You are on page 1of 4

REFLEKSI KASUS MATI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diajukan Kepada:

dr. IBG. Surya Putra P, Sp.F

Disusun oleh:

Hafiidz Fatich Rosihan


20174011152

BAGIAN ILMU KEDOKTERANFORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
A. Pengalaman
1. Kronologi
Pada hari Minggu tanggal 12 Februari 2017 sekitar pukul 13.05 WIB di daerah
Gubug, Desa Angosari, Sedayu, Bantul, saksi X dan saksi Y yang sedang berjalan di
sekitar lintasan rel kereta, melihat korban yang berencana menyaksikan jatilan di desa
Angosari. Menurut keterangan saksi, korban terlihat berjalan di samping rel kereta api
dari arah timur menuju ke barat, kemudian korban tersenggol dari arah kiri oleh
kereta yang sedang melaju dari arah timur ke barat. Kereta melaju di rel sebelah utara
pada lintasan rel dua arah. Korban terlempar ke arah utara sejauh sekitar 25 meter dan
mengenai area di sekitar rel yang terdapat kerikil dan bebatuan. Korban ditemukan
dalam posisi kepala berada di utara, sedangkan kaki diarah selatan. Posisi korban
dalam keadaan miring dengan wajah dan badan menghadap ke barat. Saat ditemukan,
tulang lengan kiri atas tampak menonjol keluar, korban kemudian dibawa ke tempat
yang aman di daerah sekitar rel kereta. Disana, korban diperiksa oleh tim identifikasi
dari Polres Bantul, korban dinyatakan meninggal dan dibawa ke RS Sardjito.
2. Pemeriksaan fisik

Ante-mortem Post-mortem Kesesuaian


Usia: 70 tahun Perkiraan Usia (odontologi):
Sesuai
>21 tahun
Ukuran badan sedang Panjangbadan: 150 cm
Beratbadan: 51,2 kg Sesuai
IMT 22,75 (Normal)
Properti Properti
• Baju : kaos lengan • Baju : kaos lengan pendek, tidak
pendek, tidak berkerah, warna hijau
berkerah, warna • Celana : celana pendek,warna Sesuai
hijau hitam
• Celana : celana
pendek,warna hitam

Kepala:
- Kepala bagian belakang, terdapat luka robek, bentuk tidak beraturan, ukuran p = 4
cm, l = 1 cm, dalam 3,5 cm.
- Kepala bagian kiri, terdapat luka robek, bentuk tidak beraturan, ukuran p = 7 cm, l =
1 cm, dalam 3 cm.
- Teraba krepitasi pada seluruh permukaan dahi, sekitar mata dan hidung.
Dada:
- Terdapat sekumpulan luka lecet geser, bentuk tidak beraturan, ukuran p = 8 cm, l =
0,2 cm.
- Terdapat sekumpulan luka lecet geser, bentuk tidak beraturan, ukuran p = 5 cm, l = 8
cm
Punggung:
- Tidak terdapat luka dan tidak teraba derik tulang
Anggota Gerak:
- Pada punggung tangan kanan terdapat luka robek, bentuk tidak beraturan, ukuran p =
0,6 cm, l = 0,7 cm, dalam 0,3 cm.
- Pada lengan atas kiri terdapat luka robek, bentuk tidak beraturan, ukuran p = 9 cm, l
= 5 cm, dalam 4 cm.
- Terdapat patah tulang terbuka pada lengan atas kiri, dengan patahan yang menonjol
keluar sepanjang 3 cm.
- Diatas siku terdapat luka robek, bentuk tidak beraturan, ukuran p = 2,5 cm, l = 1 cm,
dalam 0,5 cm.
- Pada sumbu dalam tungkai bawah kiri, terdapat luka lecet geser, bentuk memanjang,
ukuran p = 1 cm, l = 0,1 cm.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan Darah : O
b. Alkohol Darah : Negatif

B. Masalah yang dikaji


1. Mengapa pada kasus ini tidak ditemukan sebab kematian yang jelas?
2.
C. Analisis
1. Pada kasus ini tidak ditemukan sebab kematian yang jelas karena tidak dilakukan
pemeriksaan dalam. Pemeriksaan dalam tidak dilakukan karena menyesuaikan permintaan dari
penyidik sendiri. Dokter tidak boleh melakukan hal diluar surat permintaan visum karena SPV
menurut KUHAP Pasal 6 ayat 1, PP 27 tahun 1983 hanya penyidik yang berwenang. Penyidik
sendiri adalah polisi NKRI berpangkat minimal pembantu letnan dua polisi atau bila tidak ada
bisa komandan kepolisian di daerah tersebut. Padahal VER jenazah sendiri bertujuan untuk
menemukan sebab cara dan mekanisme kematian dan berfungsi untuk memberikan kesimpulan
tentang hasil akhir keadaan korban, alat bukti yang sah didepan sidang pengadilan (Pasal 184
KUHAP) dan sebagai santunan kecelakaan. Menurut penulis, hal ini seharusnya bisa dicegah
dengan cara penyidik/kepolisian melakukan pendekatan lebih dalam pada keluarga korban
karena yang berhak dan wajib menerangkana adalah penyidik (pasal 134 KUHAP). Apabila
tidak berhasil maka penulis mendapatkan pemecahan yang lain yaitu pengadaan CT scan post
mortem untuk mengantisipasi keluarga korban yang tidak mengizinkan dilakukan bedah mayat.
Di Swedia CT scan Post mortem telah digunakan sejak tahun 2014. Investasi alat kesehatan CT
scan post mortem mungkin tidak profitable padahal untuk kepentingan hukum dalam
menetapkan penyebab kematian perlu dilakukan pemeriksaan secara kedokteran yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

You might also like