You are on page 1of 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik
seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. 1
Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2013, trauma mata
termasuk ke dalam 6 jenis trauma terbanyak yang terjadi di Indonesia dan menempati
urutan kelima jenis trauma yang paling sering terjadi pada tahun 2013 di Provinsi
Sumatera Barat.Banyak penelitian yang melaporkan prevalensi trauma mata yang
lebihtinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Hal inijuga senada dengan penelitian
oleh Ali Tabatabaei pada tahun 2013 yangmemperoleh dominasi dari jenis kelamin laki-
laki pada lebih dari tiga perempatpopulasi yang diteliti. Temuan ini diperkuat dengan ada
keterlibatan yang lebihtinggi pada trauma ini di antara laki-laki karena laki-laki lebih
aktif danumumnya lebih banyak terlibat aktivitas di luar ruangan dan lebih berisiko
daripada perempuan. 2

Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya


kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan
bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung
kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak
kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang
biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan
sebagainya.Dengan demikian, penulis berkeinginan untuk mengkaji tentang trauma mata
khususnya mengenai gambaran trauma mata.

1
BAB II

DAFTAR PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus
polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan
atau trauma mata.1

2.3 ANATOMI
2.3.1 Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.1,3
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.1Gangguan
penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi
keratitis et lagoftalmos.1
Pada kelopak terdapat bagian-bagian seperti Kelenjar seperti kelenjar sebasea,
kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar
Meibom pada tarsus ,Otot seperti M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di
dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi
margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M.

2
orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. facial M. levator
palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas
dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah.
Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan)
palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak
mata atau membuka mata.
Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.Septum orbita
yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi
orbita dengan kelopak depan.Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada
rima orbita pada seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas
jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom
(40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).Pembuluh darah yang
memperdarahinya adalah a. palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas
didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke
V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang
menghasilkan musin.1

Gambar 1. Kelopak mata atas

3
2.3.2 Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
duktus nasolakrimal, meatus inferior.1,3
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu sistem produksi/glandula lakrimal dan
sistem ekskresi.1,3
Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
Sedangkan Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak dibagian depan
rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung
di dalam meatus inferior.
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya
dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai
dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.1

Gambar 2. Sistem Saluran air mata

2.3.3 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.3 Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau
lensa kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama

4
dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar
cornea tidak kering.3
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus,
konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus, Konjungtiva bulbi menutupi sklera
dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.Konjungtiva fornises atau forniks
konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1,3

2.3.4 Bola Mata


Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata.Dinding bola mata
terdiri atas sclera dan kornea. Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan
lensa.Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis
jaringan, yaitu sclera, jaringan uvea dan retina.

Gambar 3. Penampang horizontal mata kanan

2.3.5 Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik

5
sampai kornea.1 Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat,
tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.3
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. 1 Dibagian
belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian
luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan
oleh konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian
dalamnya berwarna coklat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-
filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan
suprakoroid.3
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau merendah
pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.1,3

2.3.6 Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan dan terdiri atas lapis : 1,3
2.3.6.1. Epitel
Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.Pada sel basal
Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom
dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier.Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari ektoderm permukaan.
2.3.6.2 Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.Lapis
ini tidak mempunyai daya regenerasi

6
2.3.6.3 Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
2.3.6.4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.Bersifat sangat elastik
dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
2.3.6.5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal
dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1Trauma atau penyakit yang merusak endotel
akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1

7
Gambar 4. Penampang melintang kornea

2.3.7 Uvea
Uvea merupakan dinding kedua bola mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu
iris, badan siliar, dan koroid.1,3
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah
arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat
tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot
superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior
ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae
posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang
menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.1
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di
bagian posterior yaitu Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung

8
serabut sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar. Kedua, Saraf simpatis yang membuat
pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang melingkari arteri karotis;
mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil. Dan ketiga Akar saraf motor
yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.

2.3.8 Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk.Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya
saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil
mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.1,3
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma
dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari berkurangnya
rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis.
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun
korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur
hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang
akan menjadikan miosis.1
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang
difragmanya dikecilkan.1

2.3.9 Sudut bilik mata depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran
keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehinga
tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan
jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.1
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula

9
mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar
dan uvea.1
Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel
dan membran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata keluar ke
salurannya.1
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut
tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer.1

2.3.10 Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,3 Bagian
anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang
berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak
mengkilat yang merupakan reflek fovea.3
Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengah
papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.3
Retina terdiri atas Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas
sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.Membran limitan
eksterna yang merupakan membran ilusi.Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis
nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme
dari kapiler koroid.Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. Lapis nukleus
dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis ini mendapat
metabolisme dari arteri retina sentral diantaranya Lapis pleksiform dalam, merupakan
lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion,
Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.Lapis serabut
saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch saraf optik. Di dalam lapisan-

10
lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.Membran limitan interna,
merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.1
Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih
banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak
mempunyai daya penglihatan (bintik buta).3

Gambar 5. Fundus okuli normal

2.3.11 Badan kaca


Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara
lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung
air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi
badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar
tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.
Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat
pada bagian yang disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan
badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan
tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina
pada pemeriksaan oftalmoskopi.
Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan diantaranya
cairan bening. Badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima
nutrisinya dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.

11
2.3.12 Lensa mata
Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan
berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih
melengkung daripada bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi
lensa yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada
ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri
atas bagian inti (nukleus) dan bagian tepi (korteks). Nukleus lebih keras daripada
korteks.3
Dengan bertambahnya umur, nukleus makin membesar sedang korteks makin
menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus.3
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu Kenyal, Jernih,
Terletak di tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa Tidak kenyal pada orang dewasa
yang akan mengakibatkan presbiopia,Keruh atau spa yang disebut katarak,Tidak
berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.
Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya, sehingga difokuskan pada retina.
Peningkatan kekuatan pembiasan lensa disebut akomodasi.3

2.3.13 Rongga Orbita


Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita
yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan
zigomatikus.1
Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga
hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding
medialnya.1
Dinding orbita terdiri atas tulang Atap atau superior(os.frontal), Lateral (
os.frontal os. zigomatik, ala magna os. Fenoid), Inferior( os. zigomatik, os. maksila,
os. Palatine), Nasal (os. maksila, os. lakrimal, os. Etmoid).

12
Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf
optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.1
Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf lakrimal
(V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf nasosiliar (V),
abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik.1
Fisura orbita inferior terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh saraf
infra-orbita dan zigomatik dan arteri infra orbita.1
Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat duduknya kelenjar
lakrimal.1
Rongga orbita tidak mengandung pembuluh atau kelenjar limfa.3

2.3.14 Otot Penggerak Mata


Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan
mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.1 Otot
penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :1,3
2.3.14.1 Oblik inferior, aksi primer- ekstorsi dalam abduksi
Sekunder - elevasi dalam aduksi
- abduksi dalam elevasi
2.3.14.2 Oblik superior, aksi primer- intorsi pada abduksi
sekunder - depresi dalam aduksi - abduksi dalam depresi
2.3.14.3Rektus inferior, aksi primer- depresi pada abduksi
sekunder - ekstorsi pada abduksi
- aduksi pada depresi
2.3.14.4 Rektus lateral, aksi - abduksi
2.3.14.5 Rektus medius, aksi- aduksi
2.3.14.6 Rektus superior, aksi primer - elevasi dalam abduksi
sekunder - intorsi dalam aduksi - aduksi dalam elevasi

13
2.3.15 Otot Oblik Inferior
Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi
pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor,
bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.1
2.3.16 Otot Oblik Superior
Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan
tertipis.1Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas
foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di
atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal
belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang
keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.1
Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja
utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata melihat ke
arch nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila
mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.1Oblik superior merupakan otot
penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.1
2.3.17 Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik
inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada
persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood.1
Rektus inferior dipersarafi oleh n. III
Fungsi menggerakkan mata diantaranya depresi (gerak primer), eksoklotorsi
(gerak sekunder) , aduksi (gerak sekunder). Rektus inferior membentuk sudut 23
derajat dengan sumbu penglihatan.1
2.3.18 Otot Rektus Lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen
optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama
abduksi.1
2.3.19 Otot Rektus Medius
Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf optik
yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritis

14
retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata
yang paling tebal dengan tendon terpendek.1
Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).1
2.3.20 Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola
mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan
dipersarafi cabang superior N.III.1
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral adalah
aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral dan insiklotorsi.

2.3EPIDEMIOLOGI

Dalam populasi perkotaan di India untuk kasus trauma mata dilaporkan sekitar
4% Tesfaye dan Bejiga pada tahun 2008 melaporkan prevalensi trauma mata di daerah
pedesaan Ethiopia sebesar 3,5%. Negussie dan Bejiga pada tahun 2011 melaporkan
bahwa trauma mata merupakan 75,6% dari seluruh kasus kedaruratan mata rumah sakit
tersier di Addis Ababa. Data-data ini merupakan 3% dari seluruh kunjungan untuk
perawatan mata di rumah sakit tersebut. 2

Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2013, trauma mata


termasuk ke dalam 6 jenis trauma terbanyak yang terjadi di Indonesia dan menempati
urutan kelima jenis trauma yang paling sering terjadi pada tahun 2013 di Provinsi
Sumatera Barat.Aktivitas olahraga dan rekreasi juga dapat menyebabkan trauma mata.
Lebih dari 40.000 trauma mata terjadi setiap tahunnya. Sembilan puluh persen terjadi saat
olahraga. Tiga puluh persen terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun.2

15
2.4 ETIOLOGI
2.4.1 Trauma Tumpul
trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras
dengan ujung tumpul seperrti pukulan tinju, bola pingpong,bola tenis,bola sepak
maupun benturan kepala.
2.4.2 Trauma tajam
Trauma akibat benda tajam yang dapat merusak sebagian atau seluruh
ketebalan dinding luar bola mata dapat berupa titik sampai laserasi dan juga
menembusi isi bagian-bagian dari mata. Seperti terkena pisau maupun kaca.

2.4.3 Trauma Khemis


Trauma akibat zat asam yang PH <7 dan zat basa yang PH > 7 yang dapat
menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Yang bersifat asam seperti air aki
(h2SO4) cuka air keras (HCl). Pada basa seperti semen dan kapur, sabun, sampo.

2.4.4 Trauma Fisik


Trauma akibat sinar inframerah yang mengakibat lensa menjadi katarak
dan juga keratitis superfisial, sinar ultraviolet seperti pada tukang las sehingga
merusak epitelnya, sinar terionisasi dan sinar X yang dapat dibedakan bentuk
sinar alfa, sinar beta, sinar gama dan sinar x.

16
BAB III
PEMBAHASAN

3.1MACAM-MACAM BENTUK TRAUMA:

3.1.1 Trauma Tumpul

3.1.1.1Definisi

Trauma tumpul mata adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau
benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata
dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau
daerah sekitarnya.3,6

3.1.1.2Anamnesis

Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi. Kerusakan
jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari yang ringan hingga
berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu
diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.Pada
anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenaiProses terjadinya trauma, Benda apa
yang mengenai mata tersebut, Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata
itu.(Apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain)Bagaimana
kecepatannya waktu mengenai mata, Berapa besar benda yang mengenai mata, Bahan
benda tersebut(Apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya). Apabila terjadi
pengurangan penglihatan ditanyakan :Apakah pengurangan penglihatan itu terjadi
sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut, Kapan terjadi trauma itu, Apakah trauma
tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit, Apakah sudah pernah
mendapatkan pertolongan sebelumnya. 5

17
3.1.1.3 Pemeriksaan

3.1.1.3.1 Pemeriksaan subyektif

Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan karena hal
ini berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajaman
penglihatannya menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui bahwa
penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan
refraksi yang sudah ada sebelum trauma.

3.1.1.3.2 Pemeriksaan obyektif

Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui adanya
kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata, pembengkakan di
dahi, dipipi, hidung dan lain-lainnya.Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara
sistematik dan cermat.Yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah Keadaan kelopak
mata, Kornea, Bilik mata depan, Pupil, Lensa dan fundus, Gerakkan bola mata,
Tekanan bola mata.Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop loupe,
slit lamp dan oftalmoskop.3,4

18
3.1.1.4 KELAINAN AKIBAT TRAUMA TUMPUL :
3.1.1.4.1 Kelainan PadaOrbita

Jarang sekali ditemukan kelainan orbita akibat trauma tumpul. Apabila terjadi
kelainan orbita, maka gejala yang mudah tampak ialah adanya eksoftalmos dan gangguan
gerakan bola mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita.Kadang-kadang juga terjadi
hematom kelopak mata dan perdarahan subkonjungktiva.

Fraktur rima orbita dapat diperkirakan pada perabaan yang terasa sebagai tepi
orbita yang tidak rata.Fraktur di bagian dalam orbita, akan menyebabkan emfisem atau
terjadi enoftalmos bahkan mungkin disertai kerusakan pada foramen optik dan mengenai
saraf optik dengan akibat kebutaan. Untuk memastikan adanya keretakan tulang orbita
dilakukan pemeriksaan radiologi orbita.5

3.1.1.4.2 Kelainan Pada Kelopak Mata

Trauma kelopak mata merupakan kejadian yang sering. Oleh karena longgarnya
jaringan ikat subkutan, maka adanya hematom dan edema kelopak mata kadang-kadang
menunjukkan gejala yang berlebihan dan menakutkan, sehingga mendorong penderita
untuk lekas-lekas minta pertolongan dokter.

Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah


dibawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.

Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul
kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya. Keadaan ini
memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat
berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di belakangnya.

Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk
kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma
kacamata. Hematoma kacamata merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kacamata
terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada
pecahnya a.oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura
orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak

19
maka akan berbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang memakai
kacamata.

Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk
memudahkan absorbsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata.

Pada setiap trauma kelopak mata perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti
mengenai luas dan dalamnya lesi (luka), sebab lesi yang tampaknya kecil di kelopak mata
kemungkinan disertai suatu lesi yang luas di dalam rongga orbita bahkan sampai ke
dalam bola mata.

3.1.1.4.3Kelainan Pada Konjungtiva


3.1.1.4.3.1 Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada
setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia
luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan
ini telah dapat mengakibatkanedema pada konjungtiva.4

20
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup
sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.Pada edema konjungtiva dapat
diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir
konjungtiva.Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan
konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

3.1.1.4.3.2 Hematoma Subkonjungtiva

Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva (hematoma subkonjungtiva), maka


konjungtiva akan tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak
menghilang atau menipis. Hal ini penting untuk membedakannya dengan hiperemi atau
hemangioma konjungtiva. Lama kelamaan perdarahan ini mengalami, perubahan warna
menjadi membiru, menipis dan umumnya diserap dalam waktu 2- 3 minggu.4

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat


pada atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera.
Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii
(hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah
pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi,
arteriosklerose, konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu.

21
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa
tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang
hematoma subkonjungtiva menutupi keadaaan mata yang lebih buruk seperti perforasi
bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong
disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya
dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres air hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada konjungtiva


penyembuhannya cepat. Robekan konjungtiva sebaiknya dijahit untuk mempercepat
penyembuhannya. 4,5

3.1.1.4.3 Kelainan Pada Kornea

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi
kornea sampai laserasi kornea. Bilamana lesi letaknya di bagian sentral, lebih-lebih bila
mengakibatkan kekeruhan kornea yang luas, dapat mengakibatkan pengurangan tajam
penglihatan. Pada umumnya bilamana lesi kornea itu tidak sampai merusak membran
bowman atau stromanya, maka kornea akan cepat sembuh tanpa meninggalkan sikatriks
pada kornea. Pada lesi yang lebih dalam pada lapisan kornea, umumnya akan
meninggalkan sikatriks berupa nebula, makula atau leukoma kornea.6

22
3.1.1.4.3.1 Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan
edema kornea malahan ruptur membran descement. Edema kornea akan memberikan
keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber
cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.5,6

Edema korneayang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang


dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau


larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 4% dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida.


Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan
dengan lensa kontak lembek dan mingkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi
pengurangan edema kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M. Descement


yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan
rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.

3.1.1.4.3.2 Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat


diakibatkan oleh gesekkan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera
pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi
dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut.

Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme,
lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan tergantung oleh media kornea yang keruh.7

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi
perwarnaan fluoresein akan berwarna hijau.

23
Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul
kemudian.

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan


menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik
topikal untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat
menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikelupas.


Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum
luas neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan
yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi pendek seperti
tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat selama 24 jam. Erosi
yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

3.1.1.4.3.3 Erosi Kornea Rekuren

Erosi kornea rekuren, biasanya terjadi akibat cedera yang merusak


membran basal atau tukak meraherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah
lepas kembali diwaktu bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat
epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel kornea. Sukarnya erpitel menutupi
kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea tempat

24
duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya membran basal yang rusak akan
kembali normal setelah 6 minggu.

Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga


regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea.
Pengobatan biasanya dengan memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa
sakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul.
Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat
tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi
infeksi sekunder erosi kornesa yang mengenai seluruh permukaan kornea akan
sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi
steroid.7,8

Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat
bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak
dipengaruhi kedipan kelopak mata.

3.1.1.4.4 Kelainan pada Uvea


3.1.1.4.4.1 Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter
pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat
gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi
ireguler. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar.

25
Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu.Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah
terjadinya kelelehan sfingter dan pemberian roboransia.

3.1.1.4.4.2 Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk
pupil menjadi berubah.

Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.Pada iridodialisis akan terlihat
pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya
hifema.9

26
Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan
pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

3.1.1.4.4.3 Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme.


Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat
terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang


ditinggikan 30 derajatpada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak
yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi
penyulit glaukoma.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalam penyakit tidak


berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk.

27
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan di lakukan
pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat
tanda-tanda hifema akan berkurang.

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat


terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat
suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila
didiamkan akandapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia


dan retinoblastoma.

Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah hari ketiga terjadinya trauma.


Hifema biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bila mana hifema penuh,
dan penyerapannya sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea (penimbunan
pigmen darah dalam kornea), atau glaukoma sekunder.9

Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata
meninggi, dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata
depan (parasentesis).

Bedah Pada Hifema

Parasentesis : Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan


mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai
berikut : dibuat incisi kornea 2mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan
permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka
koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka
bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.Biasanya luka incisi kornea pada
parasentesis tidak perlu dijahit.9

28
Iridosiklitis

Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga


menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik
mata depan maka akan terdapat suar dan puil yang mengecil dengan tajam
penglihatan menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal.
Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.

Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan
memeriksa funduskopi dengan midriatika.

3.1.1.4.5 Kelainan pada Lensa

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan subluksasi lensa atau
luksasi lensa (lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula Zinn dan badan kaca dapat
menonjol ke dalam bilik mata depan sebagai hernia. Pada umumnya lensa yang
mengalami dislokasi itu beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak.

Bilamana trauma tumpul menimbulkan ruptur yang tidak langsung pada kapsul
lensa maka akan terjadi katarak. Baik subluksasi maupun luksasi lensa dapat
menimbulkan glaukoma sekunder atau iritasi mata.9,10

Dislokasi lensa ataupun katarak akibat trauma tumpul dapat menyebabkan


pengurangan tajam penglihatan sampai kebutaan, perlu penanganan dokter spesialis
untuk dilakukan tindakan pembedahan katarak.

3.1.1.4.5.1 Dislokasi lensa

Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi
pada putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

3.1.1.4.5.2 Subluksasi lensa

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zunula zinn sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula zinn yang rapun (sindrom marphan).

29
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.

Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan
menjadi cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilki mata tertutup. Bila
sudtu bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.

Subluksasi dapat mengakiatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan


sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung.

Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaukoma atau uveitis maka
tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

3.1.1.4.5.3 Luksasi lensa anterior

Bila seluruh zonula zinn disekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilk mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini
maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul
glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.

Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang
sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.

Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan.
Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat
tinggi.10

Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secapatnya dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolmida untuk
menurunkan tekanan bola matanya.

3.1.1.4.5.4 Luksasi lensa posterior

Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior
akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh
ke dalam badan kaca dan tenggelam didataran bawah polus fundus okuli.

30
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus.

Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan
melihat normal dengan lensa +12,0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan
iris tremulans.

Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit
akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan


ekstraksi lensa.

3.1.1.4.5.5 Katarak Trauma

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibta trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.

Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dandapat pula dalam bentuk
katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi


kecil akan menutup dengan cepat akibat perforasi epitel sehinga bentuk kekeruhan
terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya
katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata
depan.11

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan
bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis
fakoanalitik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks
lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau
bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching.

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.

31
Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinkan
terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa
intra okular primer atau sekunder.

Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma
sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini
dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.11

3.1.1.4.5.6 Cincin Vossius

Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang
merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi
segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa
sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari.

Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata tersebut telah mengalami suatu
trauma tumpul.11

32
3.1.1.4.6 Kelainan Pada Retina Dan Koroid

3.1.1.4.6.1Edema retina dan koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan
sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu
akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan
oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula,
sehingga pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema
retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak
terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau
edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus
posterior fundus okuli berwarna abu-abu.12

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan


tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel
pigmen epitel.

3.3.1.4.6.2 Ablasi Retina

Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada
penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses
degenerasi retina lainnya.

33
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
menganggu lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka
tajam penglihatan akan menurun.12

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat
pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka
secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

3.1.1.4.7 Kelainan Pada Koroid

3.1.1.4.7.1 Ruptur Koroid

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan
akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan
melingkar konsentris di sekitar papil saraf optic.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam
penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan
subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi maka akan
terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa
tertutup koroid.

34
3.1.1.4.8 Kelainan Pada Saraf Optik

3.1.1.4.8.1 Avulsi Papil Saraf Optik

Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di
dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan
kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf
optiknya.

3.1.1.4.8.2 Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan edema sekitar saraf optik.

Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen
pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan
adalah gangguan penglihatan warna dan lapang pandang. Papil saraf optik dapat
normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma
retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasma
optik.12

Pengobatan adalah dengan merawat pasien waktu akut dengan memberi


steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan
untuk pembedahan.

3.1.1.4.8.3 Perubahan tekanan bola mata

Trauma mata dapat menyebabkan perubahan tekanan bola mata baik


penurunan peninggian tekanan bola mata. Bila tekanan menjadi rendah, yang pada
perabaan dengan jari terasa lunak sekali, menandakan adanya kerusakan dinding bola
mata, yaitu terjadinya ruptur bola mata.

Pada umumnya letak ruptur itu di tempat yang lemah di bagian sklera yang
agak menipis seperti di daerah badan siliar atau di kutub posterior bola mata.
Bilamana tekanan bola mata naik, terjadilah glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder

35
dapat timbul segera, yaitu beberapa saat setelah kejadian trauma disebabkan oleh
banyaknya darah dalam bola mata atau hifema, dimana sel-sel darah itu menyumbat
jaringan trabekel dan saluran keluarnya.12

3.1.1.4.8.4 Kelainan gerakkan mata

Mata yang sehat dapat membuka dan menutup dengan mudah, sedangkan bola
matanya dapat digerakkan ke segala arah. Pada trauma tumpul mata, ada
kemungkinan terjadi gangguan gerakkan kelopak mata berarti kelopak mata itu tidak
dapat menutup atau tidak dapat membuka dengan sempurna. Kelopak mata yang tidak
dapat menutup sempurna dinamakan lagoftalmos, disebabkan oleh kelumpuhan N
VII. Kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan sempurna disebut ptosis, hal
ini disebabkan oleh adanya edema atau hematoma kelopak superior.

lagoftalmos

ptosis

Pada trauma tumpul mata dapat terjadi gangguan gerakkan bola mata yang
disebabkan oleh perdarahan rongga orbita atau kerusakan otot-otot mata luar.

36
3.1.1.4.9 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya
ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat
anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau
antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan
intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan
pakai pelindung pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai
kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus
menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya
herniasi isi intraokular.12,14

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha
melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya
yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Kecuali untuk cedera yang
menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak
memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk
menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder
dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema. Kelainan
pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan perdarahan tidak
memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam
beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan men
ghilangkannyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk
mempercepat penyerapan darah.12,14

Pada laserasi kornea, diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan
terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik.
Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis
atauvitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak
dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar

37
tindakan lebih mudah dilakukan. Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk,
karena adanya cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran
fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka
pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit
selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder,
glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.

Penanganan hifema, yaitu (1) Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari
) sampai hifema diserap.(2)Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi
bebat tekan. (3) Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.(4)
Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).(5) Di
beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.(6) Pada anak-anak yang gelisah
diberi obat penenang(7) Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata
depan dilakukan bila adatanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh
dan berwarna hitam atau bilasetelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan
berkurang.(8) Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.(9) Evakuasi bedah jika TIO
lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari. (10) Vitrektomi
dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.(11) Viskoelastik
dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.14

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila pertama,Diplopia persisten


dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan. Kedua,
Enoftalmos 2 mm atau lebih. ketiga, Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita)
yang kemungkinan besar akanmenyebabkan enoftalmos.

Penundaan pembedahan selama 1 – 2 minggu membantu menilai apakah diplopiadapat


menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan
kemungkinankeberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik.
Perbaikan secarabedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau
transkonjungtiva. Periorbita diinsisidan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di

38
dinding medial dan dasar. Jaringanyang mengalami herniasi ditarik kembali ke
dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.

3.1.2 Trauma Tajam

3.1.2.1 Definisi

Trauma tajam mata didefinisikan sebagai suatu trauma akibat benda tajam yang
merusak sebagian atau seluruh ketebalan dinding luar bola mata dapat berupa titik sampai
laserasi dan juga menembus isi atau bagian-bagian dari mata. Trauma tajam mata dapat di
klasifikasikan atas luka tajam tanpa perforasi dan luka tajam dengan perforasi yang
meliputi perforasi tanpa benda asing intra okuler dan perforasi benda asing intra okuler.
Trauma tembus mata (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular
mangalami kerusakanakibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga dapat
tertahan atau menetap dalam mata.Baik trauma tajam yang penetratif atau trauma tumpul
yang mengakibatkan tekanan kontusif dapat menyebabkan ruptur bola mata. Benda tajam
atau benda dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi langsung. Benda asing
dapat mempenetrasi mata dan tetap berada di bola mata.11

3.1.2.2Epidemiologi

United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi


epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata
umur orang yang terkena trauma tajam okuli adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering
terkena dibanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi internasional,
kebanyakan orang yang terkena trauma tajam okuli adalah laki-laki umur 25 sampai 30
tahun, sering mengkonsumsi alkohol dan trauma terjadi di rumah.
Lebih dari 65.000 trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan,
menyebabkan morbiditas dan disabilitas, dilaporkan di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Lebih dari setengah trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi di pabrik,
dan industri kontruksi. Delapan puluh satu persen trauma mata yang berhubungan dengan

39
pekerjaan terjadi pada pria dan kebanyakan terjadi pada pekerja berusia 25 sampai 44
tahun.11

3.1.2.3 Etiologi

Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain dan


berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi, kecepatan
saat impaksi, dan komposisi benda tersebut, benda tajam seperti pisau akan menyebabkan
laserasi berbatas tegas pada bola mata.

Luas cedera yang disebabkan oleh benda asing yang terbang ditentukan oleh
energi kinetiknya. Benda tajam seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas
pada bola mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang, beratnya
kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimilikinya. Contohnya pada peluru pistol
angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik
yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah. Kontras dengan
pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan kecepatan tinggi akan
menimbulkan laserasi dengan batas tegas dan beratnya kerusakan lebih ringan
dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.11,12

3.1.2.4 Klasifikasi

The Ocular Trauma Classification Group telah membuat suatu sistem klasifikasi
berdasarkan BETT dan gambaran luka pada bola mata pada saat pemeriksaan awal.
Trauma mekanis pada mata dibagi menjadi dua yaitu luka tertutup bola mata dan luka
terbuka bola mata. Karena kedua hal ini memiliki patofisiologi dan penanganan yang
berbeda. Sistem ini membagi trauma berdasarkan 4 parameter : (1)Tipe, berdasarkan
mekanisme terjadinya luka. Tipe luka harus diketahui berdasarkan riwayat seperti yang
diceritakan oleh pasien atau saksi yang melihat terjadinya trauma tersebut. Bila pasien
tidak sadar, maka penentuan tipe berdasarkan pemeriksaan klinis.(2) Grade, yang
didasarkan atas pengukuran visus pada pemeriksaan awal. Hal ini dapat dilakukan dengan
tabel Snellen atau kartu Rosenbaum. (3)Ada tidaknya APD (Afferent Pupillary Defect).

40
Adanya APD, seperti yang dapat diukur dengan mengayunkan senter, merupakan
petunjuk adanya penyimpangan saraf optik dan/atau fungsi retina. (4) Perluasan luka.
Luka yang terdapat pada luka terbuka bola mata atau perluasan paling posterior dari
kerusakan pada luka tertutup bola mata.

Parameter Klasifikasi

Tipe A. Ruptur
B. Penetrasi
C. IOFB (Intra Ocular Foreign Bodies)
D. Perforasi
E. Campuran
Grade (Visus) A. ≥20/40
B. 20/50 sampai 20/100
C. 19/100 sampai 5/200
D. 4/200 sampai Light Perception
E. No Light Perception
Pupil A. Positif, APD relatif pada mata yang terluka
B. Negatif, APD relatif pada mata yang terluka
Zona I. Kornea dan Limbus
II. Limbus sampai 5 mm posterior dari sklera
III. Posterior sampai 5 mm dari limbus
Tabel 2. Klasifikasi Luka Terbuka Bola Mata

Parameter Klasifikasi

Tipe A. Kontusio
B. Laserasi lamelar
C. Benda asing superfisial
D. Campuran

41
Grade (Visus) A. ≥20/40
B. 20/50 sampai 20/100
C. 19/100 sampai 5/200
D. 4/200 sampai Light Perception
E. No Light Perception
Pupil A. Positif, APD relatif pada mata yang terluka
B. Negatif, APD relatif pada mata yang terluka
Zona I. Eksternal (terbatas pada konjungtiva bulbi,
sklera, kornea)
II. Segmen anterior (termasuk struktur dari segmen
anterior dan pars plikata)
III. Segmen posterior (semua struktur posterior
internal sampai kapsul lensa posterior)
Tabel 3. Klasifikasi Luka Tertutup Bola Mata

3.1.2.5 Patofisiologi

Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera atau
kornea serta jaringan lain dalam bulbus okuli sampai ke segmen posterior kemudian
bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini akan ditemukan
suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lensa, ataupun corpus
vitreus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan uvea,
berupa hifema atau henophthalmia.

3.1.2.6 Berbagai Kerusakan Jaringan Mata akibat Trauma Tembus

Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :

3.1.2.6.1 Trauma tembus pada palpebra

Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat


menyebabkan suatu ptosis yang permanen.

42
Gambar. 3 Laserasi palpebra

3.1.2.6.2 Trauma tembus pada saluran lakrimalis


Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai
kerongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.
3.1.2.6.3 Trauma tembus pada Orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik,
menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga menimbulkan
paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi,
menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya hubungan
terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita. 15

Gambar. 4 Trauma tembus orbita

43
3.1.2.6.4 Trauma tembus pada Kongjungtiva

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva, sehingga dapat


merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva. 15

Gambar. 5 Trauma tembus subkonjungtiva

3.1.2.6.5 Trauma tembus pada Sklera

Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan
bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai
prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam
bola mata.15

3.1.2.6.6 Trauma tembus pada Kornea

Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi


penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus
kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus.15

44
Gambar 6. Laserasi kornea

3.1.2.6.7 Trauma tembus pada Uvea

Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan


banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur.

3.1.2.6.8 Trauma tembus pada Lensa

Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga
menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya
akomodasi tidak adekuat.

3.1.2.6.9 Trauma tembus pada Retina

Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada


rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam
badan kaca.

3.1.2.6.10 Trauma tembus pada corpus siliar

Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena


kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang berakhir
dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada mata yang
sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu, bila lukanya besar, disertai
prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi,
sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap menjadi baik.

45
3.1.2.7 Manifestasi Klinis

Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata, maka
akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan yang menurun, laserasi
kornea, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah,
terlihat ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris,
lensa, badan kaca, atau retina, katarak traumatik, dan konjungtiva kemosis.16

Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-biruan, karena
jaringan ikat palpebra halus. Ekimosis yang tampak setelah trauma menunjukkan bahwa
traumanya kuat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari bagian-bagian yang lebih dalam dari
mata, juga perlu dibuat foto rontgen kepala. Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma,
menunjukkan adanya fraktur dari dasar tengkorak.

Gambar. 1 Lokasi cedera mata; tampak depan

46
Gambar. 2 Lokasi cedera mata; tampak samping

Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan yang mencolok,


tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh tindakan
menggerinda atau memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan
penglihatan. Tanda-tanda lainnya adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, kamera
anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik, hifema, atau perdarahan
korpus vitreus. Tekanan intraokuler mungkin rendah, normal, atau yang jarang sedikit meninggi.

3.1.2.8 Diagnosis

Diagnosis trauma tajam okuli dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, informasi yang diperoleh dapat berupa
mekanisme dan onset terjadinya trauma, bahan/benda penyebab trauma dan pekerjaan untuk
mengetahui penyebabnya. 17

47
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera
sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau
berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila terdapat kegiatan
memahat, mengasah atau adanya ledakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai
dengan cedera yang di derita, harus dicurigai adanya penganiayaan pada anak. Riwayat kejadian
harus diarah secara khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler
sebelumnya, riwayat penyakit sebelumnya dan energi.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.


Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik,
dan adanya defek pupil aferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan
palpasi untuk mencari defek ada bagian tepi tulang orbita.

Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen
anterior bola mata. Tes fluoresein dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera
kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan bola
mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk
dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk
cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata.
Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa, kemudian diuji
pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga
akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.

Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda logam. Electroretinography (ERG)
berguna untuk mengetahui ada tidaknya degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien
yang tidak berkomunikasi dengan pemeriksa. Bila dalam inspeksi terlihat ruptur bola mata, atau
adanya kecenderungan ruptur bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata
dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata.

48
3.1.2.9 Penatalaksanaan Trauma Tembus

Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus segera
mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti infeksi, Siderosis,
kalkosis dan oftalmika simpatika.

Pada setiap tindakan harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bila
masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat benda
asing, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan banda asing tersebut. Sebaiknya
dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. Benda
asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang
tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi.

Bila terlihat atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka secepatnya dilakukan
pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk
dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan
antibiotik sistemik berspektrum luas atau intravena dan pasien dipuasakan untuk rencana
pembedahan. Pasien juga dapat diberikan analgetika, sedative dan profilaksis anti tetanus.

3.1.2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya trauma tembus adalah endoftalmitis,
panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan oftalmia simpatika.

Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu
tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi
panoftalmitis.

Oftalmia simpatika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak cedera dalam
jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi dalam 1 tahun.8 Diduga akibat
respon autoimun akibat terekposnya uvea karena cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri,
penurunan ketajaman penglihatan mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan
enukleasi mata yang cedera.16,17

49
3.1.2.11 Prognosis

Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe dan luasnya
luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda asing. Secara umum, semakin posterior
penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang
disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus,
sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik dibandingkan
laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror. Trauma tembus akibat benda asing yg bersifat
inert pun mempunyai prognosis yang baik. Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya
reaktif magnetik lebih mudah dikeluarkan dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-
75% mata akan mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.17

3.1.2.12 Pencegahan

Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk
menghindari terjadinya trauma mata, seperti Trauma tajam akibat kecelakaan lalu lintas tidak
dapat dicegah, kecuali trauma tajam perkelahian, Diperlukan perlindungan pekerja untuk
menghindari terjadinya trauma tajam, Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin
berbahaya bagi matanya.17

Seseorang yang menggunakan lensa dari kaca atau plastik yang sedang bekerja dalam
industri atau melakukan aktivitas atletik memiliki resiko terkena pecahan fragmen lensa. Kaca
mata yang paling efektif untuk mencegah cedera terdiri dari lensa polikarbonat dalam rangka
poliamida dengan tepi penahan di posterior. Sebaiknya digunakan bingkai pada wraparound
(bukan bingkai berengsel) karena lebih dapat menahan pukulan dari samping. Pada atletik atau
aktivitas rekreasi beresiko tinggi (misalnya perang-perangan dengan peluru hampa atau cat),
pelindung mata tanpa lensa tidak selalu melindungi mata secara adekuat. Perlindungan mata
yang sesuai terutama diindikasikan bagi mereka yang bermain bola raket, bola tangan, dan
squash. Banyak kebutaan yang terjadi akibat olah raga ini, terutama akibat trauma kontusio pada
mata yang tidak terlindung dengan baik.

50
3.1.3 Trauma Kimia

3.1.3.1 Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kegawat daruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan pengelihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam ataupun
basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.19
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH
>7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma
ditentukan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi
dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada laboratorium, industri, pekerjaan yang
memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang menggunakan bahan
kimia, serta paparan bahan kimia dari alat alat rumah tangga. Setiap trauma kimia
pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia
merupakan tindakan yang harus segera dilaksanakan.19,20
3.1.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari Center of Disease Contol and Prevention (CDC) tahun
2000, sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan pengelihatan
akibat trauma mata. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar
50.000 orang menderita cedera serius yang mengancam pengelihatan setiap
tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat menerima
pengobatan medis akibat trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus
trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.19
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4
kali lebih besar. Dari data World Health Organization (WHO) tahun 1998, trauma
okular berakibat kebutaan unilateral terjadi pada 19 juta orang, 2,3 juta orang
mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan
bilateral akibat trauma mata. Sebagian besar kasus (84%) merupakan trauma kimia.
Rasio frekuensi trauma kimia asam berbanding basa bervariasi, yaitu berkisar antara
1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimia dikarenakan oleh

51
pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR),
frekuensi kasus trauma kimia di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun.19
3.1.3.3Trauma Asam pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma
akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.19
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya. Karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein, maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi, sehingga terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas (Gambar 3).
Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja (Gambar 4). Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.19
Bahan kimia yang bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidroklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, dan asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam
sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata.
Asam hidroflorida dapat ditemukan di rumah pada cairan penghilang karat,
pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu
pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion
fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik
dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes.
Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium,
yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis

52
akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan
gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.2,8.
Beberapa bahan asam yang dapat menyebabkan trauma adalahSulfuric acid (H2SO4)
pada aki mobil dan bahan pembersih industry,Sulfurous acid (H2SO3) pada pengawet
sayur dan buah,Hydrofluoric acid (HF) efek sama dengan trauma basa, ditemukan
pada pembersih karat, pengkilat aluminuium dan penggosok kaca,Acetic acid
(CH3COOH) pada cuka, danHydrochloric acid (HCl) 31-38% zat pembersih.

Gambar 3. Koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam, dan
menimbulkan kekeruhan pada kornea, yang nantinya akan cenderung untuk masuk
ke bilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak. (Sumber: Vaughan DG, Taylor
A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

53
Bahan kimia asam

Asam cenderung
berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi
protein plasma

Koagulasi protein ini,


sebagai barrier yang
membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada


permukaan luar saja

Asam masuk ke bilik


mata depan
menimbulkan iritis dan
katarak

Gangguan persepsi
penglihatan

Gambar 4. Patofisiologi trauma asam pada mata.

Gambar 5. Mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan pupil yang
melebar karena peningkatan tekanan intraocular. (Sumber: Vaughan DG, Taylor A,
and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)3

54
3.1.3.4 Trauma Basa pada Mata
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat, yaitu hidrofilik dan lipolifik, yang dapat secara cepat
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,
apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawat daruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
menimbulkan proses saponifikasi, disertai dengan dehidrasi.20
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi, alkali akan mengakibatkan saponifikasi disertai dengan
disosiasi asam lemak membran sel. Akibat saponifikasi membran sel, penetrasi lebih
lanjut zat alkali akan lebih mudah. Basa menyebabkan hilangnya mukopolisakarida
jaringan dan terjadinya penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen
kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea, akan
terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini
cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.
Akibat membran sel basal epitel kornea rusak, sel epitel diatasnya mudah lepas. Sel
epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya
melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator
dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.20
Selain itu, gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dapat
menyebabkan ulkus kornea menjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk
9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12 hingga 21. Biasanya
ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan
ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup
dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan
terjadi gangguan fungsi korpus siliaris. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu
terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang
peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.21

55
Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan
pembersih dalam rumah tangga, dan soda kuat. Bahan alkali yang biasa
menyebabkan trauma kimia adalah Amonia (NH3), zat ini biasa ditemukan pada
bahan pembersih rumah tangga, zat pendingin, dan pupuk. NaOH, sering ditemukan
pada pembersih pipa. Potassium Hydroxide (KOH), seperti caustic potash.
Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2), seperti pada kembang api, danLime (Ca(OH)2),
seperti pada perekat, mortar, semen, dan kapur.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan.21
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:(1)Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai
gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus. (2) Hilangnya stem cell limbus
dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau
menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus
kornea bersih. (3) Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.(4)Penetrasi zat
kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa.(5)Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.(6)Hipotoni dan phthisis bulbi
sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
(a)Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus (b)Kerusakan kolagen stroma akan
difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang baru.

56
Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel


jaringan dan Persabunan
disertai disosiasi asam lemak
membran sel → penetrasi
lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan
menghilang & terjadi
penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan


membengkak & kornea akan
mati

Edema → terdapat serbukan


sel polimorfonuklear ke
dalam stroma, cenderung
disertai masuknya pembuluh
darah (neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen
aktivator & kolagenase
(merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan
penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus


kornea atau perforasi ke
lapisan yang lebih dalam

Gambar 6. Patofisiologi trauma basa yang merusak mata.

57
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam:19,20
 Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik),
 Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik),
 Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak
jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus (prognosis kurang), dan
 Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus (prognosis
sangat buruk).

Gambar 7. Klasifikasi trauma kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d)
derajat 4.

Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan


kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan
berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus.Menurut
klasifikasi Hughes:
3.1.3.4.1 Ringan
Prognosis baik, Terdapat erosi epitel kornea, Kekeruhan yang ringan
pada kornea, Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun
konjungtiva.

58
3.1.3.4.2 Sedang
Prognosis baik, Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil
secara terperinci. Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada
konjungtiva dan kornea
3.1.3.4.3 Berat
Prognosis buruk, Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat
dilihatKonjungtiva dan sklera pucat.
3.1.3.4.5 Diagnosis dan Penanganan Trauma Kimia pada Mata
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan
dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya
diperlukan anamnesa singkat.21
3.1.3.4.5.1. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia, yaitu epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya
dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea.
Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa
hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa
lebih berat dibanding trauma asam.
3.1.3.4.5.2. Anamnesis
Pada anamnesis, sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan
terjadinya trauma tersebut.21
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba-tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum
trauma. Harus pula dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat
trauma akibat ledakan.21,25

59
3.1.3.4.5.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman, dan
kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan
dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan
kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea,
neovaskularisasi, peradangan kronik, dan defek epitel yang menetap dan berulang.25
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul :
3.1.3.4.5.3.1 Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai keratitis epitel punctata yang
ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai ada defek epitel
namun tidak ditemukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang
setelah beberapa menit.

3.1.3.4.5.3.2 Stroma yang kabur


Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari ringan sampai opasifikasi menyeluruh
sehingga tidak bisa melihat kamera okuli anterior (KOA).

3.1.3.4.5.3.3 Perforasi kornea


Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari sampai minggu setelah
trauma kimia yang berat.

3.1.3.4.5.4 Reaksi inflamasi KOA


Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering
terjadi pada trauma alkali / basa.

3.1.3.4.5.5 Peningkatan TIO

60
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi pada segmen
anterior dan deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan
penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.
3.1.3.4.5.6 Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan
mudah iritasi.

3.1.3.4.5.7 Inflamasi konjungtiva


Dapat terjadi hiperemi konjungtiva.
3.1.3.4.5.8 Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi
atau ketidaknyamanan pasien.

Gambar 8. Trauma kimia karena jeruk lemon. Vaskularisasi kornea


terlihat jelas, dan mata menjadi kering akibat kehilangan sebagian
besar sel goblet.

3.1.3.4.5.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi
pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan
bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga

61
dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular.25

3.1.3.4.5.10Penatalaksanaan
Tatalaksana Emergensi5
Irigasi
Merupakan hal yang krusial dan harus dilakukan sesegera mungkin untuk
meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk
menormalisasi pH pada saccus konjungtiva. Larutan normal saline (atau
yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit
sampai pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya
dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2.000 ml dalam 30 menit.
Makin lama makin baik.Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,
larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang
lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang
terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.
Doubleeversi pada kelopak mata
Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata.
Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan
antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik dapat terjadi re-
epitelisasi pada kornea. Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat
diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal,
sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi
inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea.

62
Medikamentosa
Steroid
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma
dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas.
Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di-tappering off
setelah 7-10 hari. Deksametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV
50-200 mg.
Sikloplegik
Siklopegik diberikan untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis, dan
sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2
kali sehari.
Asam askorbat
Asam askorbat dapat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis
2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Beta blokter digunakan untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral
asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik
Antibiotikprofilaksis diberikan untuk mencegah infeksi oleh kuman
oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase,
menghambat aktifitas netrofil, dan mengurangi pembentukan ulkus.
Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100
mg).

63
Pembedahan25,26
Pembedahan Segera
Sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan
populasi sel limbus, dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus, bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan
ulkus kornea.
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft)
atau dari donor (allograft), bertujuan untuk mengembalikan epitel
kornea menjadi normal.
 Graft membran amnion, untuk membantu epitelisasi dan menekan
fibrosis
2. Pembedahan Lanjut
Pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival
bands dan simblefaron.
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik.
Hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat
berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
3.1.3.4.5.7Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma, dan
jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lainSimblefaron (Gambar 9), adalah gejala gerak mata terganggu,
diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu. Kedua, Kornea
keruh, edema, neovaskuler. Ketiga, Sindroma mata kering.keempat, Katarak
traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pHcairan akuos dan

64
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik. Kelima, Glaukoma sudut tertutup, atauEntropion dan ptisis bulbi
(Gambar 10).

Gambar 9. Simblefaron.

Gambar 10. Ptisis bulbi.


3.1.3.4.5.8 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan
prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan

65
gambaran “cooked fish eye” yang memiliki prognosis paling buruk, dapat terjadi
kebutaan (Gambar 11).

Gambar 11. Cooked fish eye.


Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.

3.1.4 Trauma Radiasi


Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah akibat :
3.1.4.1 Sinar inframerah
Akibat sinar infrared dapat terjadi pada saat mentap gerhana matahari dan pada saat
bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar
infrared terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan ditempat pemanggangan
kaca akan mengeluarkan sinar infrared. 27
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas
dan pemanggangan logam. Sinar infarared ini akan mengakibatkan keratitis superfisial,
katarak anterior – posterior dan koagulasi pada koroid.
Tidak ada pengobatan terhadap akibat sinar ini kecuali mnecegah terkenanya mata
oleh sinar infrared ini. Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jarinagn parut pada makula atau untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada
makula atau untuk mengurangi gejla radang yang timbul.

66
3.1.4.2 Sinar ultraviolet ( sinar las )
Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat,
mempunyai panjang gelombang antara 350 – 295 Nm. Sinar ultraviolet banyak terdapat
pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari diatas
salju. Sinar ultraviolet akan merusak epitel dan kornea.
Sinar ultraviolet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga
kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik
kembali setelah beberapa waktu , dan tidak akan memeberikan gangguan tajam
penglihatan yang menetap.27
Pasien yang telah terkena sinar ultraviolet akan memberikan keluhan selama 4 – 10
jam setelah trauma. Pasien akan merasa sangat sakit, mata seperti kelilipan atau
kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang –
kadang disertai dengan kornea yang keruh dengan uji fluoresein positif. Keratitis
terutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan
akan terganggu.
Pengobatan yang diberikan; siklopegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutp
selam 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
3.1.4.3 Sinar Terionisasi dan sinar X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk Sinaf alfa yang dapat diabaikan, Sinar beta yang
dapat menembus 1cm jaringan, Sinar gama, danSinar X.
Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Sinar X
merusak retina dengan gambaran seperti kersakan yang diakibatkan DM berupa dilatasi
kapiler, perdarahan, mikroaneurismata dan eksudat.27,28
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mangkibatkan kerusakan
permanen yang sukar diobati. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut
konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.

67
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3kali sehari dan
sikloplegik 1x sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan
pembedahan.

68
BAB IV
PENUTUP

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.

Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu Fisik atau Mekanik(Trauma
Tumpul,Trauma Tajam), Khemis(Trauma basa, Trauma asam), Trauma Radiasi
Elektromagnetik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada trauma mata yaitu :
pemeriksaan radiologi, pemeriksaan “Computed Tomography” (CT), pengukuran
tekanan iol dengan tonography, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur.
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat
untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti :Trauma tumpul akibat
kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul perkelahian.Diperlukan
perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam. Setiap
pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti bahan
apa yang ada ditempat kerjanya.Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap
sinar dan percikan bahan las dengan memakai kaca mata.Awasi anak yang sedang
beramain yang mungkin berbahaya untuk matanya.

69
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. RISKESDAS. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta. 2013.
3. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
4. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.
5. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington. 2005.
6. Randleman JB.2006. Chemical department of ophtalology. diakses dari
http://www.emedicine.com
7. Ilyas S. 2002 . Ilmu penyakit mata edisi ketiga.Jakarta : FK UI
8. Center of Disease contol and prevention. Work related eye injuries. Diakses dari
http://www.cdc.gov/feature/dsworksplaceeye/
9. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 12 agustus 2017 dari http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
10. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2008 New classification for ocular surface burns, 85:
1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses 28 Juni 2012, dari
http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.
11. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. Dalam : Vaughn DG, Asbury T, Riordan-Eva P (eds).
Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 2000
12. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. FKUI, Jakarta: 2004; 192-8.
13. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. BETT: The Terminology of Ocular Trauma. In :
Kuhn F, Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc;
2002
14. Raja SC, Pieramici DJ. Classification of Ocular Trauma. In : Kuhn F, Pieramici DJ (eds).
Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc; 2009
15. Lindsey JL, Hamill MB. Scleral and Corneoscleral Injuries. In : Kuhn F, Pieramici DJ
(eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc; 2002

70
16. Arunagiri G. Lacerations, Corneoscleral. eMedicine [serial online] October 19, 2004.
Available from : http://www.emedicine.com/oph/topic108.htm. Accessed 14 Agustus
2017
17. Asbury, Taylor. Trauma Mata. Dalam: Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi XVII.
Jakarta: Widya Medika. 2008; 373-80.
18. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1993; 312-26.
19. Peate, W. F, Work Related Eye Injuries And Illness. Available at: www.aafp.org. January
15, 2011.
20. Soeroso, A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Ruda Paksa.
www.portalkalbe.com. Diunduh pada 12 Agustus 2017
21. Chew, Chris. Trauma. Dalam : James. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.
2006; 176 – 85.
22. Indiana University. Traumatic Cataract. Available at:
http://www.opt.indiana.edu/NewHorizons/Graphics/Tray2/Slide07.August 13, 2017.
23. Edward SH Eye Institute. Digital Reference of Ophthalmology-Traumatic Cataract.
Available at: http://dro.hs.columbia.edu/lc2/soemmeringb. August 10, 2017.
24. Webmaster. Traumatic Cataract. Available at :
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/ophthalmology. August 10, 2017.
25. Berson, FG. Ocular and Orbital Injuries. In : Basic Ophtalmology. 6th ed. American
Academy of Ophtalmology. 1993; 82-87.
26. Khun Frenc, Piramici J Dante. In : Emergensi Management Of Trauma Ocular,.
Department of OphthalmologyUniversity of Pécs. Hungary. 2002; 71-86.
27. Rodriguez, Jorge. Prevention And Treatment Of Common Eye Injuries In Sport.
Available at: www.aafp.org. August 10, 2017.
28. Rappon, Joseph M. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at:
www.pacificu.edu/optometry. August 12, 2017.
29. ZHOU, Waang Ning Li and the Handan Eye Study Group Ocular Trauma in a Rural
Population of North China: The Handan Eye Study . 2015

71
72

You might also like