You are on page 1of 17

EBM

EVIDENCE BASED MEDICINE

Pembimbing :

dr. Moch. Ma’roef, SpOG

Oleh:

Zanty Rakhmania Putri 201710401011053

SMF OBGYN RS BHAYANGKARA KEDIRI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah


Dalam dunia kedokteran, perkembangan informasi seputar dunia medis
dan penyakit terus berkembang pesat. Oleh sebab itu, dokter harus selalu
mengikuti perkembangan pengetahuan. Tidak terkecuali dalam penegakan
diagnosis, dokter harus memeriksa pasien dengan prosedur yang tepat sesuai
dengan sebuh prinsip yang disebut EBM (Evidence Based Medicine).
EBM adalah sebuah pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih
yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita
yang sedang kita hadapi. EBM ini dijadikan dasar dalam melakukan
diagnosis dan terapi.
Namun tidak semua bukti ilmiah memiliki kualitas yang baik.
Sebagian memang berkualitas tinggi, namun sebagian lain juga dapat
berkualitas buruk. Dalam EBM, semua bukti ilmiah ini harus disaring untuk
mendapatkan yang terbaik. Salah satu cara untuk memilahnya adalah dengan
critical appraisal (CorpBlack, 2010). Sehingga EBM saat ini merupakan
integrasi bukti – bukti riset terbaik dengan keterampilan klinis dan nilai –
nilai pasien.

b. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk prinsip-prinsip EBM?
2. Bagaimana langkah-langkah penerapan EBM?

c. Tujuan
1. Merumuskan masalah yang dihadapi pasien
2. Mampu melakukan evaluasi penelusuran informasi dan validitas informasi
3. Melakukan evaluasi diagnosis dan menerapkan langkah yang benar dalam
menegakkan diagnosis dan terapi sesuai EBM

d. Manfaat
1. Mengetahui masalah yang dihadapi pasien
2. Mendapatkan informasi yang valid
3. Mampu melakukan langkah yang benar sesuai dengan EBM dalam
mencapai diagnosis dan terapi.

BAB II

STUDI PUSTAKA
1. Pengertian Evidence Based Medicine
EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang
sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada
penderita yang sedang kita hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiah
lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dengan pengobatan rasional.
(Iwan Darmansjah, Pusat Uji Klinik Obat FKUI, 2002)
EBM merupakan integrasi dari 3 unsur, yaitu bukti klinis (best research
evidence), keterampilan klinis (clinical expertise), serta Patient Concerns,
Values and Expectation. (Sackett, et al, 2001)
Keterampilan klinis adalah keterampilan dan kemampuan menilai oleh
dokter yang didapat dari pengalaman dan prakterk klinik. Bukti klinis adalah
penilaian yang relevan secara klinis, dapat berupa ilmu-ilmu kedokteran dasar,
tetapi terutama dari riset-riset yang berorientasi pasien. Sebuah penemuan
klinis dapat mengganti sebuah uji metoda diagnosis maupun terapi yang telah
diterima ke metode baru yang lebih kuat, tepat, efektif, dan aman. Sehingga
dalam menerapkan suatu EBM, dokter tidak hanya melihat berdasarkan pada
keluhan pasien semata, tetapi juga dokter harus dapat mencari informasi yang
valid tentang penyakit yang tengah diderita pasien. Dari informasi yang
diperoleh, dokter diharapkan mampu mengaplikasikannya sesuai dengan
keadaan pasien. (repository.ui.ac.id, 2008)
Pengobatan berbasis bukti terutama didasarkan pada lima langkah, yaitu
fokus memberi pertanyaan, mencari bukti, telaah kritis, membuat keputusan,
dan evaluasi hasil. (www.cebm.net, 2009)
Pengambilan keputusan dalam bidang kedokteran antara lain pada
diagnosis, pengobatan, pencegahan, prognosis, etiologi. (repository.ui.ac.id,
2008)
2. Tujuan evidence Based Medicine
Sebagai tanda bagi klinisi tentang pentingnya perkembangan-
perkembangan di dalam ilmu kedokteran, praktik keluarga dan umum,
bedah, psikiatri, pediatrik, dan obstetric dengan memilih literatur biomedik
yang original dan mereview artikel-artikel yang hasilnya benar dan bisa
digunakan (Royal society, 2009).
3. Kelebihan Evidence Based Medicine
Kelebihan Evidence Based Medicine diantaranya dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk memperbaiki tata laksana pasien, bisa
menemukan informasi yang mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu
pengetahuan, bisa menanamkan pembelajaran seumur hidup yang
berorientasi memecahkan masalah dalam penanganan pasien ( Wiryo,
2002).
4. Hambatan Evidence Based Medicine
Hambatan yang jelas dirasakan adalah mengenai dana, yaitu
keperluan dana yang sangat besar dan kadang-kadang kurang
dimanfaatkan selama berkembangnya penelitian di bidang kedokteran.
Selain itu, tidak adanya akses yang cukup untuk memperoleh informasi
mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu pengetahuan. Dari sisi
dokternya, dokter merasa memiliki kemampuan klinik yang cukup untuk
menangani pasien karena dokter sibuk dengan berbagai macam kegiatan.
Mereka belum menyadari timbulnya gugatan-gugatan dari pasien terhadap
penatalaksanaan perawatan yang kadang-kadang salah dan ketinggalan
zaman. Dokter baru akan menyadari pentingnya evidence based medicine,
jika ada pasien yang dirugikan dan mengajukan tuntutan (Wiryo, 2002).
5. Langkah – Langkah Evidence Based Medicine
a. Identifikasi dan Formulasi Masalah
b. Mencari atau Menulusuri Masalah
c. Kajian kritis Bukti dari Makalah Ilmiah
d. Menerapkan Hasil Kajian Kritis kepada Pasien kita dan Evaluasi
(Wiryo, 2002).
a. Merumuskan pertanyaan klinis
Ada dua macam pertanyaan dalam merumuskan pertanyaan klinis:
a. Background questions: Pertanyaan yang cukup sederhana atau
merupakan pertanyaan rutin yang mudah dijawab. Pertanyaan latar
belakang dikemukakan untuk memperoleh pengetahuan medis yang
bersifat umum yang lazim dikemukakan. Pertanyaan ini dapat terjawab
dengan pengetahuan medis dalam ilmu kedokteran. Contohnya adalah
pertanyaan bagaimana diagnosis tuberkulosis paru, apakah indikasi
pemberian kortikosteroid, dan sebagainya (Sackett et al., 2000; Hawkins,
2005).
b. Foreground questions: Pertanyaan latar depan bertujuan untuk
memperoleh informasi spesifik yang dibutuhkan untuk membuat
keputusan klinis. Pertanyaan ini sulit dijawab dan membutuhkan
pencarian bukti – bukti untuk menjawabnya. Contohnya adalah
pertanyaan manakah yang lebih akurat antara MRI dan CT – scan dalam
mengidentifikasi stroke kecil dalam otak, manakah yang lebih efektif
antara parasetamol dan ibuprofen dalam menurunkan demam pada anak,
dan sebagainya (Sackett et al., 2000; Hawkins, 2005).
Agar jawaban yang benar atas pertanyaan klinis latar depan bisa
diperoleh dari database, maka pertanyaan itu perlu dirumuskan dengan
spesifik, dengan struktur terdiri atas empat komponen, disingkat PICO:
a. Patient and problem: adalah deskripsi yang jelas mengenai karakteristik
dari pasien dan masalah klinis pasien.
b. Intervention: adalah intervensi spesifik yang ingin diketahui manfaat
klinisnya. Intervensi dapat berupa diagnostik maupun terapetik.
Intervensi diagnostik dapat berupa tes skrining, alat atau prosedur
diagnostik, dan biomarker. Intervensi teraptik meliputi terapi obat,
vaksin, prosedur bedah, konseling, penyuluhan kesehatan, upaya
rehabilitatif, intervensi medis, dan pelayanan kesehatan lain. selain itu
intervensi dapat juga berupa paparan suatu faktor maupun faktor
prognostik.
c. Comparison: adalah melakukan perbandingan untuk memperoleh
kesimpulan apakah intervensi tersebut bermanfaat. Perbandingan tidak
hanya dibandingkan dengan plasebo, tetapi juga dapat dibandingan
dengan intervensi alternatif atau intervensi standar.
d. Outcome: adalah penilaian efektivitas berdasarkan perubahan pada hasil
klinis. Intervensi medis seharusnya bertujuan untuk mencegah 3D, yaitu
death (kematian), disability (kecacatan), dan discomfort
(ketidaknyamanan) (Murti, 2010).
Sebagai contoh, seorang tenaga medis ingin mencari dari pertanyaan
manakah yang paling efektif antara parasetamol dan ibuprofen dalam
menurunkan demam pada anak. Struktur PICO yang didapat adalah:
a. Patient and problem: anak (pediatri), manfaat terapi
b. Intervention: ibuprofen
c. Comparison: parasetamol
d. Outcome: penurunan demam

6. Critical Appraisal
a. Pengertian Critical Appraisal
Critical appraisal atau telaah kritis merupakan cara atau metode untuk
mengkritisi secara ilmiah terhadap penulisan ilmiah (Sastroasmara,
2006).
b. Penerapan Critical Appraisal
Dalam menerapkan critical appraisal atau telaah kritis kita harus bisa
mengetahui tentang metodologi dan biostatistik yang cukup baik serta
pengetahuan tentang tata cara kajian kritis menurut evidence based
medicine. Setelah itu, menelaah deskripsi umum laporan penelitian.
Selanjutnya, melakukan telaah tentang validitas interna penelitian,
hubungan sebab-akibat, dan diakhiri dengan telaah tentang validitas
eksterna (Sastroasmara, 2006).

7. Pubmed dan Proquest


a. Pengertian Pubmed
Pubmed merupakan sebuah bibliografi yang memuat database medline
sebagai bagian utama. Pubmed ini diproduksi oleh National Centre for
Biotechnology Information (NCBI) yang merupakan bagian dari
perpustakaan nasional medicine (www.medical.webends.com, 2009).
b. Pengertian Proquest
Proquest merupakan suatu provider yang memberikan akses dan
petunjuk kepada lebih dari 125 miliar halaman digital ilmu
pengetahuan dari 9000 penerbit. Yang memuat juga Koran digital,
artikel periodical, dan koleksi disertasi (www.proquest.com, 2009).

8. Contoh Pencarian EBM

A. Judul Penelitian
Hubungan antara Lama Menderita Penyakit Diabetes Mellitus dengan
Neuropati Perifer di Rumah Sakit.
B. Jenis Penelitian
Etiologi.
C. PICO
P (Population) = Diabetes mellitus, hiperglycemia, glucose intolerant.
I (Indicator) = Duration of diabetes.
C (Comparator) = -
O (Outcome) = Neuropathy peripheral, neuropathy diabetic,
paresthesia.
D. Pertanyaan yang Dicari pada Jurnal
Adakah hubungan antara lama menderita penyakit diabetes mellitus dengan
neuropati perifer?
E. Langkah Pencarian Jurnal
1. Membuka tab baru.

2. Membuka website Pubmed (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed).


3. Mengetikkan kata kunci sesuai PICO yang telah dibuat pada kolom
pencarian (search). Urutan penulisan menentukan prioritas pada jurnal
yang dicari.
Format penulisan PICO yang telah dibuat : (diabetes mellitus OR
hyperglycemia OR glucose intolerant) AND (duration of diabetes) AND
(neuropathy peripheral OR neuropathy diabetic OR paresthesia).
4. Setelah pengetikan kata kunci (PICO) pada kolom pencarian, akan muncul
beberapa jurnal yang sesuai dengan kata kunci (pada pencarian ini,
muncul 23 jurnal). Dari hasil penemuan jurnal ini, dilakukan pencarian
dan pemilihan jurnal yang paling sesuai dengan penelitian (sesuai dengan
yang dibutuhkan) yang akan dilakukan dan mampu menjawab pertanyaan
yang telah dibuat sebelumnya.
5. Memilih jurnal yang paling sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan
atau sesuai dengan yang dibutuhkan (pada pencarian jurnal ini, terdapat 2
jurnal yang paling sesuai). Jurnal yang dipilih harus memuat full text agar
informasi yang didapat utuh tentang penelitian pada jurnal tersebut.
F. Result (Jawaban dari Pertanyaan yang Dicari pada Jurnal)
- Ada hubungan antara lama menderita penyakit diabetes mellitus dengan
neuropati perifer.
- Pada jurnal pertama (Peripheral Neuropathy in Adolescents and Young
Adults with Type 1 and Type 2 Diabetes from the Search for Diabetes in
Youth Follow-up Cohort: A Pilot Study), disebutkan bahwa prevalensi
Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) lebih tinggi terjadi pada remaja
(rata-rata 21,6 tahun) dengan menderita diabetes mellitus tipe 2 selama
(rata-rata 7,6 tahun) dibandingkan dengan remaja yang menderita diabetes
mellitus tipe 1 (usia rata-rata 15,7 tahun; menderita diabetes selama 4,3
tahun) dengan perbandingan presentase sebesar 25,7% dan 8,2%.
- Pada jurnal kedua (Use of the Michigan Neuropathy Screening Instrument
as a measure of distal symmetrical peripheral neuropathy in Type 1
diabetes: results from the Diabetes Control and Complications
Trial/Epidemiology of Diabetes Interventions and Complications),
disebutkan bahwa rata-rata pasien diabetes mellitus pada usia 47 tahun
dan menderita diabetes mellitus selama 26 tahun, 33% mengalami
keluhan neuropati (dengan abnormal score >2,5).
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Indah S. Widyahening. 2008. Pengantar Evidence based Medicine. Diunduh dari:


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/d22139ab8cae4502661dbdbcb0
455b76277da1b8.pdf (diakses pada 5 September 2009)
Sackett and Rosenberg. 2007. On the need for evidence-based medicine. Diunduh
dari: http://jpubhealth.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/17/3/330
(diakses pada 5 September 2009)
Sackett et al. 2009. Evidence based medicine what it is and what it isn't. diunduh
dari BMJ: http://www.bmj.com/cgi/content/extract/312/7023/71 (diakses
pada 5 September 2009)
CorpBlack. 2010. The history of evidence based medicine.
http://www.nettingtheevidence.org.uk/the-history-of-evidence-based-
medicine
Karram MM,. 2009. Evidence-based Medicine to Support The Surgical
Procedures We Perform on Patients with Pelvic Organ Prolapse. Int
Urogynecol J. 20 : 763-64.
Ilic D (2009). Assessing competency in evidence based practice: Strength and
limitation of current tools in practice.
http://www.biomedcentral.com/1472-6920/9/53
Last JM (2001). A dictionary of epidemiology. Edisi ke – 4. New York: Oxford
University Press.
Mathew JL (2010). Beneath, behind, besides and beyond evidence – based
medicine. Indian Pediatrics, 47:225 – 227.
Murti B (2010). Pengantar evidence based medicine. Surakarta: UNS.

You might also like