Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Jantung
1. Definisi gagal jantung
Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis yang kompleks akibat penurunan
kemampuan structural dan fungsional dari pengisian ventrikel atau ejeksi darah sehingga
jantung tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan.
Gagal jantunf juga dapat didefinisikan sebagai sindroma klinis yang menyebabkan
keluhan sesak nafas, edem, dan letih serta ditemukan peningkatan vena jugular pressure,
iktus kordis yang bergeser kearah lateral dan terdengar bunyi gallop di jantung serta ronki
basah halus di basal paru (Yoga et al, 2017).
2. Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, seperti penyakit arteri koroner,
hipertensi dan penyakit jantung katup merupakan penyebab terbanyak. Pada beberapa
keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada
keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita (Harbanu, 2007).
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki
dan 27% pada wanita. Faktor Gagal Jantung pada risiko koroner seperti diabetes dan
merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal
jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol
HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung
(Harbanu, 2007).
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat
ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal
jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi
aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia juga sering
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural
termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan (Harbanu, 2007).
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat
menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
5
seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung (Harbanu, 2007).
3. Patofisiologi
Perjalanan penyakit gagal jantung dimulai setelah terjadinya index event atau
suatu kejadian tertentu yang merusak otot jantung dan hilangnya miosit atau hal yang
menghalangi miokard untuk menghasilkan energi yang berakibat jantung gagal
memompa darah secara normal. Kejadian yang disebut index event tersebut dapat terjadi
secara tiba-tiba misalnya pada infark miokard akut, atau berlangsung dalam periode
menahun akibat kelebihan cairan dan tekananmenahun atau kondisi yang diturunkan
seperti kardiomiopati genetic. Gagal jantung dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala atau
gejala sangat minimal dan baru akan menimbulkan gejala setelah dalam kurun waktu
tertentu akibat mekanisme kompensasi tubuh (Yoga et al, 2017).
Index event
Elektrofisiologis terganggu
Gagal jantung
6
Respon Neurohormonal
Pada gagal jantung akut tubuh mengalami perubahan neurohormonal yang akan
berusaha untuk melakukan kompensasi dengan mengaktivasi berbagai system antara lain
system adrenergic sehingga kontraktilitas jantung meningkat. Sisetem angiotensin yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatnya tekanan darah sehingga berusaha
menjamin perfusi oksigen ke organ vital. Namun akibat dari aktivasi system
neurohomonal ini akan mengakibatkan retensi air dan garam serta vasokonstriksi
sehingga dapat mengakibatkan proses remodeling yang berdampak buruk pada system
kardiovaskular. Berbagai system neurohormonal yang terlibat diantaranya (Yoga et al,
2017):
Aktivasi simpatis dalam periode akut dapat membawa efek positif, namun jika
berlangsung dalam waktu yang lama dapat berdampak negative terhadap system
kardiovaskular dan berbagai organ misalnya pada jantung terjadi respon yang
berlebih dari receptor beta adrenergic, hipertropi meiosit, fibrosis, nekrosis, dan
apoptosis. Tonus simpatis menurun, aritmia gangguan funsi sistolik dan diastolic.
Pada ginjal terjadi reabsorbsi natrium, meningkatnya resistensi pembuluh darah
ginjal, menurunnya respon natriuretik dan menignkatnya rennin. Sedangkan pada
pembuluh darah terjadi vasokonstriksi neurogenik dan hipertropi pembuluh darah.
8
b. Peptida natriuretik
Terdapat dua macam peptide netriuretik yang berperan besar dalam respon tubuh
atas proses perjalanan penyakit gagal jantung yakni atrial natriuretik peptide (ANP)
dan brain natriuretik peptide (BNP). Kedua peptide tersebut bekerja pada jantung dan
vaskularisasi perifer dengan meningkatkan eksresi natrium serta air dan juga
mengurangi produksi rennin dan aldosteron sehingga mampu mengimbangi
hiperaktivitas system rennin angiotensin dan aldosteron pada keadaan normal. Walau
kedua peptide ini berperan sebagai pelindung terhadap gagal jantung namun kondisi
lebih lanjut efek kedua peptide ini menjadi berkurang. Pada kondisi gagal jantung
kedua peptide ini dapat meningkat yang dapat dimonitor untuk mengetahui perjalanan
penyakit, mendiagnosis, dan prognosis pada pasien gagal jantung refrakter.
c. Sel endotel, system endotelin dan produksi nitrit oxide (NO)
Sel – sel pada pembuluh darah berperan penting dalam mempertahankan fungsi
organ dan system organ. Salah satunya dengan memproduksi nitrit oxide yang
merupakan vasodilator kuat. Pada proses penuaan dapat menimbulkan disfungsi
endotel yang akan berakibat kurang nya produksi NO. hal ini juga tedapat pada gagal
jantung yang disertai disfungsi endotel yang mungkin disebabkan oleh stress
oksidatif. Disamping itu sel endotel juga memproduksi endotelin-1 dan zat lainnya
yang dimana endotelin ini merupakan vasokonstriktor kuat yang mana pada pasien
gagal jantung kadar dari endotelin ini dapat meningkat oleh karena respon
kompensasi tubuh.
d. Vasopersin
Diproduksi oleh otak kecil yang dikenal juga sebagai hormone antidiuretik.
Hormone ini berperan dalam vasokonstriksi, reabsorbsi air, osmolalitas cairan tubuh,
volume darah, tekanan darah, kontraksi sel, proliferasi sel dan sekresi
adenokotrikotropin. Pada pasien gagal jantung hormone ini dapat sedikit meningkat
e. Proses remodeling kardiomiosit
Sebagai salah satu akibat perubahan neurohormonal dalam proses perjalanan
penyakit jantung terjadi remodeling pada ventrikel jantung. Remodeling tersebut
terjadi akibat usaha jantung untuk mengkompensasi meningkatnya preload,
9
kontraktilitas dan afterload. Hal ini juga dapat disebabkan oleh interaksi
hemodinamik, epigenetic, genetic, dan berbagai kondisi komorbid dari penderita.
Remodeling merupakan kondisi yang tidak diinginkan karena berkaitan dengan
prognosis fungsional jantung dan manifestasi klinis yang buruk. Hal ini disebabkan
oleh hilangnya kemampuan kardiomiosit untuk berkontraksi dengan normal yang
secara seluler dapat diketahui dengan berkurangnya rantai alfa miosit dan
miofilamen, berubahnya struktur sitoskeleton karfiomiosit, perubahan pada
metabolism energy, dan desensitasi dari reseptor beta adrenergic.
Terdapat dua bentuk remodeling patologis yaitu konsentrik dan eksentrik dimana
remodeling eksentrik merupakan penambahan panjang miosit secara sarkomer yang
disebabkan oleh beban volume yang berlebih, sedangkan yang konsentrik merupakan
penambahan jumlah sarkomer secara parallel, menignkatnya jumlah miosit secara
crossectional dan menebalnya dinding ventrikel kiri yang disebabkan oleh pasien
yang gagal jantung dengan beban tekanan yang berlebih. Kedua tipe ini dapat
mengakibatkan perubahan kontraktilitas, bentuk dan fungsi jantung. Penyebab dari
remodeling ini adalh stretch atau strain pada miosit, neurohormonal, sitokin, growth
faktor dan stress oksidatif.
f. Proses inflamasi
Proses inflamasi merupakan salah satu faktor yang dapat memperberat
progresifitas sindrom gagal jantung. Berbagai sitokin mediator inflamasi yang
mungkin memegang peranan penting ialah tumor nekrosis faktor alfa, interleukin
(IL1) dan IL 6. Salah satu proses yang terjadi adalah produksi sitokin yang berlebih
akibat distimulasi oleh katekolamin.
g. Stress oksidatif
Pada keadaan normal reaktif oksigen species (ROS) dapat dinetralkan dengan
antioksidan. Namun pada keadaan patologis contohnya sindrom gagal jantung ROS
yang dihasilkan terlalu banyak akibat xandin oksidase dan NADPH Oksidase
sehingga menimbulkan keadaan stress oksidatif. Akibatnya ROS yang terlalu tinggi
pada mitokondria dapat mempengaruhi kontraktilitas dari jantung. Hal ini dapat
memicu terjadinya hipertropi, fibrosis dan apoptosis kardiomiosit. Produksi ROS juga
10
b. Berdasarkan letak
1) Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan murni agak jarang dan biasanya diakibatkan oleh
kasus hipertensi pulmonal dantrikuspid, serta penyakit jantung bawaan. Kasus
gagal jantung kanan umumnya disebabkan oleh akibat tidak langsung dari gagal
jantung kiri. Pada proses gagal jantung kanan ventrikel kanan tidak mampu
menerima volume darah dalam jumlah banyak yang tidak disertai tekanan yang
cukup. Berbeda dengan gagal jantung kiri tidak ditemukan kongesti paru pada
gagal jantung kanan. Gejjala dan tanda kebanyakan dari pasien yaitu kongesti
vena porta dengan hepato / dan atau splenomegali, edem perifer, efusi pleura dan
asites (Lilly, 2011).
2) Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri merupakan ketidakmampuan ventrikel kiri untuk
memompa darah seperti keadaan normal. Hal ini kemudian menyebabkan adanya
bendungan pada vaskularisasi paru dan resistensi perifer yang menurun. Proses ini
menyebabkan kongesti paru dan oedem paru yang bermanifestasi sebagai sesak
14
dan batuk. Batuk sendiri diakibatkan oleh terdesaknya cairan ke alveoli. Gejala
orthopneu juga dapat dirasakan oleh pasien akibat meningkatnya aliran darah
balik vena dari ekstremitas bawah. Tanda – tanda lain yang dapat ditemukan
adalah pembesaran jantung, nadi yang cepat dan kecil, bunyi jantung ke-3 dan
pada auskultasi ditemukan rhonki basa halus di basal paru (Lilly, 2011).
3) Gagal jantung kiri dan kanan
Gagal jantung dapat mempengaruhi sisi jantung kanan, kiri ataupun
keduanya. Penyebab tersering adalah gagal jantung kiri adalah iskhemik,
hipertensi dan penyakit katub jantung (Lilly, 2011).
5. Kriteria gagal jantung
Dalam mendiagnosis gagal jantung minimal terdapat 1 kriteria major dan 2
kriteria minor dengan menggunakan kriteria Framingham (Siti et al, 2015).
15
Gambar 1 Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012
8. Teknik Diagnostik
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi rendah. Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam
evaluasi disfungsi sistolik dan diastolic. Beberapa modalitas yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis gagal jantung yaitu (PERKI, 2015)
17
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
10%).
b. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
f. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1) Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung.
2) Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi >
45 - 50%).
3) Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan
diastolik).
g. Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak
adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien
endokardits, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial
appendagepada pasien fibrilasi atrial
h. Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi
disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada
keadaan hipokinesis atau akinesis berat.
9. Tatalaksana
Menurut pedoman PERKI (2015) tatalaksana gagal jantung yaitu
a. Tatalaksana Non-Farmakologi
1) Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala
gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.
21
8) Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh
dikombinasikan dengan preparat nitrat
2) Penyekat β
Kecuali terdapat kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat
β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
a) Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b) Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
c) ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
d) Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
a) Asma
b) Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung (Tabel 9)
a) Inisiasi pemberian penyekat β
b) Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati.
Naikan dosis secara titrasi
a) Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau
bradikardi (nadi < 50 x/menit)
b) Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek samping yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
a) Hipotensi simtomatik
b) Perburukan gagal jantung
c) Bradikardia
26
3) Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
a) Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b) Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
c) Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
a) Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
b) Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
c) Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
d) Kombinasi ACEI dan ARB
6) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup
31
e. Angina
Penyekat β merupakan pilihan utama dalam tatalaksana penyakit penyerta
ini.Revaskularisasi dapat menjadi pendekatan alternatif untuk pengobatan kondisi ini.
Tabel 10 terapi angina stabil
Tabe
f. HIPERTENSI
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi gagal jantung.
Terapi antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung ( kecuali
penghambat adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif disbanding antihipertensi lain
dalam pencegahan gagal jantung). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan
inotropic negative (verapamil dan diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk
mengobatai hipertensi pada pasien gagal jantung sistolik (tetapi masih dapat
digunakan pada gagal jantung diastolik). Bila tekanan darah belum terkontrol dengan
36
pemberian ACE/ ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka hidralazin dan
amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut, direkomndasikan
pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.
Table 11 Terapi hipertensi
Tabel 21 Rekomendasi terapi hipertensi pasien gagal jantung NYHA fc II-IV
g. Diabetes
Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi pada gagal
jantung, dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status fungsional.
Diabetes dapat dicegahkandengan pemberian ACE/ ARB. Penyekat β bukan
merupakan kontraindikasi pada diabetes dan memiliki efek yang sama dalam
memperbaiki prognosis pada pasien diabetes maupun non diabetes. Golongan
Tiazolidindion (glitazon) menyebabkan retensi garam dan cairan serta meningkatkan
perburukan gagal jantung dan hospitlisasi, sehingga pemberiannya harus dihindarkan.
Metformin tidak direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan ginjal atau hati
yang berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi yang
paling sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain. Obat anti diabetik
yang baru belum diketahui keamanannya bagi pasien gagal jantung.
Tabel 22 Rekomendasi tatalaksana gagal jantung pada pasien diabetes
37
BAB III
KESIMPULAN
Jantung merupakan suatu organ tubuh yang berfungsi untuk memompa darah keseluruh
tubuh agar perfusi jaringan tubuh tetap baik. Bila mana terjadi gangguan dalam struktur
maupun fungsi dari jantung yang dapat menimbulkan gangguan pompa jantung maka darah
yang di suplaynya pun menjadi terganggu sehingga kebutuhan perfusi organ tidak mampu
tercukupi dimana keadaan itu disebut sebagai gagal jantung.
Gagal jantung itu sendiri memiliki beberapa klasifikasi yang menurut NYHA dibagi
menjadi klas I, Klas II, klas III dan kelas IV dan menurut AHA sendiri lebih melihat tentang
risiko dan ada tidaknya penyakit structural beserta dengan gejalanya yang dibagi menjadi
empat juga yaitu A, B, C, D. Berdasarkan letaknya gagal jantung dapat mengenai jantung
kiri, kanan, maupun kiri dan kanan, dimana paling umum disebabkan oleh karena adanya
gagal jantung kiri terlebih dahulu yang selanjutnya menimbulkan bendungan pada pembuluh
darah paru sehingga dapat menimbulkan edem pulmonal dan akhirnya di ikuti dengan
terjadinya gagal jantung kanan. Dilihat dari onsetnya gagal jantung dibagi menjadi dua yaitu
gagal jantung akut dan gagal jantung kronis, dimana gagal jantung akut itu merupakan suatu
gejala gagal jantung yang pertama kali timbul pada pasien baru, atau perburukan keluhan
yang timbul tiba-tiba pada gagal jantung kronik pada pasien lama.
Untuk menegakkan dari diagnosis gagal jantung maka kita harus melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana pada dasarnya criteria diagnosis
gagal jantung itu sendiri harus memenuhi 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor menurut
klasifikasi Framingham dan khususnya pada gagal jantung kronik tentunya kita harus
mengetahui seberapa ejeksi yang masih mampu di ejeksikan oleh jantung yang dapat kita
nilai dengan modalitas ekokardiografi. Dari hasil pemeriksaan echo maka kita dapat
menentukan gagal jantung fraksi ejeksi menurun yang dimana ejeksinya ≤40% dan gagal
jantung fraksi ejeksi normal dengan ejeksi masih ≥50%.