You are on page 1of 34

MINI PROJECT

PROFIL PENGETAHUAN MENGENAI DETEKSI DAN INTERVENSI


DINI GIZI BURUK PADA KADER KESEHATAN KELURAHAN
KALIPANG
KECAMATAN SUTOJAYAN

Oleh :

dr. Sheila Nur Azizah

Pembimbing :

dr. Hadi Siswoyo Pandie

PUSKESMAS SUTOJAYAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatana dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar
27,5% atau sebesar 5 juta balita kurang gizi, dimana 3,5 juta anak dalam tingkat gizi kurang dan 1,5
juta mengalami gizi buruk. WHO pada tahun 1999 mengelompokan wilayah berdasarkan prevalensi
gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu : rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%),
sangat tinggi (> 30%).4,5
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun pemerintah Indonesia telah
berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-
3SD Z-Score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3 % mmenjadi 7,2% tahun 1992 dan
mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya pemerintah antara lain melalui pemberian
makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui
pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenanga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi
buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada 1999 dan 6,3% pada tahun 2001. Namun pada
tahun 2002 teerjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15% 4,7.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dab Laporan Survei Departemen Kesehatan – UNICEF
tahun 2005 dari 343 kabupaten/ kota di Indonesia penderita gizi buruk, sebanyak 169 kabupaten/kota
tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data
DEPKES juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternayata lebih serius dari yang kita bayangkan
selama ini. Gizi buruk tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua umur. Perempuan tergolong
paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan
satu juta lainnya mengalami kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap
tahun lahir 350.000 bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat merupakan salah satu
tataran pelaksanaan pendidikan dan pemantauan kesehatan masyarakat. Pemantauan dan deteksi
tumbuh kembang anak, termasuk di dalamnya gangguan gizi pada usia dini merupakan tugas tenaga
kesehatan puskesmas di wilayah kerjanya masing-masing. Apabila tidak dilakukan pemantauan dan
deteksi tumbuh kembang anak usia dini secara benar dan cermat, maka disfungsi tersebut dapat
menjadi kelainan permanen pada anak.
Mengingat pentingnya tugas tenaga kesehatan dalam pemantauan dan deteksi gizi buruk pada
anak, maka pemahaman dan keterampilan setiap petugas tenaga kesehatan puskesmas dalam konsep
teknis deteksi dan intervensi dini gizi buruk pada anak menjadi sangat penting. Atas latar belakang
tersebut dilaksanakan miniproject sosialisasi dan pelatihan deteksi dan intervensi gizi buruk pada
anak kepada kader kesehatan di Ds. Kalipang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana profil pengetahuan kader kesehatan terkait gizi buruk di Ds. Kalipang?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas Sutojayan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui profil pengetahuan kader kesehatan terkait gizi buruk di Kecamatan


Sutojayan

1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Berperan serta dalam upaya deteksi dan intervensi dini gizi buruk dan
mengaplikasikan pengetahuan mengenai program deteksi dan intervensi dini gizi
buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,
2011) sedangkan menurut Depkes RI 2008 keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < -3SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.,1,4

2.2 Epidemiologi

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia walaupun Pemerintah


Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa
umlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari
6,3 % mmenjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995.
Upaya pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan
pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan
tatalaksana gizi buruk kepada tenanga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk
menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada 1999 dan 6,3% pada tahun 2001. Namun
pada tahun 2002 teerjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus kwashiorkor, marasmus- kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit
infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan akut (ISPA), Tuberkulosis serta
penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan
pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 17%
campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain.5
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini
dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita 5,4% pada
tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah
nominal anak gizi buruk masih relatif besar.

2.3 Klasifikasi Gizi Buruk


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
2.3.1 Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit,
gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut
adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat , setelah mendapat makan anak masih
terasa lapar
2.3.2 Kwarshiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema
pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
2.3.3 Marasmus-Kwarshiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

2.4 Etiologi
Menurut Hasaroh (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI
(1997) faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi
serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangakan faktor
sepertingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan
ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan. Selain itu, pemeliharaan
kesehatan juga memegang peran penting. Di bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab
tidak langsung masalah gizi balita.
2.4.1 Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk
konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan
terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi
dengan status gizi yang berlawanan hampir universal. Selain itu diupayakan
menanamkan pengertian kepada para rang tua dalam hal memberikan makanan anak
dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.

2.4.2 Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Gizi

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan


pada tiga kenyataan yaitu : status gizi cukup penting bagi kesehatan serta kesejahteraan,
setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal dan ilmu
gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan
pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun


menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka
ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk
dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang
penilaian status gizi balita. Dengan demikian ibu bisa lebih bijak menanggapi tentang
masalah yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita

2.4.3 Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan,
kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap
kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh
pula pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, kebiasaan hidup,
makanan, perumahan dan tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap


dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan
untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga,
pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam
keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak tanduk menghadapi
berbagai masalah, misal memintakan vaksinasi untuk anaknya, memberikan oralit waktu
diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar
pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik.
Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna pemeliharaan
kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya.

2.4.4 Akses Pelayanan Kesehatan

Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service) dan


pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan
masyarakat merupakan subsistem akses kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan
preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak melakukan
pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).
Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status
gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-
anak kecil sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling
sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui
program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap
dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan.
Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan
gizi masyarakat akan terpenuhi.

2.4 Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-berbeda tergantung dari derajat
dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena
adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan
dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat
badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila BB/TB kurang dari -3SD atau BB/PB <-
3SD , anak tampak sangat kurus, terdapat edema pada kedua punggung kaki , dan lingkar
lengan atas < 11,5 pada anak usia 6-59 bulan.

2.5 Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk


2.5.1 Deteksi Dini
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dapat dilakukan pada semua tingkat
pelayanan. Deteksi dini ini dilakukan dengan mengukur tinggi badan/ berat badan, dan
lingkar kepala. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut : 1,3

Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan


 Keluarga  Orang tua  KMS
 Masyarakat  Kader Kesehatan  Timbangan Dacin
 Petugas PADU, BKB,
TPA, dan guru TK
 Puskesmas  Dokter  Tabel Z Score
 Bidan  Grafik Lingkar Kepala
 Perawat  Timbangan
 Ahli Gizi  Alat ukur tinggi badan
 Tenaga medis lainnya  Pita pengukur lingkar
kepala dan lengan atas
Tabel 1. Pelaksana dan Alat yang digunakan pada deteksi dini pertumbuhan anak
Keterangan

 PADU : Pendidikan Anak Usia Dini


 BKB : Bina Keluarga Balita
 TPA : Tempat Penitipan Anak
 TK : Taman Kanak-Kanak
A. Pengukuran Berat Badan terhadap Tinggi Badan
Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak,
normal, kurus, kurus sekali atau gemuk. Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan
dengan jadwal deteksi dini tumbuh kembang anak ( DDTK). Pengukuran dan penilaian
B/TB dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. 3,7
 Pengukuran Berat Badan
1. Pengukuran Berat Badan menggunakan timbangan bayi
 Timbangan bayi digunakan untuk menimbang anak sampai umur 2 tahun atau
selama anak masih bisa berbaring duduk tenang.
 Letakan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah bergoyang
 Lihat posisi jarum atau angka harus merujuk ke angka 0
 Bayi sebaiknya telanjang, tanpa topi, kaus kaki, sarung tangan
 Baringkan bayi dengan hati-hati diatas timbangan
 Lihat jarum timbangan sampai berhenti
 Baca angka yang ditunjukan oleh jarum timbanngan atau angka timbangan
 Jika bayi terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca angka di tengah-
tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri
2. Menggunakan timbangan injak
 Letakan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak mudah bergerak
 Lihat posisi jarum atau angka harus merujuk ke angka 0
 Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak memakai alas kaki, jaket,
topi, tidak memegang sesuatu
 Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi
 Lihat jarum timbangan sampai berhenti
 Baca angka yang ditunjukan oleh jarum timbangan atau angka timbangan
3. Penimbangan dengan dacin
 Dacin digantung pada tempat yang kokoh seperti pelana rumah atau kusen pintu
atau dahan pohon atau penyangga kaki tiga yang kuat
 Bandul geser diletakkan pada angka nol, jika ujung kedua paku timbang tidak dalam
posisi lurus, maka timbangan perlu ditera atau diganti dengan yang baru
 Atur posisi angka pada batang dacin sejajar dengan mata penimbang
 Seimbangkan dacin yang telah dibebani dengan sarung timbang/ celana timbang/
kotak timbang dengan memberi kantung plastik berisikan pasir/batu diujung batang
dacin, sampai kedua jarum di atas tegak lurus
 Balita dimasukkan ke dalam sarung timbang dengan pakaian seminimal mungkin
dan bandul digeser sampai jarum tegak lurus
 Berat badan balita dibaca dengan melihat angkat di ujung bandul geser
 Hasil penimbangan dicatat dengan benar di kertas/buku bantu dalam kg dan ons

 Pengukuran Panjang Badan atau Tinggi Badan


1. Cara mengukur dengan posisi berbaring
 Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang
 Bayi dibaringkan terlentang pada alas yang datar
 Kepala bayi menempel pada angka 0
 Petugas 1 : ke(ua tangan memegang ke ala bayi agar teta menempel pada pembatas
angka 0 (pembatas kepala)
 Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus, tangan kanan meluruskan
batas kaki ke telapak kaki
 Petugas 2 membaca angka di tepi luar pengukur
2. Cara mengukur dengan posisi berdiri
 Anak tidak memakai alas kaki
 Berdiri tegak menghadap ke depan
 Punggung , pantat , tumit menempel di tiang pengukur
 Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun
 Baca angka pada batas tersebut
B. Pengukuran Lingkar Kepala Anak
Pengukuran lingkar kepala anak salah satu cara yang biasa dipakai untuk
Mengetahui perkembangan otak anak. Biasanya besar tengkorak mengikut perkembangan
otak, sehingga jika ada hambatan pada perkembangan tengkorak maka perkembangan otak
anak juga terhambat. Pada umur 0-11 bulan, pengukuran dilakukan setiap tiga bulan. Pada
anak yang lebih besar umur 12-27 bulan, pengukuran dilakukan setiap enam bulan.
Pengukuran dan penilaian lingkaran kepala anak dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Cara mengukur lingkar kepala anak :
• Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutpi alis mata,
diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang menonjol, tarik agak
kencang.
• Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
• Tanyakan tanggal lahir bayi anak, hitung umur bayi / anak
• Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan jenis
kelamin anak
• Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang
Interpretasi :
 Jika ukuran lingkar keala anak berada di jalur hijau maka lingkaran kepala anak
normal
 Jika ukuran lingkar kepala anak berada di luar jalur hijau maka lingkaran kepala
anak tidak normal
 Lingkar kepala anak tidak normal ada 2, yaitu makrosefali bila berada di atas jalur
hijau dan mikrosefali bila di bawah jalur hijau
C. Pengukuran Lingkar Lengan Atas
Biasa digunakan pada balita serta wanita usia subur. Pengukuran ini dipilih karena
pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan data umur untuk anak
balita yang kadang kala susah untuk mendapatkan data umur yang tepat.

Indeks Antropometri terbagi atas :


a. Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang
masa depan otot dan lemak.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan seimbang antara
masukan dan kecukupan zat-zat gizi yang terjamin, berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan
perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan
normal.
Berdasarkan sifat ini, maka indeks Berat Badan dengan Umur (BB/U) digunakan
sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks
BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini (Supariasa, 2001 dalam
Husin, 2008).
b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap defisiensi gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan
baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status
gizi pada masa lampau. (Supariasa, 2001 dalam Husin, 2008).
c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubunggna yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhanberat badan dengan
kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yangbaik untuk menilai status gizi
saat ini (Supariasa, 2001 dalam Fadliana, 2010).
c.Lingkar Lengan Atas terhadap Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan
lapisan bawah kulit. LLA berkorelasi erat dengan indeks BB/U maupun indeks BB/TB. LLA
sebagaimana berat badan merupakan indikator yang sangat stabil, dapat naik turun dengan
cepat. Oleh karena itu indeks LLA merupakan indikator status gizi saat ini. Perkembangna
LLA yang besar hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm), sedangkan pada
umur 2 tahun sampai 5 tahun sangat kecil (11/2 cm per tahun) (Supariasa, 2001 dalam Husin,
2008).
Pengukuran antropometri yang digunakan menurut WHO-
NCHS adalah sebagai berikut

1. BB/U :
a. Gizi lebih > 2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Gizi baik -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Gizi kurang <-2.0 SD
d. Gizi buruk < -3.0 SD
2. TB/U
a. Normal > -2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Pendek (Stunted) < -2.0 SD
3. BB/TB
a. Gemuk >2.0 SD baku WHO-NCHS
b. Normal -2.0 SD s.d. +2.0 SD
c. Kurus/Wasted <-2.0 SD
d. Sangat kurus < 3.0 SD
2.5.2 Mekanisme Alur Pelayanan Gizi Buruk
A. Tingkat Rumah Tangga
- Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk
mengetahui pertumbuhan berat badannya
- Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan
- Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
- Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran
pemberian makanan
- Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggauta keluarga lainnya
- Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami
sakit atau gangguan pertumbuhan
- Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas
B. Tingkat Posyandu
- Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di posyandu serta mencatat
hasil penimbangan pada KMS
- Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk memberikan hanya ASI
kepada bayi usia 0-4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun
- Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI sesuai dengan usia anak dan
kondisi anak sesuai kartu nasehat ibu
- Kader menganjurkan makanan beraneka ragam untuk anggauta keluarga lainnya
- Bagi balita dengan berat badan tidak naik (“T”) diberikan penyuluhan gizi
seimbang dan PMT Penyuluhan
- Kader memberikan PMT-Pemulihan bagi balita dengan berat badan tidak naik 3
kali (“3T”) dan berat badan di bawah garis merah (BGM)
- Kader merujuk balita ke puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit
penyerta lain
- Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan
balita
C. Pusat pemulihan Gizi (PPG)
PPG merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada di desa dan
dapat dikembangkan dari posyandu. Pelayanan gizi di PPG difokuskan pada
pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita KEP. Penanganan PPG
dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9 balita) yang dibantu oleh kader untuk
menyelenggarakan PMT Pemulihan anak balita.

Layanan yang dapat diberikan adalah :


- Balita KEP berat/gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta lain dapat
dilayani di PPG
- Kader memberikan penyuluhan gizi /kesehatan serta melakukan demonstrasi cara
menyiapkan makanan untuk anak KEP berat/gizi buruk
- Kader menimbang berat badan anak setiap 2 minggu sekali untuk memantau
perubahan berat badan dan mencatat keadaan kesehatannya
 Bila anak berat badan nya tidak naik atau tetap maka berikan penyuluhan gizi
seimbang untuk dilaksanakan di rumah
 Bila anak sakit dianjurkan untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas
- Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning atau di bawah garis merah
(BGM) pada KMS, kader memberikan PMT Pemulihan
 Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi dan diberikan setiap
hari.
 Bila makanan tidak memungkinkan untuk dimakan bersama, makanan
tersebut diberikan satu hari dalam bentuk matang selebihnya diberikan dalam
bentuk bahan makanan mentah
 Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning pada KMS teruskan
pemberian PMT pemulihan sampai 90 hari
 Apabila setelah 90 hari, berat badan anak belum berada di pita warna hijau
pada KMS kader merujuk anak ke puskesmas untuk mencari kemungkinan
penyebab lain
- Apabila berat badan anak berada di pita warna hijau pada KMS, kader
menganjurkan pada ibu untuk mengikuti pelayanan di posyandu setiap bulan dan
tetap melaksanakan anjuran gizi dan kesehatan yang telah diberikan
- Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara menyiapkan
makanan untuk anak KEP
- Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan
tentang gizi dan kesehatan
- Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan
dan gizi anak
D. Puskesmas
- Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu dalam
wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit
- Menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel BB/U
Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
 Apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM)
dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan
 Apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku
Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di
puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan
mendapat PMT-P dari PPG
 Apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan pemeriksaan
untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan penyakit
penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain
- Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-tanda
kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum
- Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk
tanpa komplikasi
 Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi buruk
(dilakukan di pojok gizi)
 Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per minggu
 Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua
minggu sekali
 Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/Gizi buruk
 Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan dan
kemajuan asupan makanan
 Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan
puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk ke
Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan formulir
W1 dan laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2 (lampiran 2)
- Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan dirujuk ke
posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan setiap bulan sekali
- Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap kader untuk melakukan
pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan rumah .
2.5.3 Penatalaksanaan Gizi Buruk
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang
sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus
maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
BAB III

METODOLOGI

3.1Meteode Pengumpulan Data


3.1.1 Rancangan Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mengenai deteksi
dini gizi buruk bagi para kader di Desa Kalipang. Pengumpulan data dilakukan dengan
kuisioner

1.1.2 Waktu dan Tempat Pengumpulan Data


Pengeumpulan data dilakukan kegiatan pertemuan kader di Rumah salah satu kader pada
tanggal 22 Mei 2018.

1.1.3 Populasi dan Sampel


 Sasaran Populasi
Seluruh kader kesehatan Desa Kalipang
 Sampel
Kriteria inklusi : sampel merupakan kader posyandu balita Desa Kalipang
Kriteria eklusi :
sampel yang tidak mengikuti pertemuan kader
Sampel yang tidak bersedia mengisi kuisioner
Jadi total sampel dalam mini project ini adalah 27 orang

3.1.4 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data ynng digunakan pada mini project ini adalah kuisioner yang
terdiri atas data pengetahuan tentang definisi, tahapan, dan cara pemberian.

3.1.5 Cara pengumpulan Data

Semua jenis data yang dikumpulkan pada mini project ini adalah data berupa hasil
intervensi. Pengumpulan data yang dilalukan denga pengisisian kuisioner dengan langkah-
langkah sebagai berikut :

a. Pelaksana adalah dokter internship Puskesmas Sutojayan meminta persetujuan


responden untuk melakukan pengisian kuisioner
b. Memberikan penjelasan tentang tujuan pengumpulan data dan sifat keikutsertaan
responden dalam hal ini.
c. Membagikan kuisioner kepada responden yaitu kader Desa Kalipang
d. Memberikan penjelasan kepada responden pada masing-masing pertanyaan
e. Kuisioner yang diiisi dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya
3.2 Perencanaan Dan Pemilihan Intervensi

3.2.1 Metode Intervensi

Metode intervensi yang digunakan pada mini project ini adalah penyuluhan group
discussion dengan alat bantu slide, leaflet, lembar balik Deteksi Dini Gizi Buruk dengan
kuisioner yang dibagikan sebelumnya. Kusioner akan diberikan dalam bentuk pilihan
ganda.

3.2.2 Petugas Penyuluhan

1. Dokter Internship Puskesmas Sutojayan periode April-Agustus 2018 dalam hal ini dr.
Sheila Nur Azizah selaku narasumber

2. Petugas kesehatan lain dari Puskesmas Sutojayan

3.2.3 Lokasi dan Waktu Penyuluhan

Beretempat di rumah warga Desa Kalipang . Pelaksanaan pada tanggal 22 Mei 2018 pukul
08.00 WIB.

3.2.4 Sasaran

Kader posyandu balita Desa Kalipang

BAB IV

HASIL

4.1 Data Wilayah


Wilayah Puskesmas Sutojayan merupakan penjabaran dari wilayah Kecamatan
Sutojayan yang terdiri dari dataran rendah (89%) dan dataran tinggi (11%). Kecamatan
Sutojayan terletak di bagian selatan Kabupaten Blitar. Batas-batas wilayah kerja puskesmas
Sutojayan:

 Sebelah Utara : Kecamatan Kanigoro

 Sebelah Timur : Kecamatan Binangun

 Sebelah Barat : Kecamatan Kademangan

 Sebelah Selatan : Kecamatan Panggungrejo

Luas wilayah kerja Puskesmas Sutojayan 42.20 km2. Keadaan medan terdiri dari
dataran rendah dan dataran tinggi dengan kondisi daerah wilayah Kecamatan Sutojayan
merupakan daerah yang pertanian dan perbukitan, sehingga dalam tata kota Kabupaten Blitar
Kecamatan Sutojayan diperuntukkan sebagai daerah pertanian dan perkebunan.

Wilayah kerja Puskesmas Sutojayan terdiri dari: 11 desa atau keluarahan dan
termasuk desa atau kelurahan swasembada, yaitu:

1. Kelurahan Kembangarum

2. Kelurahan Kalipang

3. Kelurahan Jegu

4. Kelurahan Jingglong

5. Kelurahan Sutojayan

6. Kelurahan Sukorejo

7. Kelurahan Kedungbunder

8. Desa Sumberjo

9. Desa Bacem

10. Desa Kaulon

11. Desa Pandanarum


Data Kependudukan

1. Jumlah penduduk seluruhnya : 49560 Jiwa

- Laki-laki : 24616 Jiwa

- Wanita : 24944 Jiwa

2. Jumlah Kepala Keluarga : 16258 KK

3. Jumlah Keluarga Miskin : 9487 KK

Jumlah Bayi (< 1 tahun) : 645 Bayi

Jumlah Anak Balita ( 1 - 4 tahun) : 2601 Balita

Jumlah Anak Prasekolah (5 - 6) tahun : 650 Anak

Jumlah Wanita Usia Subur : 12305 WUS

Jumlah Pasangan Usia Subur : 8363 PUS

Jumlah Ibu Hamil : 307 Bumil

Jumlah Ibu Nifas : 317 Bufas

Jumlah Ibu Meneteki : 317 Buteki

Jumlah Ibu Bersalin : 317 Bulin

Data Balita Gizi Buruk Bulan November 2017

No Nama (Inisial) / Jenis Umur Nilai Z score Desa


kelamin TB/U BB/U BB/TB
1 DS / L 33 -1,143 -2,550 -2,923 Bacem
2 SH / P 22 -0,514 -3,847 -5,009 Bacem
3 F/P 30 -3,309 -3,906 -2,824 Sukorejo
4 RH / L 14 -0,020 -2,349 -3,100 Jingglong
5 G/L 32 -2,385 -2,373 -1,535 Sutojayan
6 T/L 22 -1,720 -3,509 -3,604 Kalipang
7 MK / L 17 -1,230 -1,998 -1,918 Sutojayan
8 RP / P 14 -3,123 -3,390 -2,427 Kedungbunder
9 KA / P 32 -6,120 -4,649 -1,428 Sutojayan
10 MRA / L 17 -3,124 -3,233 -2,328 Kalipang
11 CNL / P 51 -2,143 -2,938 -2,612 Sutojayan

Data Balita Gizi Buruk Bulan Desember 2017

No Nama (Inisial) / Jenis Umur Nilai Z score Desa


kelamin TB/U BB/U BB/TB
1 DS / L 33 -1,143 -2,550 -2,923 Bacem
2 SH / P 23 -0,794 -3,532 -4,367 Bacem
3 F/P 31 -3,477 -4,014 -2,824 Sukorejo
4 RH / L 15 -0,453 -2,191 -2,643 Jingglong
5 G/L 32 -2,385 -2,373 -1,535 Sutojayan
6 T/L 23 -1,984 -3,642 -3,604 Kalipang
7 MK / L 17 -1,230 -1,998 -1,918 Sutojayan
8 RP / P 15 -3,472 -3,574 -2,427 Kedungbunder
9 KA / P 32 -6,120 -4,649 -1,428 Sutojayan
10 MRA / L 18 -3,433 -3,393 -2,328 Kalipang
11 CNL / P 52 -2,253 -3,331 -3,135 Sutojayan

Data Balita Gizi Buruk Bulan Januari 2018

No Nama (Inisial) / Jenis Umur Nilai Z score Desa


kelamin TB/U BB/U BB/TB
1 SH / P 24 -0,842 -4,020 -5,009 Bacem
2 F/P 32 -3,638 -5,120 -2,824 Sukorejo
3 RH / L 16 -0,886 -2,369 -3,100 Jingglong
4 T/L 24 -2,002 -3,770 -3,604 Kalipang
5 RP / P 16 -3,795 -3,753 -2,427 Kedungbunder
6 MRA / L 19 -3,354 -3,545 -2,603 Kalipang
7 CNL / P 53 -2,360 -3,389 -3,135 Sutojayan

Dari data diatas data balita gizi buruk tiap bulan ada penurunan, namun di Desa
Kalipang masih terdapat kasus balita gizi buruk sampai bulan Januari 2018. Data tersebut
menjadi acuan untuk dilakukannya mini project ini dengan mengetahui profil pengetahuan
kader tentang bagaimana cara mendeteksi dini gizi buruk.

4.2 Hasil Intervensi

Berdasarkan dari hasil tes yang diperoleh dari total 27 orang subyek ditemukan hasil sebagai
berikut :
Perbandingan Nilai Pre Test Pengetahuan Mengenai
Gizi Buruk

15% 15%
Nilai 8
Nilai 7
Nilai 6
29%
41% Nilai 5

Gambar 1. Perbandingan Nilai Pre Test Pengetahuan Mengenai Gizi Buruk


Berdasarkan hasil test, nilai terendah didapatkan pada komponen untuk mengenali
tanda dan gejala gizi buruk. Sebanyak dua puluh orang mengalami kesulitan dalam bagian
ini, terutama mengenai definisi

Rerata Nilai Komponen Test

Pencegahan dan tatalaksana

Tanda gejala

Deteksi dini

Definisi

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Gambar 2. RERATA NILAI SEBELUM INTERVENSI


Berikut grafik komposisi nilai dalam komponen definisi. Hanya lima peserta yang
dapat mengetahui definisi yang benar dari gizi buruk.
Hasil Test Pengetahuan mengenai
Definisi Gizi Buruk

19%

Nilai 100
Nilai 0

81%

Gambar 3. Hasil Test Pengetahuan mengenai Definisi Gizi Buruk

Komponen berikutnya, yakni deteksi dini, hanya lima orang yang dapat menjawab
dengan sempurna. Hal ini menunjukkan pemahaman peserta yang masih kurang mengenai
cara deteksi dini dari gizi buruk.

Hasil Test terhadap Pengetahuan


mengenai Deteksi Dini

19% nilai 100


nilai 75
48% nilai 50
22% nilai 25
nilai 0
4% 7%

Gambar 4. Hasil Test Pengetahuan mengenai Deteksi Dini Gizi Buruk


Komponen berikutnya, yakni tanda dan gejala dari gizi buruk, menunjukkan
pemahaman yang cukup baik. Hanya enam peserta yang memperoleh nilai tidak sempurna.

Hasil Test terhadap Pengetahuan


Tanda dan Gejala Gizi Buruk

22%
nilai 100
nilai 0

78%

Gambar 5. Hasil Test Pengetahuan mengenai Tanda dan Gejala Gizi Buruk

Komponen terakhir, yakni pencegahan dan tatalaksana dari gizi buruk,


menunjukkan pemahaman yang cukup baik. Hanya lima peserta yang tidak dapat menjawab
sama sekali.

Hasil Test terhadap Pengetahuan mengenai


Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk

19% nilai 100

37% nilai 75
7%
nilai 50
11% nilai 25

26% nilai 0

Gambar 6. Hasil Test Pengetahuan mengenai Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk
Setelah dilakukan intervensi berupa grup discussion dengan alat bantu tampilan
slide, leaflet, lembar balik, dan adanya sesi tanya jawab didapatkan kenaikan pada nilai rerata
post test setelah penyuluhan.
Perbandingan Nilai Post Test Pengetahuan
Mengenai Gizi Buruk

15%
30% Nilai 10
Nilai 9
Nilai 8
37%
Nilai 7
18%

Gambar 7. Hasil Post Test Pengetahuan mengenai Gizi Buruk


BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
 Tingkat pengetahuan para kader kesehatan Desa Kalipang sudah cukup memadai untuk
melakukan sosialisasi terhadap warga sekitar. Meskipun begitu terdapat peserta yang masih
belum memahami sepenuhnya tentang deteksi dini, tata laksana dan pencegahan, dan tanda
serta gejala gizi buruk.
 Perlu dilakukan evaluasi secara berkala untuk menjaga dan meningkatkan pengetahuan para
kader kesehatan antara lain dengan melakukan penyuluhan berkala dan penilaian rutin
perkembangan pengetahuan para kader kesehatan mengenai gizi buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, S., 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
2. Fadliana, Dea.2010. Hubungan Tingkat Sadar Gizi dan Status Gizi Balita Di
Puskesmas Padang Bulan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
[Accessed 20 Juni 2018]
3. Husin, Cut Ruhana, 2008. Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita
Umur 24-59 Bulan di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nangroe
Aceh Darussalam Tahun 2008.Medan : Sekolah Pascasarjana
4.
5. Universitas Sumatera Utara. Available from
:http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6808 [Accessed 20 Juni 2018].
6. Mastari, E. S. 2009. Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Dalam Membaca Grafik
Pertumbuhan KMS dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Glugur Darat
7. WHO, 2010.Child Growth Standard. Available from
:http://www.who.int/childgrowth/standards/weight_for_age/en/index.html [Accessed
21Juni 2018]
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Available
9. at: http://www.depkes.go.id/downloads/SKN+.PDF [Accessed 19 Juni 2018]
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Available at:
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Profil%20Kesehatan%20Indonesia
%2[Accessed 19 Juni 2018]
Lampiran

1. Susunan acara
Jam Susunan Acara Keterangan
08-00-08.15 WIB Pembukaan dan pembagian Dibuka oleh Pemilik rumah
kuisioner dan Bu Shnaty selaku Bidan
Desa Kalipang
08.15-08.30 WIB Pengisian kuisioner dan
pengumpulan kuisioner
08.30-09.00 WIB Penyuluhan Saat penyuluhan responden
dibagikan leaflet tentang
Deteksi Gizi Buruk
09-00-09-30 WIB Sesi tanya jawab dan diskusi Setiap responden yang
bertanya akan mendapatkan
hadiah
09.30-09.45 WIB Pembagian dan pengisian
kuisioner (post test)
09.45-10.00 Penutupan dan pembagian
lembar balik materi Gizi
Buruk

29
ABSENSI KEHADIRAN 22 MEI 2018
NO NAMA ALAMAT
1. MUSRIATIN BRUBUH 1/1
2. RIANI WONOREJO 6/2
3. TRI.P WONOREJO 4/2
4. YUSTINA BULU 4/2
5. TRI YUNIA BULU 4/2
6. MINDARTI WONOREJO 2/1
7. RIRIN WIDIA WONOREJO 2/1
8. ENDANG MERDU WONOREJO 2/1
9. GATRI WONOREJO 2/2
10. SUYATI BULU ½
11. SRI HANDAYANI BULU ½
12. DANIS BULU 5/2
13. RATEMI WONOREJO 4/3
14. MU’ MINATUN BULU 5/2
15. JUDARWATI BULU 5/2
16. HESTI BULU 4/2
17. JARMI BULU 3/2
18. RIRIN A BULU 4/1
19. SUPADMI BULU 4/1
20. WIWIK DWIJATI BULU ½
21. DHENOK NOVITA BRUBUH
22. NUYAMIN BULU
23. HARTIK KALIPANG
24. YAUMI KALIPANG
25. ZURENA KALIPANG
26. SUDARMI KALIPANG
27. ATIK KALIPANG

30
Kuisioner

31
Leaflet

32
Dokumentasi Kegiatan

33
34

You might also like