You are on page 1of 60

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN 20 TAHUN DENGAN ODS


KERATITIS ET CAUSA LENSA KONTAK

DISUSUN OLEH :
Fivi Kurniawati G99171017
Indah Ariesta G99172090
Maria Helga D. A. M G99162071
Ricky Irvan Ardiyanto G99162063
Rindu Permata Putri G99172141

PEMBIMBING :
dr. FARAHDINA RAHMAWATI, Sp. M.

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Keratitis merupakan suatu bentuk peradangan pada kornea, yaitu membran


transparan pada bagian depan bola mata yang menutupi iris dan pupil di
belakangnya. Keratitis dapat terjadi baik pada anak-anak maupun dewasa yang
dibedakan menjadi berbagai tipe dan penyebab. Keratitis dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis lapisan kornea yang mengalami infeksi seperti keratitis
superfisial dan keratitis interstisial atau profunda. Selain itu keratitis juga bsia
dibedakan berdasarkan mikroorganisme penyebab infeksi yaitu keratitis akibat
virus, bakteri, jamur, dan protozoa.1,2
Kornea yang utuh dan sehat merupakan pelindung mata yang mencegah
terjadinya invasi mikroorganisme patogen. Lesi pada kornea menyebabkan invasi
mikroorganisme patogen dan terjadinya kolonisasi mikroorganisme pada stroma,
hal ini menyebabkan timbulnya gejala mata merah. Pada daerah tersebut juga
terjadi infiltrasi antibodi yang menyebabkan kornea menjadi buram.1,3
Kornea terdiri atas 5 lapisan yaitu epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descemet, dan endotel. Lapisan epitel kornea merupakan pelindung
kornea dari invasi mikroorganisme. Terjadinya trauma pada epitel menyebabkan
stroma dan lapisan Bowman yang avaskuler rentan terhadap terjadinya infeksi
berbagai mikroorganisme. Meskipun sebagian besar bakteri tidak bisa melakukan
penetrasi pada epitel kornea yang intak, terdapat beberapa bakteri yang masih bisa
menembus epitel yang masih utuh seperti bakteri gonococcus dan difteri.
Mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh kornea dalam mencegah terjadinya
infeksi akibat mikroorganisme antara lain adanya refleks dalam menutup mata, efek
pembilasan dari cairan air mata (lisozim), epitel yang bersifat hidrofobik
membentuk barrier difusi, dan epitel kornea memiliki sifat dapat beregenerasi
dengan cepat dan utuh.2,3
Beberapa faktor risiko dalam terjadinya keratitis yaitu perawatan lensa
kontak yang buruk dan penggunaannya yang berlebihan, adanya penyakit atau
faktor lain yang menyebabkan penurunan kemampuan tubuh untuk mengatasi

1
infeksi, herpes genital atau infeksi virus lain, kondisi kebersihan lingkungan yang
kotor dan ramai, dan nutrisi yang buruk. Lebih dari 90% peradangan pada kornea
disebabkan oleh bakteri, di antara bakteri yang sering menyebabkan infeksi yaitu
Staphilococcus aureus, Staphilococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, dan Moraxella. Sebagian besar jenis keratitis dapat
ditangani dengan baik melalui deteksi yang awal dan perawatan yang tepat, keratitis
yang tidak tertangani dengan benar dapat menyebabkan bekas luka yang permanen,
ulkus kornea, glaukoma, dan kebutaan.1,3

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Nn. FR
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Boyolali
Tgl pemeriksaan : 16 Juni 2018
No. RM : 01422243

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Kedua mata terasa mengganjal

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan kedua
mata terasa mengganjal sejak 7 jam SMRS. Dua jam sebelum keluhan
muncul pasien menggunakan lensa kontak. Pasien baru pertama kali
menggunakan lensa kontak. Setelah pasien menggunakan lensa kontak,
pasien mulai merasakan mata mengganjal. Keluhan mata mengganjal
disertai dengan mata berair. Pasien juga mengeluhkan kedua mata perih
saat membuka mata serta silau saat melihat cahaya.
Mata merah (+/+), mengganjal (+/+), pandangan kabur (-/-),
pandangan double (-/-), perih (+/+), silau (+/+), nrocos (+/+), mblobok (-
/-), gatal (-/-), nyeri (-/-), cekot-cekot (-/-), pusing (-).

3
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat rawat inap : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat trauma mata : disangkal
Riwayat kacamata : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis

OD OS
Proses Primer Primer
Lokasi Kornea Kornea
Sebab Infeksi Infeksi
Perjalanan Akut Akut
Komplikasi Belum ditemukan Belum ditemukan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum dan vital sign
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
TD: 120/80 mmHg RR: 18 x/menit
HR: 84 x/menit Suhu: 36.5oC

4
B. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh >3/60 >3/60
a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
Tidak ada keterbatasan Tidak ada keterbatasan
1. Konfrontasi tes
lapang pandang lapang pandang
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Ada Ada
b. luka Tidak ada Tidak ada
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Kuning langsat Kuning langsat
d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Tidak ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada

5
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak Ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
e. buftalmos Tidak ada Tidak ada
f. megalokornea Tidak ada Tidak ada
g. mikrokornea Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Ada Ada
2.) hiperemi Ada Ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada
4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 4 mm 4 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada

6
d. kulit
1.) tanda radang Ada Ada
2.) warna Kemerahan Kemerahan
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
7. Sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraokular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
(sama dengan (sama dengan
pemeriksa) pemeriksa)
b. tonometry schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. non-contact tonometry Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Ada
3.) secret Tidak ada Tidak ada
4.) papil dan sikatrik Tidak ada Tidak ada
b. konjungtiva palpebra inferior

7
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) secret Tidak ada Tidak ada
4.) papil dan sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Ada
3.) secret Tidak ada Tidak ada
4.) papil dan sikatrik Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) pterigium Tidak ada Tidak ada
3.) hiperemis Ada Ada
4.) secret Tidak ada Tidak ada
5.) injeksi konjungtiva Ada Ada
6.) injeksi siliar Ada Ada
7.) laserasi Tidak ada Tidak ada
8.) subconjunctival bleeding Tidak ada Tidak ada
e. caruncula dan plika semilunaris

1.) edema Tidak ada Tidak ada


2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sklera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 10 mm 10 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap

8
d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
e. keratoskop (placido) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
f. fluoresin tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan Jernih Jernih
b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Cokelat Cokelat
b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
b. bentuk Bulat Bulat
c. letak Sentral Sentral
d. reflek cahaya langsung dan Positif Positif
tidak langsung
e. reflek konvergensi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
16. Lensa
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan Jernih Jernih
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9
IV. SIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OS

Visus Sentralis Jauh >3/60 >3/60


Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sekitar mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Supercilia Dalam batas normal Dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam
Dalam batas normal Dalam batas normal
orbita
Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Kelopak mata Edema Edema
Sekitar saccus lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler Kesan normal Kesan normal
Konjungtiva palpebra Edema, hiperemis Edema, hiperemis
Konjungtiva forniks Hiperemis Hiperemis
Konjungtiva bulbi Edema, hiperemis Edema, hiperemis
Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
Kamera okuli anterior Kesan normal Kesan normal
Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklat
Diameter 3 mm, bulat, Diameter 3 mm, bulat,
Pupil
sentral sentral
Lensa Jernih Jernih
Corpus vitreum Kesan normal Kesan normal

10
V. GAMBAR KLINIS

Oculli Dextra et Sinistra

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. ODS Keratitits et causa lensa kontak
2. ODS Keratokonjungtivitis

VII. DIAGNOSIS
1. ODS Keratitis et causa lensa kontak

VIII. TERAPI
1. Nonmedikamentosa
 Edukasi pasien agar mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menggunakan lensa kontak
 Edukasi pasien agar menjaga kebersihan lensa kontak dan
penyimpanannya
 Edukasi untuk meneteskan cairan lensa kontak ke mata secara rutin agar
mata tidak kering
 Edukasi untuk segera melepas lensa kontak apabila mata terasa tidak
nyaman
 Hindari mengucek mata
 Sebelum meneteskan obat, pastikan mencuci tangan dengan sabun
terlebih dahulu

11
2. Medikamentosa
 LFX (Levofloxacin) ED per 2 jam ODS
 Asam mefenamat 3 x 500 mg per oral

IX. PLAN
Kontrol 3 hari bila keluhan tidak membaik

X. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanam bonam bonam
Ad fungsionam bonam bonam
Ad kosmetikum bonam bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI MATA
Mata adalah suatu organ fotosensitif yang berfungsi untuk menganalisis
bentuk, intensitas, dan warna pantulan cahaya yang berasal dari sebuah objek.
Secara internal mata berisi jaringan transparan yang membiaskan cahaya untuk
memfokuskan gambar, lapisan sel fotosensitif, dan sistem neuron yang
mengumpulkan, memproses, dan mengirimkan informasi visual ke otak.4,5
Setiap mata terdiri dari tiga lapisan konsentris yaitu sebagai berikut.
a. Lapisan luar yang keras, terdiri dari sklera dan kornea transparan;
b. Lapisan vaskular tengah, mencakup koroid, badan silia, dan iris; dan
c. Lapisan sensorik bagian dalam, berupa retina yang berkomunikasi dengan
serebrum melalui saraf optik posterior.
Setiap mata tediri dari bola mata dan struktur aksesoria yang tersusun oleh
kelopak mata (palpebra), bulu mata, alis mata, apparatus lakrimalis, dan otot-otot
ekstrinsik mata.4,5
1. Struktur Aksesoria Mata

Gambar 1. Struktur anatomi mata kanan 4

13
a. Palpebra (Kelopak Mata)
Palpebra atau kelopak mata berfungsi untuk meneduhkan mata
saat tidur, melindungi mata dari cahaya berlebihan dan benda asing,
serta menyebarkan sekresi pelumas di atas bola mata. Ruang antara
kelopak mata atas dan bawah disebut sebagai fissura palpebral
(Gambar 1). Pada bagian ini terdapat beberpa sudut yang disebut
sebagai komisura lateral yang lebih sempit dan lebih dekat ke tulang
temporal, dan komisura medial, yang lebih luas dan lebih dekat dengan
tulang hidung (Gambar 1). Dalam komisura medial terdapat elevasi
kecil kemerahan, caruncle lacrimal yang mengandung kelenjar
sebaceous dan kelenjar yang sudoriferous. Dari lapisan superfisial
hingga lapisan profunda, masing-masing kelopak mata terdiri dari
epidermis, dermis, jaringan subkutan, serat otot orbikularis oculi,
lempeng tarsal, kelenjar tarsal, dan konjungtiva (Gambar 2). Lempeng
tarsal adalah lipatan tebal dari jaringan ikat yang memberikan bentuk
pada kelopak mata. Pada setiap lempeng tarsal terdapat deretan kelenjar
sebasea termodifikasi yang memanjang disebut sebagai kelenjar tarsal
atau kelenjar Meibom (Gambar 2). Infeksi kelenjar tarsal akan
menghasilkan tumor atau kista pada kelopak mata yang disebut
kalazion. Konjungtiva adalah selaput lendir pelindung yang tipis yang
terdiri dari epitel skuamosa berlapis nonkornifikasi dengan banyak sel
goblet.4,6

14
Gambar 2. Potongan sagittal mata dan struktur aksesorianya 4

b. Bulu Mata dan Alis Mata


Bulu mata terletak pada proyeksi perbatasan setiap kelopak mata,
sedangkan alis mata melengkung melintang di atas kelopak mata atas
(Gambar 1,2). Kedua struktur ini berfungsi untuk melindungi bola
mata dari benda asing, keringat, dan sinar langsung matahari. Pada
dasar folikel rambut bulu mata terdapat kelenjar sebasea yang disebut
kelenjar silia sebaceous, berfungsi melepaskan cairan pelumas ke
dalam folikel.4
c. Apparatus Lakrimalis
Aparatus Lakrimalis atau kelenjar air mata adalah sekelompok
kelenjar yang berfungsi dalam proses lakrimasi, yaitu menghasilkan
dan menguras cairan air mata. Kelenjar lakrimal mengeluarkan cairan
lakrimal yang mengalir ke 6-12 ductus lakrimalis yang mengeluarkan
air mata ke permukaan konjungtiva pada kelopak mata atas (Gambar
3). Dari sini, air mata mengalir secara medial di atas permukaan anterior
bola mata untuk memasuki dua lubang kecil yang disebut lacrimal
puncta. Selanjutnya air mata masuk ke dalam kanalikuli lakrimalis

15
superior dan inferior, yang mengarah ke ductus lakrimalis dan
kemudian ke ductus nasolacrimalis (Gambar 3). Saluran ini membawa
cairan lakrimal ke dalam concha nasalis inferior. Infeksi pada kantung
lakrimal disebut dacryocystitis. Biasanya infeksi ini disebabkan oleh
bakteri dan mengakibatkan penyumbatan duktus nasolakrimal.
Kelenjar lakrimal di innervasi oleh saraf parasimpatis N. facialis
(N.VII). Cairan lakrimal yang dihasilkan oleh kelenjar ini adalah
larutan berair yang mengandung garam, mukus, dan lisozim. Cairan ini
berfungsi melindungi, membersihkan, melumasi, dan melembabkan
bola mata. Setelah disekresikan dari kelenjar lakrimal, cairan lakrimal
menyebar secara medial di atas permukaan bola mata dengan kedipan
kelopak mata. Setiap kelenjar menghasilkan sekitar 1 mL cairan
lakrimal per hari.4

Gambar 3. Penampang anterior apparatus lakrimalis4

d. Otot Ekstrinsik Mata


Otot-otot ekstrinsik mata meluas dari dinding-dinding orbit
tulang ke sklera dan dikelilingi oleh sejumlah lemak periorbital. Otot-
otot ini mampu menggerakkan mata ke hampir segala arah. Otot-otot
penggerak mata ini terdiri dari: m. rectus superior, m. rectus inferior,
m. rectus lateral, m. rectus medial, m. oblique superior, dan m. oblique
inferior (Gambar 2). Otot-otot ini diinnervasi oleh nervus oculomotor
(N.III), nervus trochlear (N.IV), atau nervus abducens (N.VI). Secara

16
umum, unit motorik di otot-otot ini berukuran kecil. Beberapa neuron
motorik hanya mempersarafi dua atau tiga serat otot Unit motorik kecil
semacam ini memungkinkan gerakan mata yang halus, tepat, dan cepat.
Sirkuit saraf di batang otak dan cerebellum berkoordinasi dan
menyinkronkan gerakan mata. 4,5,6

2. Anatomi Bola Mata


Bola mata menempati kira-kira 20% ruang orbita. Bola mata terdiri dari
dinding bola mata, ruang-ruang mata, dan isi bola mata. Diameter ukuran bola
mata dewasa sekitar 2,5 cm (1 inci). Dari total luas permukaan bola mata,
hanya seperenam bagian anterior yang terlihat dari luar, sisanya terdapat
didalam cavum orbitae, yang cocok dengannya. Secara anatomis, dinding bola
mata terdiri dari tiga lapisan: tunika fibrosa yang terdiri dari kornea dan sklera,
tunika vaskulosa atau uvea yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid, serta
tunika nervosa yang terdiri dari retina dan epitel pigmen.4,5

Gambar 4. Struktur anatomi bola mata (potongan tranversal) 4

17
a. Kornea
Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan
transparan dan avaskuler. Bentuk kornea agak elips dengan diameter
horizontal 12 mm dan diameter vertical 11 mm. Jari-jari kurvatura depan
7,84 mm dan jari-jari kurvatura belakang 7 mm. Kornea bagian sentral
berbentuk sferis, sedangkan bagian tepi agak mendatar sehingga dapat
menghilangkan aberasi sferis (Gambar 4). Kornea ke belakang
melanjutkan diri sebagai sklera, dan perbatasan antara kornea dengan sklera
disebut limbus. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar +43 dioptri. Kornea mempunyai daya bias sama dengan air sehingga
daya refraksi kornea hanya efektif di udara. Berbeda dengan sklera, kornea
ini jernih karena letak epitel kornea yang sangat teratur, letak serabut
kolagen yang teratur dan padat, kadar air yang konstan, dan tidak adanya
pembuluh darah (avaskuler). Sifat avaskuler ini penting untuk penerimaan
transplantasi (pencangkokan) kornea oleh resipien dari donor siapapun
tanpa memandang kesamaan sifat genetis.4,5
b. Sklera
Sklera merupakan lanjutan ke belakang dari kornea. Sklera tersusun
oleh jaringan ikat padat yang sebagian besar terdiri dari serabut kolagen dan
fibroblas. Sklera menutupi seluruh bola mata dan melindungi bagian
dalamnya. Sklera berfungsi sebagai tempat perlekatan otot-otot ekstrinsik
mata. Pada persimpangan sklera dan kornea terdapat saluran yang dikenal
sebagai sinus vena scleral atau kanal Schlemm (Gambar 4). Cairan yang
dihasilka kanal ini disebut aqueous humor.4
c. Uvea
Uvea terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Uvea merupakan
lembaran yang tersusun oleh pembuluh darah, serabut saraf, jaringan ikat,
otot, dan bagian depannya berlubang yang disebut pupil. Iris merupakan
membran datar dan merupakan lanjutan ke depan badan siliar (Gambar 4).
Tebal iris kira-kira 0,2 mm, dan mudah mengembang. Fungsi iris adalah
memberi warna mata, dan menyerap cahaya yang masuk ke mata. Lapisan

18
iris dari depan ke belakang adalah: (1) endotel, (2) stroma yang terdiri atas
jaringan ikat, sel-sel pigmen, vasa darah, dan saraf, (3) lapisan otot untuk
mengatur luas pupil, (4) lapisan epitel pigmen yang merupakan lanjutan dari
epitel pigmen retina. Ditengah iris terdapat pupil yang sangat penting
mengatur besarnya sinar yang masuk ke mata (Gambar 4). Pada iris
terdapat dua macam otot yang mengatur besarnya pupil yaitu muskulus
dilatators pupil untuk melebarkan pupil yang mendapat inervasi saraf
simpatis dan muskulus sfingter pupil untuk mengecilkan pupil yang
mendapat innervasi saraf parasimpatis (N. III). Fungsi pupil adalah
mengatur jumlah cahaya yang menuju retina dan memperkecil aberasi sferis
dan aberasi kromatis. Kedua macam aberasi ini ditimbulkan oleh sistem
optik kornea dan lensa perifer yang tidak sempurna. Fungsi lain dari pupil
adalah meningkatkan kedalaman fokus. Apabila pupil lebar, maka akan
meningkatkan aberasi kromatis dan aberasi sferis. Sebaliknya apabila pupil
mengecil akan meningkatkan difraksi cahaya di tepi pupil, sehingga
menurunkan kualitas bayangan, tetapi meningkatkan kedalaman fokus.5,6
Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan
koroid, batas belakangnya adalah ora serata (Gambar 4). Badan siliar
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dan vena. Fungsi badan siliar
adalah (1) badan siliar mengandung muskulus siliaris yang penting untuk
akomodasi, (2) badan siliar sebagai tempat melekatnya zonula Zinii
(ligamentum suspensorium lentis), (3) menghasilkan humor aquosus
(disekresi oleh sel-sel prosesus siliaris), (4) kontraksi muskulus siliaris (saat
penetesan pilokarpin) juga akan membuka lubang-lubang trabekulum
sehingga akan memperlancar keluarnya humor aquosus.5,6
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas dan terletak antara
retina dan sklera, dan terdiri atas anyaman pembuluh darah (Gambar 4).
Fungsi utama koroid adalah memberi nutrisi lapisan pigmen retina dan sel-
sel fotoreseptor, serta mendinginkan retina karena retina selalu terkena
cahaya dan mempunyai metabolisme yang sangat besar sehingga ada efek
panas.5,6

19
d. Retina
Retina merupakan dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina
merupakan membran tipis transparan, berbentuk seperti jaring, dan
mempunyai metabolisme oksigen yang sangat tinggi. Luas permukaan
retina kira-kita 17 cm2 dengan ketebalan 0,2 mm. Bagian retina yang
mengandung sel-sel epitel dan retina sensoris disebut pars optika retina yang
artinya bagian yang dapat untuk melihat. Bagian yang hanya terdiri dari sel-
sel epitel pigmen yang meluas dari ora serata sampai tepi belakang pupil
disebut pars seka retina yang berarti bagian yang buta (Hartono, 2012).
Retina berisi dua macam fotoreseptor, yaitu sel kerucut yang sensitif
terhadap warna dan sel batang yang sensitif terhadap derajat penyinaran.
Makula adalah daerah retina di tengah, memberikan penglihatan paling
tajam dan papil optik terletak di sebelah nasal makula. Fovea sentral berupa
lekukan tersusun oleh kerucut merupakan bagian retina yang menyebabkan
penglihatan paling tajam.4,5
e. Ruang di Bola Mata
Di dalam mata ada dua kamera okuli, yaitu kamera okuli anterior
(KOA) dan kamera okuli posterior (KOP), yang keduanya berisi humor
aquosus. KOA dibatasi oleh kornea, permukaan depan iris, dan kapsul
depan lensa. Pada tepi KOA terdapat sudut irido kornealis, dan pada
apeksnya terdapat kanal Schlemm (Gambar 4). KOA dihubungkan dengan
kanal Schlemm lewat anyaman trabekulum. Kanal Schlemm kemudian
berhubungan dengan sistem vena episklera lewat kanal-kanal pembuang
yang disebut kanal kolektor. KOP terletak dibelakang KOA dibatasi oleh
permukaan belakang iris, badan siliaris, lensa dan badan kaca. Humor
aquosus diproduksi oleh badan siliar, yaitu pada prosesus siliaris. Susunan
humor aquosus adalah seperti darah, tapi bebas sel dan kadar proteinnya
lebih rendah sehingga jernih. Humor aquous berperan merendam dan
memberi nutrisi pada kornea dan lensa.5,6

20
f. Korpus vitreous (Vitreous body)
Korpus vitreous atau vitreous body atau badan kaca merupakan bagian
terbesar dari bola mata, terletak antara lensa dan retina (Gambar 4). Korpus
vitreoum terdiri dari 99% air dan 1% gabungan antara kolagen dan asam
hialuronat. Asam hialuronat ini bekerja sebagai penahan goncangan yang
kuat. Korpus vitreoum berfungsi memberi bentuk bola mata dan merupakan
salah satu media refrakta (media bias).5,6
g. Lensa
Isi mata yang tidak kalah penting adalah lensa. Yaitu bangunan
bikonveks yang tersusun oleh epitel yang mengalami diferensiasi tinggi.
Lensa digantungkan pada badan siliar oleh ligamentum suspensorium lentis
(Gambar 4). Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media
refrakta yang lain adalah kornea, humor aquosus dan badan kaca. Kekuatan
dioptri lensa kira-kira +20 D. Pada anak dan orang muda, lensa dapat
mengubah kekuatan dioptrinya saat melihat dekat agar bayangan jatuh di
retina. Makin tinggi umur seseorang, maka makin berkurang kekuatan
penambahan dioptrinya. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan
refraksinya (kekuatan positifnya) disebut akomodasi. Pada orang yang
masih mempunyai akomodasi, maka pada saat melihat dekat terjadi 3
peristiwa (trias melihat dekat) yaitu akomodasi, miosis, dan konvergensi.
Pada orang usia lanjut yang akomodasinya lumpuh, otot siliar tetap dapat
berkontraksi saat berusaha melihat dekat, tapi tidak terjadi akomodasi
karena lensa telah kaku, sehingga tidak dapat menambah kecembungan.5,6

B. ANATOMI DAN HISTOLOGI KORNEA


Kornea adalah jaringan transparan avaskuler yang terletak pada seperenam
bagian anterior mata (Gambar 5). Rata-rata jari-jari tengah kornea sekitar 6,7 - 9,4
µm. Bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada daerah
trasversal (12 µm) dari pada arah vertikal dan mengisi bola mata di bagian depan.
Kornea dewasa mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, 0,65 mm di tepi, dan diameter
11,5 mm. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang sangat kuat, yang menyuplai

21
2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar. Karena kornea tidak memiliki pembuluh
darah, maka kornea akan berwarna jernih dan memiliki permukaan yang licin dan
mengkilat. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil pada permukaan kornea, akan
mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan menyebabkan turunnya tajam
penglihatan secara nyata.5,6

Gambar 5. Struktur Anatomi Internal Mata 6

Kornea (cornum = seperti tanduk) merupakan selaput bening mata


yang tembus cahaya dan pelindung struktur mata internal. Kornea
memberikan kontribusi ¾ dari total kekuatan refraksi mata atau setara
dengan 40 dioptri dari total 50 dioptri mata manusia.5,7
Kornea mendapat nutrisi melalui difusi glukosa dari aqueus humor
dan difusi oksigen melalui lapisan air mata dan udara bebas. Sedangka untuk
kornea bagian perifer mndapat suplai oksigen dari sirkulasi limbus.8
Kornea memiliki densitas ujung-ujung saraf yang banyak dan
sensitifitasnya 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman
melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada

22
kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada
daerah limbus.7
Dari anterior ke posterior (Gambar 6), kornea memiliki 5 lapisan
yang berbeda-beda. Adapun lapisan-lapisan tersebut sebagai berikut.9
1. Epitel
Terdiri 5 lapisan sel epitel squamous berlapis non kornifikasi yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan
epitel kira-kira 5% (50 µm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film
air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapisan
sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan
erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal
yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel
memiliki daya regenerasi.5,7
2. Membran bowman
Lapisan basal tipis yang berasal dari sel basal epitel squamous bertingkat.
Lapisan ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap trauma, namun tidak
memiliki daya regenerasi. Apabila terjadi trauma akan menimbulkan jaringan
parut. Tebal lapisan ini sekitar 12 µm.5,8
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan
lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen
dengan lebar sekitar 0,5 mm yang saling menjalin dan mencakup seluruh
diameter kornea. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.5,7

23
4. Membran Descemet
Lapisan ini merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih
yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini
berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal 40 µm. Lebih kompak
dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma
dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang
lain.5,7
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal,
tebal antara 20-40 µm melekat erat pada membran Descemet melalui
hemidesmosom dan zonula okluden. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh
aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak
mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel
yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan
dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga
keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma
bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya
transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan
oleh epitel dan endotel yang merupakan membran semipermeabel, kedua
lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat
kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan
pada kornea.5,7

24
Gambar 6. Struktur Histologi Kornea5

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang


dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
oleh susunan filamen-filamen kolagen pada stroma yang uniform,
avaskular, dan komposisi air yang konstan di dalam stroma atau keadaan
dehidrasi relatif (deturgesens). Air di dalam stroma dipertahankan sebanyak
70%.8,10
Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih
penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel
berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-
sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma
kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah
beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan

25
hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan
faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu
mempertahankan keadaan dehidrasi.9

C. KERATITIS
1. Definisi
Keratitis adalah peradangan pada kornea yang biasanya
diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau membran Bowman dan
keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.11 Kondisi keratitis ini sering
ditandai dengan rasa sakit dan gangguan penglihatan. Keratitis dapat terjadi
pada setiap kelompok usia dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.12

Gambar 7. Keratitis12

2. Etiologi
Keratitis dapat diakibatkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Penyebab
paling sering adalah virus herpes simpleks tipe 1. Selain itu penyebab lain
adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang,
benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu
sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain,
kekurangan vitamin A, dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.13

26
3. Patofisiologi
Epitel kornea adalah pelindung yang baik bagi kornea dari invasi
mikroorganisme. Trauma pada epitel akan mengakibatkan stroma dan
lapisan Bowman yang avaskuler rentan infeksi. Pada waktu peradangan sel-
sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus, dan
tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-
sel leukosit, sel-sel polimorfonuklear, dan sel plasma yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh, dan
permukaan kornea menjadi tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan
epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam
stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke
iris dan badan siliar dengan melalui membran Descement dan endotel
kornea. Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah
kekeruhan di cairan COA (camera occuli anterior), disusul dengan
terbentuknya hipopion.13
Bila peradangan terjadi terus ke dalam, tetapi tidak mengenai
membran Descement dapat timbul tonjolan membran Descement yang
disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan yang muncul
dipermukaan penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan
parut. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan
terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau
leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang
dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan bisa berakhir
dengan ptisis bulbi.13

4. Gejala Dan Tanda


Gejala keratitis antara lain:
 Mata terasa sakit
 Gangguan penglihatan
 Trias keratitis (lakrimasi, fotofobia dan blefarospasme)12

27
Tanda keratitis meliputi:
 Infiltrat (berisi infiltrat sel radang, kejernihan kornea berkurang,
terjadi supurasi dan ulkus)
 Neovaskularisasi (superfisial bentuk bercabang-cabang, profunda
berbentuk lurus seperti sisir)
 Injeksi perikornea
 Kongesti jaringan yang lebih dalam (iridosiklitis yang dapat disertai
hipopion)12
Keratitis memberi gejala dan tanda-tanda berupa epifora, fotofobi,
penglihatan kabur, mata merah, kadang sakit, blefarospasme dan injeksi
perikornea. Disebut injeksi perikornea bila dalam pemeriksaan ditemukan
pembuluh darah lurus radial ke arah limbus terlihat jelas dan jika
konjungtiva digerakkan pembuluh darah tersebut tidak ikut bergerak karena
berasal dari pembuluh darah yang lebih profunda. Injeksi perikornea harus
dibedakan dengan injeksi konjungtiva yang dalam pemeriksaan tampak
berwarna merah kehitaman, pembuluh darah berkelok-kelok di permukaan
luar, dan jika konjungtiva digerakkan pembuluh darahnya ikut bergerak
karena berasal dari pembuluh darah superfisial.14
Perbedaan klinis antara keratitis dan konjungtivitis adalah sebagai
berikut. Pada keratitis visus menurun, mata merah tidak begitu berat, ada
injeksi perikornea, sekretnya sedikit atau tidak ada, tapi pasien merasa
sangat silau (fotofobia) dan untuk mengkompensasi rasa silau makanya bisa
terjadi blefarospasme, karena palpebra terus menyempit. Pada
konjungtivitis mata sangat merah, sekretnya bisa sangat banyak, ada injeksi
konjungtiva dan visus biasanya tidak menurun.14
Iritasi pada keratitis dapar ringan sampai berat. Ketajaman
penglihatan dapat menurun sampai buta, tergantung letak dan kepadatan
kekeruhan kornea. Keratitis dibedakan menurut letak infiltrat, bentuknya,
adanya defek epitel, cara terjadi dan penyebabnya. Kesembuhan dapat
menimbulkan parut. Kalau defek hanya di epitel bisa sembuh sempurna,
tetapi jika sampai lapisan dalam maka akan terbentuk jaringan parut.14

28
5. Stadium Perjalanan Keratitis
a. Stadium infiltrasi
Infiltrasi epitel stroma, sel epitel rusak, edema, nekrosis lokal.
Hanya stadium 1 yang terjadi pada keratitis, sedangkan stadium 2
dan 3 terjadi pada keratitis lanjut seperti pada ulkus kornea. Gejala
objektif pada stadium ini selalu ada dengan batas kabur, disertai
tanda radang, warna keabu-abuan dan injeksi perikorneal.
b. Stadium regresi
Ulkus disertai infiltrasi di sekitarnya, vaskularisasi meningkat
dengan tes flouresensi positif.
c. Stadium sikatrik
Pada stadium ini terjadi epitelisasi, ulkus menutup, terdapat
jaringan sikatrik dengan warna kornea kabur. Tanpa disertai tanda
keratitis, batas jelas, tanpa tanda radang, warna keputihan dan tanpa
injeksi perikorneal.
6. Klasifikasi
Menurut lapisannya, keratitis dapat dibedakan menjadi:
a. Keratitis Superfisialis
Radang epitel/subepitel, yang dapat disebabkan oleh infeksi,
keracunan, degenerasi, maupun alergi. Gambaran klinis: tampak
titik-titik putih atau pungtat yang merata, infiltrat di bagian atas
(pada trakoma), di celah mata (keratitis sika) atau akibat sinar
ultraviolet, dan di bagian bawah (blefarokonjungtivitis
stafilokokus).14
1) Keratitis epitelial
a) Keratitis pungtata superfisialis
Keratitis pungtata superfisialis memberikan gambaran
seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.
Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila
diwarnai fluoresen. Keratitis pungtata superfisialis dapat
disebabkan sindrom dry eyes, blefaritis, keratopati

29
lagoftalmos, keracunan obat topikal (neomisin, tobramisin,
ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan
dan pemakaian lensa kontak. Pasien akan mengeluh sakit,
silau, mata merah dan rasa kelilipan.15
b) Keratitis virus herpes simpleks
Keratitis ini bisa digolongkan menurut lokasi dan
bentuknya. Keratitis epitealis (keratitis dendritika, keratitis
geografika), dimana virus menyerang epitel basal. Keratitis
metaherpetik atau pascainfeksi, bentuk linear tidak teratur
sehingga hampir sama dengan keratitis geografika,
kesembuhan sangat lambat (8-12 minggu). Keratitis
interstitialis virus, putih seperti keju (nekrosis), ada radang
limbus, harus dibedakan dengan keratitis karena infeksi
sekunder atau jamur. Keratitis diskiformis, kekeruhan bentuk
cakram di parenkim kornea yang edema tanpa nekrosis.14
c) Keratitis virus herpes zoster
Infeksi akut yang mengenai ganglion Gasseri, jarang
bilateral, sakit saat awal, timbul vesikula pada kulit dahi,
kelopak mata sampai ujung hidung, konjungtiva hiperemis,
sensitivitas kornea menurun.14
2) Keratitis subepitelial
a) Keratitis pungtata subepitel
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.
Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan
kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun
tanda akut, yang biasanya terjadi pada dewasa muda.15
b) Keratitis numularis dari Dimmer
Keratitis numularis bentuk keratitis dengan
ditemukannya infiltrat yang bundar berkelompok dan
tepinya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo.
Keratitis ini berjalan lambat yang sering terdapat unilateral

30
pada petani sawah. Kelainan yang ditemukan pada keratitis
Dimmer sama dengan pada keratitis numularis.15
3) Keratitis stromal
a) Keratitis neuroparalitik
Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat
kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan
kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
Gangguan persarafan ke lima dapat terjadi akibat herpes
zoster, tumor fossa posterior cranium dan keadaan lain
sehingga kornea menjadi anestetis. Pada kornea ini akan
mudah terjadi infeksi sehingga akan mengakibatkan
terbentuknya tukak kornea. Pasien akan mengeluh tajam
penglihatan menurun, silau dan tidak nyeri. Mata akan
memberikan gejala jarang berkedip karena hilangnya refleks
mengedip, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat
dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat terbentuknya
deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang dimulai
pada bagian tengah dan meninggalkan sedikit lapisan epitel
kornea yang sehat di dekat limbus.15
b. Keratitis Profunda
1) Keratitis sklerotikans
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai
radang sklera atau skleritis. Perkembangan kekeruhan kornea ini
biasanya terjadi akibat proses yang berulang-ulang yang selalu
memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin luas bahkan
dapat mengenai seluruh kornea. Keratitis sklerotikans akan
memberikan gejala berupa kekeruhan kornea yang terlokalisasi
dan berbatas tegas unilateral. Kadang-kadang dapat mengenai
seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera.15

31
2) Keratitis interstisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih
dalam. Pada keratitis interstisial akibat lues kongenital
didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20
tahun pada 80% pasien lues. Keratitis interstisial dapat terjadi
akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan
akibat tuberkulosis. Keratitis interstisial merupakan keratitis
nonsupuratif profunda di sertai dengan neovaskularisasi.
Keratitis ini disebut juga sebagai keratitis parenkimatosa.15
3) Keratitis disiformis
Keratitis membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau
lonjong di dalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis
profunda supersial, yang terjadi akibat infeksi virus herpes
simpleks. Sering diduga keratitis disiformis merupakan reaksi
alergi ataupun imunologik terhadap infeksi virus herpes
simpleks pada permukaan kornea.15
Menurut penyebabnya, keratitis dapat dibedakan menjadi:
a. Keratitis bakterial
Biasanya hanya terjadi apabila terdapat penurunan pertahanan
dari kornea. Paling sering disebabkan karena Pseudomonas
aeruginosa (terkait penggunaan lensa kontak), Staphylococcus
aureus (ditandai dengan infiltrat fokal berbatas tegas berwarna putih
atau kuning keputihan), dan Streptococcus sp. Faktor risikonya
berasal dari penggunaan lensa kontak, trauma, penyakit permukaan
mata (mata kering, trikiasis, enteropion), imunosupresi, diabetes
mellitus, defisiensi vitamin A. Gejalanya adalah nyeri, fotofobia,
penurunan tajam penglihatan, sekret purulen atau mukopurulen.12
Pengobatan antibiotika dapat diberikan pada keratitis bakterial
dini. Biasanya pengobatan didasarkan dari jenis gram dimana
bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin dan

32
polimisin; sementara bakteri gram positif dapat diberikan cefazolin,
vancomyxin dan basitrasin.15

Gambar 8. Keratitis bakteri akibat Pseudomonas aeruginosa 16

b. Keratitis fungi
Biasanya dimulai dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh
ranting pohon, dan dan bagian tumbuh-tumbuhan. Jamur yang dapat
mengakibatkan keratitis adalah Fusarium, Candida, Curvularia,
Cephalocheparium dan Aspergillus. Pada masa sekarang infeksi
jamur bertambah pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan
pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan
baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian.
Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan silau. Pada
mata akan terlihat infiltrat yang berhifa dan satelit bila terletak pada
stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plaque
tampak bercabang-cabang, dengan endothelium plaque, gambaran
satelit pada kornea dan lipatan Descemet.5 Keratitis akibat Candida
atau Microspora dapat menunjukkan adanya penurunan sistem
imun. Gejalanya yaitu nyeri dengan awitan perlahan, sensasi benda
asing, fotofobia, penurunan tajam penglihatan, serta sekret berair
atau mukopurulen.12

33
Gambar 9. Keratitis fungi 16

c. Keratitis Virus
Keratitis virus paling banyak disebabkan oleh infeksi virus
herpes simpleks dan herpes zoster.
1) Keratitis herpes simpleks
Keratitis herpes simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan
rekurens. Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan:
bermanifestasi sebagai blefarokonjungtivitis vesikular, sesekali
mengenai kornea, dan biasanya terdapat pada anak-anak kecil.
Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa menimbulkan
kerusakan berarti pada mata. Serangan keratitis herpes jenis
rekurens yang umum dipicu oleh demam, pajanan berlebihan
terhadap cahaya ultraviolet, trauma, awal menstruasi atau
sumber imunosupresi lokal atau sistemik lainnya. Umumnya
terjadi unilateral, tetapi lesi bilateral dapat terjadi dan paling
sering pada pasien atopi.12
Keratitis herpes simpleks dapat juga dibagi menjadi bentuk
epitelial dan stromal. Hal yang murni epitelial adalah dendritik
dan stromal adalah disiformis. Biasanya infeksi herpes simpleks
ini berupa campuran epitel dan stromal. Perbedaan ini akibat
mekanisme kerusakannya berbeda. Pada yang epitelial
kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak

34
kornea superfisial. Stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh
pasien sendiri terhadap virus yang menyerang. Antigen dan
antibodi bereaksi di dalam stroma kornea dan menarik sel
leukosit dan sel radnag lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen berkaitan dengan pengobatan
dimana pada yang epitelial dilakukan terhadap virus dan
pembelahan dirina sedang pada keratitis stromal dilakukan
pengobatan menyerang virus dan reaksi radangnya.15

Gambar 10. Keratitis virus herpes simpleks12

2) Keratitis herpes zoster


Disebabkan virus Varicella zoster akibat reaktivasi dan
menyebar melalui nervus trigeminus cabang oftalmikus.
Gejalanya prodromal yaitu rasa lelah, demam, malaise, nyeri
kepala. Akan terlihat gejala herpes zoster pada mata tanpa
melampaui garis meridian kepala. Gejala akut yaitu keratitis
epitel akut yang ditandai dengan lesi dendritik yang lebih kecil
dan halus daripada HSV dan ujung yang halus, keratitis numular
yang ditandai dengan deposit granular subepitel dikelilingi halo
stroma yang keruh. Gejala kronis yaitu keratitis plak mukus yang
ditandai dengan plak mukus meninggi dan terwarnai dengan
pewarna rose Bengal.12
d. Keratitis Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di
dalam air tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.

35
Infeksi kornea oleh Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan
penggunaan lensa kontak lunak, termasuk lensa hidrogel silikon atau
lensa kontak kaku yang dipakai semalaman, untuk memperbaiki
kelainan refraksi. Infeksi ini juga ditemukan pada individu bukan
pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah yang
tercemar.12
Gejala awalnya adalah rasa nyeri yang tidak sebanding dengan
temuan klinisnya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinis yang khas
adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan infiltrat perineural,
tetapi sering kali hanya ditemukan perubahan-perubahan yang
terbatas pada epitel kornea.12
Diagnosis ditegakkan dengan biakan di atas media khusus
(agar nonnutrien yang dilapisi E. coli). Pengambilan bahan lebih
baik dilakukan dengan biopsi kornea karena kemungkinan
diperlukan pemeriksaan histopatolgik untuk menemukan bintik-
bintik amuba.12

Berdasarkan bentuknya, keratitis dapat dibedakan menjadi:


a. Keratitis dismorfik
b. Keratitis dimmer atau numularis
c. Keratitis filamentosa
Keratitis yang disertai adanya filament mukoid dan
deskuamasi sel epitel pada permukaan kornea. Penyebabnya tidak
diketahui dan dapat disertai penyakit lain seperti
keratokonjungtivitis sika, sarkoidosis, trakoma, pemfigoid ocular,
pemakaian lensa kontak, edema kornea, keratokonjungvitis limbik
superior, diabetes melitus, trauma dasar otak, keratitis neurotrofik,
dan pemakaian antihistamin.12
Filamen terdiri atas sel dan sisa mukoid, dengan dasar bentuk
segitiga yang menarik epitel, epitel yang terdapat pada filamen
terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filament terdapat

36
defek epitel disertai kekeruhan epitel berwarna abu-abu. Gejalanya
berupa rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme, dan epifora. Dapat
berjalan menahun ataupun akut.15

Klasifikasi keratitis berdasarkan cara infeksinya:


a. Eksogen, akibat trauma
b. Jaringan sekitar, akibat trauma atau komplikasi konjungtivitis
c. Endogen, akibat alergi atau imunologi

Klasifikasi keratitis yang lain:


a. Keratitis alergi – keratokonjungtivitis filkten
Keratokonjungtivitis flikten merupakan radang kornea dan
konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin dimediasi
oleh sel pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Mata
akan memberikan gejala lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit.
Bentuk keratitis dengan gambaran yang bermacam-macam, dengan
ditemukannya infiltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran
karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul atau pustule
pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada
kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
dengan atau tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah benjolan
tersebut.15
b. Keratokonjungivitis epidemika
Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva
yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8.
Biasanya unilateral, penyakit ini dapat timbul sebagai suatu
epidemi.15
Umumnya pasien demam, merasa seperti ada benda asing,
kadang disertai nyeri periorbita. Akibat keratitis penglihatan akan
menurun. Ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva,
pseudomembran kornea terdapat keratitis pungtata yang pada

37
minggu pertama terlihat difus di permukaan kornea. Pada hari ke 7
terdapat lesi epitel setempat dan pada hari ke 11-15 terdapat
kekeruhan sub epitel di bawah lesi epitel tersebut.15
c. Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan penyakit rekuren dengan peradangan tarsus dan
konjungtiva bilateral. Penyebabnya belum diketahui, tetapi terutama
terjadi pada musim panas dan mengenai anak sebelum berumur 14
tahun. Mengenai kelopak atas dan konjungtiva pada daerah limbus
berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang berbentuk cobble
stone.12
d. Keratokonjungtivitis sika
Keratonkonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya
permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada
penyakit yang mengakibatkan:12
 Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis
menahun
 Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjogren,
alakrimal kongenital, obat diuretik, atropin dan usia tua
 Defisiensi komponen musin, misalnya defisiensi vitamin A,
sindrom Stevens Johnson, trauma kimia
 Akibat penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis
neuroparalitik, hidup di gurun pasir dan keratitis lagoftalmus
 Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovil
kornea
Pasien dengan keratokonjungtivitis sika akan mengeluh mata
gatal, mata seperti berpasir, silau, dapat penglihatan kabur. Pada
mata didapatkan sekresi mukus yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata kering karena dengan erosi
kornea.15

38
e. Keratitis lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana
kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga mata
terpapar dan terjadi kekeringan pada kornea dan konjungtiva yang
memudahkan terjadinya infeksi. Keratitis ini dapat terjadi
dikarenakan parese Nervus VII.15

7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis, gejala, dan hasil
pemeriksaan mata. Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan
iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair,
penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka
mata (blepharospasme). Diagnosa banding keratitis yaitu glaukoma akut
dan uveitis akut.
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki
banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh gerakan kornea yang bergesekan
dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi
sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke
mata,lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama
apabila lesi terletak sentral pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi
iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien
biasanya juga mengeluhkan nrocos atau mata berair namun tidak disertai
dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea
yang purulen.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan
apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau
merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang

39
lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam
mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea,
seperti pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,
pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epitel,
lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan
keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna
dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea.
Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat
terlihat.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Kerokan kornea
b. Pengecatan fluoresen
c. Pewarnaan gram
d. Kultur untuk identifikasi bakteri dan laporan sensitvitias antibiotik
e. Kultur dalam agar Sabouraud dekstrosa
f. Pewarnaan dengan periodic acid-schiff atau calco-fluor putih

9. Penatalaksanaan
a. Primer
 Jangan menggunakan antibiotik yang dikombinasi dengan
steroid
 Pasien dirujuk apabila visus menurun setelah 3 hari terapi atau
tampak lesi putih di mata
 Pasien disarankan menggunakan penutup mata untuk
melindungi mata dari cahaya serta benda yang dapat mengotori
mata

40
 Pemberian siklopegik apabila ada peningkatan tekanan intra
okuler
b. Keratitis bakterial
 Terapi empiris: fluorokuinolon (ofloxacin, levofloksasin,
gantifloksacin) atau sefazolin
 Kokus gram positif: vankomisin, fluorokuinolon, sefuroksim
 Batang gram negatif: aminoglikosida (gentamisin), tetes
tobramisin, fluorokuinolon, atau cefixime
 Kokus gram negatif: aminoglikosida (gentamisin), tetes
tobramisin, fluorokuinolon, atau seftriakson
 Mycobacterium: amikasin, klaritromisin, trimetropim-
sulfametoksazol
c. Keratitis fungi
 Candida: amfoterisin B, natamisin, flukonazol
 Kapang: natamisin, amfoterisin, miconazole
d. Keratitis virus
 Keratitis herpes simpleks epitel: Salep acyclovir atau gel
gansiklovir yang diberikan 5x sehari. Antivirus oral terbukti
sama efektif dengan antivirus topikal
 Keratitis herpes simpleks disiform: steroid tipikal (prednison
atau dexamethason) bersamaan dengan antivirus selama minimal
4 minggu
 Keratitis herpes zoster: Acyclovir oral 800mg/hari selama 7-10
hari diberikan 72 jam setelah awitan. Antivirus topikal tidak
efektif
e. Keratitis Acanthamoeba
 Peradangan akut dapat diatas dengan steroid topikal

41
10. Prognosis Dan Komplikasi
Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam.
Sedangkan prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada
jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga
menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut telah melebihi dari
epitel dan membran Bowman maka prognosis fungsionam akan semakin
buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya
kurang adekuat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi
yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat
menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus,
ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara
berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun
debu.17
Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat
memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula
mengakibatkan timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh
steroid. Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan
jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi
sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis
visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari virulensi organisme,
luas dan lokasi keratitis, serta hasil vaskularisasi dan/atau deposisi
kolagen.17
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea
dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis
sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain di
antaranya gangguan refraksi, jaringan parut permanen, ulkus kornea,
perforasi kornea, dan glaukoma sekunder.17
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang
baik dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam,
penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat
berupa nebula, makula, leukoma, leukoma adherens dan stafiloma kornea.17

42
 Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan
hanya dapat dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau
menggunakan slit lamp
 Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat
dilihat tanpa menggunakan kaca pembesar
 Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali
terlihat dari jarak yang agak jauh sekalipun
 Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan
seluruh ketebalan kornea, terdapat penempelan iris pada bagian
belakang kornea (sinekia anterior)
 Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus
disertai perforasi, maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan
keluar parut kornea yang disertai dengan sinekia anterior
Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi
dapat membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari
bagian dalam mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke
dalam mata dan menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan
adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi
prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.17

43
Gambar 11. Bagan perjalanan keratitis

D. LENSA KONTAK
1. Definisi
Lensa kontak adalah alat bantu penglihatan sebagai pengganti
kacamata untuk mengkoreksi kelainan refraksi dan kelainan akomodasi.18

2. Klasifikasi
Saat ini ada 2 macam lensa kontak yaitu lensa kontak lunak (soft lens)
dan lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada
bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun dari hydrogels, HEMA
(hydroksymethylmetacrylate) dan vinyl copolymer; sedangkan lensa kontak
keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).19
Kelompok lensa kontak keras memberikan keuntungan koreksi visus
yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu
mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 Dioptri. Kerugian lensa kontak

44
keras adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang
kurang nyaman.20
Pemakaian lensa kontak lunak memberikan keuntungan nyaman,
singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa
yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Sedangkan kerugian
lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak
maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi
astigmatisme, kurang awet serta perawatan pemakaian yang sulit.21
Dalam perkembangannya, saat ini lensa kontak lunak dibuat dengan
kadar air yang sangat tinggi hampir 85%, sehingga memudahkan pertukaran
gas oksigen. Keadaan demikian akan memungkinkan lensa kontak untuk
dipakai dalam jangka waktu yang lama tanpa dilepas. Sedangkan lensa
kontak keras dibuat dari bahan yang mempunyai Dk (gas diffusion
coefficient) yang tinggi, dimana semakin tinggi Dk-nya akan semakin besar
bisa melalukan oksigen.22

Gambar 12. Lensa kontak lunak dan keras


Berikut macam-macam tipe lensa kontak:
a. Lensa kontak “Rigid gas-permeable” (RGP)
Lensa kontak RGP menurut materi pembentuknya dibedakan
menjadi
1) Cellulose acetate butyrate

45
Keuntungan: pembasahan yang baik, relatif inert, tidak mengikat
protein air mata, tidak mudah pecah, insiden munculnya lens-
induced pappilary conjunctivitis (CLIPC) sangat rendah.
Kerugian: Dk yang rendah, desain yang terbatas, mudah
tergores, mengikat lemak air mata, pada beberapa kasus melekat
pada kornea.
2) Silicon acrylates (Siloxanes)
Keuntungan: Dk rendah sampai menengah, desain yang lebih
beragam, lebih tahan gores, dimensi lebih stabil.
Kerugian: mengikat protein air mata, beberapa mudah retak,
beberapa insiden CLIPC.
3) Fluorosilicon acrylates
Keuntungan: Dk tinggi, pembasahan yang baik, cocok untuk
pemakaian jangka panjang, permasalahan deposit minimal,
insidensi CLIPC sangat minimal.
Kerugian: sangat mudah retak.
4) Hydrophilic rigid gas-permeable
b. Lensa kontak polimethyl metacrylate
c. Lensa kontak lunak (soft lens)
d. Lensa kontak silicon hydrogel19

3. Epidemiologi
Di seluruh dunia, sekitar 140 juta orang menggunakan lensa kontak
pada waktu yang bersamaan. Di Amerika, hampir 41 juta orang
menggunakan lensa kontak, dimana 67% penggunanya adalah wanita. Usia
rata-rata pengguna lensa kontak adalah di bawah 30 tahun. Akan tetapi,
umur bervariasi dari 18 tahun ke bawah (10%), 18-24 tahun (15%) dan 25-
44 tahun (50%). Persentase penggunaan jenis lensa kontak juga bervariasi,
dimana seringnya menggunakan lensa kontak lunak harian (80%), lensa
kontak 1-2 minggu disposable (50%) dan lensa kontak lunak diperpanjang
(15%).20

46
4. Keuntungan Dan Kerugian
Keuntungan
 Terlihat tampak lebih natural, sehingga secara kosmetik lebih baik
 Lapang pandang lebih luas
 Lebih baik dipakai untuk kelainan anisometropia
 Ukuran bayangan di retina hampir normal pada kelainan refraksi
(misalnya pada afakia dan minus tinggi)
 Tidak adanya efek prisma pada saat gerakan bola mata
 Untuk hipermetrop dibutuhkan konvergensi yang lebih kecil pada
saat melihat dekat
 Tidak adanya pantulan permukaan lensa
 Abrasi oblik yang minimal
 Praktis dipakai untuk olahraga
 Terhindar dari masalah-masalah cuaca (hujan, salju maupun kabut)
 Memberikan ketajaman visual yang lebih baik pada kasus-kasus
kornea irregular (keratokonus, trauma, graft dan pasca itndakan
bedah refraktif)19
Kerugian
 Perlu waktu untuk fitting dan adaptasi
 Diperlukan ketrampilan bagi pasien
 Diperlukan prosedur hygiene dan disinfeksi lensa
 Waktu pemakaian yang terbatas
 Pada myopia tinggi diperlukan konvergensi yang lebih besar saat
melihat dekat
 Lensa kontak bisa rusak atau hilang juga masalah ketersediaan
disposable yang terbatas
 Adanya sensasi benda asing
 Harganya mungkin mahal19

47
5. Indikasi Pemakaian
Bagi sebagian besar pasien, pemakaian lensa kontak tidak saja
merupakan tuntutan kosmetik akan tetapi lebih ke arah pemenuhan koreksi
visual yang lebih memuaskan.
 Indikasi visual
o Anisometropia
o Myopia tinggi
o Aphakia
o Kornea irregular, sikatrik, keratokonus dan graft
o Kegagalan bedah refraktif
 Indikasi pekerjaan
o Pemain film, teater atau artis panggung
o Prajurit perang
o Olahragawan profesional
 Indikasi kosmetik
o Tidak menginginkan kacamata
o Ingin merubah warna iris
o Lensa
o Prothesa
 Medikamentosa
 Lain-lain: adanya ketidakmampuan memakai kacamata (misalnya
alergi terhadap material gagang kacamata, kelainan hidung)19
Pada pemakaian lensa kontak, baik lunak maupun keras diperlukan
proses fitting yaitu mengukur lensa kontak yang pas untuk pemakai. Proses
fitting pada pemakai lensa kontak lebih singkat karena bahannya yang lunak
sehingga bisa menyesuaikan bentuk kelengkungan kornea. Sedangkan pada
pemakai lensa kontak keras proses fitting agak lama dan memerlukan
adaptasi. Pada tahap ini parameter yang perlu diperhatikan adalah diameter
lensa kontak, kelengkungan bagian dalam lensa kontak serta power lensa
kontak.19

48
Tabel 1. Perbandingan indikasi pemakaian lensa kontak lunak dan keras19
Lensa Kontak Lunak (Soft lens) Lensa Kontak Keras (Hard lens)
Pemakai lensa kontak pertama kali Gagal dengan lensa kontak lunak
Pemakai sementara Irregularitas pada kornea
Bayi dan anak-anak Alergi dengan bahan lensa kontak lunak
Orang tua dry eye
Terapi terhadap kelainan kornea Astigmatisme
(seperti bandage)
Keratokonus
Pasien dengan overwearing problem

6. Kontraindikasi Pemakaian
Terdapat banyak faktor yang menjadi kontra indikasi pemakaian lensa
kontak. Beberapa di antaranya bersifat absolute, akan tetapi semuanya harus
dipertimbangkan pada saat fitting.19
 Kontraindikasi visual
o Kelainan refraksi yang ringan
o Hanya memerlukan koreksi untuk visus dekat
o Ketajaman visual mungkin menjadi lebih buruk dari pada
pemakaian kacamata
 Kontraindikasi pekerjaan
Dalam hal peraturan melarang adanya kelainan refraksi (misalnya
pilot)
 Kontraindikasi medis
o Infeksi mata
o Erosi kornea rekuren
o Alergi
o Diabetes melitus (dalam hal ini epitel sangat rentan)
o Blefaritis
o Kelainan anatomi kelopak mata
o Merokok

49
o Kekeringan permukaan bola mata (kelainan kualitas maupun
kuantitas air mata, kelainan proses mengedip, lingkungan kering,
adanya pemakaian obat-obatan)
 Sensibilitas
Kornea maupun kelopak mata yang terlalu sensitif 19

7. Komplikasi
Komplikasi pemakaian lensa kontak dapat dipisahkan menjadi 2 yaitu
komplikasi ocular dan komplikasi pada lensa kontak. Komplikasi ocular
terjadi akibat multi faktorial yaitu karena hipoksia, alergi terhadap bahan
penyusun lensa kontak, serta dapat pula oleh trauma mekanik yang
menyebabkan ganguan pada mata. keadaan yang sering terjadi adalah giant
papillary conjunctivitis, keratokonjungtivitis, dry eye, superficial punctuate
keratitis, superior limbic keratokonjuctivitis, corneal oedema sampai ke
kondisi yang berat yaitu ulkus kornea. Sedangkan komplikasi lensa kontak
adalah timbulnya deposit pada lensa kontak karena berbagai macam bahan
material seperti besi, calcium, mucin, lipid, protein, bakteria maupun
jamur.19

E. KERATITIS ET CAUSA LENSA KONTAK


1. Definisi
Keratitis mikrobial adalah inflamasi pada kornea dengan potensi
ancaman penglihatan yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan serius
diikuti dengan hilangnya penglihatan secara permanen bila tidak diobati.20

2. Epidemiologi
Prevalensi keratitis mikrobial meningkat sejak tahun 1970 ketika
lensa kontak lunak mulai diproduksi dan secara bertahap meningkat seiring
waktu. Sekitar 43% ulkus kornea disebabkan oleh penggunaan lensa kontak
lunak. Keratitis terkait penggunaan lensa kontak lebih sering ditemukan
pada pasien usia muda dibandingkan usia tua, dan pada usia tua mempunyai

50
banyak faktor risiko yang menyebabkan upaya preventif menjadi lebih
susah.21
Risiko keratitis mikrobial di antara pengguna lensa kontak adalah
80% lebih banyak dibandingkan orang yang tidak menggunakan lensa
kontak. Pengguna lensa kontak lunak ditemukan lebih sering menderita
keratitis mikrobial. Dibandingkan dengan pengguna lensa kontak lunak,
terutama pengguna lensa kontak yang diperpanjang lebih berisiko
dibandingkan pengguna lensa kontak keras.20
Pengguna lensa kontak kosmetik juga berkaitan dengan kejadian
keratitis mikrobial dimana penelitian menunjukkan penggunaan kosmetik
berdampak pada permukaan lensa kontak, dimana lensa kontak terselubungi
dengan kosmetik seperti krim, bedak dan maskara. Pigmen pada permukaan
lensa kontak kosmetik menyebabkan bakteri dapat masuk melalui
permukaan. Hampir 1 juta kasus lensa kontak menyebabkan komplikasi di
Amerika Serikat. Insidensi keratitis mikrobial sendiri diperkirakan 4-21 per
10.000 pengguna lensa kontak.20
Insidensi keratitis mikrobial meningkat dari 40% ke 52% selama
tahun 208-2012. Faktor risiko keratitis mikrobial terkait lensa kontak
umumnya adalah higiene tempat penyimpanan yang buruk, penggantian
tempat lensa kontak yang tidak sering dilakukan dan penggunaan lensa
kontak selama malam hari atau pada saat tidur. Selain itu, kebiasaan seperti
menggunakan lensa kontak melebihi durasi, penggunaan air keran untuk
membersihkan dan menyimpan lensa juga dapat menjadi penyebab keratitis
mikrobial. Kontaminasi mikrobial pada tempat penyimpanan lensa kontak
merupakan risiko utama untuk infeksi bakteri gram negatif diantara
pengguna lensa kontak lunak.20

3. Etiologi
Berbagai jenis mikroorganisme terkait dengan keratitis microbial
pada pengguna lensa kontak.

51
Tabel 2. Penyebab keratitis mikrobial terkait lensa kontak22

Berikut adalah bakteri yang diisolasi dari keratitis bakterial terkait


lensa kontak:
Tabel 3. Bakteri penyebab keratitis bakterial ec lensa kontak20

52
Faktor risiko utama keratitis bakterial adalah tidur menggunakan lensa
kontak. Pasien dengan diabetes melitus, demensia atau alkoholisme kronis
juga mempunyai risiko lebih tinggi. Formasi biofilm bakterial pada lensa
kontak dan tempat penyimpanan lensa kontak mungkin menjadi faktor
risiko keratitis bakterial terkait lensa kontak.20
Pada tahun 2005-2006, terdapat 33 kasus keratitis Fusarium terkait
lensa kontak di HongKong, dimana mayoritas pasien usia dewasa muda dan
menunjukkan gejala seperti nyeri, kemerahan, fotofobia dan mata berair.
Selain Fusarium, berikut adalah fungi yang dapat menyebabkan keratitis
terkait lensa kontak:
Tabel 4. Fungi penyebab keratitis fungi terkait lensa kontak20

Kejadian keratitis fungi dikaitkan dengan banyak faktor risiko seperti


trauma ocular, diabetes, pembedahan dan penggunaan kortikosteroid
topikal, penggunaan lensa kontak dan antibiotik. Penggunaan lensa kontak
yang tidak tepat seperti disinfeksi yang kurang, menggunakan lensa kontak
yang terkontaminasi, penggunaan lensa kontak selama infeksi mata dan
kontaminasi lensa kontak dari lingkungan dapat menyebabkan penyakit ini.
Patogenesis keratitis fungi terkait lensa kontak terjadi pada segmen anterior
bola mata dan bisa menjadi inflamasi serius.20
Keratitis Acanthamoeba yang disebabkan spesies seperti A. castellanii
dan A. polyphaga sering berkaitan dengan keratitis terkait lensa kontak.
Protozoa lain meliputi Naegleria spp., Vahlkahmpfia spp., dan
Hartmannella spp. Keratitis Acanthamoeba umumnya terjadi pada

53
pengguna lensa kontak lunak. Acanthamoeba dapat langsung menginfeksi
kornea, biasanya setelah trauma, berkaitan dengan infeksi air atau
penggunaan lensa kontak lunak.20
Faktor risiko keratitis Acanthamoeba adalah tempat penyimpanan
lensa kontak dan higienitas yang buruk seperti penggunaan cairan
pembersih rumah tangga dan air keran untuk membersihkan lensa kontak,
penggunaan lensa kontak ketika mandi, tempat penyimpanan lensa kontak
yang lama, pemakaian yang melebihi durasi.20
Keratitis viral juga ditemukan pada pemakai lensa kontak, terutama
pemakai harian. Penelitian melaporkan adanya kontaminasi virus hepatitis
B pada lensa kontak lunak. Virus HSV juga ditemukan pada pemakai yang
mempunyai riwayat herpes zoster ocular. Selain itu, sering ditemukan
keratitis Acanthamoeba yang menjadi infeksi sekunder atau oportunistik
dari keratitis herpetik.20

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis keratitis mikrobial terkait lensa kontak berbeda-
beda sesuai penyebabnya. Keratitis bakterial terkait lensa kontak
bermanifestasi pada nyeri mata dan kemerahan dengan penurunan visus dan
infiltrasi stromal. Keratitis fungi (Fusarium) terkait lensa kontak
mempunyai gejala lesi sentral, lesi paraxial dan lesi perifer; dimana pada
infeksi Candida dilaporkan mempunyai keluhan yang lebih berat. Pada
keratitis Acanthamoeba biasanya pasien mengeluh gatal, kemerahan, nyeri,
sensasi terbakar, infiltrat berbentuk cincin/halo pada kornea, lesi multipel
pseudodendritik pada kornea dengan infiltrat stromal dan hilangnya
penglihatan. Pasien dengan keratitis Acanthamoeba yang tidak nyeri
mengeluh fotofobia. Mata yang terkena menunjukkan edema kornea,
penebalan stromal sentral. Gejala lain berupa injeksi siliaris, lesi satelit dan
radial keratoneuritis. Sedangkan pada keratitis herpes simpleks terkait lensa
kontak umumnya nyeri, kemerahan, penurunan visus bertahap dan infiltrat
stromal besar dengan perforasi sentral.20

54
Gambar 13. Keratitis mikrobial et causa lensa kontak23

5. Tatalaksana
Penggunaan lensa kontak yang benar mengurangi angka kejadian
keratitis microbial terkait lensa kontak. Berikut rekomendasi penggunaan
lensa kontak:
 Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum memakai dan
melepas lensa kontak
 Melepas lensa kontak sebelum tidur
 Menghindari pemakaian lensa kontak ketika berenang atau mandi
 Menggosok dan mengeringkan lensa kontak dengan cairan
pembersih khusus lensa kontak
 Mengganti lensa kontak sesuai rekomendasi dokter
 Menggosok dan mengeringkan tempat penyimpanan lensa kontak
dengan cairan pembersih khusus lensa kontak, jangan menggunakan
air
 Tidak mencampur cairan pembersih lama dan baru20
Pada keratitis bakterial dapat diberikan kombinasi antibiotik seperti
cefazolin dan gentamisin. Bakteri gram negatif harus diberikan kuinolon
dan eritromisin, sedangkan bakteri gram positif diberikan aminogliosida dan
eritromisin. Keratitis fungi umumnya ditatalaksana dengan kombinasi

55
topikal dan sistemik antifungi, seperti 1% voriconazole dan topikal
amphotericin B. Antibiotik seperti sefalosporin, aminoglikosida, natamycin
dan amphotericin B efektif untuk Fusarium. Econazole, amphotericine,
itraconazol dan voriconazole digunakan untuk infeksi Candida. Pada
keratitis Acanthamoeba, topikal neomycin-polymxin B dan metronidazole
tetes mata, moxifloxacin hydrochloride tetes, vancomycin tetes,
amphotericin B tetes, amikacin tetes, propamidineistheionate oint,
ketokonazol oral, prednisone dan antibiotik lain seperti clotrimazol
dilaporkan efektif. Sementara untuk keratitis herpetik dapat diberikan oral
acyclovir yang sebanding dengan terapi antiviral topikal. Agen antiviral
tidak meningkatkan kecepatan penyembuhan tetapi mengurangi risiko
keratitis epitelial.20

56
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
Keratitis merupakan suatu peradangan pada kornea mata. Infiltrasi sel
radang pada kornea menyebabkan kornea menjadi keruh sehingga tajam
penglihatan berkurang. Keratitis menurut penyebabnya dapat dibedakan
menjadi keratitis akibat bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Kornea sendiri
merupakan membran transparan pada bagian anterior dari bola mata yang
berfungsi sebagai media refraksi dan pelindung mata dari invasi
mikroorganisme. Kornea terdiri atas lima lapisan yaitu epitel, membran
Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel. Terjadinya trauma pada
epitel kornea menyebabkan stroma dan lapisan Bowman yang avaskuler rentan
terhadap terjadinya infeksi berbagai mikroorganisme. Gejala yang bisa
dirasakan pasien berupa mata merah, fotofobia, blefarospasme, dan penurunan
tajam penglihatan serta adanya rasa mengganjal. Penegakan diagnosis
dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lain. Penatalaksanaan yang tepat dapat
mengatasi keratitis dengan baik dan mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut.

B. SARAN
1.
2.

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Fundukian LJ. Gale encyclopediaof medicine. 4th ed. Detroit: Gale; 2011.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2015.
3. Lang GK. Ophthalmology. 3rd ed. New York: Thieme Company; 2015.
4. Tortora GJ & Derrickson B (2012). Principles of Anatomy & Physiology
13th ed., New York: John Wiley & Sons, Inc.
5. Mescher AL (2014). Histologi Dasar Junqueira : Teks & Atlas 12th ed.
Jakarta: EGC.
6. Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2009, Ophtalmology Umum Ed. 14.
Jakarta. EGC
7. Ilyas, Sidarta. 2006. Kelainan Refraksi Dan Kacamata Edisi Kedua. Jakarta:
Balai penerbit FKUI
8. Lang Gerhard. 2000. Ophthalmology A Short Textbook. New York: Thieme
Stuttgart Publisher. p. 165-178
9. Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2009, Ophtalmology Umum Ed. 14.
Jakarta. EGC
10. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive
Ophthalmology, Fourth Edition, New Delhi, New Age International
Limited Publisher, 2007
11. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS
(eds). Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran
edisi Kedua. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002: 114-115
12. Biswell R. Cornea. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. General
Ophtalmology 17th edition. USA: Appleton & Lange; 2008: 126-149
13. Mansjoer AM (ed). Kapita Selekta edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI; 2014: 56
14. Suhardjo, Sundari S, Revana E, Sasongko MB. Kelainan palpebra,
konjungtiva, sklera dan sistem lakrimal. Dalam: Suharjo, Hartono (eds).

58
Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada; 2012: 29-35
15. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2004: 147-155
16. Lange GK. Ophtalmology. New York: Thieme; 2000: 117-144
17. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lecture Notes Oftalmologi edisi Sembilan.
Jakarta: Erlangga; 2011: 130-133
18. Idayati R, Mutia F. Gambaran penggunaan lensa kontak (soft lens) pada
mahasiswa universitas syiah kuala ditinjau dari jenis lensa, pola pemakaian,
jangka waktu dan iritasi yang ditimbulkan. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.
2016; 16(3): 129-135
19. Hartono, Yudono RH, Indrawati SG. Refraksi. Dalam: Suharjo, Hartono
(eds). Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada; 2012: 157-160
20. Dyaviah M, Phaniendra A, Sudharshan SJ. Microbial keratitis in contact
lens Wearers. JSM Ophtalmol. 2015; 3(3): 1036
21. Eltis M. Contact-lens-related microbial keratitis: case report and review.
Journal of Optometry. 2011; 4(4):122-127
22. Moriyama AS, Hofling-Lima AL. Contact lens-associated microbial
keratitis. Arquivos Brasileiros de Oftalmogia. 2008;71(6):32-36
23. Konda N, Willcox MDP. Review of inflammation and infection in contact
lens wearers: risk factors and association with single nucleotide
polymorphisms. Journal of Ocular Biology. 2013; 2(1): 1-5

59

You might also like