You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai
normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan
volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml
darah (Price, 2006:256). Anemia adalah keadaan
rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB atau
hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan
sutu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. (Smeltzer,
2002:935 ) . Anemia ialah keadaan dimana massa
eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)

II. ETIOLOGI
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi
karena;
 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan
anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang
dapat terjadi karena;
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat
merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana
terjadi kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam
folat.

III. TANDA dan GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan
fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain
penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang
dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia
(badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang
abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya
keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan
5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5
gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala
lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian
kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang
tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah
berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran,
keletihan berat , kelemahan,
nyeri kepala, demam, dipsnea,
vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik),
warna kulit pucat, sianosis, kulit
kering, kuku rapuh, koylonychia,
clubbing finger, CRT > 2 detik,
elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa
(anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice
sclera, konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat,
stomatitis, perdarahan gusi, atrofi
papil lidah, glossitis, lidah merah
(anemia deficiency asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah,
palpitasi, sesak waktu kerja,
angina pectoris dan bunyi
jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,
hepatospleenomegali (pada
anemia hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System Sakit kepala, pusing, tinnitus,
persyarafan mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, irritable, lesu
perasaan dingin pada
ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)
IV. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan
sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan
atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau
akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
sistem fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit
akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera. (Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

PATHWAY
Kegagalan
Defisiensi B12, produksi SDM o/ Destruksi SDM
asam folat, besi sum-sum tulang berlebih Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia PK Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


Pola nafas
jaringan berkurang sesak tidak efektif

Gastro intestinal Hipoksia Gg.


SSP perfusi
jaringan
Penurunan Mekanisme an aerob serebral
kerja GI Reaksi antar
saraf berkurang
Perubahan Asam laktat
Peristaltik
Makanan Kerja Pusing
nutrisi Energy untuk
menurun
susah lambung
As.
Anoreksia
Lambung Intoleransi
kurang dari membentuk antibodi
Konstipasi
dicerna menurun
mual
meningkat aktivitas berkurang
kebutuhan ATP berkurangResiko
Kelelahan infeksi
Nyeri

V. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH
< 27 pg

Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan


pewarnaan yang berkurang atau kadar hemoglobin
yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan
MCH 27-34 pg

Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal


serta mengandung jumlah hemoglobin dalam batas
normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl

Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang


lebih besar dari pada normal tetapi tetapi kandungan
hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan
MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia
pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :


a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia
defisiensi besi, dan anemia deisiensi asam folat/
anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit
kronik, anemia sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan
penggantian oleh jaringan lemak:anemia
aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia
leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak
diketahui. (anemia diserotropoetik, anemia pada
sindrom mielodiplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh


(hemolisis)
1. Faktor ekstrakorpuskuler
- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-
AIHA, isoantibodi-HDN)
- Hipersplenisme
- Pemaparan terhadap bahan kimia
- Akibat infeksi
- Kerusakan mekanik
2. Factor intrakorpuskuler
- Gangguan membrane (hereditary
spherocytosis, hereditary elliptocytosis)
- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase,
defisiensi G6PD)
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati
structural, thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)

Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi


SDM antara lain :
 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis
dengan keadaan hipokromik (konsentrasi Hb kurang),
mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang
dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam
pembentukan Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM
berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan
tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang
dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi
adalah 50 mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB
( Lawrence M Tierney, 2003) dan hamper 2/3 terdapat
dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung, duodenum
dan jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis,
gaster, ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon
akan mempengaruhi absobsi besi.
 Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis
DNA yang mengakibatkan tidak sempurnanya SDM.
Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin B12
dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah adanya
megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang
tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sumsum
tulang sehingga terjadinya eritropoeisis dengan masa
hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan
mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
 Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya
faktor intrinsik yang diproduksi di sel parietal lambung
sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin B12 .
 Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada
orang yang kurang makan sayuran dan buah-buahan,
gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa
pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat
mengakibatkan sindrom malabsobsi
 Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang
untuk membentuk sel – sel darah. Kegagalan tersebut
disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang dapat
merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

Anemia karena meningkatnya destruksi atau


kerusakan SDM dapat terjadi karena hiperaktifnya
RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya
produksi SDM biasanya karena faktor-faktor :
 Kemampuan respon sumsum tulang
terhadap penurunan SDM kurang karena
meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
 Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum
tulang dibandingkan yang matur atau matang .
 Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi
(peningkatan kadar bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya


destruksi/kerusakan SDM antara lain:
 Anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis
dari eritrosit sehingga usia SDM lebih pendek yang
disebabkan oleh : 5% dari jenis anemia, herediter, Hb
abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia,
anemia sel sabit, reaksi autoimun, toksik, kimia,
pengobatan, infeksi, kerusakan fisik .
 Anemia sel sabit
anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang
ditandai dengan SDM kecil sabit, dan pembesaran
limfa akibat kerusakan molekul Hb
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut
(Doenges, 1999 :572)
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat
(aplastik); MCV (volume korpuskular rerata) dan MCH
(hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),
peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro
liter pada wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada
pria
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan
hemalokrit menurun.
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP),
meningkat (respons sumsum tulang terhadap
kehilangan darah/hemolisis).
 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan
warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus
anemia).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi
inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah
merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam
membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe
anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu
hidup lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah
(diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau
menurun (aplastik)
Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000
permokro liter
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB);
normal atau tinggi (hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 –
400.000 per mikro liter darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe
struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak
terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa
anemia sehubungan dengan defisiensi
masukan/absorpsi
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
 TBC serum : meningkat (DB)
 Feritin serum : meningkat (DB)
 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
 LDH serum : menurun (DB)
 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine
(AP)
 Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses,
dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis
(DB).
 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa
sisi perdarahan : perdarahan GI
 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan
peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik
bebas (AP).
 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel
mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan
bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:
peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan
penurunan sel darah (aplastik).

VII. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi.
Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi
gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat.
Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat
ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan
kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga
mengganggu perkembangan organ-organ tubuh,
termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti
dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak
dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang
meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan cepat
lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan
manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price
&Wilson, 2006)

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi
dan perawatan karena penyebab kehilangan
darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel
darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
 pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan
intravena,
 resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal
salin.
 tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera
perlakukan setiap kondisi yang mengancam jiwa.
Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan
Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin)
sesuai indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2
liter cairan kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan
gejala gagal jantung kongestif iatrogenik pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor
koagulasi dan platelet, jika diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel
terhadap faktor deficiency yang dikirim untuk
pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan
terhadap adanya Feto-transfer darah ibu harus
diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka Rh
negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah
spesifik untuk mengobati penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat


berbeda-beda tergantung dari jenis anemia yang diderita
oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang diberikan
pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana
pemberian terapi berupa:
 Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia
itu sendiri, misalnya pengobatan menoragi,
pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi
kausal anemia akan kambuh kembali.
 Pemberiian preparat besi untuk mengganti
kekurangan besi di dalam tubuh. Besi per oral
(ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,
ferrous suuccinate). Besi parentral, efek
sampingnya lebih berbahaya besi parentral
diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan
perlu peningkatan Hb secara cepat seperti pada
ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia
antara iron dextran complex, iron sorbitol citric
acid complex)Pengobatan diberikan sampai 6
bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk
cadangan besi tubuh.
 Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan
transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi
darah pada anemia kekurangan besi adalah pada
pasien penyakit jantung anermik dengan
ancaman payah jantung, anemia yang sangat
simtomatik, dan pada penderita yang
memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang
cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah PRC
untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premediasi dapat dipertimbangkan pemberian
furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik,
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah:
 Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik,
anemia akan sembuh dengan sendirinya.
 Anemia tidak memberi respon pada pemberian
besi, asam folat, atau vitamin B12.
 Transfusi jarang diperlukan karena derajaat
anemia ringan.
 Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat
menaikkan hemoglobin, tetapi harus diberikan
terus menerus.
 Jika anemia akibat penyakit kronik disertai
defisiiensi besi pemberian preparat besi akan
meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan
berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-
10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
pengobatan anemia sideroblastik adalah:
 Terapi untuk anemia sideroblastik herediter
bersifat simtomatik dengan transfusi darah.
 Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena
sebagian kecil penderita responsif terhadap
piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan
deficiensi asam folat adalah terapi ganti dengan
vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian
terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain
tetap harus dilakukan:
 Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik
hari 2-3 dengan puncak pada hari 7-8. Hb harus
naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya
dapat membaik tetapi kerusakan medula spinalis
biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
 Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5
mg/hari selama 4 bulan.
 Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin
intramuskuler 200 mg/hari, atau 1000 mg
diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis
pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg
tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada
umumnya maka terapi utama untuk anemia
pernisiosa adalah:
 Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
 Terapi pemeliharaan
 Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta,
2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung
keadaan klinik kasus tersebut serta penyebab
hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus
per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia
hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
yaitu:
 Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok
dan gagal ginjal akut maka harus diambil tindakan
darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia
berat, pertimbangan transfusi darah harus
dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun
dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat
terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih
lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi
maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
 Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk
dapat memberikan kesembuhan total. Tetapi
sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan
oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya
telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan.
(Bakta, 2003:69)
 Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis
terutama di limpa. Pada anemia hemolitik kronik
familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin.
Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik
supertransfusi atau hipertransfusi untuk
mempertahankan keadaan umum dan pertumbuhan
pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan
pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk
mencegah krisis megaloblastik.
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC


Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook
USA:Lipipincott Williams
Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.
Kahsasi,Daniel.2009.AnemiaAcute.
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media,
emergency_medicine. Diakses pada tanggal 10 Oktober
2011
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan
Klasifikasi 2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima
Medika
Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like