Professional Documents
Culture Documents
Saham IMAS merupakan salah satu saham dengan kenaikan tercepat di 2018 ini, hal ini karena kinerja
nya yang meroket; laba kotor naik 115% dari Rp 2,67 triliun di 2016 menjadi Rp 3 triliun di 2017, laba
usaha juga melompat naik 240% menjadi Rp 1,37 triliun di 2017 yang mana asalnya di 2016 hanya Rp
572 miliar saja. Laba sebelum pajak dan bunga menjadi positif Rp 148 miliar yang mana sebelumnya Rp -
226 miliar, Rugi Tahun Berjalan juga semakin mengecil. Apakah ini pertanda ahwa IMAS mulai
turnaround? Mari simak berikut ini;
Company Profile
PT. Indomobil Sukses International Tbk (kode saham: IMAS) adalah sebuah perseroan yang bidang usaha
utamanya meliputi Otomotif (pemegang lisensi merek, distributor penjualan kendaraan, layanan purna
jual, distributor suku cadang dengan merek “lndoParts”,perakitan kendaraan bermotor, produsen
komponen otomotif,), Jasa Keuangan (jasa pembiayaan kendaraan bermotor), Jasa Persewaan
Kendaraan, serta usaha pendukung lainnya. Berikut contributor pendapatan IMAS;
Dapat kita lihat bahwa pendapatan mayoritas datang dari segmen penjualan kendaraan bermotor, yaitu
sebesar 62% dari total seluruh pendapatan di tahun 2017. Sedangkan kontriutor terbesar kedua adalah
segmen usaha Suku Cadang lalu disusul oleh Jasa Keuangan dan Sewa Kendaraan. Menariknya adalah
Dapat kita perhatikan bahwa penjualan kendaraan bermotor menurun dari Rp 12,7 triliun di 2015
menjadi Rp 9,28 triliun di 2016 dan menjadi Rp 9,18 triliun di 2017, hal ini dijelaskan pada catatan atas
laporan keuangan yang mana emiten mengakui bahwa pendapatan dari segmen ini memang menurun,
namun laba kotornya meningkat. Hal ini disebabkan oleh penurunan penjualan kendaraan penumpang
namun ada kenaikan dari penjualan kendaraan komersil dan alat berat. Berikut rincian segmen usaha
otomotif yang mendominasi pendapatan IMAS;
Pendapatan segmen operasi dari otomotif utamanya datang dari penjualan Nissan dan Hino. Ada yang
menarik disini, penjualan mobil Nissan menurun sedangkan penjualan Hino naik pesat di 2017. Bahkan
di 2018 sendiri penjualan ritel PT Hino Motor Sales Indonesia yang mana 40% nya dimiliki oleh IMAS naik
34% sepanjang kuartal I di 2018, setara dengan 8.990 unit. Sektor pertambangan dan konstruksi menjadi
faktor penting pertumbuhan dan hal ini diakui oleh Direktur Penjualan dan Promosi Hino yang
mengatakan permintaan naik 2x lipat didorong pertambangan di Kalimantan sedangkan di Jawa Timur
penjualan Hino naik didorong logistic, dan di Sumatera permintaan Hino juga naik karena disokong oleh
pulihnya sektor perkebunan. Penjualan di Jabodetabek masih mendominasi namun lonjakan permintaan
di daerah-daerah sangat membantu penjualan meningkat. Perseroan memproyeksikan bahwa industry
batubara masih menarik sehingga peluang untuk semakin meningkatnya penjualan Hino cukup optimis
bagi manajemen IMAS. Tercatat sepanjang 2017 Hino Motor Sales Indonesia berekspansi dengan
membuka beberapa gerai baru dan berencana menambah 10 diler bau di 2018. Sejauh ini Hino memiliki
160 diler 3S (penjualan, servis, dan suku cadang). Sejauh ini prospek penjualan otomotif IMAS dari sisi
alat berat dan kendaraan komersil cukup baik.
Untuk kendaraan penumpang, sebuah riset kepuasan konsumen yang dilakukan oleh IIMS mengatakan
bahwa Nissan (yang memberikan pendapata terbesar di segmen usaha otomotif) masih kalah
dibandingkan Toyota, hal ini juga ditunjang dengan turunnya daya beli masyarakat di tahun 2017 yang
berlanjut ke tahun 2018.
Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan larisnya suku cadang IMAS. Tercatat pendapatan dan
laba kotor segmen usaha suku cadang mengalami kenaikan di tahun 2017, yaitu dari pendapatan Rp2,05
triliun di tahun 2016 menjadi Rp2,35 triliun di tahun 2017 dan laba kotor dari Rp566 miliar di tahun 2016
menjadi Rp692 miliar di tahun 2017 dan juga dari segmen jasa keuangan; yaitu jasa pembiayaan kredit
mobil dan motor oleh IMAS mengalami kenaikan; dimana pendapatan dan laba kotor segmen usaha jasa
keuangan mengalami peningkatan di tahun 2017, yaitu dari pendapatan Rp1,40 triliun di tahun 2016
menjadi Rp1,58 triliun di tahun 2017 dan laba kotor dari Rp669 miliar di tahun 2016 menjadi Rp812
miliar di tahun 2017.
Fenomena ini; turunnya penjualan mobil penumpang diiringi dengan kenaikan permintaan penggantian
suku cadang dan servis dan diiringi juga dengan kenaikan pembiayaan kredit mobil/motor IMAS juga
mengindikasikan bahwa masyarakat kini lebih memilih mengganti suku cadang dan servis ketimbang
membeli baru, kalaupun hendak membeli skema pembiayaan cicil lebih disenangi meskipun semua tahu
bahwa skema kredit sebenarnya lebih membebani daripada membayar secara tunai.
Kinerja IMAS
Kas neto yang digunakan untuk aktivitas operasi sejumlah Rp601,61 miliar terutama digunakan untuk
pembayaran kepada pemasok. Dibandingkan tahun 2016, kas neto yang digunakan untuk aktivitas
operasi di tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 606,36%. Sehingga walaupun penerimaan dari
pelanggan hanya turun sedikit yaitu turun 44 milyar saja namun pembayaran ke pemasok naik 600
milyar sehingga kas operasi minus. Selain karena harga barang supply nya naik, konversi ke dollar ke
rupiah juga turut membebani.
Posisi Keuangan
Berdasarkan rasio-rasio di atas posisi kas IMAS kurang baik karena Rasio Kasnya 50% saja pun tidak;
mengindikasikan hanya 10% saja hutang lancar yang dapat terbayarkan oleh kas IMAS. Sedangkan Rasio
Lancar IMAS lebih baik karena cukup tinggi, walaupun di 2017 menurun. Aset lancar IMAS didominasi
piutang lancar yang mana kita ketahui bahwa piutang mengandung resiko telat dibayarkan atau lebih
parah dari itu. Apabila kas IMAS lebih tinggi lagi maka akan lebih baik. DER cukup baik; total liabilitas
hanya 70% saja dari total aset eseluruhan. Sejauh ini dari sisi likuiditas dan solvabilitas cukup baik.
Laba-Rugi
Pada 2015 terdapat segmen usaha tambahan yaitu jasa kontraktor yang memberikan tambahan
pendapatan sebesar 470 miliar, sejak 2015 segmen usaha tersebut sudah tidak ada lagi maka kita bisa
lihat pendapatan neto berkurang dari 2015 ke 2016. Lalu ada lonjakan pendapatan di 2017 terima kasih
kepada booming nya sektor pertambangan, perkebunan dan infrastruktur di tahun 2017 yang
menyebabkan naiknya penjualan alat berat, kendaraan komersil, jasa sewa kendaraan dan jasa rakit dan
servis IMAS.
Pada 2017 juga terdapat indikasi melemahnya daya beli masyarakat yang menyebabkan penurunan
penjualan kendaraan penumpang Nissan (yang merupakan kontributor terbesar setelah Hino di segmen
otomotif). Meningkatnya pendapatan di 2017 membuat laba kotor IMAS juga naik.
Namun pada Laba Usaha terdapat catatan khusus, yaitu pada akun Pendapatan Operasi Lain;
Pendapatan operasi lain di tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 88,15% dari Rp0,58 triliun di tahun
2016 menjadi Rp1,10 triliun di tahun 2017. Kenaikan pendapatan operasi lain terutama berasal dari
selisih penilaian kembali properti investasi.
Seperti yang kita ketahui, penilaian ulang nilai property tidak benar-benar berarti bahwa ada pemasukan
yang masuk. Apabila kita singkirkan revaluasi tersebut maka Pendapatan Operasi Lain tahun 2017 hanya
senilai 560.538.772.920 maka kita akan dapati Laba Usaha yang sesungguhnya adalah sebagai berikut;
Sebelum dikeluarkannya revaluasi property pada pendapatan operais lain laba usaha IMAS adalah 1,3
trilun, sebenarnya hanya 836 milyar saja. Ini sebenarnya sudah bagus karena di 2016 nilainya 512 milyar.
Namun untuk meningkatkan kesan yang lebih lagi maka emiten inisiatif menambahkan revaluasi
tersebut.
Nyatanya sesungguhnya EBT emiten ini masih minus yaitu -389 miliar, bahkan semakin dalam. Hal ini
dikarenakan entitas asosiasi IMAS merugi. Di tahun 2016 entitas asosiasi IMAS hanya merugi Rp
134.629.743.284 angka ini naik 3x lipat menjadi -544.900.506.175 kerugian entitas asosiasi yang masuk
ke dalam laporan tahunan IMAS merupakan anak usaha yang sahamnya dimiliki lebih dari 50% oleh
IMAS. Pada catatan Bagian atas Rugi Neto Entitas Asosiasi di tahun 2017 mengalami kenaikan kerugian
sebesar 304,74% dari rugi Rp134,63 miliar di tahun 2016 menjadi rugi Rp544,90 miliar di tahun 2017.
Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan kerugian pada entitas asosiasi Nissan.
Penjualan Nissan yang memburuk memberikan kerugian tambahan pada IMAS. Nissan kini menjadi
beban tersendiri bagi IMAS karena daya saingnya yang kalah dibandingkan dengan yang lain. Untuk
mengantisipasinya IMAS berinisiatif untuk berpartner dengan merek-merek lain yang diharapkan akan
membantu performa IMAS secara keseluruhan. Kenaikan penjualan Hino dan alat berat dan kendaraan
komersil lainnya juga terus ditingkatkan oleh IMAS. Melihat beban keuangan IMAS juga nyatanya masih
di atas laba usaha yang sesungguhnya sehingga dari sisi inilah IMAS tidak menarik bagi penulis.
Nyatanya jika kita keluarkan revaluasinya maka kita akan peroleh bahwa Rugi tahun berjalan sebenarnya
jauh lebih tinggi daripada 2016; yaitu Rp 312 miliar. Jadi jelas disini bahwa IMAS belum turnaround.
Pendapatan Komprehensif Lain di tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 760,39% dari Rp311,96
miliar di tahun 2016 menjadi Rp2,68 triliun di tahun 2017. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh
penilaian kembali properti investasi.
Karena adanya kenaikan yang disebabkan oleh penilaian kembali property investasi pada Pendapatan
Komprehensif lain maka berubah pula lah Total Penghasilan (Rugi) Komprehensif Tahun Berjalan yang
mengalami kenaikan yaitu dari rugi Rp0,92 miliar di tahun 2016 menjadi laba Rp2,62 triliun di tahun
2017. Nyatanya kerugian IMAS sesungguhnya lebih besar dari itu.
Terdapat beban lainnya yang memberikan signifikan terdapat pada Beban Operasi Lain di tahun 2017
yang mengalami kenaikan sebesar 12,32% dari Rp115,99 miliar di tahun 2016 menjadi Rp130,28 miliar di
tahun 2017. Beban operasi lain terutama terdiri dari rugi selisih kurs dan denda pajak.
Kesimpulan:
Penjualan Nissan menurun di 2017 namun ada peningkatan drastis dari penjualan Hino, alat
berat maupun kendaraan komersil didorong oleh kenaikan sektor pertambangan, perkebunan
dan infrastruktur yang membutuhkan kendaraan berat seperti Hino. Akhirnya pendapatan dari
segmen usaha otomotif turun namun laba kotornya naik.
Laba kotor naik, sayangnya dalam proses menemukan Laba Usaha ada usaha dari emiten untuk
mempercantik angkanya dengan memasukkan revaluasi aset. Apabila revaluasi property kita
buang maka kita akan dapati bahwa minus laba usaha lebih besar dari sebelumnya. Hal ini
ternyata disebabkan beban usaha yang juga meningkat diakibatan entitas asosiasi mengalami
kenaikan kerugian sebesar 304,74% dari rugi Rp134,63 miliar di tahun 2016 menjadi rugi
Rp544,90 miliar di tahun 2017. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan kerugian pada
entitas asosiasi Nissan.
Pada saat Laporan Tahunan IMAS 2017 keluar kita terkecoh dengan Laba (Rugi) Sebelum Pajak
Final Dan Beban Pajak Penghasilan yang semula merugi kini sudah mulai untung, didukung juga
dengan peningkatan penjualan semua segmen usaha, kecuali penjualan kendaraan bermotor,
namun nyatanya Laba Usaha IMAS terbantu revaluasi property, apabila revaluasinya dikeluarkan
maka kita akan dapati Laba Usaha yang lebih kecil dan akhirnya diperoleh Rugi Tahun Berjalan
yang lebih besar daripada sebelumnya 64,3 milyar menjadi 484,4 milyar.
Pada awalnya kita pasti berpikir bahwa IMAS sudah mulai laba, nyatanya masih belum. Sehingga
kita bisa simpulkan bahwa IMAS masih belum cukup baik untuk saat ini.