Professional Documents
Culture Documents
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PERTAMBANGAN
3.1 Pertambangan
3.1.1 Sistem Penambangan
Penambangan Batu granit yang merupakan salah satu bahan galian industri,
maka sistem penambangannya termasuk sistem tambang terbuka yang disebut
Quarry. Kegiatan penambangan Batu granit PT Bumiwarna Agung Perkasa
mempunyai urutan mulai dari pengupasan tanah penutup, pemboran, peledakan,
pemuatan, pengangkutan, pengolahan, pengukuran hasil produksi, pemasaran
(Anonim, 2010).
atau bahkan kecelakaan. Operator yang melakukan peledakan harus mengerti tentang
cara kerja, sifat dan fungsi dari peralatan yang digunakan, karena persiapan peledakan
yang kurang baik akan menyebabkan hasil yang tidak sempurna serta mengandung
resiko bahaya terhadap keselamatan pekerja maupun peralatan. Dalam hal ini
pemilihan metode peledakan dan pemilihan peralatan, perlengkapan peledakan juga
berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai.
3.3 Bahan Peledak
Bahan peledak adalah bahan yang berbentuk padat, cair, gas atau campuran
yang apabila dikenai suatu aksi atau panas, gesekan atau ledakan akan berubah secara
kimia menjadi zat-zat lain yang lebih stabil yang sebagian atau seluruhnya berbentuk
gas dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat disertai
efek panas dan tekanan yang tinggi (Ir.S.Koesnaryo 1988).
Menurut Manon (1976) dalam buku Koesnaryo (1988), secara garis besar jenis
bahan peledak dibedakan menjadi :
1. Bahan Peledak Mekanis (Mechanical Explisove)
Senyawa dalam bahan peledak mekanis akan segera bereaksi dan berubah menjadi
gas akibat suatu elemen panas yang dimasukkan ke dalam bahan peledak tersebut.
2. Bahan Peledak Kimia (Chemical Explosive)
Berdasarkan kecepatan reaksinya bahan peledak ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Bahan peledak kuat (high explosive)
Bahan peledak kuat mempunyai kecepatan reaksi yang sangat tinggi, yaitu
5.000 – 24.000 fps (1 – 6 mile per detik), tekanan yang dihasilkan sangat tinggi yaitu
50.000 – 4.000.000 psi. Sifat reaksinya adalah detonasi, yaitu penyebaran gelombang
kejut (shock wave). Termasuk jenis bahan peledak kuat yaitu semua jenis dinamit,
antara lain TNT (Tri Nitro Toluena).
2) Bahan peledak lemah (low explosive)
Bahan peledak lemah mempunyai kecepatan reaksi rendah yaitu kurang dari
5.000 fps (dari beberapa inchi sampai beberapa feet per detik). Tekanan yang
dihasilkan kurang dari 50.000 psi. Bahan peledak ini biasanya digunakan
12
padatambang batubara. bahan peledak lemah antara lain adalah black powder,
propellant.
3. Bahan Peledak Nuklir (Nuclear Explosive)
Bahan peledak nuklir umumnya terbuat dari plutonium, uranium 235 atau
bahan-bahan sejenis yang mempunyai sistem atom aktif.
3.3.1 Sifat Bahan Peledak
Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan – bahan berbentuk
padat, atau cair atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu aksi seperti
panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi dengan kecepatan tinggi,
membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi. Sifat –
sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan yaitu kekuatan, kecepatan
detonasi, kepekaan, bobot isi, tekanan detonasi, ketahanan tehadap air dan sifat gas
beracun (Ir.S.Koesnaryo 1988).
Bidang Bebas BOX CUT
1. Kekuatan (Strength)
2Kekuatan
1 suatu 1
1 bahan 1
peledak2 adalah ukuran yang dipergunakan untuk
1 1
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan
3 oleh
2 bahan
2 peledak
2 tersebut.
2 3
2. Kecepatan detonasi
BidangBebas
Kecepatan detonasi (Velocity of Detonation = VOD) adalah kecepatan
2 1 0 1 2
gelombang detonasi yang melalui sepanjang kolom isian bahan peledak, yang
3 dalam
dinyatakan 2 meter/detik.
1 2 Kecepatan
3 detonasi suatu handak tergantung pada
beberapa 4faktor,3 yaitu 2bobot 3isi bahan
4 peledak, diameter bahan peledak, derajat
pengurungan, ukuran partikel dari bahan penyusunnya
Keterangan : dan bahan – bahan yang
1, 2, … = Nomor
terkandung dalam bahan peledak.Untuk peledakan padaurutan peledakan
batuan keras digunakan
= Arah runtuhan batuan
bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan
Bidang
lunak digunakan Bebasdengan kecepatan detonasi rendah.
handak ECHELON CUT
Kecepatan detonasi
bahan5peledak
4 komersial
3 adalah
2 antara
1 1.500 – 8000 m/s.
3. Kepekaan (Sensitivity)
6 5 4 3 2
Keterangan :1, 2, … = Nomor
7 6 5 4 3 urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan
Kepekaan adalah ukuran besarnya impuls yang diperlukan oleh suatu bahan
peledak untuk memulai beraksi dan menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh isian.
Kepekaan handak tergantung pada komposisi kimia, ukuran butir, bobot isi, pengaruh
kandungan air, dan temperatur..
4. Bobot isi bahan peledak
Bobot isi bahan peledak adalah perbandingan antara berat dan volume bahan
peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi biasanya juga dinyatakan dengan istilah
Spesific Gravity (SG), Stick Count (SC), ataupun loading dens ity ( d e ) .
5. Tekanan detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam
kolomisian bahan peledak, dinyatakan dengan kilobar (kb). Tekanan akibat ledakan di
sekitar dinding lubang ledak intensitasnya tergantung pada jenis bahan peledak
(kekuatan, bobot isi, VOD), derajat pengurungan, jumlah dan temperatur gas hasil
ledakan.
6. Ketahanan terhadap air (Water resistance)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan peledak
itu dalam menahan rembesan air dalam waktu tertentu tanpa merusak, mengurangi,
merubah kepekaannya. Ketahanan ini dinyatakan dalam jam. Sifat ini sangat penting
dalam kaitannya dengan kondisi kerja, sebab untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air dalam lubang ledak mengakibatkan ketidakseimbangan kimia dan
memperlambat reaksi pemanasan.
Disamping itu, air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan peledak
sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.
7. Sifat gas beracun (Fumes)
Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas, yaitu
smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya mengandung uap air (H 2O)
dan asap berwarna putih (CO 2). Sedangkan fumes bewarna kuning dan berbahaya
karena sifatnya beracun, yang terdiri dari karbon monoksida (CO) dan oksida
14
nitrogen (NOx). Fumes terjadi karena tidak terjadi kesimbangan oksigen dalam
pembakaran, hal ini dikarenakan bahan peledak tersebut dalam keadaan rusak.
Gambar 3.7 Pola pemboran (Dick ,2014) Gambar 3.8 Pengaruh energi peledakan
pada pemboran (Diktat Kursus
Juru Ledak Kelas II, 2011)
21 1 1 1 1 21
3 2 2 2 2 3
Bidang Bebas
2 1 0 1 2
Keterangan :
3 2 1 2 3 1, 2, … = Nomor urutan
peledakan
4 3 2 3 4
5 4 3 2 1
6 5 4 3 2
Keterangan :1, 2, … = Nomor
7 6 5 4 3 urutan peledakan
= Arah runtuhan batuan
Gambar 3.9 Pengaruh pola peledakan berdasarkan urutan dan arah runtuhan
(Dick et al, 2014)
4. Burden merupakan jarak antara titik pusat lubang bor dengan tepian jenjang atau
bidang bebas (free face).
5. Bench height merupakan tinggi jenjang (free face).
6. Stemming merupakan tanah penutup berfungsi sebagai pembatas yang membuat
bahan peledak kedap terhadap udara luar dan memberikan perdam sebagai
pencegah dari fly rock.
7. Charge length merupakan kedalaman dari bahan peledak yang dipasangkan.
maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan
dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan
sehingga akan terjadi penghancuran ( ICI-Explosives ). Nilai burden yang optimum
akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai dan perpindahan pecahan batuan sesuai
dengan yang diinginkan. Jarak burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan
terjadinya batuan terbang dan suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu
besar akan menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, dan akan menyebabkan
batuan di sekitar burden tidak akan hancur. Untuk mencari nilai burden (B)
dipengaruhi ukuran mata bor (d), seperti persamaan berikut:
B = 25d – 40d ..................................................... 3.5
2. Spacing (S)
Spacing dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang bor
yang berdekatan dalam satu baris. Harga Spacing sangat tergantung dari harga
Burden (B). Persamaan yang digunakan untuk mencari besarnya Spacing (S) adalah
sebagai berikut:
S = 1B – 1,5B ..................................................... 3.6
3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom
isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang
besar.
Stemming yang pendek menyebabkan batuan hanya pecah pada bagian atas,
sehingga mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju
atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock,
overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Untuk
mengetahui besaran harga stemming (T) dipengaruhi ukuran mata bor (d), sesuai
dengan persamaan berikut:
T = 20d - 30d ...................................................... 3.7
4. Subdrilling (J)
24
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai jenjang
agar lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan
menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan
mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang. Untuk menetukan besaran
subdrilling (J) dipengaruhi ukuran mata bor (d), sesuai dengan persamaan berikut:
J = 8d - 12d ..................................................... 3.8
5. Tinggi jenjang (L)
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya
dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter
serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh
kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat.
Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai
runtuh. Jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara
untuk diameter lubang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.
L = 60d – 140d ..................................................... 3.9
6. Kedalaman lubang ledak (H)
H=L+J .................................................... 3.10
Keterangan:
L = kedalaman lubang ledak (m)
J = subdrilling (m)
dengan diawasi oleh juru ledak dan pihak kepolisian serta perhitungan
peledak dan bahan peledak yang keluar dari gudang.
4. Pencampuran ANFO dengan perbandingan AN : 94,5 % dan FO : 5,5% yang
dipantau oleh juru ledak
(a) (b)
Gambar 3.13 (a). Perangkaian detonator ke daya gel (b). Pengisian daya Gel
ke kondom dalam lubang ledak. (Dokumentasi Penulis, 2018)
7. Proses Perangkaian antara in hole delay dengan surface delay dari masing-
masing lubang bor.
27
3.8 Pemuatan
Kegiatan pemuatan dilakukan setelah peledakan, alat muat yang digunakan di
front penambangan adalah 1 (dua) buah Excavator jenis Kobelco type SK 200 dan 1
(satu) buah Excavator jenis Kobelco type SK 330 dengan kapasitas Bucket 0,9 m3.
Cara kerja pemuatan dengan menempati posisi Dump Truck berada di depan alat
muat dilanjutkan dengan mengambil dan memuat material hasil ledakan serta
menumpahkan material hasil ledakan tersebut kedalam Dump Truck.
3.9 Pengangkutan
Kegiatan pengangkutan ini menggunakan 5 (lima) unit Dump Truck jenis Hino
Type FM 260 JD dengan kapasitas 25 m3 untuk kemudian diangkut ke Crushing
Plant.
Pengangkutan dilakukan secara kontinu dengan jarak angkut kurang lebih 1,3 km.
Untuk material bongkahan batu granit yang berukuran besar dipecahkan lagi dengan
Breaker Kobelco Type SK 200 BR sehingga diperoleh ukuran yang diinginkan.
Kegiatan pengangkutan ini bertujuan untuk memindahkan Batu granit hasil peledakan
dari front penambangan ke tempat pengolahan.
29
3.10 Pengolahan
Hasil peledakan di front penambangan yang diangkut oleh Dump Truck
ditumpahkan ke unit crushing plant. Unit crushing plant dalam proses pengolahan
dilakukan untuk mendapatkan ukuran batuan yang diinginkan dengan gabungan dari
beberapa alat yaitu :
1. Unit Pengumpan (Feeding) : Hopper dan Feeder.
2. Unit Pemecah (Crushing) : Jaw crusher dan Cone crusher.
3. Unit Pemindah Material (conveying) : 12 Belt Conveyor.
4. Unit Pemisah/Pengayak material (Screening) : 3 Vibrating Screen.
Dimana produksi akhir yang dihasilkan dari unit crushing plant antara lain :
1. Split ukuran (30 – 50 mm)
2. Split ukuran (20 – 30 mm)
3. Split ukuran (10 - 20 mm)
4. Abu Batu (0-10 mm)
5. Agregat A (0-50 mm)
3.11 Pemasaran
Dalam pemasaran digunakan alat muat Excavator jenis Kobelco type SK 200, dengan
kapasitas Bucket 0,9 m3 dan Wheel Loader kemudian hasil produksi yang dimuat ke
dalam alat angkut dilakukan proses penimbangan (Weighting Indicator). Pemasaran
produksi Crusher PT Bumiwarna Agung Perkasa adalah pengiriman ke Stockpile di
Palembang melalui kapal tongkang dan para konsumen yang umumnya berada
didalam dalam pulau Bangka.
Produksi alat gali-muat dan alat angkut dapat dilihat dari kemampuan alat tersebut
dalam penggunaannya di lapangan. Factor-faktor inilah yang mempengaruhi produksi
mekanis diantaranya :
Waktu kerja tersedia adalah waktu keseluruhan yang disediakan perusahaan untuk
melakukan kegiatan penambangan. Pada kenyataan dilapangan, waktu kerja tersedia
tidak dapat digunakan sepenuhnya karena adanya hambatan-hambatan kerja yang
dapat mengurangi waktu yang disediakan perusahaan. Waktu kerja efektif adalah
waktu kerja operator dan alat benar-benar beroperasi atau berproduksi. Waktu kerja
efektif adalah hasil dari waktu kerja tersedia yang telah dikurangi oleh waktu
hambatan terdiri dari waktu hambatan dapat dihindari dan waktu hambatan yang tidak
dapat dihindari. Waktu kerja efektif berpengaruh terhadap efisiensi kerja alat dan
operator.
Waktu hambatan dapat dihindari
Merupakan hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap waktu kerja
yang dijadwalkan seperti :
Terlambat memulai kerja.
Cepat berakhir kerja
Dll.
Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari.
Merupakan hambatan yang terjadi pada waktu kerja yang menyebabkan hilangnya
waktu kerja, antara lain :
Perjalanan ke Front.
Kondisi kerja alat
Hujan
Dll.
Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap suatu pelaksanaan pekerjaan atau merupakan
perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu tersedia yang
dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan mempengaruhi kemampuan
alat. Faktor manusia, mesin, cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan
32
Faktor isian bucket (bucket fill factor) merupakan perbandingan antara kapasitas
nyata material yang masuk kedalam mangkuk dengan kapasitas teoritis dari alat muat
tersebut yang dinyatakan dalam persen (Almeida, 2012). Faktor isian mangkuk ini
menunjukkan bahwa semakin besar faktor isian maka semakin besar produktifitas alat
muat tersebut. Faktor pengisian dipengaruhi oleh kapasitas mangkuk, jenis dan sifat
material. Untuk menghitung factor isian digunakan persamaan :
Vn
FF = × 100%
Vt
Keterangan :
FF : Faktor isian (fill factor)
Vn : Volume nyata (m3)
Vt : Volume teoritis (m3)
Volume loose
Percent Swell = ( −¿ 1) × 100%
Volume Undisturbed
Volume Undisturbed
Swell Factor = ( ) × 100%
Volume loose
mendapatkan ukuran material yang seragam. Jadi material dipecah pada unit pemecah
lalu disaring, material yang tidak tersaring dikarenakan ukuran masih besar dipecah
lagi pada unit crusher selanjutnya.
Secara garis besar kegiatan pada crushing plant adalah dimulai dengan
menumpahkan input material ke unit pengumpanan (feeding). Unit pengumpanan ini
berfungsi untuk mengatur pemasukan material ke unit pemecah (crushing), material
yang sudah dipecah lalu didistribusikan ke unit pemisah (screening) melalui perantara
conveyor. Material yang sudah sesuai dengan standar ukuran akan diangkut oleh
stockpile conveyor menjadi maerial jadi, sedangkan material yang belum sesuai
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan dibawa oleh return conveyor untuk
dipecah lagi pada unit secondary crushing.
Crushing plant biasanya terdiri dari beberapa macam unit dalam satu layout yang
dibagi menjadi 4 unit besar menjadi :
1. Unit Pengumpan (Feeding)
2. Unit Pemecah (Crushing)
3. Unit Pemindah Material (Conveying)
4. Unit Pemisah/Pengayak Material (Screening)
Gambar 3.16
Plant View
38
Unit Pemecah (Crushing) adalah komponen utama dari stone crusher plant
yang berfungsi untuk memecah dan mengurangi ukuran bahan (batu). Umumnya
terdiri dari pemecah batu primer, Sekunder, dan tersier tergantung dari kombinasi
peralatan aggregat. Pada umumnya primer crusher terdiri dan jenis jaw crusher (type
primer) yang mampu mengurangi ukuran batu ukuran besar. Sedangkan untuk
secondary crusher dan tertiary crusher biasanya menggunakan jaw crusher dan cone
crusher,
Jaw Crusher adalah alat pemecah tingkat pertama (primary crusher), memecahkan
batuan dalam ukuran bongkah-bongkah besar yaitu batuan yang di terima dari hasil
penambangan. Jaw Crusher terdiri dari 2 jaw plate yang berhadap-hadapan dibuat
membentuk sudut yang kecil ke arah bawah, yang dapat membuka dan menutup
seperti rahang binatang (jaw). Salah satu jaw diam tertahan pada crusher frame
(kerangka jaw crusher) disebut fixed jaw, sedangkan yang satu lagi ditahan pada
sumbunya dan dapat bergerak sedikit mendekat dan menjauh dari fixed jaw, disebut
swing jaw.
Jaw Crusher merupakan alat pemecah batu granit tingkat pertama, alat ini
mempunyai bagian-bagian seperti dijelaskan dibawah ini :
Setting Block, yaitu bagian untuk mengatur agar lubang bukaan ukurannya sesuai
dengan yang dikehendaki. Bila setting block dimajukan maka jarak fixed jaw dan
swing jaw menjadi lebih pendek atau lebih dekat, begitu pula sebaliknya.
Swing jaw, yaitu bagian dari alat peremuk yang dapat bergerak/rahang ayun yang
berfungsi sebagai memberi gaya tekanan pada material umpan.
Fixed Jaw, yaitu sebagian dari alat peremuk yang tidak dapat bergerak/rahang ayun
diam yang berfungsi sebagai pemberi gaya menahan pada material umpan.
Hopper, yaitu bagian mulut dari alat peremuk yang berfungsi sebagai lubang
penerimaan.
Throat, yaitu bagian paling bawah alat peremuk yang berfungsi sebagai lubang
pengeluaran.
Gape, yaitu jarak horizontal pada mouth (lubang penerimaan).
Set, yaitu jarak horizontal pada throat (lubang pengeluaran).
Open Setting, yaitu jarak rahang diam dengan rahang ayun pada saat rahang ayun
bergerak ekstrim kebelakang.
Clossed setting, yaitu jarak antara rahang diam dengan rahang ayun pada saat rahang
ayun bergerak ekstrim kedepan.
Throw, yaitu selisih jarak pelemparan pada saat rahang membuka (open setting)
dengan pada saat rahang menutup ( clossed setting).
Nip Angle, yaitu sudut yang dibentuk garis singgung yang dibuat antara jaw (swing
dan fixed) dengan material batuan.
41
dan mencapai target produksi yang diinginkan. Untuk itu, pemilihan belt conveyor
harus sesuai dengan kondisi peralatan lainnya, agar kapasitas yang diinginkan
tercapai dengan baik. Hal paling penting yang arus diperhatikan dalam pemilihan belt
conveyor adalah kecepatan dan lebar belt.
Kandungan air
Kandungan air pada material dapat mempengaruhi kondisi conveyor. Material dengan
kandungan air tinggi tidak dapat diangkut dengan conveyor yang memiliki
45
kemiringan besar. Sebaliknya bila kandungan air terlalu sedikit, maka material yang
terlalu kecil akan beterbangan.
Komposisi material
Material yang berada di kuari tidak hanya berupa material saja, tetapi juga tersisipi
oleh tanah (soil). Pada saat kandungan air pada material besar, tanah akan menjadi
lengket. Apabila kondisi demikian maka dapat menyebabkan material lengket atau
menempel pada return idler, sehingga jalannya sabuk akan bergelombang dan daya
motor akan semakin bertambah besar.
Keadaan Topografi
Kondisi lapangan dapat mempengaruhi penggunaan conveyor. Daerah dengan
karakteristik berbukit-bukit dimana kemiringan pada daerah tersebut cukup besar,
maka dibandingkan dengan penggunaan lori atau truck dalam mengangkut material,
conveyor lebih memungkinkan untuk digunakan karena dalam mengatasi kemiringan
kemampuan conveyor lebih besar, yaitu dapat mencapai 30% - 35%. Hal ini dapat
digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan suatu alat angkut.
Jarak Pengangkutan
Conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat maupun jarak
jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh conveyor dibuat dalam beberapa unit. Hasil
kerja pengangkutan material dengan conveyor berlangsung berkesinambungan,
sehingga dengan demikian dapat menghasilkan produksi conveyor yang besar, tetapi
jika pada suatu saat conveyor mengalami kerusakan, maka produksi akan menjadi
sangat menurun atau bahkan tidak bisa berproduksi sama sekali. Dengan demikian
pertimbangan terhadap kemungkinan ini perlu dilakukan dalam penggunaan
conveyor.
Unit Pemisah/ Pengayak material (Screening)
Unit Pemisah/ Pengayak material (Screening) adalah komponen pada peralatan
pemecah batu yang berfungsi untuk menyaring / memisahkan, membentuk gradasi
(grading), dan secara tidak langsung mengontrol penyaluran material ke unit crusher
selanjutnya, bin, atau stock pile.
46
Tujuan utama Vibrating screen adalah "scalping", yaitu untuk memindahkan oversize
atau undersize material dalam unit crusher, atau untuk mendapatkan ukuran material
(batu) yang dihasilkan. Oversize nantinya akan dipecah lagi oleh unit crusher,
sedangkan Undersize adalah hasil jadi. Posisi deck atau lembaran screen adalah
paralel yang terpisah pada jarak yang cukup agar dapat menggerakkan material antara
deck.
Pada umumnya screen terbuat dari kawat baja yang dianyam, dan bidang persegi
empat yang terletak di antara dua bush kawat yang dianyam menentukan ukuran batu
yang dapat lolos melewatinya. Terdapat dua jenis screen yang biasa dipakai, yaitu
vibrating screen dan revolving screen. Vibrating screen terdiri dari yang datar dan ada
yang miring ke bawah dalam arah aliran bahan. Vibrating screen digetarkan oleh
sebuah penggetar yang ditempelkan di atas atau di kiri dan kanan ayakan. Revolving
screen biasanya terbuat dari drum yang dinding-dindingnya berlubang yang berputar
dalam kedudukan miring ke bawah dalam arah aliran bahan.
Bagian–bagian dari screen ada 2 (dua) yaitu Woven wire screen dan square opening :
Woven wire screen, yaitu screen yang terbuat dari kawat baja (wire) yang dianyam
Square opening, yaitu bentuk lubang bukaan screen yang digunakan pada alat dan
berbentuk persegi empat.
47
Stockpile
Stokpile merupakan tempat penyimpanan produk dari hasil crushing plant dari unit
crushing plant yang siap untuk dipasarkan. Produk yang dihasilkan PT Bumiwarna
Agung Perkasa antara lain prodak abu granit, split 1-2, split 2-3, dan split 3-5.
Gambar 3.11 Produk abu batu (a), screening (b), split 1-2 (c) dan split 2-3 (d)
Ketinggian
Efisiensi dan kinerja alat dipengaruhi juga oleh ketinggian, kinerja alat
berkurang 3% setiap naik 1000 ft dari permukaan air laut. Hal itu disebabkan semakin
berkurangnya jumlah oksigen di tempat yang lebih tinggi sehingga mesin tidak
bekerja secara optimal. Hal ini tentunya akan menyebabkan menurunnya
produktivitas alat.
Kemiringan jalan
Keadaaan jalan akan mempengaruhi daya angkut dan alat angkut yang dipakai. Bila
jalan baik tentunya kapasitas angkut akan baik pula. Begitu pula dengan kondisi
kemiringan jalan, kemiringan akan mempengaruhi waktu pengangkutan yang
diperlukan untuk satu kali edar (cycle time). Kesalahan pada saat penentuan
kemiringan jalan akan menambah ongkos pengangkutan karena material yang
dipindahkan tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Waktu Edar (Cycle Time) Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Waktu edar adalah waktu yang digunakan oleh alat mekanis untuk melakukan satu
siklus kegiatan. Setiap alat memiliki komponen waktu edar yang berlainan. Besar
kecilnya waktu edar tergantung pada jumlah komponen yang ada dan waktu yang
diperlukan oleh masing-masing komponen tersebut. Untuk mengetahui waktu edar
alat gali muat dan alat angkut diperoleh dengan cara pengamatan di lapangan, yaitu :
Waktu edar alat gali muat, terdiri dari :
Am = Swing kosong
Bm = Digging
Cm = Swing Isi
Dm = Dumping
(Ct) = Am + Bm + Cm + Dm (menit)
Cm = Waktu pergi
Dm = Dumping
Em = Waktu kembali
Sehingga akan diperoleh waktu edar alat angkut, adalah sebagai berikut :
Ct = Aa+Ba+Ca+Da +Ea (menit)
Peralatan
Kemampuan alat merupakan faktor yang menunjukkan kondisi alat-alat mekanis yang
digunakan dalam melakukan pekerjaan dengan memperhatikan kehilangan waktu
selama waktu kerja dari alat yang tersedia. Kemampuan alat merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi produksi, karena hal tersebut berpengaruh dalam kinerja alat dan
cocok atau tidaknya alat digunakan di lokasi tersebut. Karena suatu alat tidak bisa
digunakan di semua tempat, selain alat yang akan digunakan juga disesuaikan dengan
target produksi agar produksi yang di inginkan tercapai.
Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau merupakan
perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu yang tersedia.
Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar dipakai bekerja bersama alat
mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Untuk dapat menentukan waktu
kerja efektif harus dilakukan analisa waktu kerja yang dilakukan pada jam kerja yang
telah dijadwalkan. Jam kerja yang telah direncanakan untuk setiap shift merupakan
waktu yang tersedia untuk semua alat mekanis. Efisiensi kerja juga dipengaruhi oleh
kinerja operator dan pemberhentian waktu kerja sementara alat.
Agak Buruk 67
Buruk 58