You are on page 1of 1

JANGAN MATEMATIKA

Aku sebenarnya memang tidak terlalu pandai jika harus dihadapkan dengan persoalan
matematika. Ketika aku duduk di bangku sekolah dasar, aku mencoba mengerjakan soal soal
matematika yang aku rasa sangat berat dan susah untuk dikerjakan.

Ibuku sendiri adalah wanita penyabar dan perhatian, terlebih lagi pada anak anaknya.
beliau ingin semua anaknya menjadi anak yang cerdas, berbakti dan mampu membanggakan
orangtuanya. Sedangkan menginjak bangku kelas 2 SD saja aku sudah mulai malas dan nakal
terutama dalam hal belajar. Jika ada teman sekelas yang mengajakku bermain, tentu aku akan
lebih memilih bermain dibandingkan mendengarkan penjelasan guru yang berbelit belit
menjelaskan pelajaran yang tidak aku mengerti.

Disuatu siang, aku pulang sekolah dalam keadaan capek, lemas dan lesu. Bukan
karena alasan, namun karena nilai matematika yang aku dapatkan tidak sesuai harapanku
alias jelek. Sembari mengeluarkan bukuku dari dalam tas ibuku bertanya "Kamu dapat nilai
berapa hari ini?" Aku hanya bisa diam mendengar pertanyaan ibuku. Hingga akhirnya ibu
mengulangi pertanyaan itu kembali. Dengan sangat berat hati aku beritahukan nilaiku yang
sebenarnya pada ibu.

Dengan gugup dan takut mengecewakan ibu aku berkata "Nilai matematikaku hanya
dapat 2 bu". Mendengar jawabanku ibu langsung marah dan melemparkan buku
matematikaku ke lantai hingga menimbulkan suara yang keras. Tetapi dibalik kemarahan
ibuku, beliau juga bangga karena aku mampu berkata jujur meskipun itu akan membuat ibuku
marah. Ibuku bangga ketika aku mengakui kesalahanku sendiri dan mau untuk berusaha lebih
rajin.

Sejak saat itulah aku mulai berusaha untuk menyukai matematika dan pelajaran pelajaran
yang awalnya dulu aku benci. Selain itu aku juga telah berkomitmen untuk tidak mengulangi
kesalahan yang sama seperti bermain dengan teman ketika guru menerangkan materi
pembelajaran kepada muridnya.

You might also like