Professional Documents
Culture Documents
A. Anatomi femur
Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat dari
semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur menyerupai bentuk silinder yang
memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian yaitu bagian proximal, medial, dan distal (Sloane,
2003).
- Proximal femur
Adalah bagian tulang femur yang berdekatan dengan Pelvis. Terdiri atas : kepala (caput),
leher (collum), trochanter mayor, dan minor.
1) Kepala (Caput)
Bentuk kepala femur membulat dan berartikulasi dengan accetabulum. Permukaan lembut
dari bagian caput femur mengalami depresi, fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen
yang menyangga caput agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala
femur tersebut.Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Caput femur masuk dengan
pas ke accetabulum untuk membentuk sudut sekitar 1250 dari bagian Collum femur.
2) Leher (Collum) Collum femur menyerupai bentuk piramida memanjang, serta merupakan
penghubung antara Caput femur dengan trochanter.
3) Trochanter Mayor dan Minor.
Trochanter mayor Adalah prominance besar yang berlokasi di bagian superior dan lateral
tulang femur. Trochanter minor merupakan prominance kecil yang berlokasi di bagian
medial dan posterior dari leher dan corpus tulang femur Trochanter mayor dan minor
berfungsi sebagai tempat perlekatan otot untuk menggerakan persendian panggul.
- Medial Femur adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur menyerupai
bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu
tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
- Distal Femur. Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat melekatnya
tulang patella, terletak 1,25 cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur terdapat
dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua condilus ini dipisahkan
oleh forsa intercondilus.Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat
produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya (Sloane, 2003).
Keterangan :
a. Caput femur
b. Fovea capitis femoris
c. Collum femur
d. Fossa trochanterica
e. Trochanter mayor
f. Trochanter minor
g. Linea intertrochanterica
h. Collum femur
i. Corpus femur
j. Tuberculum adductorium
k. Epicondylus medial
l. Facies patellaris
m. Epicondylus latera
B. Pengertian fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut
Carpenito (1999), menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
Jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan yang tidak terduga (Mansjoer, 2000)
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah
yaitu pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami
perpatahan. Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial ,
serta distal dari kedua corpus tulang tersebut. (Putri, 2008)
Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur femur adalah fraktur pada
tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang
paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh
darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha.
C. Etiologi
1. Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
a. Trauma langsung
Yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. yang paling lazim adalah karena kecelakaan sepeda motor.
Fraktur ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan dan tiba-tiba,
dapat berupa pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun penarikan
antara tendon dan ligament sehingga bisa berakibat tulang terpisah.
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring. Benturan pada lengan bawah, ex: fraktur
tulang ulna dan radius.
b. Trauma tidak langsung
Yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh.
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Jatuh
tertumpu pada tangan, ex: fraktur klavikula.
Trauma akibat tarikan otoPatah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan (Oswari E, 1993).
2. Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur ataupun akibat kelemahan tulang
akibat kelainan tulang. Dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a. Tumor tulang
Terbagi menjadi jinak dan ganas
b. Infeksi seperti Osteomielitis
c. Scurvy (penyakit gusi berdarah)
d. Osteomalasia
e. Rakhitis
f. Osteoporosis
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black,
J.M, et al, 1993).
E. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak
sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Menurut Mansjoer (2000), ada empat jenis fraktur antebrachii yang khas
beserta penyebabnya yaitu :
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh
beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang
terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena
itu sering disebut reverse colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis
patahan biasanya transversal, kadang-kadang intra artikular.
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan
badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan
berat badan yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.
G. Komplikasi fraktur
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachikardi, hypertensi, tachipnea, dan
demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
H. Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai
selesai, tergantung frakturnya.
3) Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endoteal
dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
4) Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
5) Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan
akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
I. Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (1998), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
a. Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang. Dapat
dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi
tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesegarisan
normal/dengan traksi mekanis.
Reduksi terbuka diindikasikan
jika reduksi tertutup gagal /
tidak memuaskan. Reduksi
terbuka merupakan alat frusasi
internal yang digunakan itu
mempertahankan dalam
posisinya sampai
penyembuhan tulang solid
seperti pen, kawat, skrup dan
plat.
Reduction interna fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka dan
mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan
skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan.
c. Retention
Imobilisasi fraktur tujuannnya mencegah
fragmen dan mencegah pergerakan
yang dapat mengancam union. Untuk
mempertahankan reduksi (ektremitas
yang mengalami fraktur) adalah dengan
traksi.
Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada
bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dengan control dan tahanan beban
keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,
mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/mengurangi
spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi adalah: skin traksi
dan skeletal traksi.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.
Berikut adalah penatalaksanaan fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000) :
1. Fraktur Colles:
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan
pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai
dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen
distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk
mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi
supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.
2. Fraktur Smith:
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi
ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu
diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
3. Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk
dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4. Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi
penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat
semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku
fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan
reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).
J. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan
yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray).
Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
(2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
K. Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,.
a) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
e) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
1) Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi
c. Resiko kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur terbuka
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan
hasil akhir pembedahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas tulang
2. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan integritas tulang.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler nyeri, terapi neftriktif (imobilisasi).
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, skrup).
5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit trauma, jaringan lunak, prosedur ibvasif/traksi
tulang).
6. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
7. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti).
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
2) Rencana Keperawatan
a. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
2. Bila terpasang gips/bebat, sokong Mencegah gerakan yang tak perlu akibat
fraktur dengan bantal atau gulungan perubahan posisi.
selimut untuk mempertahankan
posisi yang netral.
3. Evaluasi pembebat terhadap Penilaian kembali pembebat perlu
resolusi edema. dilakukan seiring dengan berkurangnya
edema
4. Bila terpasang traksi, pertahankan Traksi memungkinkan tarikan pada aksis
posisi traksi (Buck, Dunlop, panjang fraktur tulang dan mengatasi
Pearson, Russel) tegangan otot untuk mempercepat
reunifikasi fragmen tulang
5. Yakinkan semua klem, katrol dan tali Menghindari iterupsi penyambungan
berfungsi baik. fraktur.
6. Pertahankan integritas fiksasi Keketatan kurang atau berlebihan dari
eksternal. traksi eksternal (Hoffman) mengubah
tegangan traksi dan mengakibatkan
kesalahan posisi.
7. Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto. Menilai proses penyembuhan tulang.
b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
keadaan klien. pernapasan (dekubitus, atelektasis,
penumonia)
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit dan
perianal jaringan akibat kontaminasi fekal.