You are on page 1of 40

Mayat Perempuan di Kamar Kos

Mayat seorang perempuan di duga berusia 23 tahun ditemukan meninggal di kamar kos-
kosannya di daerah salemba. Korban di temukan setengah telanjang dengan tali diikat dan mulut
di sumpal. Mayat dalam keadaan mulai membusuk, berbau, ditemukan belatung pada bagian
lubang hidungnya, kulit mulai mengelupas dan tampak pembuluh darah mulai melebar pada
bagian dada dan leher. Diperkirakan kejadian sekitar 3 hari yang lalu.

Polisi menduga korban diperkosa sebelum dibunuh. Tim identifikasi mengambil sidik jari
korban dan mengambil swab vagina untuk memastikan adanya sperma pelaku
PERTANYAAN
1.Bagaimana cara mengidentifikasi pada kasus pemerkosaan?
2.Bagaimana cara mengetahui waktu kematian?
3. Mengapa polisi menduga bahwa korban diperkosa lebih dahulu?
4. Bagaimana cara mengambil sisdik jari korban?
5. Mengapa terdapat kulit yang mengelupas dan pembuluh darah melebar pada bagian dada dan
leher?
6. Kapan korban mulai membusuk dan terdapat belatung?
7. Bagaimana cara kematian dan sebab?
8. Apa saja yang ditemukan pada swab vagina selain sperma?
9.Mengapa bagian hidung yang ditemukan belatung?
10.Apa pandangan islam tentang pembunuhan dan pemerkosaan?
JAWABAN
1. Swab vagina, tanda kekerasan dan pemeriksaan hymen
2. Dengan cara melihat lebam, memar, kaku, adanya belatung 36-48 jam
3. Karena kondisi korban setengah telanjang, tandanya kekerasan seperti lebam dan memear
4. tangan diangkat lalu diletakan ke finger print
5. Kulit mengelupas karena pembusukan, darah tidak dipompa,garvitasi pembuluh darah
melebar lebam
6. Membusuk : 24 jam
Belatung : 36-48 jam
7. Kematiannya tidak wajar, sebabnya asfiksi
8. Bulu rambut, secret, darah, perubahan epitel
9. Karena lalat mudah masuk ke dalam hidung dan mungkin ada luka di hidung

1
10. Dilarang oleh Allah swt dan dosa besar.

HIPOTESIS

Seorang mayat wanita ditemukan kematiannya tidak wajar, dari kondisinya diduga korban
diperkosa terlebih dahulu sebelum dibunuh, karena ditemukan tanda kekerasan dan ditemukan
setengah telanjang, kemudian polisi melakukan swab vagina korban untuk melihat perubahan
epitel, secret darah bulu rambut, dari kondisi lebam dan pembusukkan diduga korban meninggal
lebih dari 36 jam karena ditemukan belatung, cara kematiannya duduga karena korban
mengalami sfiksia , menurut pandangan islam pembunuhan dan pemerkosaan adalah dosa besar
dan dilarang oleh Allah swt.

2
Sasaran Belajar
LI I. Memahami dan menjelaskan tentang Thanatologi

LI 2. Memahami dan menjelaskan investigasi pemerkosaan

LI 3.Memahami dan menjelaskan pandangan islam tentang pembunuhan dan

pemerkosaan

LI 1. Memahami dan menjelaskan mati dan perubahan pasca kematian

Definisi

3
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death) akibat
ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death). Kematian individu
dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen (permanent
cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai
organ vital yaitu paru-paru, jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh
berhentinya konsumsi oksigen. Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan
tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian,
dimulai dari sel- sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk mempertahankan
kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang sifatnya reversibel.
Sedangkan mati somatik adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf
pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat. Sedangkan mati batang otak
adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan
serebelum.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah,
dan sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
1. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
2. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
3. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke
dalam lubang telinga
4. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan harus
diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan
EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika
ada kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.
a) Tanda dan Patofisiologi
- Tanda kematian tidak pasti
1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru berhenti selama
10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx
dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.

4
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti, selain disebabkan
ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat
sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa
pada otak terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih
berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.
2. Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah sehingga darah
yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih
rendah sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan
tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal
sehingga wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau
keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan
bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan mengalami
relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi
primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap
dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot
wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur
sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan
mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-
hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.
4. Perubahan pada mata
Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang menyebabkan
kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena kegagalan
kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea akan timbul beberapa jam
setelah kematian tergantung dari posisi kelopak mata. Akan tetapi Marshall mengatakan kornea
akan tetap menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup.
Walaupun sering ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena
kekakuan otot-otot kelopak mata. Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat
dihilangkan atau diubah kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan mengalami kekeringan
dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang kemudian berubah menjadi coklat
kehitaman. Area yang berubah warna ini berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea
dan puncaknya di epikantus. Area ini disebut’taches noires de la sclerotiques’ yang pertama kali
digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam sesudah kematian
somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan dengan iskemik pada batang otak.
Pupil biasanya pada posisi mid midriasis yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus

5
pupilaris walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter
pupil sering dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti
keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963)
memeriksa mata dari 1000 mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan
dengan sebab kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric
position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang turun ini mudah
menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan
ukurannya pun menjadi tidak sama,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau
berdilatasi sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak
tergantung dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata posmortem dimana
tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah 14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi
terhenti maka penurunan tekanan bola mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g)
dan dalam waktu 30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam
kematian. Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat
kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada retina 15 jam
pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan dalam keadaan baik dengan
menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh
lebih sulit bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina
dicoba dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka
pembuluh darah retina akan mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau ‘trucking’ dan
ini terjadi dalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama
setelah kematian, dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak kuning,
demikian pula daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak
gambaran segmentasi pada pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu
kekuningan. Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam
diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa pembuluh darah yang
bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan pembuluh darah retina menghilang yang ada
hanya makula yang berwarna coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini
posmortem yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan dengan
perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa segmentasi pada retina lebih
berindikasi pada kematian serebral daripada penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat dimana tidak hanya
perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat.
Mereka telah memeriksa 204 fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau
‘trucking’ pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya.
Bagian yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75%
pasien dalam 2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi
merupakan perubahan posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan
saat kematian.

6
- Tanda Kematian Pasti
1. Lebam Mayat
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation, Hypostasis, Livor
Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam
mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana
pembuluh–pembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap
darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan
dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempat–tempat yang terendah yang dapat
dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma
akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan
gelembung–gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru
kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempat–tempat di mana
mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut
sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut
berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian, Dimana
setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10–12 jam ternyata akan memberikan
lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke
supinasi (interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercak-
bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian
dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi
satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang
lebih 8–12 jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya
lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar
akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel–sel darah dalam jumlah yang banyak,
adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan
demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang.
Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam
belum terfiksasi secara sempurna. Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan
dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan
keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan
warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika
posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka
lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena darah sudah mengalami
koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini
lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer
kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang
berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah
terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran

7
lebam ini adalah tidak pasti, Polson mengatakan “ untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam
waktu 8 sampai 12 jam”, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent incoagulable oleh karena
adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran darah selama proses kematian. Sumber
dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh
darah, dan permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-
kapiler yang berisi darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang
bertanggung jawab terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada
pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan
berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap
yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18
sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi.
Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.
2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang
disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/
relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang
terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat
peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis
protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk
suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi (gambar I). Bila kadar ATP menurun, maka akan
terjadi pada perubahan pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk
berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat
berkontraksi.

8
Gambar I. Kontraksi otot
Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu
terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian
somatic, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya
perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku
mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar
itulah mengapa pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu
keliling yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada
mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan
dengan korban yang mempunyai tubuh yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis. Perubahan
alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan biokimia, yaitu
glikogen menjadi asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan
otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam
berubah menjadi alkalis kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II), baik otot lurik maupun otot polos. Dan
bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai
papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini
terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12
jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai

9
menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan,
dada, perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi
sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan
setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang
sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a) Kondisi otot

 Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum
meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak
makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.

 Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

 Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi
lebih cepat.
b) Usia
 Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
 Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan.
c) Keadaan Lingkungan
 Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
 Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.
 Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu
rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
 Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi pembekuan
atau cold stiffening.
d) Cara Kematian
 Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama.
 Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
 Kurang dari 3 – 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
 Lebih dari 3 – 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
 Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
 Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam

10
 Rigor mortis menghilang 24 – 36 jam post mortem

Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :


- Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat
kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul
dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah
akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis
karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya,
tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang
menggenggam pada kasus bunuh diri.
- Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
- Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC atau 40oF),
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat
digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan
mayat yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat yang hangat,
kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
3. Pembusukan Atau Decompositio
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan adalah proses
degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas
mikroorganisme, terutama Clostridium welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui
proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya
dengan enzim-enzim akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang
tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada
jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat
yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses
auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula
yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya,
kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi
lunak dan mencair.

11
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah
maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang
terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang
secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui
pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang
biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan
sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas
pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus
dan yang paling utama adalah Cl. welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali
menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini
terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan
Hb menjadi Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48
jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada
fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang
lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak
dengan kolon transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka
sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga
sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan
strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang
menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya
sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan
ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada
bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana
bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil
dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali
pada hati . Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan
jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage’. Skin slippage ini menyebabkan
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan
dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat
kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam
bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 – 7,5 cm
dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini
disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan
dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut
kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada
akar rambut.

12
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir
seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan
menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung,
bibir menonjol seperti “frog-like-fashion”, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua
gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang
terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum
mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam
cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari
trakea dan bronkus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui
mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus
dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat.
Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada
anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala
menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan
intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah
kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat
mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat
dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan
sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan.
Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan
mudah robek, dan otak menjadi lunak.
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula- granula milliary atau
‘milliary plaques’ yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan
serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan
endocardium.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula adrenal,
pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal,
diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan
karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa.

13
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan
mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan
diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses
pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan
meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang
pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya
pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat
dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi
larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat
penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48
jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian
karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva
lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun
dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi
penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi
lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat
dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah
mengalami pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70°- 100°F (21,1-37,8°C)
aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50°F(10°C) atau pada suhu diatas 100°F (lebih
dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses
pembusukan akan berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan
berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat
karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk
memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakkan organisme pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri
disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses
pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya
septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi
paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid).

14
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana mayat berada. Semakin
lembab udara di sekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan
pembusukan pada medium udara lebih cepat dibandingkan medium air dan pembusukan pada
medium air lebih cepat dibandingkan pada medium tanah.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai, namun yang ditemui
adalah modifikasi pembusukan.
4. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi
terjadi bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada
kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai
berikut mayat menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit
melekat erat dengan tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
5. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat, lembab atau basah.
Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang
tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi
dengan alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial
bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponikasi
memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak
dengan tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
6. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi. Kalor dan energi ini
terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti glukosa, lemak, dan protein. Sumber
energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi
sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti
transport ion, kontraksi otot dan lain-lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38%
dari total energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62%
energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.

15
Gambar III. Metabolisme Glukosa
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan
turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya
proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa
disebut algor mortis. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan
pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal
ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya proses
glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar (gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

16
Gambar IV. Glikogenolisis
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu penurunan menjadi lebih
cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata-rata maka penurunan suhu
tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam, dengan
catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat Celcius atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga
dengan dapat dirumuskan cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus
(98,4oF - suhu rectal oF) : 1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan
thermometer kimia (long chemical thermometer).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:
a. Faktor internal
- Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu
tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih
cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
- Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.

17
b. Faktor Eksternal
- Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya
penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke
medium yang lebih dingin.
- Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena
udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin
mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
- Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor
panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
- Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini
dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.
Entomologi Forensik
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan
informasi mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan
investigasi yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan
manusia atau satwa (Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan
invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat
manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka lalat
tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et
al., 2007). Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan
menimbulkan suatu komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses
kompetisi, predasi, seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut
(Hangeveld, 1989).
Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk
mengidentifikasi suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.
2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan serangga
atau golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies Schizophagous,
yakni spesies yang hadir untuk memakan pada saat pertama kali, namun akan menjadi
predator pada tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang memakan
baik pada bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.

18
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat
tinggalnya.

Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik yang
meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut Gennard (2007)
dan Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda
penggelembungan pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang terbuka
seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada
pada perut mayat. Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas
bakteri pembusuk dan aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat
tertarik pada mayat selama tahapan ini. Kemudian selama mengembang akibat adanya gas,
cairan dalam tubuh terdorong keluar dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah.
Cairan tersebut tersusun oleh senyawa seperti amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme
dari larva lalat sehingga akan menyebabkan tanah di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa)
dan fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas keluar
dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun beberapa
serangga predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage, serangga
necrophagous dan predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini berakhir.
Pada akhir tahap ini, lalat dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan
perkembangan siklusnya dan meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini,
larva lalat akan menghilang dari jaringan tubuh pada mayat.
Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus sudah
mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan mengering.
Indikator pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi lalat di dalam
tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini
tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae
terkadang ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.

Estimasi Waktu Kematian


Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia dan menetukan
berapa lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di interpretasikan dalam

19
postmortem interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis PMI terbagi menjadi dua, yakni
precolonization interval (pre-CI) dan postcolonization interval(post-CI).
Adapun penjelasan masing-masing interval tertera pada Gambar 4 (Tomberlin et al., 2011).

Gambar V. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al., 2011).
Pada Gambar V tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada mayat.
Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian disajikan pada
Tabel 1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk mengetahui estimasi waktu
kematian pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian berdasarkan perkembangan serangga
disajikan pada Gambar 5. Contoh pada Gambar 5 tersebut adalah menentukan waktu kematian
berdasarkan siklus hidup serangga Protophormia terraenovae.

20
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21°C dan kelembaban 30%)
(Amendt etal., 2004a).

Gambar VI. Kurva pertumbuhan Protophormia terraenovae mulai dari larva, pupa, dan dewasa
(adult) pada suhu 15, 20, 25, 30and 35°C (Amendt et al., 2004a).
Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh serangga untuk
hidup. Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu tubuh dan aktivitas
metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan energi panas (thermal
unit) untuk pertumbuhan dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan energi selama masa hidupnya
dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat (degree days – °D ) yang mana nilai °D
dapat ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai accumulated degree days (ADD).
Jika periode thermal unit pendek maka bisa digunakan accumulated degree hours (ADH). Dari
peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat dihitung dengan menggunakan rumus:

ADH= Waktu(hours) × (temperatur - temperatur basal)


ADD= Waktu(days) × (temperatur - temperatur basal)

Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui dari
literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur lingkungan

21
yang bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur basal adalah
temperatur fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur yang berbeda-
beda

Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode waktunya
selama 68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7°C dan tempertur basalnya adalah 2°C.
Sehingga akan diperoleh nilai:

ADH = 68 × (26,7 – 2) = 1679,6


ADD =1679,6/24 = 7
Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard, 2007).

LI 2. Memahami dan menjelaskan investigasi pemerkosaan

Definisi
Investigasi Perkosaan adalah prosedur untuk mengumpulkan fakta-fakta tentang
dugaan pemerkosaan , termasuk identifikasi forensik dari pelaku, jenis perkosaan dan rincian
lainnya.

Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang dikenal korban:. Hanya dua
persen dari serangan yang dilakukan oleh orang asing menurut satu survei [1] . Oleh karena
itu, identitas pelaku sering dilaporkan bukti biologis seperti air mani , darah , sekresi
vagina , air liur , vagina sel epitel dapat diidentifikasi dan genetik diketik oleh laboratorium
kriminal .Informasi yang berasal dari analisis sering dapat membantu menentukan apakah
terjadi kontak seksual, memberikan informasi mengenai keadaan dari insiden tersebut, dan
dibandingkan dengan sampel referensi yang dikumpulkan dari pasien dan tersangka. Personil
medis di Amerika Serikat mengumpulkan bukti untuk potensi kasus pemerkosaan dengan
menggunakan kit perkosaan.

Identifikasi pelaku

22
DNA profiling
Informasi lebih lanjut: profil DNA
Profil DNA digunakan oleh laboratorium kriminal untuk pengujian bukti biologis, paling
sering dengan menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR), yang memungkinkan analisis
sampel kualitas dan kuantitas yang terbatas dengan membuat jutaan kopi. Sebuah bentuk
lanjutan dari tes PCR disebut mengulangi tandem pendek (STR) menghasilkan profil DNA
yang dapat dibandingkan dengan DNA dari tersangka atau TKP. Darah, bukal (pipi bagian
dalam) swabbings atau air liur juga harus dikumpulkan dari para korban untuk membedakan
DNA mereka dari yang dari tersangka.
Penjahat mungkin tanaman sampel DNA palsu di TKP. Dalam satu kasus Dr John
Schneeberger , yang memperkosa salah satu pasien dibius dan air mani yang tersisa di celana
dalamnya, pembedahan memasukkan Penrose mengalir ke lengannya dan mengisinya dengan
darah asing dan antikoagulan . Polisi menggambar apa yang mereka yakini sebagai darah dan
DNA Schneeberger dibandingkan pada tiga kesempatan tanpa pertandingan.

Keadaan dan jenis pemerkosaan


Lecet, memar dan lecet pada bantuan korban menjelaskan bagaimana perkosaan
dilakukan. 8-45 persen dari korban menunjukkan bukti dari trauma eksternal, paling sering di
mulut, tenggorokan, pergelangan tangan, lengan, payudara dan paha: trauma pada situs ini
terdiri dari sekitar dua pertiga dari cedera, sementara trauma pada vagina dan perineum
rekening untuk sekitar 20 persen.
Coitus terakhir dapat ditentukan dengan melakukan basah-mount vagina pemeriksaan
mikroskop (atau oral / anal jika diindikasikan) untuk deteksi sperma motil, yang terlihat pada
slide jika kurang dari tiga jam telah berlalu sejak ejakulasi. Namun hanya sepertiga hasil
serangan seksual dalam ejakulasi ke dalam lubang tubuh. [3] Selanjutnya, penyerang diduga
mungkin memiliki vasektomi atau telah mengalami disfungsi seksual (sekitar 50 persen dari
penyerang menderita impotensi atau disfungsi ejakulasi) [3] . Selain itu, asam
fosfatase tingkatan dalam konsentrasi tinggi adalah indikator yang baik dari coitus
terakhir. Asam fosfatase ditemukan dalam sekresi prostat dan mengurangi aktivitas dengan
waktu dan biasanya tidak ada setelah 24 jam. [3] antigen khusus prostat ( PSA ) dapat
dideteksi dalam waktu 48-jam. Cairan mani pria vasectomized juga mengandung tingkat PSA
signifikan. Nonmotile sperma dapat dideteksi bahkan di luar 72 jam setelah hubungan
seksual tergantung pada teknik pewarnaan.

Langkah-langkah pemeriksaan
Prosedur ketika akan melakukan pemeriksaan pada korban akibat pemerkosaan.
Izin pemeriksaan adalah hal pertama yang harus didapatkan dari wanita atau jika anak kecil,
dari orang tuanya atau yang menemaninya. Pemeriksaan seharusnya dilakukan pada ruangan
tertutup Almarhum W. H. Grace merekomendasikan agar korban diberikan tempat duduk
yang paling nyaman, jika dia tidak merasa gelisah, maka keaslian dari segala keluhannya
patut dicurigai.
Waktu dan tanggal ketika dilakukan pemeriksaan haruslah dicatat, karena interval antara
pemeriksaan dan peristiwa kejadian akan dijadikan bahan. Interval seterusnya akan
memerlukan penjelasan, dan yang paling penting adalah dokter, akan mengeluarkan surat izin
pemeriksaan yang menjelaskan jika ada tanda-tanda pemerkosaan. Hasil negatif pada orang

23
dewasa didapatkan jika pemeriksaan dilakukan setelah lewat beberapa hari, wanita yang telah
menikah atau jika dia sudah terbiasa melakukan hubungan seksual.
Dokter akan mengambil kesempatan untuk memperhatikan gaya berjalan korban ketika
memasuki ruangan pemeriksaan atau dengan tes spesifik. Dokter akan memperhatikan gerak-
gerik secara umum dan kebiasaan tubuh. Apakah ketika berjalan akan terasa sakit yang
disebabkan oleh luka pada alat kelamin? Apakah korban merasa gembira, menderita, atau
jika merasa terganggu, sebagai konsekwensi dari keadaan setelah baru saja diperkosa?
Apakah dia adalah wanita lemah atau sehat fisiknya, dan perlawanan macam apa yang bisa
dia lakukan?
Riwayat Penyakit Pasien
Ketika korban ditemani oleh orang tua atau kawan, dokter seharusnya pertama kali
mendapatkan informasi dari sebelumnya, terpisah dari sang korban, selanjutnya dokter
mendengarkan penjelasan dan cerita dari sang korban dan kedua penjelasan tersebut
seharusnya direkam secara detail.
Pertanyaan yang lebih spesifik akan diberikan kepada kedua sumber tersebut, sehingga akan
memberikan data personal dari sang korban, seperti nama, umur dan status, tanggal dan jam
terjadinya insiden, rincian kejadian sepanjang kejadian, posisi dari semua orang dalam lokasi
kejadian, langkah yang diambil korban untuk menolak penyerangan, dan apakah dia
kehilangan kesadaran saat kejadian. Adalah sangat penting untuk mengetahui apakah pada
saat kejadian sang korban sedang mengalami masa haid.
Pengujian
Pakaian
Ketika sang korban dalam keadaan tanpa busana, pakaian yang dikenakan juga harus diuji.
Harus dapat dipastikan apakah pakaian yang terpakai tersebut juga dipakai pada saat
kejadian.Jika iya, apakah telah terkotori oleh tanah atau rumput?Apakah terkena noda darah
atau yang lainnya, apakah telah rusak, dan apakah salah satu kancingnya telah hilang?
Kondisi dari sepatunya juga bisa menjadi bukti dari kebohongan cerita korban.Ketika
seorang gadis bernama nannie kembali ke tempat kerjanya pada suatu malam, dia mengaku
bahwa dia telah diperkosa dan pergi dengan berjalan bermil-mil.Petugas kepolisian kemudian
menguji sepatunya, dan tidak ada tanda-tanda telah terpakai. Ahli bedah dari kepolisian
kemudian tidak menemukan tanda-tanda pemerkosaan, dia sedang mengalami menstruasi
pada sat itu. Kemudian, dari beberapa pemeriksaan yang lain dapat diindikasikan bahwa dia
adalah seorang yang pembohong dan pencuri.
Orang
Secara fisik, jika dalam kasus yang melibatkan anak kecil, ketika dalam masa berkembang,
terutama pada payudara dan alat kelamin, akan sangat terlihat. Apakah sang korban
menawarkan pembalasan? Apakah anak tersebut terlihat lebih tua dari seharusnya, dan
terlihat seperti anak berusia 16 tahun?Sangat relevan saat ini untuk memperhatikan apakah
sudah memakai kosmetik atau dari cara berpakaian.Anak kecil berusia 14 atau seumurnya

24
kadang-kadang, atau sepertinya, sudah berpakaian dan menggunakan make-up dengan cara
yang seharusnya dia belum ketahui.
Luka : Pertimbangan Umum
Seluruh bagian dari luar tubuh korban harus diperiksa apabila terdapat luka, khususnya lecet
dan memar.Detail dari setiap luka harus dicatat dan berapa kemungkinan dari umur
memarnya.Apakah luka tersebut terlihat seperti terkena saat kejadian atau usaha secara paksa
pada saat berhubungan?Apakah bersamaan umurnya dengan tanggal terjadinya penyerangan?
Perhatian yang lebih mendalam akan diberikan kepada tangan, muka, leher, dan aspek dalam
pada selangkangan. Pemerkosaan pada anak muda yang dibawah 13 tahun akan dengan
mudah terpenuhi tanpa adanya luka pada bagian luar karena korbannya tidak dapat
melakukan perlawanan pada saat diserang. Beberapa bahkan bersedia untuk berhubungan
bahkan dia lah yang mengundangnya. Kunjungan ketempat kejadian juga sangatlah
diperlukan ( Gambar. 43, p. 141, and 146, p. 437 ).
Alat Kelamin dan Payudara
Payudara
Satu atau kedua payudara akan mengalami memar apabila diperlakukan secara kasar.
Mungkin digigit dan cetakan gigi dari si pelaku terlihat jelas, seperti pada kasus Gorringe,
putingnya mungkin terlihat seperti bekas digigit.
Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang biasa dilakukan,
tetapi padda bagian vulva dan hymen diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.
Rambut kemaluan
Sampel diperlukan dan harus diambil pada saat pemeriksaan lanjut karena rambut harus
didapat tanpa pemotongan langsung pada daerah yang dicurigai.Perlengketan dari rambut
dapat disebabkan oleh cairan semen yang mengering. Sampel rambut diperlukan untuk
pembuktian akan hal ini dan juga untuk perbandingan dengan rambut yang ditemukan pada
baju tersangka.
Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan, pembengkakan,
kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan lecet.
Selaput dara
Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau sulit dinilai /
dijangkau difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu.
Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya perdarahan
pembengkakan dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi proses penyembuhan luka,

25
perlu diperhatikan dengan seksama antara robekan selaput dara dengan bentuk –bentuk yang
tidak biasa dari selaput darah yang masih utuh.
Liang senggama (Vagina )
Pelebaran dari liang senggama (vagina ) dapat menunjukkan akan adanya persetubuhan, tapi
hal tersebut juga dapat disebabkan oleh masuknya benda asing (seperti tampon). Memar,
lecet atau terkikisnya kulit dapat terjadi karena adanya paksaan dalam persetubuhan dan tidak
menyatakan bahwa hal tersebut sebagai tindakan perkosaan.
Terdapat kasus-kasus menarik tentang robeknya liang senggama yang tidak disebabkan olen
perkosaan. Seperti yang diilustrasikan pada kasus robeknya liang senggama (vagina)
dikarenakan koitus yang biasa, yang dilaporkan oleh Victor Boney (1912). Seorang wanita
dilarikan ke rumah sakit setelah dilaporkan menderita perdarahan dan peritonitis.Robekan
pada fornix posterior sampai peritoneum. Dia sempat disangka melakukan aborsi kriminalis
dengan menggunakan alat bantu (dia adalah seorang wanita yang telah memiliki banyak anak
sebelumnya). Pada kenyataannya perdarahan tersebut terjadi dikarenakan melakukan koitus
dengan posisi berdiri pada saat mabuk.Adapula kasus perforasi vagina yang disebabkan
karena kelemahnya tekstur.
Cairan vagina
Cairan vagina dikumpulkan ( swab& fresh smear) terutama untuk menunjang pemeriksaan.
Dapat untuk mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan, menemukan sperma, dan cairan
semen untuk mengarahkan akan telah terjadinya persetubuhan
Pemeriksaan Terhadap Tersangka
Ijin untuk pemeriksaan terhadap tersangka tidak merupakan patokan utama, seharusnya
didapat oleh dokter serta ditulis dan melalui kesaksian pada pemeriksaan.
Pemeriksa akan menulis tentang usia, ukuran fisik dan bentuk fisik yang terdapat pada
tersangka. Pemeriksaan juga harus menjelaskan jika terdapat luka-luka ( bekas cakaran
kuku/luka lecet, luka memar, dan tanda-tanda yang mengarah kepala perlawanan)
Pemeriksaan cairan semen, bercak sperma pada pakaian diharapkan dapat memberikan
penjelasan. Juga diperlukan pemeriksaan lanjut seperti ukuran penis, apakah pria tersebut
potent/impotent. Akumulasi dari smegma kurang dapat menentukan tetapi robekan pada
frenum mengarahkan atas terjadi hubungan sex. Pemeriksaan bakteriologis juga dapat
dilakukan (penularan penyakit sexual yang terjadi akibat persetubuhan), pemeriksaan sampel
darah juga dapat dilakukan (terutama pada kasus-kasus grouping ). Pemeriksaan terhadap
baju tersangka perlu dilakukan terutama untuk menemukan adanya rambut, darah,
bercak.Jika didapatkan bercak darah maka harus ditentukan milik siapa.
Kronologis Pemeriksaan Kasus Kejahatan Seksual:
1. Informed consent
2. Anamnesa Pasien :
a. Umum :

26
 Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
 Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
 Apa pernah bersetubuh
 Kapan persetubuhan terakhir
 Apakah memakai kondom
b. Khusus:

 Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian


 Apakah korban melawan
 Apakah korban pingsan
 Apa ada penetrasi dan ejakulasi
 Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi, atau ganti pakaian
3. Memeriksa pakaian

 Robekan
 Kancing putus
 Bercak darah
 Air mani
 Lumpur
 Rapi atau tidak
4. Memeriksa tubuh korban
ë Umum
-Penampilan
-Keadaan emosional
-Tanda bekas hilang kesadaran
-Tanda needle mark
-Tanda kekerasan
-Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB,
BB, TD, keadaan jantung, paru, abdomen
-Adakah trace evidence pada tubuh korban
ë Khusus
*Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mongering
gunting
*Bercak air manikerok/swab
*Vulva tanda kekerasan
*Introitus vagina
*Selaput daratentukan orifisiumperawan= 2,5cm ; persetubuhan=
9cm
*Frenulum labiorum pudenda
*Vagina dan cervix
5. Pemeriksaan Laboratorium
 Tes Penyaring cairan mani  Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV
 Tes Penentu cairan mani  Berberio, Florence, Puranen

27
 Tes Penentu spermatozoa  Sediaan langsung, Malascheet Green, Baechii
 Tes toksikologi (urin,darah)
 Tes kehamilan
 Tes kuman Gonorrhea

2. Pemeriksaan laboratoriun pada kasus kejahatan seksual


Pemeriksaan cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Dapat
mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia). Mengandung spermatozoa,
sel-sel epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan
zat ini, zat ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu cairan atau bercak adalah sperma
atua bukan.
Bahan yang diambil dari tubuh korban:
Cairan mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan dengan
bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior vagina dan
permukaan mulut rahim.
Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa
Tanpa pewarnaan

 Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak


 Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa
yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4 jam.
 Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.
Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca persetubuhan
Dengan pewarnaan

 Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, methy lene blue atau malachite green
 Malachite green adalalh cara yang mudah dan baik digunakan.
 Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan
air mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakir cuci lagi dengan air
 Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)
Penentuan cairan mani (kimiawi)
Reaksi fosfatase asam

 Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam bercak/ cairan

28
 Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi
ulang lagi dengan menggunakan tes penentu
 Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring ang
telah terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian
kertas saring diangkat dan disemprotkan dengan reagens.
(+)timbul warna ungu dalam waktu ± 30 detik
+ palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-
tumbuhan.
Reaksi Berberio

 Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen


 Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
 Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh
(+)kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung
tumpul, kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal
Reakssi florence

 Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.


 Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup dengan
kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung sering
terbelah.
+ palsu ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga) akan
memberikan warna serupa.
Pemeriksa bercak mani pada pakaian
Visual
Bercak manu berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak tua
berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar
akan menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian akan mengering.

 Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna putih
 Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh
 Taktil
 Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
Pewarnaan baecchi

 Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain


 Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan sampai
serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem kanada, periksa
dengan mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak mengambil warna,
spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor merah muda terlihat banyak
menempel pada selaput benang.

29
Pemeriksaan pria tersangka
Cara lugol

 Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian kolom,
korona serta frenulum
 Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan spesimen menghadap
ke bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap iodium akan
mewarnai sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma
berwarna cokelat karena mengandung banyak glikogen.
 Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr body).
Segi Pemeriksaan Kasus Pemerkosaan Dalam Bidang Forensik
Berdasarkan KUHP Pasal 285, "Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Berdasarkan KUHP Pasal 286, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya,
padahal diketahuinya bahwa perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun." Dan...
Berdasarkan KUHP Pasal 287, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya,
padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup
lima belas tahun atau, kalau tidak terang umurnya, bahwa perempuan itu belum pantas untuk
dikawini, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Dari kalimat di atas terdapat unsur-unsur yang dapat mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
pemerkosaan. Unsur-unsur tersebut ialah :
- Bersetubuh
- Kekerasan/paksaan secara fisik, psikis, ataupun obat-obatan yang dapat membuat tidak berdaya
- Menyetubuhi bukan istri
- Menyetubuhi gadis di bawah umur (usia < 15 tahun dan belum datang haid pertama).

- Jadi yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah pelanggaran hukum dalam hal menyetubuhi
perempuan bukan istri ataupun perempuan di bawah umur dengan memaksa secara fisik, psikis,
ataupun bantuan obat-obatan.
- Dalam bidang kedokteran forensik, yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah identik dengan
persetubuhan yang kriminal. Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin laki-laki (penis) ke
dalam liang vagina dengan atau tanpa mengeluarkan ejakulat.
- Bukti bahwa telah terjadi persetubuhan antara lain robekan hymen/selaput dara (bagi korban
yang sebelumnya perawan) dan ejakulat pria pada liang vagina.
- Pada hymen dilihat apakah robekan masih baru atau sudah lama, yang berarti korban sudah
beberapa hari datang setelah dugaan perkosaan. Ciri-ciri robekan baru ialah merah (hiperemis) di
luar vagina, sedangkan robekan lama tidak merah seperti robekan baru. Dalam keadaan ini,
pemeriksaan direkomendasikan kepada spesialis ginekologi.
- Pemeriksaan ejakulat pria di liang vagina korban dinilai untuk mengetahui apakah memang betul
terdapat sperma dan semen ada pada liang vagina. Pemeriksaan dilakukan dengan berbagai tes,
seperti tes Berberio yang berfungsi untuk mendeteksi cairan semen dan sperma. Dengan cara ini,

30
bahkan semen yang telah lama pun masih bisa dideteksi. Selain tes Berberio, ada sejumlah tes
lain untuk mengidentifikasi ejakulat, seperti tes enzim fosfatase, tes florence, dan tes golongan
darah.
- Setelah mengidentifikasi adanya bukti persetubuhan, yang penting untuk dinilai ialah bukti
pemaksaan/kekerasan.
- Bukti kekerasan dapat berupa kerusakan fisik seperti kerusakan (lesi/lecet) pada vulva vagina.
Selanjutnya cari tahu dengan anamnesis, adakah bukti psikis yang didapat dari korban seperti
ancaman pistol/senjata tajam, serta lihat ekpresi yang depresif dari korban dugaan perkosaan.
Selain itu, keadaan korban saat ia menduga dirinya dipekosa juga harus diketahui dengan
anamnesis, apabila korban pingsan, ketahui apa yang mengakibatkan pingsan seperti akibat
hiptotis, narkotika, bius, dan sebagainya.
- Pemeriksaan area vagina, yang dilakukan oleh dokter ginekologi harus didampingi oleh
saksi/perawat atau keluarga pasien. Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin untuk menghindari
hilangnya barang bukti (barang bukti berupa ejakulat dan temuan fisik, misalnya). Hal ini
berfungsi agar menjamin validitas pemeriksaan.
- Kesimpulannya, setiap dugaan perkosaan, harus ditemukan bukti persetubuhan, paksaan, dan
atau korban yang bukan istri atau berusia di bawah umur.

Aspek medis dan hukum dari delik perkosaan dan delik susila lainnya khususnya dari
aspek pembuktiannya.
KENDALA PEMBUKTIAN
- Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan
hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia
merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP) .
- Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
- Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu
diperjelas keterkaitan antara bukti bukti yang ditemukan :
1. Tempat kejadian perkara,

2. Tubuh atau pakaian korban,

3. Tubuh atau pakaian pelaku dan

4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini ( penis ).

- Keterkaitan antara 4 faktor inilah yang seringkali dijabarkan dalam prisma (segiempat) bukti dan
merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.

- Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat ditemukan
sehingga mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang bermanifestasi dalam bentuk
hukuman yang ringan dan sekadarnya.

Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya hal ini adalah hal-hal sbb:
a. Masalah keutuhan barang bukti

31
- Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut umumnya akan merasa
jijik dan segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih. Seprei yang mengandung bercak mani
atau darah seringkali telah dicuci dan diganti dengan seprei yang baru sebelum penyidik tiba di
TKP.
- Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel terlebih dahulu agar "rapi
"kelihatannya bila polisi datang.Ketika korban akan dibawa ke dokter untuk diperiksa dan
berobat seringkali ia mandi dan/atau mengganti pakaiannya terlebih dahulu dengan yang baru
dan bersih.
- Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan menyebabkan hilangnya banyak benda bukti seperti
cairan/bercak mani, rambut pelaku, darah pelaku dsb yang diperlukan untuk pembuktian di
pengadilan.
- Adanya kelambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan ragu-ragu juga
menyebabkan hilangnya benda bukti karena berlalunya waktu.

b. Masalah teknis penqumpulan benda bukti

- Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang amat mempengaruhi
pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik susila lainnya penyidik
mencari sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan di TKP seperti adanya
sidikjari, rambut, bercak mani pada lantai, seprei/kertas tissue di tempat sampah.

- Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan, kurang
pengalaman atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang penting untuk
pengungkanan kasus.

- Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara pengambilan sampel usapan vagina yang salah
juga dapat menyebabkan hasil negatif palsu.

- Pada persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan dengan kapas lidi
bukan dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja tetapi harus dilakukan juga
pada sela-sela lipatan anus, karena pada pengambilan yang pertama yang akan didapatkan
umumnya adalah tinja dan bukan sperma.

- Adanya bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau pakaian korban,
adanya rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak darah atau epitel kulit pada
kuku jari (jika korban sempat mencakar pelaku) adalah hal-hal yang tak boleh dilewatkan pada
pemeriksaan.

c. Masalah teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium

- Kemampuan pemeriksaan pusat pelayanan perkosaan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat
lainnya. Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali tentu tak dapat
membedakan antara robekan selaput dara atau robekan akibat benda tumpul pada masturbasi.
Klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma langsung saja tentu tak dapat membedakan

32
tidak adanya persetubuhan dengan persetubuhan dengan ejakulasi dari orang yang tak memiliki
sel sperma (pasca vasektomi atau mandul tanpa sel sperma).

- Suatu klinik yg hanya melakukan pemeriksaan sperma dg uji fosfatase asam saja misalnya tentu
hanya dapat menghasilkan kesimpulan terbatas: ini pasti bukan sperma atau ini mungkin sperma

- Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji PAN, Berberio, Florence,
pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang dapat ditariknya adalah: pasti
sperma, cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel sperma atau sudah disterilisasi)
atau pasti bukan sperma.

- Pemeriksaan pada kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah atau kerokan kuku.
Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola permukaaan luar (kutikula)
rambut, peme .riksaan golongan darah dan pemeriksaan sidik DNA.

- Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina korban
bukan saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat mendeteksi
jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan banyak pelaku (salome).

- Pemeriksaan golongan darah dan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban sempat
mencakar) juga dapat digunakan untuk mencari pelakunya.

- Jika hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan vagina, maka
bahan liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan darahnya untuk
menentukan golongan sekretor atau non sekretor.

- Orang yang termasuk golongan sekretor (sekitar 85 -06 dari populasi) pada cairan tubuhnya
terdapat substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan perkosaan akan
meninggalkan cairan mani dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh korban.

- Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15 % dari populasi)jika memperkosa
hanya akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah. Dengan demikian jika pada
tubuh korban ditemukan adanya substansi golongan darah apapun, maka yang bersangkutan tetap
harus dicurigai sebagai tersangkanya.

- Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak dikenal adanya
istilah sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal tersangka pelaku
tertangkap basah dan belum sempat mencuci penisnya, maka secara konvensional leher kepala
penisnya dapat diusapkan ke gelas obyek dan diberi uap lugol. Adanya sel epitel vagina yang
berwarna coklat dianggap merupakan bukti bahwa penis itu baru ‘bersentuhan' dengan vagina
alias baru bersetubuh. Laporan terakhir pada tahun 1995, menunjukkan bahwa gambaran epitel
ini tak dapat diterima lagi sebagai bukti adanya epitel vagina, karena epitel pria baik yang normal
maupun yang sedang mengalami infeksi kencing juga mempunyai epitel dengan gambaran yang
sama.

33
- Pada saat ini jika seorang pria diduga baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher penisnya perlu
dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini selanjunya diperiksa ada tidaknya sel epitel secara
mikroskopik dan jika ada maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA dengan
metode PCR (polymerase chain reaction)

d. Masalah pengetahuan dokter pemeriksa

- Pada saat ini akibat kelangkaan dokter forensik, maka kasus perkosaan dan delik susila lainnya
ditangani oleh dokter kebidanan atau bahkan dokter umum. Sebagai dokter klinik yang tugasnya
terutama mengobati orang sakit, maka biasanya yang menjadi prioritas utama adalah mengobati
korban. Ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip pengumpulan benda bukti dan cara
pemeriksaannya membuat banyak bukti penting terlewatkan dan tak terdeteksi selama
pemeriksaan.

- Umumnya dokter kebidanan hanya memeriksa ada tidaknya luka di sekitar kemaluan, karena
merasa hanya daerah inilah bidang keahliannya. Akibatnya tanda kekerasan didaerah lainnya
tidak terdeteksi. Pemeriksaan toksikologi atas bahan darah atau urin untuk mendeteksi kekerasan
berupa membuat korban pingsan atau tidak berdaya dengan obat-obatan umumnya tak pernah
dilakukan.

- Pemeriksaan ada tidaknya cairan mani biasanya hanya dilakukan dengan pemeriksaan langsung
saja, sehingga adanya cairan mani tanpa sperma tak mungkin dideteksi. Pemeriksaan kearah
pembuktian pelaku seiauh ini boleh dikatakan tak pernah dilakukan karena masih dianggap
bukan kewajiban dokter. Dengan demikian selama ini dasar dari tuduhan terhadap pelaku
perkosaan umumnya adal,ah hanya dari kesaksian korban dan pengakuan tersangka saja, padahal
kedua alat bukti ini seringkali sulit dipercaya karena sifatnya yang subyektif.

e. Masalah pengetahuan aparat penegak hukum


Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar pengumpulan bukti
menjadi terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan, misalnya akan dapat
membuat tersangka menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim hanya
menganggap perlu mencari alat bukti berupa pengakuan terdakwa dan mengabaikan pembuktian
secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan kesaksian ahli maka tentunya pembuktian dilakukan
seadanya.

PENENTUAN JENIS DELIK

Suatu laporan tentang seorang yang disetubuhi atau dilecehkan secara seksual oleh seseorang
lainnya tidak selalu berarti kasusnya adalah perkosaan. Untuk kasus-kasus semacam ini kita
harus memilah termasuk kategori delik yang manakah kasus tersebut, yang masing masing
mempunyai kriteria dan hukuman yang berbeda satu sama lain.

Perkosaan

Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan disini

34
adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP). Hukuman
maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.
Persetubuhan diluar perkawinan

Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15 tahun tidak dapat
dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam keadaan pingsan
atau tidak berdaya.

Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara (pasal
286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau sepatutnya dapat
diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat diancam
hukuman penjara maksimal 9 tahun.

Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (pasal 287 KUHP) .
Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak diperlukan adanya
pengaduan.

Perzinahan
Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah satu
diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin tadi yang
diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam
dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.

Perbuatan cabul

Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan hukuman
penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP).

Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini dilakukan
terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun atau belum
pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan
terhadap orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5
tahun (pasal 291 KUHP).

Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa diancam dengan
hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP) .

Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum dewasa
yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan
bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun.

35
Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul
dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru,
pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya (pasal 294 KUHP).

Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi
perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam dengan hukuman penjara
maksimal 5 tahun (pasal 295 KUHP).

Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman hukumannya satu
tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-

LI 3. Memahami dan menjelaskan pandangan islam tentang pembunuhan dan


pemerkosaan

KLASIFIKASI JINAYAT PEMBUNUHAN


Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:
1. Jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi) = jinayat yang mengakibatkan hilangnya nyawa
(pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
a. Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd) =
 Perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”,
 Pembunuhan dengan sengaja oleh seorang mukallaf secara sengaja (dan terencana)
terhadap jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya dapat
membunuh.
b. Pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi) = Membunuh dengan cara dan
alat yang biasanya tidak membunuh.

 Sangsi Hukuman:
Diyat = 100 unta, di antaranya 40 ekor yang sedang hamil

c.Pembunuhan karena keliru (al-khatha’) atau pembunuhan tidak sengaja, kesalahan


semata tanpa direncanakan, dan tidak ada maksud membunuh sama sekali.

Misalnya = memanah binatang buruan atau sejenisnya, namun ternyata anak panahnya
nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.

Sangsi Hukuman:

Diyat berupa 100 ekor unta secara berangsur-angsur selama tiga tahun.

36
Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh seorang mukmin (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
karena tersalah, (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu,
padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang
mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara
mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana.(Qs. An-Nisa`: 92)

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya
ialah Jahannam.Ia kekal di dalamnya. Allah pun murka kepadanya, mengutuknya, serta
menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisa`: 93)

2. Jinayat kepada badan selain jiwa = Penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan
nyawa:
1. Luka-luka ‫اَلحشرجاَحج رواَللرجرراَحح‬
2. .Lenyapnya fungsi anggota tubuh ‫ف اَللرمرناَفععع‬
‫إعلتلر ح‬
3. ‫ف اَلرلع ر‬
.Hilangnya anggota tubuh ‫ضاَعء‬ ‫إعلتلر ح‬
CARA MELAKSANAKAN QISAS
Kejahatan terhadap jiwa atau anggota badan yg diancam hukuman serupa (qishash) atau
diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya).Pembunuhan dengan sengaja,
semi sengaja, menyebabkan kematian karena kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, atau

37
menyebabkan kelukaan tanpa sengaja.Memberikan hukuman kepada pelaku perbuatan
persis seperti apa yg dilakukan terhadap korban
 Dg pedang atau senjata
 Dg alat dan cara yg digunakan oleh pembunuh.
Hukuman-hukuman JARIMAH QISHASH dan DIYAT
1. Pembunuhan sengaja,
2. Pembunuhan menyerupai sengaja,
3. Pembunuhan karena kesalahan, (tidak sengaja).
4. Penganiayaan sengaja,
5. Penganiayaan karena kesalahan (tidak sengaja).

Memahami dan menjelaskan pemerkosaan dalam islam

Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan).
Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak
dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam.
(Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah
Al Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm.
294; Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).

Dalil untuk itu adalah Alquran dan sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT (artinya),
”Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS
Al An’aam [6] : 145). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi
Thalib ra di hadapan Khalifah Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan
yang dipaksa berzina oleh seorang penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan
itu sangat kehausan. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).

Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena
ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani
dari Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, ”Ini hadits hasan”). (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al
Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2

38
hlm. 364).
Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga bukti (al
bayyinah) terjadinya perzinaan berikut; Pertama, pengakuan (iqrar) orang yang berbuat zina
sebanyak empat kali secara jelas, dan dia tak menarik pengakuannya itu hingga selesainya
eksekusi hukuman zina. Kedua, kesaksian (syahadah) empat laki-laki Muslim yang adil (bukan
fasik) dan merdeka (bukan budak), yang mempersaksikan satu perzinaan (bukan perzinaan yang
berbeda-beda) dalam satu majelis (pada waktu dan tempat yang sama), dengan kesaksian yang
menyifati perzinaan dengan jelas. Ketiga, kehamilan (al habl), yaitu kehamilan pada perempuan
yang tidak bersuami. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 34-38).

Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhi) bahwa dirinya telah diperkosa
oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan zina) kepada laki-laki
itu. Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim dapat berbeda-beda sesuai fakta
(manath) yang ada, antara lain adalah sbb:
Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu kesaksian empat
laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-laki itu dijatuhi
hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukan muhshan, dan dirajam hingga mati jika
dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).
Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, maka hukumnya
dilihat lebih dahulu; jika laki-laki yang dituduh memerkosa itu orang baik-baik yang menjaga
diri dari zina (al ‘iffah an zina), maka perempuan itu dijatuhi hukuman menuduh zina (hadd al
qadzaf), yakni 80 kali cambukan sesuai QS An Nuur : 4. Adapun jika laki-laki yang dituduh
memperkosa itu orang fasik, yakni bukan orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka
perempuan itu tak dapat dijatuhi hukuman menuduh zina

DAFTAR PUSTAKA

Bernard Knight.2004.Forensic Phatology: 3rd edition.


Budiyanto.1997. Ilmu Kedokteran Forensik.
Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65.
Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC
Press,Inc;1993:2:21-41
http://aceh.tribunnews.com/2013/05/03/pembunuhan-dalam-perspektif-islam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31430/3/Chapter%20II.pdf
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/VetR.pdf
ocw.usu.ac.id/course/download/1110000120.../gis156_slide_tanatologi.pdf
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/TANATOLOGI .pdf

39

You might also like