You are on page 1of 30

BAB 1

PENDAHULUAN

Gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelainan paru bawaan atau

congenital, infeksi pada saluran pernapasan sering terjadi dibandingkan

dengan infeksi pada sistem organ tubuh lain. Meskipun atelektasis sebenarnya

bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru

[1].

Istilah atelektasis berasal dari bahasa yunani, ateles dan ektasis, yang berarti

pengembangan tidak sempurna. Atelektasis merupakan suatu keadaan dimana

sebagian atau seluruh paru tidak dapat berkembang secara sempurna, hal ini

mengakibatkan udara dalam alveoli akan berkurang atau menghilang sama sekali

pada bagian yang tidak berkembang tersebut atau sering juga disebut kolaps paru

(lung collaps). Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru

yang tidak sempurna dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru

yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Atelektasis adalah pengkerutan

sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus

maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal [2].

Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat

meliputi sub segmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita

atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak

yang lebih muda dari pada anak yang lebih tua dan remaja. Stenosis dengan
penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis (kolaps)

dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen

dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik, hampir selalu ada pula

kelainan-kelainan lain di samping tidak adanya udara dari pada lobus dan posisi

yang disebabkannya dari pada dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar [3].


BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : T. M. Syah
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 71 Tahun (24 Oktober 1946)
Alamat : Garot Geuceu, Darul Imarah, Aceh Besar
Pekerjaan : Pensiunan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk RS : 24 Januari 2018
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas berat
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak dan demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUZA dirujuk dari RS Petramedika dengan keluhan
sesak nafas berat sejak 2 tahun yang lalu dan memberat dalam 1 bulan ini, sesak
nafas tidak disertai suara mengi dan tidak dipengaruhi posisi. Sesak nafas dirasakan
saat beraktifitas ringan bahkan terkadang muncul saat beristirahat. Pasien juga
mengeluhkan ada batuk berdahak yang sulit dikeluarkan, dahak bewarna putih dan
sering mengi saat bernafas. Nyeri dada (sulit dinilai). Riwayat batuk berdarah tidak
ada. Demam dikeluhkan sejak 2 minggu yang lalu, naik turun dan memberat dalam
2 hari SMRS. Pasien merasa lemas, penurunan berat badan dan keringat malam
tidak dikeluhkan pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan stroke 2
tahun yang lalu dan berulang
Riwayat pengobatan:
Pasien rutin memakan obat antihipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada pihak keluarga yang mengalami hal yang sama seperti yang dialami
oleh pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merokok dengan indeks brinkman >600 (tergolong perokok berat).
Pasien minum kopi setiap hari.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Buruk
Keadaan sakit : Tampak sakit
GCS/Kes : E3M6V4/Apatis
Tanda vital
- TD : 140/80 mmHg
- Nadi : 110 x/menit
- Napas : 34 x/menit
- Suhu : 36,8 ˚C
- SpO2 : 98-99 % dengan NRM 12 l/i
Kulit : warna kulit sawo matang , sianosis (-), turgor kulit normal
Kepala : bentuk normocephal, simetris
Mata : Pupil bulat (+/+), isokor, (3 mm/ 3 mm), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga : sekret (-)
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut : bibir simetris, sianosis (-)
Leher : pembesaran limfanodi daerah supraklavikula (-/-), kaku
kuduk
(-/-), deviasi trakea (-/-), bedungan JVP (-)
Thoraks : bentuk dada normal, sela iga tidak melebar
Thoraks anterior
Pemeriksaan Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Normochest
Palpasi
Atas Fremitus taktil normal, nyeri tekan Fremitus taktil normal, nyeri tekan
(sulit dinilai) (sulit dinilai)
Tengah Fremitus taktil normal, nyeri tekan Fremitus taktil normal, nyeri tekan
(sulit dinilai) (sulit dinilai)
Bawah Fremitus taktil normal, nyeri tekan Fremitus taktil normal, nyeri tekan
(sulit dinilai) (sulit dinilai)

Perkusi
Atas sonor redup
Tengah sonor redup
Bawah sonor redup
Auskultasi
Atas Vesikuler(+), rhonki(+), wheezing (-) Vesikuler(↓),rhonki(+),wheezing(-)
Tengah Vesikuler(+), rhonki(+), wheezing (-) Vesikuler(↓),rhonki(+),wheezing(-)
Bawah Vesikuler(+), rhonki(+), wheezing (-) Vesikuler(↓),rhonki(+),wheezing(-)
Thorax Posterior
Pemeriksaan Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Normochest
Palpasi
Atas Fremitus taktil normal, nyeri tekan Fremitus taktil normal, nyeri tekan
(sulit dinilai) (sulit dinilai)
Tengah Fremitus taktil normal, nyeri tekan Fremitus taktil normal, nyeri tekan
(sulit dinilai) (sulit dinilai)
Bawah Fremitus taktil normal, nyeri tekan Fremitus taktil normal, nyeri tekan
(sulit dinilai) (sulit dinilai)

Perkusi
Atas sonor redup
Tengah sonor redup
Bawah sonor redup
Auskultasi
Atas Vesikuler(+),rhonki(+),wheezing(-) Vesikuler(↓),rhonki(+),wheezing(-)
Tengan Vesikuler(+),rhonki(+),wheezing(-) Vesikuler(↓),rhonki(+),wheezing(-)
Bawah Vesikuler(+),rhonki(+),wheezing(-) Vesikuler(↓),rhonki(+),wheezing(-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat di SIC V
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di SIC V
 Perkusi :
Batas atas : SIC III garis parasternal sinistra
Batas kanan : SIC V garis para sternalis dekstra
Batas kiri : SIC VI garis midklavikula sinistra
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : bentuk simetris, jaringan parut (-)
 Palpasi :Soepel, organomegali (-) nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani (+), asites (-)
 Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-/-), sianosis (-), Capillary Refill Time
< 2 detik.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax AP (8 Desember 2016)
Kesan:
Cor : Sulit dinilai
Pulmo :
- Trakea tertarik ke
hemithorax sinistra.
Tampak konsolidasi opak
homogen di lung sinistra.
ICS sinistra sempit.
- Destroyed lung sinistra
dengan unsur-unsur
atelektasis
Kesimpulan: Sol dengan unsur-unsur atelektasis
2. Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 10,3 14,0-17,0 g/dl
Hematokrit 32 45-55 %
Eritrosit 3,9 4,7-6,1 106/mm3
Leukosit 12,2 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 399 150-450 103/mm3
MCV 82 80-100 fL
MCH 27 27-31 pg
MCHC 33 32-36 %
RDW 14,6 11,5-14,5 %
MPV 13,1 7,2-11,1 fL
Hitung jenis
Eosinofil 3 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Neutrofil Batang 0 2-6 %
Neutrofil Segmen 78 50-70 %
Limfosit 11 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 107 <200
RENAL FUNCTION TEST
Ureum 22 13-43
Kreatinin 0,55 0,67-1,17
ELEKTROLIT-Serum
Natrium (Na) 133 132-146
Kalium (K) 4,3 3,7-5,4
Klorida (Cl) 102 98-106
2.5 Diagnosis Kerja
1. Sepsis e.c. Pneumonia Labaris Sinistra
2. Atelektasis Pulmo Sinistra
3. SOL Pulmo Sinistra
2.6 Tatalaksana
Non Medikamentosa :
 Tirah baring
Medikamentosa:
 IVFD RL Aminofluid 10 gtt/i
 Inj Meropenem 1 gr/8 jam
 Inj. Omeprazole 1 amp/24 jam
 Nebule Ventoline 1 resp + NaCl 0,9 % 1 cc/6 jam
 Nuctal syr 3 x C1
 Acetyl Systein 3x1
 Cyticolin 2x500 mg
 Mecobalamin 2x500 mg
2.7 Planning
 Konsul HCU Medical (+)
 Suction berkala
 Bronkial toilet
 Cek darah lengkap (+)
 Atasi sepsis
2.8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
2.9. Follow Up Harian
Tgl : 25/1/2018 Tgl : 26/1/2018 Tgl : 27/1/2018
S: penurunan kesadaran S: penurunan kesadaran, S: penurunan kesadaran.
sekret ↑ Sekret ↑

O: O: O:
TD =177/80 mmHg TD =157/85 mmHg TD =135/86 mmHg
HR = 95 x/i HR = 90 x/i HR = 88 x/i
RR = 27 x/i RR = 21 x/i RR = 28 x/i
T = Afebris T = Afebris T = Afebris
I= Simetris I= Simetris
I= Simetris statis dan dinamis P= Sf ka = Sf ki P= Sf ka = Sf ki
P= Sf ka = Sf ki P= sonor/sonor P= sonor/sonor
P= sonor/sonor A= vesikuler (↑/+), rh (+/+), A= vesikuler (↑/+), rh
wh (-/-) (+/+), wh (-/-)
A= vesikuler (+/+), rh (+/+),
wh (-/-)
A: A:
A: - Sepsis ec dd/ severe - Sepsis ec dd/ severe
- Sepsis ec dd/ severe pneumonia pneumonia
pneumonia - HHD - HHD
- HHD - Atelektasis paru sinistra ec - Atelektasis paru sinistra ec
- Atelektasis paru sinistra ec dd/ 1. Retensi sputum dd/ 1. Retensi sputum
dd/ 1. Retensi sputum - Maligancy - Malignancy
- Malignancy - Old stroke - Old stroke
- Old stroke - Anemia sedang - Anemia sedang
- Anemia - ISK - ISK
- ISK - Hipoalbumine (2,3)

P: P:
P: - PT/APTT - Bronkial toilet
- Bronkial toilet -Bronkial toilet = konfirmasi
-Cek DR lengkap anestesi (+)
(25/1/2018) Th:
Th: - IVFD RL s/s aminofluid
Th: - IVFD RL s/s aminofluid 10 10 gtt/i
- IVFD RL s/s aminofluid 10 gtt/i - Inj. Meropenem 1 gr/8 jam
gtt/i - Inj. Meropenem 1 gr/8 jam - Inj. Omeprazole 1 amp/ 24
- Inj. Meropenem 1 gr/8 jam - Inj omeprazole 1 amp/24 jam
- Inj. Omeprazole 1 amp/24 jam - Drip Hidonac 6 cc dalam
jam - Drip Hidonac 6 cc dalam NaCl 0,9% 100 cc
- Nebule ventoline 1 resp + NaCl 0,9 % 100 cc (habis - Nebule ventoline 1 resp +
NaCl 3% 2 cc/6 jam dalam 4 jam/hari) NaCl 3%/6 jam
- Acetyl systen 3x1 - Nebule ventoline 1 resp + - Acetil systen 3x1
- Cyticoline 2x500 mg NaCl 3% 2 cc/6 jam - Cyticoline 2x500 mg
- Mecobalamine 2 x 500 mg - Acetil systen 3x1 - Mecobalamine 2x500 mg
- Hidonac 6 cc dalam NaCl - Cyticoline 2x500 mg
0,9% 100 cc ( habis 4 - Mecobalamine 2x500 mg
jam/hari)
- Chest fisioterapi
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis
dan tidak mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena
saluran pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk ke
dalam alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis
oleh dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah. Penyebab tidak
masuknya udara ke dalam paru disebabkan oleh sumbatan lumen saluran
pernafasan maupun terhimpit dari luar yang mengakibatkan tertutupnya saluran
pernafasan [1].
Himpitan saluran pernapasan yang disebabkan oleh pembesaran limfe
nodus, tumor, dan aneurisma mengakibatkan atelektasis obstruktif. Tetapi terdapat
juga atelektasis nonobstruktif. Tidak tercukupinya surfaktan dan adanya kompresi
paru dari luar, seperti pada pneumotoraks dan efusi pleura dapat menyebabkan
atelektasis [2]. Dalam hal ini, disebut sebagai atelektasis pasif. Atelektasis juga
dapat menjadi akut dan kronik. Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian
paru. Kolaps ini dapat meliputi sub segmen paru atau seluruh paru. Stenosis dengan
penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis (kolaps)
dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen
dengan tanda pengempisan lobus [3, 4].

(a) (b)
Gambar 3.1. (a) Paru-paru normal, perfusi vaskular dan inflasi alveolar yang
tidak mengalami cedera. (b) Epitel yang cedera oleh karena pembuluh darah
yang mengalami kompresi dan rusaknya endotel yang disebabkan oleh
gangguan mikrovaskular. Epitel dan endotel yang mengalami cedera
merupakan keadaan awal yang menginisiasi terjadinya cedera paru. Cedera
awal yang terjadi adalah kolaps alveoli, kemudian akan terjadi reaksi inflamasi
dan hilangnya integritas epitel [5].
3.2. Epidemiologi
Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua
ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda dari pada anak yang
lebih tua dan remaja. Insiden dari atelectasis pascaoperasi adalah 80%, tetapi hanya
20% yang secara klinis signifikan. Dari hasil 200 pasien chest radiographs yang
diperiksa secara berturut-turut pada ICU, ditemukan 18 kasus dari kolaps lobaris
(8,5%). Sebagian besar kasus melibatkan lobus kiri bawah (66%), kolaps lobus
kanan bawah (22%) dan lobus kanan atas (11%) juga tercatat [3].
Atelektasis pascaoperasi dan atelektasis lobar adalah atelektasis umum yang
sering terjadi. Insiden dan prevalensi gangguan ini tidak terdokumentasi dengan
baik. Mortalitas Morbiditas pasien tergantung pada penyebab yang mendasari
atelektasis. Dalam atelektasis pasca operasi, kondisi umumnya membaik. Prognosis
atelektasis lobar sekunder untuk obstruksi endobronkial tergantung pada
pengobatan keganasan [4].
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan
pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta
penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta
penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian
dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru yang mengalami
atelektasis secara komprehensif pada bio psiko sosial dan spiritual [5].
3.3. Etiologi
Ateleksasis dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan disekitar paru,
yaitu [6]:
1. Penyumbatan/obstruksi pada bronkus
Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus,
benda asing,cairan sekresi yang massif) ataupun penyumbatan pada
bronkus akibat penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar bronkus,
ataupun pembesaran kelenjar limfe).
2. Tekanan ekstra pulmoner
Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura,
peninggian diafragma, herniasi organ abdomen ke rongga thoraks,dan
tumor intra-thoraks, tapi ekstra-pulmoner (tumor mediastinum)
3. Paralisis atau paresis gerakan pernafasan
Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak
sempurna, misalnya padakasus poliomyelitis, dan kelainan neurologil
kalinnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran
pengeluaran sekret dalam bronkus dan akhirnya akan memperberat
keadaan atelektasis. Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan pleura
atau trauma thoraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan
menghambat pengeluaran sekret bronkus yangdapat memperhebat
terjadinya atelektasis.
4. Adhesif atelektasis
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila
permukaan luminal dinding alveoli melekat satu dengan lain.
Merupakan komponen penting pada khususnya respiratory distress
syndrome pada bayi baru lahir (HMD), dan emboli paru, namun dapat
pula terjadi akibat pneumoitis akibat radiasi.
5. Sikatriks atelektasis
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan
parut (infiltrasi) didalam ruang intraalveolar dan intersisialis
(pneumonitis intersisialis), umumnya berhubungan dengan tuberkulosis
paru.
3.4. Patofisiologi
Penyebab terjadinya atelektasis biasanya disebabkan akibat komplikasi dari
penyakit tertentu. Secara garis besar terjadinya atelektasis dapat dibagi berdasarkan
patomekanismenya yaitu Atelektasis obstruktif dan atelektasis nonobstruktif, selain
itu dapat pula dibagi berdasarkan waktu kejadiannya yaitu: atelektasis akut dan
atelektasis kronik, yang pembagian berdasarkan kecepatan dari onset terjadinya
atelektasis. Atelektasis akut dan massive tidak jarang terjadi pada kasus pasca
bedah toraks maupun bedah rongga abdomen bagian atas. Pemberian obat jenis
narkotik dan sedative dalam dosis tinggi juga dapat menimbulkan atelektasis akut
massive. Contoh atelektasis kronik adalah sindrom lobus tengah yang disebabkan
oleh terhimpitnya bronkus oleh nodus limfa yang membesar atau tumor sehingga
perlangsungannya perlahan-lahan memperberat terjadinya atelektasis seiring
dengan membesarnya jaringan limfe atau tumor tersebut.
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus
adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing
yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang
menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika
saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran
darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang
mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan
mengalami infeksi [7].
Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi
udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps
dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa udara,
hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial
mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam
alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika paru-
paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea,
jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis [7].
Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura
viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan
atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding
dengan pneumothorax yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas. Atelektasis
adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan. Surfaktan
mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang mencegah kolaps
paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli. Berkurang atau tidaknya
produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis radiasi, ataupun akibat
trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun
dapat menyebabkan atelektasis sikatrik yang membuat tarikan tarikan yang bila
terlalu banyak membuat paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat
disebabkan oleh tumor seperti bronchialveolar carcinoma [7, 8].
Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering ditemukan
pada penderita obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan hipoventilasi, emboli
paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan horizontal atau “platlike”.
Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan
abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia, iskemia, hiperoxia, dan ekspos
berbagai toksin [5, 7].
Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang
melakukan anastesi ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis karena disfungsi
dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya pada
bagian basal (bawah) paru ataupun segmen tertentu [7].
Sindroma Lobus Medialis
Sindroma lobus medialis merupakan atelektasis jangka panjang, dimana
lobus media (tengah) dari paru-paru kanan mengkerut. Penyebabnya biasanya
adalah penekanan bronkus oleh suatu tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.
Paru-paru yang tersumbat dan mengkerut, dapat berkembang menjadi pneumonia
yang tidak dapat sembuh total dan peradangan kronis, jaringan parut dan
bronkiektasis [4].
Atelektasis Percepatan
Atelektasis percepatan biasanya terjadi pada pilot pesawat tempur.
Penerbangan dengan kecepatan tinggi akan menutup saluran pernafasan yang kecil,
menyebabkan alveoli (kantong udara kecil di paru-paru)menciut [7].
Mikroatelektasis Tersebar atau Terlokalisasi
Pada keadaan ini, sistem surfaktan paru terganggu. Surfaktan adalah zat
yang melapisi alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan, sehingga
mencegah pengkerutan. Bila bayi prematur kekurangan surfaktan, mereka akan
mengalami sindroma gawat pernafasan [5].
3.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis dari atelektasis, pasien biasa datang dengan keadaan low-
grade fever, leukositosis ringan dan tachypnea. Pada atelektasis ringan. Perubahan
dalam oxigenasi dan ventilasi mungkin tidak terlihat. Dalam atelektasis yang akibat
dari obstruksi bronchial dengan kehilangan yang signifikan dari parenkim paru,
pasien biasanya dating dengan tachypnea dan hypoxia [6]. Atelektasis dapat terjadi
pasca operasi mengikuti prosedur perut toraks atau atas. Meskipun atelektasis
dianggap menjadi penyebab paling umum dari demam pasca operasi awal, bukti
yang ada bertentangan, dalam sebuah studi oleh Mavros et al, mereka tidak
menemukan bukti klinis yang mendukung konsep bahwa atelektasis berhubungan
dengan demam pasca operasi awal Kebanyakan gejala dan tanda-tanda yang
ditentukan oleh kecepatan dengan yang terjadi oklusi bronkial, ukuran daerah yang
terkena paru-paru, dan ada tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkial yang cepat
dengan area besar kolaps paru menyebabkan nyeri pada sisi yang terkena, tiba-tiba
mengalami dyspnea, dan sianosis. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga
dapat terjadi. Perlahan-lahan berkembang atelektasis mungkin asimtomatik atau
mungkin hanya menyebabkan gejala ringan. Sindrom lobus tengah sering
asimtomatik [3, 7].
3.6. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis atelektasis dilakukan dengan cara anemnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara ringkasnya manifestasi
klinis atelektasis adalah: Berkurangnya breathing sound, demam, sulit bernapas
(dyspneu), Peningkatan denyut jantung (tachycardia), peningkatan tekanan darah,
dan Peningkatan frequensi pernapasan (tachypneu) [5].
Pemeriksaan bakteriologis diperlukan untuk menemukan kuman TB pada
pasien atelektasis yang mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan
diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi. Pada pemeriksaan bakteriologis
yang menggunakan sputum, cara pengambilannya terdiri dari 3 kali: sewaktu (pada
saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), dan sewaktu (pada saat mengantarkan
dahak pagi) [12]. Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis, WHO
merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD (International Union
Againts Tuberculosis and Lung Disease):

 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif


 Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
 Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut +
(+1)
 Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (+2)
 Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (+3)
Gambaran radiologik atelektasis menunjukan gambaran pengurangan
volume pada bagian paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat
kurangnya aerasi sehingga bayangan opasifikasi dengan penarikan mediastinum ke
arah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu
emfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi
herniasi hemitoraks yang sehat ke arah hemitoraks yang atelektasis [1, 3].
Pada foto thoraks dan CT-Scans menunjukkan tanda-tanda atelektasis dapat
bersifat langsung maupun tidak langsung, seperti tertera di bawah ini [6]:
Direct Sign :
1. Vascular crowding
2. Peningkatan densitas (opasifikasi)
3. Berpindahnya posisi Fisura Paru
Indirect Sign :
1. Pergeseran hilus
2. Pergeseram mediastinum ke arah paru yang kollaps.
3. Perubahan Volume paru
4. Diagfragma terangkat secara ipsilateral pada hemitoraks
5. Penyempitan ICS
Berikut contoh-contoh gambaran foto toraks dan CT-Scan pada atelektasis:

Gambar 3.1. Foto Thorax Atelektasis [6]


Gambaran atelektasi komplit pada paru kiri : Nampak pergeseran
mediastinum, opasifikasi, dan kehilangan volume pada hemitoraks kiri [6].

Gambar 3.2. Foto Thorax Atelektasis [6]


Gambar 3.3. Foto Thorax Atelektasis, lobar collapse [6]

Gambar 3.4. CT Scan aletektasis, Gambara Atelektasis pada paru kanan atas
(RUL): Nampak opasifikasi pada paratrakea kanan.
Gambaran CT-Scan diatas menunjukkan gambaran apex paru sampai
carina: Nampak opasifikasi fokal pada daerah paru yang didefinisikan dengan baik
sebagai batas karakteristik dari atelektasis pada paru kanan atas (RUL).
3.7. Tatalaksana
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengeluarkan dahak dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang kolaps. Terapi bisa dimulai dengan
fisioterapi thoraks agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi untuk
melepaskan sumbatan pada paru dan reekspansi segmen paru yang kolaps. Jika
penyebab atelektasis adalah obstruksi parsial, maka langkah pertama adalah
menghilangkan obstruksinya. Sebuah benda asing dapat dihilangkan dengan cara
membuat pasien batuk, dengan suction, dan bronkoskopi. Sumbatan lendir dapat di
dilakukan dengan cara 'drainase postural', yaitu cara klasik untuk mengeluarkan
sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri [8].
Drainase postural dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret
dalam saluran nafas dan mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
ateletaksis [9]. Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk berbaring pada sisi normal
sehingga paru-paru yang kolaps mendapat kesempatan untuk kembali berkembang.
Pasien dapat melakukan pernapasan yang dalam dengan tujuan agar paru dapat
mengembang. Dalam kasus atelektasis yang dikarenakan oleh pengumpulan cairan
di rongga pleura dilakukan drainase interkostalis. Jika alveoli mengalami kompresi
karena beberapa tumor di rongga dada, maka pengangkatan tumor dengan operasi
harus dilakukan. Tetapi jika jaringan paru-paru yang rusak diperbaiki dan tidak
dapat dikembalikan secara normal maka satu-satunya jalan untuk jenis atelektasis
adalah lobektomi [7].
Terapi konservatif :
Secara Umum, Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi,
obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia [6].
Secara Khusus, Pendekatan terapeutik mencakup [6]:
1. Tindakan pengobatan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan
upaya bernapas
2. Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
3. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi
pulmonari
4. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernapasan
5. Dukungan psikologis
6. Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
7. Bronkodilator
Terapi simptomatik :
1. Bronkodilator
berfungsi untuk mendilatasi jalan nafas karena sediaan ini melawan edema
mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi
jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas.Medikasi ini mencakup
antagonis β-adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin
(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial. Bronkodilator
mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi.
Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan,
nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten
saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal
seperti mual dan muntah [10].
2. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada
saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk
meningkat dan demam. Organisme yang paling sering adalah S.
pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi
antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-
sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan [1].
3. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien
dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi
oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan
80 mmHg [10].
3.8. Prognosis
Prognosis pasien atelektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit sewaktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan
pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki
prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya
jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung, hemoptisis, dan lain-lain [6].
Komplikasi kejadian atelektasis antara lain [6]:
1. Pnemonia. Keadaan ini diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan
kemampuan paru untuk mengembang sehingga secret mudah
tertinggal dalam alveolus dan mempermudah menempelnya kuman
dan mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru.
2. Hypoxemia dan gagal napas. Bila keadaan atelektasis dimana paru
tidak mengembang dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi
perfusi ke jaringan sekitar yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia
hingga gagal napas. Bila paru yang masih sehat tidak dapat
melakukan kompensasi dan keadaan hipoksia mudah terjadi pada
obstruksi bronkus.
3. Sepsis. Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri
adalah suatu proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa
diobati maka mudah terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di
paru, namun bila keadaa segera ditangani keadaan sepsis jarang
terjadi.
4. Bronkiektasis. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan
menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut
dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien rujukan dari RS Petramedika dengan keluhan sesak nafas berat sejak 2
tahun yang lalu dan memberat dalam 1 bulan ini, sesak nafas tidak disertai suara
mengi dan tidak dipengaruhi posisi. Batuk berdahak yang sulit dikeluarkan, dahak
bewarna putih. Nyeri dada (sulit dinilai). Riwayat batuk berdarah tidak ada. Demam
dikeluhkan sejak 2 minggu yang lalu, naik turun dan memberat dalam 2 hari SMRS.
Pasien merasa lemas, penurunan berat badan dan keringat malam tidak dikeluhkan
pasien.
Diagnosis kerja atelektasis paru ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan
bahwa sesak nafas pasien memiliki ciri timbul saat beraktivitas ringan dan tidak
hilang saat beristirahat, bahkan timbul saat beristirahat. Selain itu sering terdengar
bunyi mengi saat bernafas. Sesak dirasa lebih berat pada dada kiri dibandingkan
dada kanan. Pasien juga mengeluh adanya batuk berdahak yang sulit dikeluarkan
dan timbul bersamaan dengan sesak nafas. Pada perkusi dada kiri lebih redup
dibandingkan dada kanan, serta pada auskultasi suara vesikuler dada kiri lebih
lemah dibandingkan dada kanan.

Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis


dan tidak mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena
saluran pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk ke
dalam alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis
oleh dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah. Penyebab tidak
masuknya udara ke dalam paru disebabkan oleh sumbatan lumen saluran
pernafasan maupun terhimpit dari luar yang mengakibatkan tertutupnya saluran
pernafasan [1]. Kolaps ini dapat meliputi sub segmen paru atau seluruh paru.
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan
atelektasis (kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu
bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus [3, 4].
Penyebab terjadinya atelektasis biasanya disebabkan akibat komplikasi dari
penyakit tertentu. Secara garis besar terjadinya atelektasis dapat dibagi berdasarkan
patomekanismenya yaitu Atelektasis obstruktif dan atelektasis nonobstruktif, selain
itu dapat pula dibagi berdasarkan waktu kejadiannya yaitu: atelektasis akut dan
atelektasis kronik, yang pembagian berdasarkan kecepatan dari onset terjadinya
atelektasis. Atelektasis akut dan massive tidak jarang terjadi pada kasus pasca
bedah toraks maupun bedah rongga abdomen bagian atas. Pemberian obat jenis
narkotik dan sedative dalam dosis tinggi juga dapat menimbulkan atelektasis akut
massive. Contoh atelektasis kronik adalah sindrom lobus tengah yang disebabkan
oleh terhimpitnya bronkus oleh nodus limfa yang membesar atau tumor sehingga
perlangsungannya perlahan-lahan memperberat terjadinya atelektasis seiring
dengan membesarnya jaringan limfe atau tumor tersebut.
Atelektasis pascaoperasi dan atelektasis lobar adalah atelektasis umum yang
sering terjadi. Insiden dan prevalensi gangguan ini tidak terdokumentasi dengan
baik. Mortalitas Morbiditas pasien tergantung pada penyebab yang mendasari
atelektasis. Dalam atelektasis pasca operasi, kondisi umumnya membaik. Prognosis
atelektasis lobar sekunder untuk obstruksi endobronkial tergantung pada
pengobatan keganasan [4]. Kemungkinan pada pasien ini terjadi akibat dari
sikatriks atelektasis, yang diakibatkan oleh karena fibrosis dan pembentukan
jaringan parut (infiltrasi) didalam ruang intraalveolar dan intersisialis (pneumonitis
intersisialis), umumnya berhubungan dengan tuberkulosis paru. Selain itu diduga
juga akibat dari penyumbatan yang terjadi secara intrinsik akibat tumor pada
bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif ataupun penyumbatan pada
bronkus akibat penekanan dari luar bronkus seperti tumor di sekitar bronkus,
ataupun pembesaran kelenjar limfe [6]. Sebab utama dari atelektasis adalah
penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama dari trakea yang
langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran
pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan
lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa
tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran
kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli
akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir
dan kemudian akan mengalami infeksi [7].
Atelektasis obstruksi yang berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler
darah akan mengabsorbsi udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan retraksi paru
dan akan terjadi kolaps dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan
perfusi paru tanpa udara, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari
transudasi cairan ke dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah
atelektasis komplit. Ketika paru-paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi
kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan
fibrosis dan bronkiektasis [7]. Manifestasi Klinis dari atelektasis, pasien biasa
datang dengan keadaan low-grade fever, leukositosis ringan dan tachypnea. Pada
atelektasis ringan. Perubahan dalam oxigenasi dan ventilasi mungkin tidak terlihat.
Dalam atelektasis yang akibat dari obstruksi bronchial dengan kehilangan yang
signifikan dari parenkim paru, pasien biasanya dating dengan tachypnea dan
hypoxia [6].
Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda atelektasis pada pemeriksaan X-Ray
dada. Gambaran radiologik atelektasis menunjukan gambaran pengurangan volume
pada bagian paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat
kurangnya aerasi sehingga bayangan opasifikasi dengan penarikan mediastinum ke
arah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu
emfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi
herniasi hemitoraks yang sehat ke arah hemitoraks yang atelektasis [1, 3].
Gambaran atelektasi komplit pada paru kiri: Nampak pergeseran
mediastinum, opasifikasi, dan kehilangan volume pada hemitoraks kiri [6]. Tujuan
utama dari pengobatan adalah untuk mengeluarkan dahak dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang kolaps. Terapi bisa dimulai dengan fisioterapi
thoraks agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi untuk melepaskan
sumbatan pada paru dan reekspansi segmen paru yang kolaps. Jika penyebab
atelektasis adalah obstruksi parsial, maka langkah pertama adalah menghilangkan
obstruksinya. Sebuah benda asing dapat dihilangkan dengan cara membuat pasien
batuk, dengan suction, dan bronkoskopi. Sumbatan lendir dapat di dilakukan
dengan cara 'drainase postural', yaitu cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri [8]. Secara Umum,
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat
kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk
menghilangkan hipoksia [6].
Pasien ini diberikan terapi meliputi: IVFD RL Aminofluid 10 gtt/i, Inj
Meropenem 1 gr/8 jam, Inj. Omeprazole 1 amp/24 jam, Nebule Ventoline 1 resp +
NaCl 0,9 % 1 cc/6 jam, Nuctal syr 3 x C1, Acetyl Systein 3x1, Cyticolin 2x500 mg,
dan Mecobalamin 2x500 mg.
Meropenem diberikan karena pasien memiliki tanda infeksi paru dan diobati
pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk
meningkat dan demam. Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H.
influenzae, dan Branhamella catarrhalis [1]. Pemberian ventolin ditujukan untuk
mendilatasi jalan nafas karena sediaan ini melawan edema mukosa maupun spasme
muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki
pertukaran gas. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan,
nebuliser. Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten saraf
pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual
dan muntah [10].
Prognosis pasien atelektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit sewaktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan
pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki
prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya
jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-10 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung, hemoptisis, dan lain-lain [6].
Komplikasi kejadian atelektasis seperti [6] pneumonia yang diakibatkan oleh
berkurangnya oksigen dan kemampuan paru untuk mengembang sehingga secret
mudah tertinggal dalam alveolus dan mempermudah menempelnya kuman dan
mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru.
BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan pasien rujukan dari RS Petramedika dengan keluhan sesak


nafas berat sejak 2 tahun yang lalu dan memberat dalam 1 bulan ini, sesak nafas
tidak disertai suara mengi dan tidak dipengaruhi posisi. Batuk berdahak yang sulit
dikeluarkan, dahak bewarna putih. Nyeri dada (sulit dinilai). Riwayat batuk
berdarah tidak ada. Demam dikeluhkan sejak 2 minggu yang lalu, naik turun dan
memberat dalam 2 hari SMRS. Pasien merasa lemas, penurunan berat badan dan
keringat malam tidak dikeluhkan pasien. Pasien didiagnosis dengan atelektasis.
Pasien ini diberikan terapi meliputi: IVFD RL Aminofluid 10 gtt/i, Inj
Meropenem 1 gr/8 jam, Inj. Omeprazole 1 amp/24 jam, Nebule Ventoline 1 resp +
NaCl 0,9 % 1 cc/6 jam, Nuctal syr 3 x C1, Acetyl Systein 3x1, Cyticolin 2x500 mg,
dan Mecobalamin 2x500 mg.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Franken et all, Atelektasis : A Shrunke., Part of Lung., 2004.

[2] Khatri Sunita. , Atelectasis Sign and Symptoms, 2009.

[3] Mason R, Broaddus VC, Murray JF,Nadel JA, Murray and Nadel’s textbook
of respiratory medicine. 4th edition., United State of America : Elsevier Inc,
2005.

[4] Rasad, S., “Efusi Pleura, Atelektasis, dan Tumor Paru”. Dalam Radiologi
diagnostik Edisi Kedua., Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2010.

[5] Djojodibroto, D., "Penyakit yang sering melibatkan paru-paru”. Respiratory


Medicine., Jakarta: EGC., 2010.

[6] Tsuei, J. Betty. , “Athelectasis”. In Chest radiography.,


Lexington:University of Kentucky, 2013.

[7] Price, Sylvia A., “Gangguan Sistem pernapasan : Penyakit paru restriktif”
dalam Patofisologi dan konsep klinis penyakit Edisi 6 vol.2., Jakarta: EKG,
2006.

[8] Ahuja, Anil T. , “Pleural Effusion”. In Case study in Medical Imaging.,


United Kingdom:: University of Cambrigde. , 2006.

[9] Maddapa, T., "Atelectasis," Journal of Atelectasis Clinical Presentation,


2012.

[10] Ali, J, et.al. , “Disease of pleura”. In Pulmonary pathophysiologi., New


York : McGraw Gill Lange, 2008.

[11] Patel, Pradip R. , “Efusi Pada foto saluran pernapasan”. Dalam Lecture
Notes Radiologi Edisi kedua., Jakarta: Erlangga, 2007.

[12] World Health Organization , "Guidelines for the programmatic management


drug resistant tuberculosis emergency edition," WHO INT, p. Geneve, 2008.

[13] Aru W, Bambang, Idrus A, Marcelus, Siti S, ed., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 5., Jakarta: interna, 2013.
[14] Gunawan, S., "“Saluran Napas:Bronkodilator”.," in Farmakologi dan terapi
FKUI , Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2014.

You might also like