bailey, Karen Bretherton et al. 2008. Diagnosis and
management of ADHD in children, young people and adults.
Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. 1993. Children who have attentional disorders:
diagnosis and evaluation. Pediatr Rev.;14:455–465
Rusmawati D, Dewi EK. 2011. Pengaruh terapi musik dan gerak terhadap
penurunan kesulitan perilaku siswa sekolah. Jurnal Psikologi Undip Vol. 9
Wender EH, Solanto MV. 1996. Attention deficit/ hyeperaktivity disorder. Dalam:
Hoekelman RA, penyunting . Primary Pediatrics Care. Edisi ketiga. St Louis:
Mosby. h. 671-80.