Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,
laring, hidung, selaput lendir, kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau genitalia.
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau
angka kematian sekitar 10%. Faring merupakan daerah tersering untuk infeksi ini.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada individu yang tidak diimunisasi atau imunisasi
yang tidak adekuat. Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan. Di
yang khas di atas daerah tonsila yang meluas ke struktur yang berdekatan.
Membran tampak kotor dan berwarna hijau tua bahkan dapat menyumbat
dapat diberikan lebih awal. Pada kasus-kasus yang berat ditandai dengan
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Anatomi Tonsil
Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur
yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar
a. Tonsil Palatina
2
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan
panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke
dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang
Anterior : M. palatoglosus
Posterior : M. palatofaringeus
3
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel
germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan
limfoid).4
Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada
rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar
posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius
dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral
esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak
terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke
arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral
faring.
Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membrane jaringan ikat,
kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat
4
Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika
triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa
tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau
Pendarahan
palatina asenden;
A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik
melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
5
Gambar 3 Vaskularisasi Tonsil
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
6
Gambar 4. Persarafan Tonsil
Imunologi Tonsil
0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T
terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel
dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi
antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat
sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang
7
1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah
atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah
dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium
umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian
Gambar 5. Adenoid
8
Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1-T4:
pilar anterior-uvula
anterior-uvula
anterior-uvula
lebih.
Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi antigen
9
ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga terdapat
fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen
spesifik.4
2.3.1 Definisi
Difteri tonsil faring adalah radang akut pada tonsil sampai mukosa faring
anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun
yang dapat menimbulkan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan
lokal.6
2.3.2 Epidemiologi
10
Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun secara
mencolok setelah penggunaan toksoid difteri secara meluar. Umumnya masih tetap
terjadi pada individu-individu yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak
menurut usia tergantung pada kekebalan individu. Serangan difteri yang sering
pelayanan kesehatan terbatas. Kematian umumnya terjadi pada individu yang belum
mendapatkan imunisasi.7
2.3.3 Etiologi
positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk batang
kuman yang termasuk Gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu
hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan
menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah
11
seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.8
2.3.4 Patofisiologi
permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang
pembuluh limfe dan darah. Toksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul
pada reseptor sel pejamu yang sensitif. Perlekatan ini mutlak agar fragmen A dapat
melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua fragmen ini penting dalam menimbulkan
12
Reseptor-reseptor toksin diphtheria pada membran sel terkumpul dalam suatu
coated pit dan toksin mengadakan penetrasi dengan cara endositosis. Proses ini
mengalami asidifikasi secara alamiah ini dan mengandung toksin memudahkan toksin
untuk melalui membran endosom ke cytosol. Efek toksik pada jaringan tubuh
inaktivasi enzim translokase melalui. Hal ini menyebabkan proses translokasi tidak
akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai
membentuk bercak eksudat yang mula-mula mudah dilepas. Produksi toksin semakin
banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. Terbentuklah
suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman, tergantung dari
jumlah darah yang terkandung. selain fibrin, membrane juga terdiri dari sel- sel
radang, eritrosit dan sel-sel epitel. Bila dipaksa melepas membran akan terjadi
Streptococcus pyogenes).
13
cabang- cabang tracheobronchial. Toksin yang diedarkan dalam tubuh bisa
mengakibatkan kerusakan pada setiap organ, terutama jantung, saraf dan ginjal.8
Antitoksin diphtheria hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang
terabsorbsi pada sel, tetapi tidak bila telah terjadi penetrasi ke dalam sel. Setelah
toksin terfiksasi dalam sel, terdapat periode laten yang bervariasi sebelum timbulnya
patologi yang menonjol adalah nekrosis toksis dan degenerasi hialin pada
Pada jantung tampak edema, kongesti, infiltrasi sel mononuklear pada serat
otot dan sistem konduksi. Bila penderita tetap hidup terjadi regenerasi otot dan
fibrosis interstisial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada
Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi
tonsil, palatum molle, uvula. Mula-mula membran tipis, putih danberselaput yang
14
yang berdilatasi dan masuknya darah ke dalam eksudat. Membran
mempunyai
batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya. Sehingga sukar untuk
yang tidak ada membran biasanya tidak membengkak. Pada difteri sedang
biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6, walaupun
1. Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
2. Gejala lokal, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk semu.
laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran
semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan
leher menyerupai sapi (bull neck) atau disebut juga Burgermeester’s hals.
15
Gambar 8. Pseudomembran yang mudah berdarah
16
kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan
2.3.6 Diagnosis
Cara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara fluorescent antibody
technique, namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C,
toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek). Cara Polymerase Chain
Reaction (PCR) dapat membantu menegakkan diagnosis difteri dengan cepat, namun
pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjajagan lebih lanjut untuk
2.3.7 Penatalaksanaan
terlaksana:8
17
Biakan hidung dan tenggorok
Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati. Anak yang telah
Bila kultur (+)/Schick test (+)/gejala (-) : anti toksin diphtheria + penisilin
b. Pengobatan
belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi
Umum
Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu, pemberian cairan serta diit
yang adekwat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta
18
kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif hal-hal
Khusus
Sebelumnya harus dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva dahulu. Oleh
maka harus tersedia larutan Adrenalin 1 : 1000 dalam semprit. Tes kulit dilakukan
dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1 : 1000 secara
intrakutan.
Tes positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Tes konjungtiva
Pada mata yang lain diteteskan garam faali. Tes positif bila dalam 20 menit tampak
atas negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara tetesan intravena. Dosis serum anti
tergantung pada berat badan penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.
Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara tetesan dalam larutan 200
samping obat/reaksi sakal dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam
19
berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat
(serum sickness).
Antimikrobal
Koritikosteroid
Dosis :
Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari.
c. Pengobatan Karier
d. Tonsilektomi
20
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil
Indikasi Tonsilektomi
terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat
ini. Dulu tonsilektomi di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat
ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.
1. Indikasi absolut
kardiopulmonal
Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,
2. Indikasi relatif
21
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap
pengobatan medik.
3. Kontraindikasi
Gangguan perdarahan
Anemia
Asma
Sinusitis
Albuminuria
Hipertensi
Rinitis alergika
2.3.9 Prognosis
Virulensi kuman
Kecepatan terapi
Status kekebalan
22
Umur penderita,karena makin muda umur anak prognosis makin buruk.
gizi kurang
berespon baik terhadap pengobatan memiliki prognosis yang baik. Penyembuhan bisa
mengambil masa yang lama dan kadar kematian adalah 5 – 10% bagi semua kasus
difteri respiratorik.12,13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tonsilitis difteri adalah radang akut pada tonsil sampai mukosa faring yang
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun
23
pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini. Meskipun difteri
sudah jarang di berbagai tempat di dunia tetapi kadang-kadang masih ada yang
terkena penyakit ini. Penyebab dari penyakit difteri ini adalah C diphtheriae yang
merupakan kuman gram (+), ireguler, tidak bergerak, tidak berspora. Dasar dari
terapi ini adalah menetralisir toksin bebas dan eradikasi C. diphtheria dengan
antibiotik. Antibiotok penisilin dan eritromisin sangat efektif untuk kebanyakan strain
C.diphtheria. Prognosis umumnya tergantung dari umur, virulensi kuman, lokasi dan
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta. 2006.
Jakarta. 1997.
24
3. Ballenger JJ. Anatomi bedah tonsil. Dalam: Ballenger JJ, ed.
6. Soepardi Arsyad Efiaty dr sp. THT (K), dkk. Tonsilitis Difteri. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam.
http://www.medicalnewstoday.com
8. Khalid, Naman dkk. Tonsilitis Difteri. Bagian THT RSUD Kerawang. 2011.
/diphtheria/page9_em.htm
php/detil/items/serum-anti-diptheri.html
http://www.rxmed.com
25
12. American Academy of Pediatrics. Red book: 2006 Report of the Committee
26