You are on page 1of 42

10

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PERTAMBANGAN

3.1 Pertambangan
3.1.1 Sistem Penambangan
Penambangan Batu granit yang merupakan salah satu bahan galian industri,
maka sistem penambangannya termasuk sistem tambang terbuka yang disebut
Quarry. Kegiatan penambangan Batu granit PT Bumiwarna Agung Perkasa
mempunyai urutan mulai dari pengupasan tanah penutup, pemboran, peledakan,
pemuatan, pengangkutan, pengolahan, pengukuran hasil produksi, pemasaran
(Anonim, 2010).

3.1.2 Pengupasan Tanah Penutup (Stripping Over Burden)


Kegiatan pengupasan tanah penutup pada PT Bumiwarna Agung Perkasa
dilakukan dengan alat-alat berat seperti Excavator jenis Kobelco type SK 200, dengan
kapasitas Bucket 0,9 m3 sebanyak satu unit dan Excavator jenis Kobelco type SK 330,
dengan kapasitas Bucket 0,9 m3 sebanyak satu unit. Dump Truck bekerja
memindahkan tanah penutup yang telah dikupas ke daerah yang telah ditambang atau
daerah yang belum ditambang. Kegiatan pengupasan tanah penutup pada tambang ini
mencapai kedalaman 0,5–1 m3 (Anonim, 2010).

3.2 Pengertian Peledakan


Peledakan (blasting) merupakan bagian penting dari siklus pertambangan.
Pengertian peledakan itu sendiri adalah kegiatan pemecahan suatu material (batuan)
dengan menggunakan bahan peledak. Suatu operasi peledakan batuan akan mencapai
hasil optimal apabila perlengkapan dan peralatan yang dipakai sesuai dengan metode
peledakan yang diterapkan (Ir.S.Koesnaryo, 1988).
Pekerjaan peledakan merupakan pekerjaan yang berbahaya, oleh karena itu
harus dilakukan dengan penuh perhitungan dan hati-hati agar tidak terjadi kegagalan
11

atau bahkan kecelakaan. Operator yang melakukan peledakan harus mengerti tentang
cara kerja, sifat dan fungsi dari peralatan yang digunakan, karena persiapan peledakan
yang kurang baik akan menyebabkan hasil yang tidak sempurna serta mengandung
resiko bahaya terhadap keselamatan pekerja maupun peralatan. Dalam hal ini
pemilihan metode peledakan dan pemilihan peralatan, perlengkapan peledakan juga
berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai.
3.3 Bahan Peledak
Bahan peledak adalah bahan yang berbentuk padat, cair, gas atau campuran
yang apabila dikenai suatu aksi atau panas, gesekan atau ledakan akan berubah secara
kimia menjadi zat-zat lain yang lebih stabil yang sebagian atau seluruhnya berbentuk
gas dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat disertai
efek panas dan tekanan yang tinggi (Ir.S.Koesnaryo 1988).
Menurut Manon (1976) dalam buku Koesnaryo (1988), secara garis besar jenis
bahan peledak dibedakan menjadi :
1. Bahan Peledak Mekanis (Mechanical Explisove)
Senyawa dalam bahan peledak mekanis akan segera bereaksi dan berubah menjadi
gas akibat suatu elemen panas yang dimasukkan ke dalam bahan peledak tersebut.
2. Bahan Peledak Kimia (Chemical Explosive)
Berdasarkan kecepatan reaksinya bahan peledak ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Bahan peledak kuat (high explosive)
Bahan peledak kuat mempunyai kecepatan reaksi yang sangat tinggi, yaitu
5.000 – 24.000 fps (1 – 6 mile per detik), tekanan yang dihasilkan sangat tinggi yaitu
50.000 – 4.000.000 psi. Sifat reaksinya adalah detonasi, yaitu penyebaran gelombang
kejut (shock wave). Termasuk jenis bahan peledak kuat yaitu semua jenis dinamit,
antara lain TNT (Tri Nitro Toluena).
2) Bahan peledak lemah (low explosive)
Bahan peledak lemah mempunyai kecepatan reaksi rendah yaitu kurang dari
5.000 fps (dari beberapa inchi sampai beberapa feet per detik). Tekanan yang
dihasilkan kurang dari 50.000 psi. Bahan peledak ini biasanya digunakan
12

padatambang batubara. bahan peledak lemah antara lain adalah black powder,
propellant.
3. Bahan Peledak Nuklir (Nuclear Explosive)
Bahan peledak nuklir umumnya terbuat dari plutonium, uranium 235 atau
bahan-bahan sejenis yang mempunyai sistem atom aktif.
3.3.1 Sifat Bahan Peledak
Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan – bahan berbentuk
padat, atau cair atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu aksi seperti
panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi dengan kecepatan tinggi,
membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi. Sifat –
sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan yaitu kekuatan, kecepatan
detonasi, kepekaan, bobot isi, tekanan detonasi, ketahanan tehadap air dan sifat gas
beracun (Ir.S.Koesnaryo 1988).
Bidang Bebas BOX CUT
1. Kekuatan (Strength)
2Kekuatan
1 suatu 1
1 bahan 1
peledak2 adalah ukuran yang dipergunakan untuk
1 1
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan
3 oleh
2 bahan
2 peledak
2 tersebut.
2 3
2. Kecepatan detonasi
BidangBebas
Kecepatan detonasi (Velocity of Detonation = VOD) adalah kecepatan
2 1 0 1 2
gelombang detonasi yang melalui sepanjang kolom isian bahan peledak, yang
3 dalam
dinyatakan 2 meter/detik.
1 2 Kecepatan
3 detonasi suatu handak tergantung pada
beberapa 4faktor,3 yaitu 2bobot 3isi bahan
4 peledak, diameter bahan peledak, derajat
pengurungan, ukuran partikel dari bahan penyusunnya
Keterangan : dan bahan – bahan yang
1, 2, … = Nomor
terkandung dalam bahan peledak.Untuk peledakan padaurutan peledakan
batuan keras digunakan
= Arah runtuhan batuan
bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan
Bidang
lunak digunakan Bebasdengan kecepatan detonasi rendah.
handak ECHELON CUT
Kecepatan detonasi
bahan5peledak
4 komersial
3 adalah
2 antara
1 1.500 – 8000 m/s.
3. Kepekaan (Sensitivity)

6 5 4 3 2
Keterangan :1, 2, … = Nomor
7 6 5 4 3 urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan

Gambar 7. Pola Peledakan Berdasarkan Urutan dan Arah Runtuhan


13

Kepekaan adalah ukuran besarnya impuls yang diperlukan oleh suatu bahan
peledak untuk memulai beraksi dan menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh isian.
Kepekaan handak tergantung pada komposisi kimia, ukuran butir, bobot isi, pengaruh
kandungan air, dan temperatur..
4. Bobot isi bahan peledak
Bobot isi bahan peledak adalah perbandingan antara berat dan volume bahan
peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi biasanya juga dinyatakan dengan istilah
Spesific Gravity (SG), Stick Count (SC), ataupun loading dens ity ( d e ) .
5. Tekanan detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam
kolomisian bahan peledak, dinyatakan dengan kilobar (kb). Tekanan akibat ledakan di
sekitar dinding lubang ledak intensitasnya tergantung pada jenis bahan peledak
(kekuatan, bobot isi, VOD), derajat pengurungan, jumlah dan temperatur gas hasil
ledakan.
6. Ketahanan terhadap air (Water resistance)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak
itu dalam menahan rembesan air dalam waktu tertentu tanpa merusak, mengurangi,
merubah kepekaannya. Ketahanan ini dinyatakan dalam jam. Sifat ini sangat penting
dalam kaitannya dengan kondisi kerja, sebab untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air dalam lubang ledak mengakibatkan ketidakseimbangan kimia dan
memperlambat reaksi pemanasan.
Disamping itu, air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan peledak
sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.
7. Sifat gas beracun (Fumes)
Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas, yaitu
smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya mengandung uap air (H 2O)
dan asap berwarna putih (CO 2). Sedangkan fumes bewarna kuning dan berbahaya
karena sifatnya beracun, yang terdiri dari karbon monoksida (CO) dan oksida
14

nitrogen (NOx). Fumes terjadi karena tidak terjadi kesimbangan oksigen dalam
pembakaran, hal ini dikarenakan bahan peledak tersebut dalam keadaan rusak.

3.4 Perlengkapan dan Peralatan Peledakan


3.4.1 Perlengkapan Peledakan
1. Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
ledakan kecil sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan
peledak peka detonator atau primer. Macam-macam detonator yaitu :
1) Detonator listrik
Yaitu jenis detonator yang penyalaannya menggunakan penghantar listrik melalui
kabel khusus.
Detonator listrik ini terdiri dari dua jenis detonator yaitu:
a. Instaneous detonator
Yaitu detonator yang langsung bereaksi apabila terkana aksi. Detonator ini tidak
mempunyai waktu tunggu (delay) dan akan langsung meledak apabila dipicu.
b. Delay detonator
Yaitu jenis detonator yang mempunyai satu bagian khusus yang disebut dengan
delay element yang berfungsi untuk memberikan waktu tunggu bagi detonator
untuk meledak.

Gambar 3.1 Detonator listrik (Aulia, 2016)


15

2) Detonator non eletrik (Nonel)


Nonel adalah detonator dengan sumbu (tube) plastik, mempunyai diameter 2-3
mm, didalamnya dilapisi dengan material reaktif yang sangat tipis dan dapat
menjalankan gelombang kejut dengan kecepatan sekitar 2000 ms.

Gambar 3.2 Surface delay Gambar 3.3 Inhole delay


(Aulia, 2016) (Aulia, 2016)
2. Bahan peledak utama
Adalah ANFO merupakan bahan peledak yang terbuat dari campuran antara
Amonium Nitrat dan Solar dengan perbandingan 94,5% : 5,5% ANFO memiliki
densitas 0,8 – 0,85 gr/cc, lebih rendah dari densitas air, sehingga penggunaannya
kurang baik dan sulit dipakai pada saat kondisi lembab ataupun basah.

3.4.2 Peralatan Peledakan


Peralatan peledakan adalah suatu komponen peledakan yang bisa dipakai lebih
dari satu kali peledakan (berkali-kali). Adapun macam-macam peralatan peledakan
adalah:
1. Blasting machine
Yaitu merupakan alat ledak yang berfungsi sebagai penghasil arusdan pemberi arus
pada rangkaian peledakan untuk meledakan detonator listrik. Blasting machine dapat
dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini:
16

Gambar 3.4 Blasting machine (Dokumentasi penulis, 2018)


2. Blasting ohmmeter
Yaitu alat untuk mengukur tahanan listrik dalam rangkaian lubang tembak. Jika
tahanan lebih besar dari arus yang dimasukkan, terjadilah gagal ledak, maka sebelum
peledakan dilakukan harus di periksa tahananya terlebih dahulu.

Gambar 3.5 Blasting ohmmeter (Dokumentasi penulis, 2018)


3. Lead wire yaitu kabel utama yang berfungsi untuk menghubungkan antara
rangkaian peledakan listrik dengan blasting machine.
17

Gambar 3.6 Leadwire (Dokumentasi penulis, 2018)


3.4.3 Pengisian Bahan Peledak
Distribusi bahan peledak di dalam lubang ledak merupakan faktor penting
dalam keberhasilan suatu peledakkan, karena sedapat mungkin seluruh energi bahan
peledak pada saat dilakukan peledakan bisa termanfaatkansecara maksimal untuk
sejumlah massa batuan yang diledakkan (Kopa, 2005).
3.4.4 Tinggi Kolom Isian Bahan Peledak (PC)
Tinggi kolom isian bahan peledak merupakan selisih antara kedalaman lubang
ledak dengan stemming. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
PC = H – T ................................................................. 3.1
Keterangan:
PC = tinggi kolom isian bahan peledak (m)
H = kedalaman lubang ledak (m)
T = stemming (m)
3.4.5 Berat Bahan Peledak Dalam Lubang Ledak / Loading Density (E)
Berat bahan peledak dalam satu kolom isian bahan peledak merupakan fungsi
dari diameter bahan peledak, densitas bahan peledak dan panjang kolom isian bahan
peledak. Berat bahan peledak tersebut (loading factor) setiap satu lubang ledak dapat
dihitung dengan rumus berikut ini (Rangga, 2012):
E = PC x de ................................................................. 3.2
Keterangan:
E = berat bahan peledak setiap lubang ledak (kg)
18

PC = panjang kolom isian bahan peledak (m)


de = loading density (kg/m)
Loading density adalah berat bahan peledak setiap meter kolom isian. Nilai dari
Loading density ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut (Rangga,
2012):
de = 1/4 × π × De² × SG × 1000 ......................................... 3.3
Keterangan:
De = diameter lubang ledak (inchi)
SG = specific gravity bahan peledak (Ton/m3)
3.4.6 Powder Factor (PF)
Powder factor atau dalam istilah lain disebut dengan spesific charge adalah
suatu bilangan yang menunjukkan jumlah bahan peledak yang digunakan untuk
membongkar sejumlah volume batuan .
Powder factor ini merupakan salah satu petunjuk untuk memperkirakan baik
atau tidaknya suatu operasi peledakan. Hal ini disebabkan dari nilai powderfactor ini
dapat diketahui tingkat efisiensi bahan peledak untuk membongkar sejumlah batuan.
Penetuan nilai powder factor dapat diketahui melalui persamaan berikut (Rangga,
2012):
Berat bahan peledak
PF=
Volume batuan yang akan diledakan
E
= .....................................................
B x S x L x n x 2.65ton /m ³
3.4
Keterangan:
Pf = powder factor (kg/m3)
E = berat bahan peledak setiap lubang ledak (kg)
n = jumlah lubang ledak
19

3.5 Pola Pemboran dan Pola Peledakan


3.5.1 Pola Pemboran
Pada umumnya ada dua macam pola pemboran lubang ledak, yaitu pola
pemboran sejajar (paralel) dan pola pemboran selang-seling (staggered).
1. Pola pemboran sejajar yaitu pola dengan penempatan lubang bor yang sejajar
disetiap kolomnya. Pola pemboran ini merupakan pola yang lebih mudah
diterapkan dilapangan, tapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam.
2. Pola pemboran selang-seling adalah pola dengan penempatan lubang bor secara
berselang-seling pada setiap kolomnya. Pola pemboran selang-seling lebih sulit
penanganannya di lapangan namun fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam,
hal ini disebabkan karena distribusi energi peledakan yang dihasilkan lebih
optimal bekerja dalam batuan. Pola pemboran staggered menggunakan
penembakan row-on-row, yang mana lubang dari satu baris diledakan sebelum
lubang pada baris belakang secara cepat yang ditunjukkan pada Gambar 3.7 .

Gambar 3.7 Pola pemboran (Dick ,2014) Gambar 3.8 Pengaruh energi peledakan
pada pemboran (Diktat Kursus
Juru Ledak Kelas II, 2011)

3.5.2 Pola Peledakan


20

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang bor


dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor
yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan
urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Box cut
adalah pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk
kotak.
2. V cut
adalah pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk huruf V.
3. Echelon
adalah pola peledakannya searah dengan bidang bebas, dimana arah hasil
peledakannya menuju ke samping sehingga dapat menghindari terjadinya
kecelakaan kerja bagi pekerja yang berada didalam ruang sumbu api ledak. Pola
ini memiliki dua atau lebih bidang bebas juga batuan hasil ledakan akan lebih
banyak. Pola ini sering digunakan pada peledakan di Pit Prebench.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Pola peledakan serempak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak.
2. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris yang lainnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada
sistem peledakan antara lain adalah :
a. Mengurangi getaran
b. Mengurangi batu terbang
c. Mengurangi getaran akibat airblast dan suara (noise)
d. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.
21

Bidang Bebas BOX CUT

21 1 1 1 1 21

3 2 2 2 2 3

Bidang Bebas

2 1 0 1 2
Keterangan :
3 2 1 2 3 1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
4 3 2 3 4

Bidang Bebas ECHELON CUT

5 4 3 2 1

6 5 4 3 2
Keterangan :1, 2, … = Nomor
7 6 5 4 3 urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan

Gambar 3.9 Pengaruh pola peledakan berdasarkan urutan dan arah runtuhan
(Dick et al, 2014)

3.6 Perencanaan Peledakan


Menurut Konya & Walter (1991) seperti pada Gambar 2.9 menjelaskan bahwa
geometri dalam satu lubang ledak terdiri atas:
1. Bench top puncak dari jenjang peledakan atau permukaan dari lubang ledak.
2. Floor merupakan dasar atau permukaan terendah dari jenjang.
3. Spacing merupakan jarak antara lubang-lubang bor dalam satu baris
22

4. Burden merupakan jarak antara titik pusat lubang bor dengan tepian jenjang atau
bidang bebas (free face).
5. Bench height merupakan tinggi jenjang (free face).
6. Stemming merupakan tanah penutup berfungsi sebagai pembatas yang membuat
bahan peledak kedap terhadap udara luar dan memberikan perdam sebagai
pencegah dari fly rock.
7. Charge length merupakan kedalaman dari bahan peledak yang dipasangkan.

Gambar 3.10 Perencanaan geometri peledakan (Konya & Walter, 1991)


3.6.1 Geometri Peledakan Menurut ICI-Explosives

3.11 Geometri Peledakan Menurut ICI – Eksplosives (Supervisory Teknik


Peledakan)
1. Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang bor dengan bidang bebas yang terdekat. Pada
daerah ini energi ledakan yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang
bebas. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara
23

maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan
sehingga akan terjadi penghancuran ( ICI-Explosives ). Nilai burden yang optimum
akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai dan perpindahan pecahan batuan sesuai
dengan yang diinginkan. Jarak burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan
terjadinya batuan terbang dan suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu
besar akan menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, dan akan menyebabkan
batuan di sekitar burden tidak akan hancur. Untuk mencari nilai burden (B)
dipengaruhi ukuran mata bor (d), seperti persamaan berikut:
B = 25d – 40d ..................................................... 3.5
2. Spacing (S)
Spacing dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang bor
yang berdekatan dalam satu baris. Harga Spacing sangat tergantung dari harga
Burden (B). Persamaan yang digunakan untuk mencari besarnya Spacing (S) adalah
sebagai berikut:
S = 1B – 1,5B ..................................................... 3.6
3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom
isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang
besar.
Stemming yang pendek menyebabkan batuan hanya pecah pada bagian atas,
sehingga mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju
atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock,
overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Untuk
mengetahui besaran harga stemming (T) dipengaruhi ukuran mata bor (d), sesuai
dengan persamaan berikut:
T = 20d - 30d ...................................................... 3.7
4. Subdrilling (J)
24

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang
agar lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan
menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan
mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang. Untuk menetukan besaran
subdrilling (J) dipengaruhi ukuran mata bor (d), sesuai dengan persamaan berikut:
J = 8d - 12d ..................................................... 3.8
5. Tinggi jenjang (L)
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya
dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter
serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh
kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat.
Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai
runtuh. Jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara
untuk diameter lubang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.
L = 60d – 140d ..................................................... 3.9
6. Kedalaman lubang ledak (H)
H=L+J .................................................... 3.10
Keterangan:
L = kedalaman lubang ledak (m)
J = subdrilling (m)

3.7 Prosedur Peledakan


Setelah proses perencanaan geometri peledakan dan pemboran dilakukan
maka proses persiapan peledakan dapat dilakukan. Berikut ini tahapan kegiatan
peledakan yang dilakukan :
1. Pengurusan Perizinan Peledakan ke kantor kepolisian setempat
2. Pemberitahuan rencana peledakan kepada warga disekitar area perusahaan
3. Pengambilan Amonium Nitrat, solar, daya gel, in hole delay, surface delay,
lead wire, Blasting Machine dan perlatan lainnya dari gudang bahan peledak
25

dengan diawasi oleh juru ledak dan pihak kepolisian serta perhitungan
peledak dan bahan peledak yang keluar dari gudang.
4. Pencampuran ANFO dengan perbandingan AN : 94,5 % dan FO : 5,5% yang
dipantau oleh juru ledak

Gambar 3.12 Pencampuran ANFO (Dokumentasi penulis, 2018)


5. Pengangkutan ANFO dan bahan lainnya ke lokasi yang akan diadakan
Blasting.
6. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengisian ANFO kedalam kondom di
lubang ledak kemudian dipertengahan lubang ledak dimasukkan 3 buah yang
telah disambungkan dengan detonator dan kemudian dilanjutkan pengisian
ANFO hingga kedalaman 2/3 dari kedalaman lubang ledak.
26

(a) (b)
Gambar 3.13 (a). Perangkaian detonator ke daya gel (b). Pengisian daya Gel
ke kondom dalam lubang ledak. (Dokumentasi Penulis, 2018)
7. Proses Perangkaian antara in hole delay dengan surface delay dari masing-
masing lubang bor.
27

Gambar 3.14 Proses Perangkaian in hole delay dengan surface delay


(Dokumentasi Penulis, 2018)
8. Stemming dan Proses Perangkaian Kabel ke Blasting Machine
9. Pembersihan Area Peledakan dari Alat dan para pekerja maupun orang yang
tidak berkepentingan.
10. Sirine pertama berbunyi 3 kali sebagai tanda akan dilakukan peledakan yang
disertai dengan Pengumuman.
11. Pengecekan tiap pos untuk mengetahui bahwa sudah siap dilakukan peledakan
sebanyak 3 kali pengecekan.
12. Sirine kedua dibunyikan sekaligus pengumuman bahwa akan dilaksanakan
peledakan
13. Penghitungan mundur oleh juru ledak sebelum Blasting Machine dinyalakan.
14. Proses peledakan oleh juru ledak di posisi yang telah direncanakan pada pukul
15.50 WIB tanggal 7 Maret 2018.
15. Peninjauan area pasca peledakan oleh juru ledak untuk melihat hasil
peledakan setelah satu jam proses peledakan serta Pengambilan foto
dokumentasi fragmentasi hasil peledakan.
28

Gambar 3.15 Fragmentasi hasil peledakan (Dokumentasi Penulis, 2018)

3.8 Pemuatan
Kegiatan pemuatan dilakukan setelah peledakan, alat muat yang digunakan di
front penambangan adalah 1 (dua) buah Excavator jenis Kobelco type SK 200 dan 1
(satu) buah Excavator jenis Kobelco type SK 330 dengan kapasitas Bucket 0,9 m3.
Cara kerja pemuatan dengan menempati posisi Dump Truck berada di depan alat
muat dilanjutkan dengan mengambil dan memuat material hasil ledakan serta
menumpahkan material hasil ledakan tersebut kedalam Dump Truck.

3.9 Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan ini menggunakan 5 (lima) unit Dump Truck jenis Hino
Type FM 260 JD dengan kapasitas 25 m3 untuk kemudian diangkut ke Crushing
Plant.
Pengangkutan dilakukan secara kontinu dengan jarak angkut kurang lebih 1,3 km.
Untuk material bongkahan batu granit yang berukuran besar dipecahkan lagi dengan
Breaker Kobelco Type SK 200 BR sehingga diperoleh ukuran yang diinginkan.
Kegiatan pengangkutan ini bertujuan untuk memindahkan Batu granit hasil peledakan
dari front penambangan ke tempat pengolahan.
29

3.10 Pengolahan
Hasil peledakan di front penambangan yang diangkut oleh Dump Truck
ditumpahkan ke unit crushing plant. Unit crushing plant dalam proses pengolahan
dilakukan untuk mendapatkan ukuran batuan yang diinginkan dengan gabungan dari
beberapa alat yaitu :
1. Unit Pengumpan (Feeding) : Hopper dan Feeder.
2. Unit Pemecah (Crushing) : Jaw crusher dan Cone crusher.
3. Unit Pemindah Material (conveying) : 12 Belt Conveyor.
4. Unit Pemisah/Pengayak material (Screening) : 3 Vibrating Screen.
Dimana produksi akhir yang dihasilkan dari unit crushing plant antara lain :
1. Split ukuran (30 – 50 mm)
2. Split ukuran (20 – 30 mm)
3. Split ukuran (10 - 20 mm)
4. Abu Batu (0-10 mm)
5. Agregat A (0-50 mm)

3.11 Pemasaran
Dalam pemasaran digunakan alat muat Excavator jenis Kobelco type SK 200, dengan
kapasitas Bucket 0,9 m3 dan Wheel Loader kemudian hasil produksi yang dimuat ke
dalam alat angkut dilakukan proses penimbangan (Weighting Indicator). Pemasaran
produksi Crusher PT Bumiwarna Agung Perkasa adalah pengiriman ke Stockpile di
Palembang melalui kapal tongkang dan para konsumen yang umumnya berada
didalam dalam pulau Bangka.

Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Alat Mekanis


30

Produksi alat gali-muat dan alat angkut dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut
dalam penggunaannya di lapangan. Factor-faktor inilah yang mempengaruhi produksi
mekanis diantaranya :

Waktu Edar (Cycle Time)


Waktu edar (Cycle Time) adalah jumlah waktu yang diperlukan alat mekanis untuk
melakukan satu siklus kegiatan produksi dari awal sampai akhir dan siap untuk
memulai lagi (Prodjosumarto, 1993).
Waktu edar terdiri dari dua jenis, yaitu waktu tetap (fixed time) dna waktu variable
(variable time). Waktu tetap adalah waktu pengisian atau pemuatan termasuk
manuver dan menunggu, waktu pengosongan muatan sedangkan waktu variable
adalah waktu mengangkut muatan dan kembali kosong. Jadi waktu edar total adalah
penjumlahan waktu tetap dan variable.
Waktu edar alat gali-muat
Waktu edar alat gali-muat dapat dihitung dengan persamaan ……
Ctm = Am + Bm + Cm + Dm.,……………..
Keterangan :
Ctm = Waktu edar alat gali-muat (detik).
Am = Waktu menggali material (detik).
Bm = Swing isi (detik).
Cm = Waktu menumpahkan material (detik).
Dm = Swing kosong (detik)
Waktu edar alat angkut
Waktu edar alat angkut dapat dihitung dengan persamaan ………….
Cta = Aa + Ba + Ca + Da
Keterangan :
Aa =

Waktu Kerja Efektif


31

Waktu kerja tersedia adalah waktu keseluruhan yang disediakan perusahaan untuk
melakukan kegiatan penambangan. Pada kenyataan dilapangan, waktu kerja tersedia
tidak dapat digunakan sepenuhnya karena adanya hambatan-hambatan kerja yang
dapat mengurangi waktu yang disediakan perusahaan. Waktu kerja efektif adalah
waktu kerja operator dan alat benar-benar beroperasi atau berproduksi. Waktu kerja
efektif adalah hasil dari waktu kerja tersedia yang telah dikurangi oleh waktu
hambatan terdiri dari waktu hambatan dapat dihindari dan waktu hambatan yang tidak
dapat dihindari. Waktu kerja efektif berpengaruh terhadap efisiensi kerja alat dan
operator.
Waktu hambatan dapat dihindari
Merupakan hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap waktu kerja
yang dijadwalkan seperti :
Terlambat memulai kerja.
Cepat berakhir kerja
Dll.
Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari.
Merupakan hambatan yang terjadi pada waktu kerja yang menyebabkan hilangnya
waktu kerja, antara lain :
Perjalanan ke Front.
Kondisi kerja alat
Hujan
Dll.

Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap suatu pelaksanaan pekerjaan atau merupakan
perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu tersedia yang
dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan mempengaruhi kemampuan
alat. Faktor manusia, mesin, cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan
32

menentukan besarnya efisiensi kerja. Perhitungan efisiensi kerja dapat menggunakan


persamaan berikut :
Wke
Efisiensi kerja = x 100%
Wkt
Keterangan :
Wke = Waktu kerja efektif (menit)
Wkt = Waktu kerja tersedia (menit)
Kondisi Efisiensi Kerja
Sangat Baik > 0.85
Baik > 0.75 – 0.85
Sedang 0.65 – 0.74
Kurang < 0.65

Produktifitas alat mekanis


Perhitungan kemampuan produksi dapat digunakan untuk menilai kinerja dari alat
mekanis yang digunakan. Produktifitas tergantung pada kapasitas dan waktu siklus
alat mekanik. Semakin baik maka akan semakin besar produksi.
Produksi alat gali-muat
Menurut Indonesianto (2005), produksi alat gali-muat dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
KB x BF x SF x EK x 3600
P =
CT
Keterangan :
P = Produksi alat muat ( bcm/jam atau ton/jam)
KB = Kapasitas Bucket (mᶟ)
SF = Swell Factor
EK = Efisiensi kerja
CT = Cycle Time (detik)

3.2.5 .Faktor Isian Bucket (Bucket Fill Factor)


33

Faktor isian bucket (bucket fill factor) merupakan perbandingan antara kapasitas
nyata material yang masuk kedalam mangkuk dengan kapasitas teoritis dari alat muat
tersebut yang dinyatakan dalam persen (Almeida, 2012). Faktor isian mangkuk ini
menunjukkan bahwa semakin besar faktor isian maka semakin besar produktifitas alat
muat tersebut. Faktor pengisian dipengaruhi oleh kapasitas mangkuk, jenis dan sifat
material. Untuk menghitung factor isian digunakan persamaan :
Vn
FF = × 100%
Vt
Keterangan :
FF : Faktor isian (fill factor)
Vn : Volume nyata (m3)
Vt : Volume teoritis (m3)

Tabel 2.3. Faktor Pengisian Bucket Komatsu


Kondisi muatan Faktor
MUDAH Gali dan muat material dari stockpile, atau 0,8 – 1,0
material yang sudah di gusur dengan alat lain,
sehingga tidak diperlukan tenaga menggali yang
besar dan bucket dapat penuh.
Misal : tanah pasir, tanah gembur
SEDANG Gali dan muat dar stockpile yang memerlukan 0,6 – 0,8
tekanan yang cukup, kapasitas bucket kurang
dapat munjung.
Misal : pasir kering, tanah lempung lunak,
kerikil.
AGAK SULIT Sulit untuk mengisi bucket pada jenis material 0,5 – 0,6
yang digali.
Misal : batu – batuan, lempung keras, kerikil
berpasir, tanah berpasir, lumpur.
SULIT Menggali pada batu – batuan yang tidak 0,4 – 0,5
34

beraturan bentuknya yang sulit diambil dengan


bucket.
Misal : batu pecah dengan gradasi jelek.
Sumber : PTM (Pemindahan Tanah Mekanis) Bagian I (1993)

3.2.6 .Faktor Pengembangan (Swell Factor)


Menurut Indonesianto (2012) apabila material digali dari tempat aslinya, maka akan
terjadi pengembangan volume (swell). Untuk menyatakan besarnya pengembangan
volume dikenal dua istilah, yaitu :
Faktor pengembangan (Swell Factor)
Persen pengembangan (Percent swell)
Swell Factor perlu diketahui, karena yang diperhitungkan dalam penggalian selalu
disebut pay yard atau bank yard (volume asli) di alam, sedangkan material yang
diangkut adalah material yang telah mengembang karena digali serta alat angkut itu
sanggup membawa material tersebut (heaped capacity), jadi kalau heaped capacity
dikalikan swell factor maka material yang diangkutnya akan diperoleh kira – kira pay
yard capacity-nya (Tamantono, 2007).
Untuk menghitung kedua faktor tersebut digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

Volume loose
Percent Swell = ( −¿ 1) × 100%
Volume Undisturbed

Volume Undisturbed
Swell Factor = ( ) × 100%
Volume loose

Tabel 2.4. Swell Factor dari Berbagai Material


35

Macam Material Density (lb/cu yd) Swell Factor


Bauksit 2.700 – 4.325 0,75
Tanah liat, kering 2.300 0,85
Tanah liat, basah 2.800 – 3000 0,82 – 0,80
Antrasit 2.200 0,74
Bituminus 1.900 0,74
Bijih Tembaga 3.800 0,74
Tanah biasa, kering 2.800 0,85
Tanah biasa, basah 3.370 0,85
Tanah biasa bercampur pasir dan kerikil 3.100 0,90
Kerikil (gravel), kering 3.250 0,89
Kerikil (gravel), basah 3.600 0,88
Granit, pecah – pecah 4.500 0,67 – 0,56
Hematit, pecah – pecah 6.500 – 8.700 0,45
Bijih besi, pecah – pecah 3.600 – 5.500 0,45
Batu kapur, pecah – pecah 2.500 – 4.200 0,60 – 0,57
Lumpur 2.160 – 2.970 0,83
Lumpur, sudah ditekan (packed) 2.970 – 3.510 0,83
Pasir, kering 2.200 – 3.250 0,89
Pasir, basah 3.300 – 3.600 0,88
Shale 3.000 0,75
Slate 4.590 – 4.860 0,77
Sumber : Diktat (Buku Ajar) Pemindahan Tanah Mekanis (Edisi Pertama) (2007)

3.2.7 Kemampuan Produksi Alat Mekanis


Kemampuan produksi alat dapat digunakan untuk menilai kinerja dari alat muat dan
alat angkut. Semakin baik tingkat penggunaan alat maka semakin besar produksi
yang dihasilkan alat tersebut.
Kapasitas produksi alat muat
Berdasarkan Specification & Application Handbook Edition 30 (2009)
bahwaKapasitas produksi backhoe dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
( KB× BF × 3600)
TP = × EK
CT
Keterangan :
TP : Kapasitas produksi (m3/jam)
36

KB : Kapasitas bucket (m3/jam)


BF : Bucket fill factor
EK : Efisiensi kerja
CT : Cycle time, (detik)
Kapasitas produksi alat angkut
Berdasarkan Specification & Application Handbook Edition 30 (2009) kapasitas
produksi dump truckdapat dihitung dengan menggunakan rumus :
60
TP = C × × EK × M
CT
Keterangan :
TP : Kapasitas produksi (m3/jam)
C : Kapasitas produksi per siklus (m3)
EK : Efesiensi Kerja
M : Jumlah alat beroperasi
CT : Cycle time, (detik)

3.12 Pengolahan Bahan Galian Granit (Crushing Plant)


Crushing plant adalah suatu gabungan unit pengumpan (feed), unit pemecah
(crushing), unit perantara (conveying) dan unit pemisah (screening) yang saling
berhubungan dan saling mendukung untuk melaksanakan proses produksi guna
menghasilkan suatu output berupa produk jadi berupa batu pecah dengan ukuran yang
sudah ditetapkan sebagai bahan baku pembangunan infrastruktur. Inti dari kegiatan
produksi pada crushing plant adalah crushing dan screening. Crushing adalah proses
pemecahan material dengan menggunakan unit crusher, sedangkan screening adalah
proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel untuk
37

mendapatkan ukuran material yang seragam. Jadi material dipecah pada unit pemecah
lalu disaring, material yang tidak tersaring dikarenakan ukuran masih besar dipecah
lagi pada unit crusher selanjutnya.
Secara garis besar kegiatan pada crushing plant adalah dimulai dengan
menumpahkan input material ke unit pengumpanan (feeding). Unit pengumpanan ini
berfungsi untuk mengatur pemasukan material ke unit pemecah (crushing), material
yang sudah dipecah lalu didistribusikan ke unit pemisah (screening) melalui perantara
conveyor. Material yang sudah sesuai dengan standar ukuran akan diangkut oleh
stockpile conveyor menjadi maerial jadi, sedangkan material yang belum sesuai
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan dibawa oleh return conveyor untuk
dipecah lagi pada unit secondary crushing.
Crushing plant biasanya terdiri dari beberapa macam unit dalam satu layout yang
dibagi menjadi 4 unit besar menjadi :
1. Unit Pengumpan (Feeding)
2. Unit Pemecah (Crushing)
3. Unit Pemindah Material (Conveying)
4. Unit Pemisah/Pengayak Material (Screening)

Gambar 3.16
Plant View
38

Sumber : Taggart, AF, “Handbook Of Mineral Dressing”, 1996

Unit Pengumpanan (Feeding)


Unit pengumpan (Feeding) adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang
berfungsi sebagai pengatur aliran dan pemisah bahan-bahan dan penerima bahan baku
(rawmaterial) dari loader, truck maupun excavator. Fungsi utama feeder adalah
mengatur aliran bahan batuan yang masuk ke dalam pemecah batu (crusher). Alat
yang digunakan pada unit pengumpan ini adalah Vibrating Feeder.
Vibrating feeder termasuk dalam unit pengumpan (Feeding), yaitu sejenis peralatan
feeding dimana arah pergerakannya adalah linier. Memiliki fitur getar yang halus,
kemudahan dalam mengoperasikan, tahan lama dan sangat sesuai untuk aplikasi
feeding. Digunakan secara luas pada industri pertambangan. Feeder merupakan alat
pengumpan material dari hopper ke primary crusher atau jaw crusher. Feeder
merupakan heavyduty construction untuk menahan beban kejut dari batuan yang
ditumpahkan dan biasanya dipakai untuk stone crusher plant kapasitas 50 tph keatas.
Penggunaan alat feeder bertujuan agar proses pengumpanan dari hopper menuju ke
alat peremuk dapat berlangsung dengan laju yang konstan, tidak terlalu besar dan
tidak terlalu kecil, sehingga dapat mencegah terjadinya penumpukan batu granit atau
tidak ada umpan di dalam hopper ataupun pada alat peremuk.

Gambar 3.4 : Vibrating feeder


Sumber : Taggart, AF, “Handbook Of Mineral Dressing”, 1996
3.3.2 Unit Pemecah (Crushing)
39

Unit Pemecah (Crushing) adalah komponen utama dari stone crusher plant
yang berfungsi untuk memecah dan mengurangi ukuran bahan (batu). Umumnya
terdiri dari pemecah batu primer, Sekunder, dan tersier tergantung dari kombinasi
peralatan aggregat. Pada umumnya primer crusher terdiri dan jenis jaw crusher (type
primer) yang mampu mengurangi ukuran batu ukuran besar. Sedangkan untuk
secondary crusher dan tertiary crusher biasanya menggunakan jaw crusher dan cone
crusher,
Jaw Crusher adalah alat pemecah tingkat pertama (primary crusher), memecahkan
batuan dalam ukuran bongkah-bongkah besar yaitu batuan yang di terima dari hasil
penambangan. Jaw Crusher terdiri dari 2 jaw plate yang berhadap-hadapan dibuat
membentuk sudut yang kecil ke arah bawah, yang dapat membuka dan menutup
seperti rahang binatang (jaw). Salah satu jaw diam tertahan pada crusher frame
(kerangka jaw crusher) disebut fixed jaw, sedangkan yang satu lagi ditahan pada
sumbunya dan dapat bergerak sedikit mendekat dan menjauh dari fixed jaw, disebut
swing jaw.

Gambar 3.5 : Jaw Crusher


Sumber : Taggart, AF, “HA Of Mineral Dressing”, 1996
40

Jaw Crusher merupakan alat pemecah batu granit tingkat pertama, alat ini
mempunyai bagian-bagian seperti dijelaskan dibawah ini :
Setting Block, yaitu bagian untuk mengatur agar lubang bukaan ukurannya sesuai
dengan yang dikehendaki. Bila setting block dimajukan maka jarak fixed jaw dan
swing jaw menjadi lebih pendek atau lebih dekat, begitu pula sebaliknya.
Swing jaw, yaitu bagian dari alat peremuk yang dapat bergerak/rahang ayun yang
berfungsi sebagai memberi gaya tekanan pada material umpan.
Fixed Jaw, yaitu sebagian dari alat peremuk yang tidak dapat bergerak/rahang ayun
diam yang berfungsi sebagai pemberi gaya menahan pada material umpan.
Hopper, yaitu bagian mulut dari alat peremuk yang berfungsi sebagai lubang
penerimaan.
Throat, yaitu bagian paling bawah alat peremuk yang berfungsi sebagai lubang
pengeluaran.
Gape, yaitu jarak horizontal pada mouth (lubang penerimaan).
Set, yaitu jarak horizontal pada throat (lubang pengeluaran).
Open Setting, yaitu jarak rahang diam dengan rahang ayun pada saat rahang ayun
bergerak ekstrim kebelakang.
Clossed setting, yaitu jarak antara rahang diam dengan rahang ayun pada saat rahang
ayun bergerak ekstrim kedepan.
Throw, yaitu selisih jarak pelemparan pada saat rahang membuka (open setting)
dengan pada saat rahang menutup ( clossed setting).
Nip Angle, yaitu sudut yang dibentuk garis singgung yang dibuat antara jaw (swing
dan fixed) dengan material batuan.
41

Gambar 3.6 : Bagian-bagian Jaw Crusher


Sumber : Taggart, AF, “Handbook Of Mineral Dressing”, 1996

Cone Crusher, digunakan dalam industri metalurgi, konstruksi, pembangunan jalan,


kimia dan industri fosfat. Cone crusher tepat untuk batu dan bijih keras dan setengah
keras, seperti bijih besi, bijih tembaga, batu kapur, kuarsa, granite, gritstone, dan
sebagainya. Pada suatu layout crusher plant, cone crusher sering dipakai
sebagai secondary crusher atau tertiary crusher. Cone crusher sering dipakai pada
crusher plant karena tingkat produksinya tinggi, kualitas produk yang kubikal, mudah
dalam maintenance, dan umur pakai yang panjang.
Cone Crusher ini dilengkapi dengan sistem perlindungan hidraulik termasuk
melindungi tabung oli, mengunci tabung oli dan pengaturan hidraulik tabung oli,
yang berhubungan dengan semua jenis masalah selama operasi tanpa membongkar
mesin. Selain itu, Cone Crusher mudah dalam operasi, handal dalam kinerja dan
disesuaikan dalam ukuran produk akhir. Rongga penghancur pada Cone dirancang
khusus sesuai dengan prinsip laminating antar partikel. Cone didesain secara khusus
dan kecepatan putaran shaft yang telah disesuaikan untuk meningkatkan rasio
penghancuran material sehingga dapat diperoleh kapasitas yang sesuai serta
persentase produk berbentuk kubikal (homogen).
42

Gambar 3.7 Cone Crusher


Sumber : Taggart, AF, “Handbook Of Mineral Dressing”, 1996

3.3.3 Unit Pemindah material (Conveying)


Unit Pemindah material (Conveying) adalah komponen dari peralatan
pemecah batu yang berfungsi untuk memindahkan material secara langsung dalam
suatau proses dari satu unit ke unit lain atau ke stockpile. Pada umumnya suatu
unitconveyor terdiri dari komponen conveyor belt, conveyor leg, motor. Fungsi-
fungsi conveyor pada stone crusher plant biasanya terdiri dari unit joint conveyor
(fungsi penyambung atau perantara), discharge conveyor (mendistribusikan ke stock
pile), feed conveyor (fungsi pemasok), return conveyor (fungsi balik untuk dipecah
lagi).
Conveyor adalah komponen dari stone crusher plant yang berfungsi untuk
memindahkan material secara langsung dalam suatu proses dari satu unit ke unit lain
atau ke stock pile. Fungsi conveyor pada peralatan pemecah batu biasanya terdiri dari
unit joint conveyor (fungsi penyambung atau perantara), stock pile conveyor
(mendistribusikan ke stock pile), main conveyor (fungsi pemasok), dan return
conveyor (fungsi balik untuk dipecah lagi). Conveyor merupakan salah satu alat yang
mendukung kelancaran proses produksi serta memiliki peran dalam meningkatkan
43

dan mencapai target produksi yang diinginkan. Untuk itu, pemilihan belt conveyor
harus sesuai dengan kondisi peralatan lainnya, agar kapasitas yang diinginkan
tercapai dengan baik. Hal paling penting yang arus diperhatikan dalam pemilihan belt
conveyor adalah kecepatan dan lebar belt.

Gambar 3.8 Belt Conveyor


Conveyor stone crusher ditopang oleh conveyor stand untuk
mendistribusikan material ke tempat yang lebih tinggi. Jika sudut inklinasi lebih
besar dari 180 maka material batu yang terdapat pada belt conveyor tidak akan bisa
dipindahkan karena material batu akan menggelinding kebawah disebabkan sudut
inklinasi yang terlalu besar. Maka pada perancangan conveyor stone crusher
diusahakan sudut inklinasi tidak boleh lebih dari 180.
Bagian ekor conveyor merupakan tempat input material yang akan
didistribusikan oleh conveyor. Material jatuh pada upper idler yang dikelilingi
oleh hopper conveyor. Hopper ini berfungsi untuk mencegah material agar tidah
berantakan keluar dari belt conveyor. Roller idler yang terdapat pada jatuhan material
biasanya lebih rapat dibandingkan dengan roller yang terdapat pada bagian tengah
dan depan conveyor. Hal ini karena roller idler pada bagian belakang berfungsi
sebagai tempat jatuhan material yang mendapat beban paling besar diantara bagian
conveyor lainnya. Pada bagian ekor conveyor terdapat roll drum belakang yang dapat
dipakai untuk menyetel kekencangan belt conveyor. Penyetelan belt conveyor
44

dilakukan dengan mengencangkan atau mengendorkan tension rod yang terpasang


pada kedua sisi bearing UCT roll drum belakang conveyor.

Gambar 3.9 Sketsa Belt Conveyor


Pada proses kerja di unit peremuk dimulai, belt conveyor harus bergerak
terlebih dahulu sebelum alat peremuk bekerja, hal ini bertujuan mencegah terjadinya
kelebihan muatan pada belt. Pemakaian belt conveyor dipengaruhi oleh sifat fisik dan
kondisi material batuan, kondisi material tersebut antara lain :
Ukuran dan bentuk material
Sabuk berjalan dapat digunakan untuk mengangkut material yang mempunyai ukuran
tidak terlalu besar. Hal ini disesuaikan dengan bentuk conveyor yang mempunyai
penampang melintang yang kecil. Ukuran material yang kecil akan memudahkan
dalam pengangkutan dan tidak mudah tumpah keluar dari sabuk. Agar memenuhi
persyaratan tersebut maka material hasil penambangan perlu diperkecil ukurannya.

Kandungan air
Kandungan air pada material dapat mempengaruhi kondisi conveyor. Material dengan
kandungan air tinggi tidak dapat diangkut dengan conveyor yang memiliki
45

kemiringan besar. Sebaliknya bila kandungan air terlalu sedikit, maka material yang
terlalu kecil akan beterbangan.
Komposisi material
Material yang berada di kuari tidak hanya berupa material saja, tetapi juga tersisipi
oleh tanah (soil). Pada saat kandungan air pada material besar, tanah akan menjadi
lengket. Apabila kondisi demikian maka dapat menyebabkan material lengket atau
menempel pada return idler, sehingga jalannya sabuk akan bergelombang dan daya
motor akan semakin bertambah besar.
Keadaan Topografi
Kondisi lapangan dapat mempengaruhi penggunaan conveyor. Daerah dengan
karakteristik berbukit-bukit dimana kemiringan pada daerah tersebut cukup besar,
maka dibandingkan dengan penggunaan lori atau truck dalam mengangkut material,
conveyor lebih memungkinkan untuk digunakan karena dalam mengatasi kemiringan
kemampuan conveyor lebih besar, yaitu dapat mencapai 30% - 35%. Hal ini dapat
digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan suatu alat angkut.
Jarak Pengangkutan
Conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat maupun jarak
jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh conveyor dibuat dalam beberapa unit. Hasil
kerja pengangkutan material dengan conveyor berlangsung berkesinambungan,
sehingga dengan demikian dapat menghasilkan produksi conveyor yang besar, tetapi
jika pada suatu saat conveyor mengalami kerusakan, maka produksi akan menjadi
sangat menurun atau bahkan tidak bisa berproduksi sama sekali. Dengan demikian
pertimbangan terhadap kemungkinan ini perlu dilakukan dalam penggunaan
conveyor.
Unit Pemisah/ Pengayak material (Screening)
Unit Pemisah/ Pengayak material (Screening) adalah komponen pada peralatan
pemecah batu yang berfungsi untuk menyaring / memisahkan, membentuk gradasi
(grading), dan secara tidak langsung mengontrol penyaluran material ke unit crusher
selanjutnya, bin, atau stock pile.
46

Tujuan utama Vibrating screen adalah "scalping", yaitu untuk memindahkan oversize
atau undersize material dalam unit crusher, atau untuk mendapatkan ukuran material
(batu) yang dihasilkan. Oversize nantinya akan dipecah lagi oleh unit crusher,
sedangkan Undersize adalah hasil jadi. Posisi deck atau lembaran screen adalah
paralel yang terpisah pada jarak yang cukup agar dapat menggerakkan material antara
deck.
Pada umumnya screen terbuat dari kawat baja yang dianyam, dan bidang persegi
empat yang terletak di antara dua bush kawat yang dianyam menentukan ukuran batu
yang dapat lolos melewatinya. Terdapat dua jenis screen yang biasa dipakai, yaitu
vibrating screen dan revolving screen. Vibrating screen terdiri dari yang datar dan ada
yang miring ke bawah dalam arah aliran bahan. Vibrating screen digetarkan oleh
sebuah penggetar yang ditempelkan di atas atau di kiri dan kanan ayakan. Revolving
screen biasanya terbuat dari drum yang dinding-dindingnya berlubang yang berputar
dalam kedudukan miring ke bawah dalam arah aliran bahan.
Bagian–bagian dari screen ada 2 (dua) yaitu Woven wire screen dan square opening :
Woven wire screen, yaitu screen yang terbuat dari kawat baja (wire) yang dianyam
Square opening, yaitu bentuk lubang bukaan screen yang digunakan pada alat dan
berbentuk persegi empat.
47

Gambar 3.10 Bagian-bagian Vibrating Screen

3.3.4 Perhitungan Hasil Produksi


Stockpile merupakan salah satu unsur yang penting dalam kegiatan penambangan
batu granit . Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan produksi .
Batu granit yang telah dieksploitasi ditumpuk pada suatu tempat yang strategis
sebelum dilakukan pengiriman.
Monitoring secara periodik perlu dilakukan sebagai kontrol dalam manajemen
stockpile. Salah satu hal terpenting pada manajemen stockpile yaitu monitoring
volume. Pengukuran volume batu granit menuntut tingkat ketelitian tertinggi
sehingga cadangan dan produksi dapat diperkirakan untuk memenuhi nilai
ekonomisnya. Terdapat beberapa metode perhitungan volume batu granit, salah
satunya metode cut and fill. Metode perhitungan volume menggunakan metode cut
and fill memiliki prinsip menghitung luasan dua penampang (base surface dan design
surface) serta jarak antara penampang atas dan penampang bawah tersebut
(thickness).
48

Stockpile
Stokpile merupakan tempat penyimpanan produk dari hasil crushing plant dari unit
crushing plant yang siap untuk dipasarkan. Produk yang dihasilkan PT Bumiwarna
Agung Perkasa antara lain prodak abu granit, split 1-2, split 2-3, dan split 3-5.
Gambar 3.11 Produk abu batu (a), screening (b), split 1-2 (c) dan split 2-3 (d)

Faktor –faktor yang Mempengaruhi Produksi


Dalam menentukan kemampuan produksi alat gali muat dan alat angkut yang
digunakan dalam kegiatan penambangan perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut. Faktor -faktor tersebut yaitu :
Lokasi kerja
Waktu edar (cycle time) alat gali muat dan alat angkut
Peralatan
Effisiensi kerja
Lokasi Kerja
Faktor utama yang perlu diperhatikan pada suatu lokasi kerja, yaitu :
49

Ketinggian
Efisiensi dan kinerja alat dipengaruhi juga oleh ketinggian, kinerja alat
berkurang 3% setiap naik 1000 ft dari permukaan air laut. Hal itu disebabkan semakin
berkurangnya jumlah oksigen di tempat yang lebih tinggi sehingga mesin tidak
bekerja secara optimal. Hal ini tentunya akan menyebabkan menurunnya
produktivitas alat.
Kemiringan jalan
Keadaaan jalan akan mempengaruhi daya angkut dan alat angkut yang dipakai. Bila
jalan baik tentunya kapasitas angkut akan baik pula. Begitu pula dengan kondisi
kemiringan jalan, kemiringan akan mempengaruhi waktu pengangkutan yang
diperlukan untuk satu kali edar (cycle time). Kesalahan pada saat penentuan
kemiringan jalan akan menambah ongkos pengangkutan karena material yang
dipindahkan tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Waktu Edar (Cycle Time) Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Waktu edar adalah waktu yang digunakan oleh alat mekanis untuk melakukan satu
siklus kegiatan. Setiap alat memiliki komponen waktu edar yang berlainan. Besar
kecilnya waktu edar tergantung pada jumlah komponen yang ada dan waktu yang
diperlukan oleh masing-masing komponen tersebut. Untuk mengetahui waktu edar
alat gali muat dan alat angkut diperoleh dengan cara pengamatan di lapangan, yaitu :
Waktu edar alat gali muat, terdiri dari :
Am = Swing kosong
Bm = Digging
Cm = Swing Isi
Dm = Dumping
(Ct) = Am + Bm + Cm + Dm (menit)

Waktu edar alat angkut, terdiri dari :


Aa = Waktu tunggu
Bm = Isi
50

Cm = Waktu pergi
Dm = Dumping
Em = Waktu kembali
Sehingga akan diperoleh waktu edar alat angkut, adalah sebagai berikut :
Ct = Aa+Ba+Ca+Da +Ea (menit)
Peralatan
Kemampuan alat merupakan faktor yang menunjukkan kondisi alat-alat mekanis yang
digunakan dalam melakukan pekerjaan dengan memperhatikan kehilangan waktu
selama waktu kerja dari alat yang tersedia. Kemampuan alat merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi produksi, karena hal tersebut berpengaruh dalam kinerja alat dan
cocok atau tidaknya alat digunakan di lokasi tersebut. Karena suatu alat tidak bisa
digunakan di semua tempat, selain alat yang akan digunakan juga disesuaikan dengan
target produksi agar produksi yang di inginkan tercapai.
Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau merupakan
perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu yang tersedia.
Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar dipakai bekerja bersama alat
mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Untuk dapat menentukan waktu
kerja efektif harus dilakukan analisa waktu kerja yang dilakukan pada jam kerja yang
telah dijadwalkan. Jam kerja yang telah direncanakan untuk setiap shift merupakan
waktu yang tersedia untuk semua alat mekanis. Efisiensi kerja juga dipengaruhi oleh
kinerja operator dan pemberhentian waktu kerja sementara alat.

Tabel 3.5 Menentukan Efisiensi Kerja Secara Teoritis (Spesification and


Aplication Handbook Komatsu Edition 31, 2015)
Kondisi Medan Effisiensi Kerja (%)
Baik 83
Sedang 75
51

Agak Buruk 67
Buruk 58

Kegiatan Pendukung Tambang (Supporting)


Selain kegiatan–kegiatan yang digambarkan sebelumnya ada kegiatan lain yang
bertujuan mendukung kegiatan penambangan, yaitu :
Penyiraman jalan angkut yang bertujuan untuk mengurangi debu yang sangat
mengganggu proses pengangkutan dan untuk menjaga kesehatan.
Pembuatan dan perawatan jalan angkut yang bertujuan untuk menjaga produktivitas
alat angkut pada operasi pengangkutan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan
Excavator dan Wheel Loader.
Tempat Perawatan Alat-alat Berat (maintenance) yang ada di lokasi tambang agar
peralatan selalu terjaga kondisinya dan tidak membahayakan. Perawatan sangat
penting dilakukan secara rutin sehngga alat-alat dapat bekerja dengan baik. Pada tiap-
tiap perusahaan pertambangan selalu menyediaan tempat untuk perawatan dan
perbaikan alat-alat tambang salah satunya adalah workshop.

You might also like