You are on page 1of 22

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………1


BAB I LAPORAN KASUS …………………………………………………2
BAB II BORANG PORTOFOLIO …………………………………………8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA …………………………………….…….11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..21

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


 Nama : Tn. A
 Tanggal lahir : 16 April 1986
 Usia : 32 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Status pernikahan : Menikah
 Pendidikan terakhir : S1
 Alamat : Jl. Bambu Apus Raya RT 001/03
 No. Rekam Medis : 083451

1.2 Keluhan Utama


Nyeri pinggang kiri

1.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS PUSDIKKES dengan keluhan nyeri hebat pada
pinggang kiri yang sejak 2 jam SMRS. Nyeri dirasakan hebat sehingga
mengganggu aktifitas. Pasien datang tampak kesakitan dan berjalan setengah
membungkuk serta memegang pinggang kirinya dengan menggunakan kedua
tangan Keluhan sudah dirasakan sejak 3minggu SMRS yang dirasakan hilang
timbulNyeri pinggang dirasakan seperti menjalar sampai ke selangkangan. Pasien
mengeluh BAK bercabang dan seperti berpasir sejak 1 bulan SMRS. Panas badan
disangkal, mual muntah disangkal. Kaki bengkak tidak ada.

2
Pasien merupakan seorang pegawai kantor swasta. Pasien umumnya
minum sekitar 5 gelas perhari dan sering menahan BAK. 3 minggu sebelum
pasien datang ke ugd, pasien dirawat di RS Pusdikkes dengan keluhan serupa.
Dan sudah dilakukan USG ginjal dengan hasil ada batu pada ginjal kanan.

1.4 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat operasi Batu Ginjal Kiri tahun 2016
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes mellitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat stroke (-)

1.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

1.6 Tanda Vital


Keadaan Umum : Kesadran compos mentis, tampak sakit berat
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37 °C

1.7Status Gizi
Tinggi badan : 169 cm
Berat badan : 65 kg
BMI : 22,75 kg/m2 (Normal)

1.8 Pemeriksaan Fisik


 Kepala
o Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
o Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen +/+, MT intak

3
o Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, septum deviasi (-),
hipertrofi konka -/-
o Mulut : Faring tenang, tonsil T1-T1 tenang
o Leher : KGB tidak teraba membesar
 Thoraks
o Dinding thoraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-)
o Paru
o Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
o Perkusi : Sonor kanan = kiri
o Auskultasi : VBS kanan = kiri, wheezing -/-, ronkhi -/-
o Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV LMCS
o Perkusi : Batas jantung normal
o Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : Perut tampak datar
o Palpasi : CVA kanan (-), CVA kiri (+)
o Auskultasi : BU (+) lambat
o Perkusi : Timpani, Pekak samping (-), pekak pindah (-),
 Anus dan Rektum :Tidak ada kelainan
 Genitalia : Tidak ada kelainan
 Anggota Gerak : Deformitas (-), akral hangat, CRT <2 detik
 Kulit : Warna sawo matang, tidak ada kelainan
 Neurologis :
Kekuatan motorik :
5555 5555 Sensorik :Tidak ada kelainan

5555 555

Reflek fisiologis +++ +++ Reflek patolog - -


+++ +++ - -

4
Tes Laseque dan Tes Kernique : >70 , >70 / >135, >135
Patrick dan Kontra Patrick: -
Tanda Rangsang Meningeal: tidak ada kelainan

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (11/08/2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Lengkap
Hb 13.9 13.0-16.0 g/dL
Ht 41 40-48 %
Leukosit 10250 5000-10000 /uL
Trombosit 248000 150000-450000 /uL
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1 1-3%
Batang 1 2-6%
Segmen 55 50-70%
Limfosit 38 20-40%
Monosit 5 2-8%

Urine Lengkap
pH 6.0 4.6-8.0
Berat Jenis 1.030 1.010-1.030
Protein -/NEGATIF Negatif
Reduksi -/NEGATIF Negatif
Bilirubin -/NEGATIF Negatif
Epithel +/POS Positif
Leukosit 4-6 0-2 LBP
Eritrosit 8-16 0-1 LBP
Kristal -/NEGATIF Negatif
Bakteri -/NEGATIF Negatif
Blood +++/POS3 Negatif

5
USG abdomen (23/07/2018)

6
Hepar : tepi rata, Angle sign nihil. Echo internal normosonographic, struktur
tubuler normal. Vena porta tak melebar. Tak tampak SOL/masa
Lien : tak membesar. Tak tampak SOL/kalsifikasi.
Kandung empedu : bentuk ukuran normal. Dinding smooth. Lumen anechoic
homogeny. Tak tampak SOL/sludge
Pancreas : bentuk normal. Echo normal. Tak tampak SOL/kalsifikasi/masa

Ginjal kanan: bentuk ukuran normal. Echo internal cortex/medulla


normosonographic. Differensiasi cortex/medulla jelas. Pelviocalises tak
melebar. Tak tampak SOL, tampak gambaran 2 buah batu +/- diameter +/-
0,3cm dan +/- 0,4 cm.
Ginjal kiri : bentuk normal, internal cortex/medulla normosonographic.

7
Differensiasi cortex/medulla jelas. Pelviocalises tak melebar. Tak tampak
SOL/batu
Kandung kemih : bentuk normal, mucosa smooth, lumen anechoic homogen. Tak
tampak indentasi/SOL/batu
Prostat : bentuk normal, echo internal normosonographic. Tidak membesar. Tidak
tampak SOL/kalsifikasi

Kesan :
1. Nefrolithiasismultiple dexta
2. Hepar, lien, KE, Pancreas, Ginjal kiri, KK dan Prostat
normosonographic/normosonoanatomic

1.9 Diagnosis Kerja


Colic Renal ec Nefrolithiasis

1.10 Penatalaksanaan
 Pro Rawat Inap
 Suprafenid supp I
 IVFD RL 500cc/24 jam ~ 20 tpm + drip ketorolac 1 amp
 Injeksi Ranitidin 2x1 amp
 Injeksi Ceftriaxone 2x1 amp

1.11 Prognosis
 Quo Ad vitam : dubia Ad bonam
 Quo Ad functionam : dubia Ad bonam
 Quo Ad sanationam : dubia Ad bonam

8
BAB II
BORANG PORTOFOLIO
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:

Nama Peserta: Dr. Nadia Alaydrus, Dr. Kafia Rakhmah


Nama Wahana: RS. Pusdikkes Kodiklat TNI-AD
Topik: HIV/AIDS
Tanggal (kasus): 11 Agustus 2018
Nama Pasien: Tn.A No. RM: 083461
Tanggal Presentasi: 15 Agustus 2018 Nama Pendamping: Dr. Satyaningtyas
Tempat Presentasi: RS. Pusdikkes Kodiklat TNI-AD
Objektif Presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Tn. A , usia 32 tahun dengan Colic Renal ec Nefrolithiasis
□ Tujuan: Mengobati Tn. A dan melakukan terapi agar pasien menjadi lebih baik dan tidak jatuh
ke komplikasi lebih berat
Bahan bahasan: □ Tinjauan □ Riset □ Kasus □ Audit
Pustaka
Cara □ Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos
membahas: diskusi
Data Pasien: Nama: TN. A Nomor Registrasi:
Nama Klinik: RS. Pusdikkes Telp: Terdaftar sejak:
Kodiklat TNI-AD
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
Pasien datang ke IGD RS PUSDIKKES dengan keluhan nyeri hebat pada pinggang kiri yang
sejak 2 jam SMRS. Nyeri dirasakan hebat sehingga mengganggu aktifitas. Pasien datang tampak
kesakitan dan berjalan setengah membungkuk serta memegang pinggang kirinya dengan
menggunakan kedua tangan. Keluhan sudah dirasakan sejak 3minggu SMRS yang dirasakan
hilang timbulNyeri pinggang dirasakan seperti menjalar sampai ke selangkangan. Pasien
mengeluh BAK bercabang dan seperti berpasir sejak 1 bulan SMRS. Panas badan disangkal, mual
muntah disangkal. Kaki bengkak tidak ada.

Pasien merupakan seorang pegawai kantor swasta. Pasien umumnya minum sekitar 5 gelas

9
perhari dan sering menahan BAK. 3 minggu sebelum pasien datang ke ugd, pasien dirawat di RS
Pusdikkes dengan keluhan serupa. Dan sudah dilakukan USG ginjal dengan hasil ada batu pada
ginjal bagian kanan.
1. Riwayat Pengobatan: Riwayat operasi batu ginjal tahun 2016
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien mengalami keluhan serupa hilang timbul sejak 3 minggu
3. Riwayat Keluarga: -
Lain-lain: Pasien keadaan sadar compos mentis, tanda vital lain dalam batas normal. CVA kiri
positif
Daftar Pustaka:
1.Nefrolithiasis
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi
2. Etiologi dan Epidemiologi
3. Patofisiologi
4. Gejala dan Tanda
5. Faktor resiko
6. Diagnosis
7. Tatalaksana
8. Prognosis

10
Subjektif : Pasien datang ke IGD RS PUSDIKKES dengan keluhan nyeri hebat pada pinggang
kiri yang sejak 2 jam SMRS. Nyeri dirasakan hebat sehingga mengganggu aktifitas. Pasien
datang tampak kesakitan dan berjalan setengah membungkuk serta memegang pinggang kirinya
dengan menggunakan kedua tangan Keluhan sudah dirasakan sejak 3minggu SMRS yang
dirasakan hilang timbul. Nyeri pinggang dirasakan seperti menjalar sampai ke selangkangan.
Pasien mengeluh BAK bercabang dan seperti berpasir sejak 1 bulan SMRS.
Objektif:Pasien sadar kompos mentis, tampak sakit sedang, tanda vital lain dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA kiri positif
Assessment: Berdasarkan data anamnesis dapat disimpulkan bahwa pasien diduga mengalami
kelainan yakni batu pada ginjal kiri ditandai dengan adanya nyeri pinggang yang menjalar
sampai selangkangan. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh infeksi maupun adanya masalah
batu ginjal. Faktor pekerjaan dan kurangnya konsumsi air putih menjadi faktor resiko terjadinya
keluhan ini. Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA kiri positif, sedangkan
pemeriksaan fisik lain tidak ditemukan adanya kelainan, hasil CVA kiri yang positif menjadi
indikasi adanya infeksi ataupun kelainan pada ginjal pasien. Pada hasil lab didapatkan
peningkatan leukosit pada hasil lab darah rutin sebesar 10250/uL (Normal: 5000-10000/uL,
pada hasil pemeriksaan urin di temukan leukosit 4-6 LPB (Normal 0-2 LPB), eritrosit 8-16 LPB
(Normal: 0-1LPB), blood +++/POS3 (Normal : negative) (Normal: 0-1LPB), adanya leukosit
dan darah pada pasien, mengindikasikan pasien mengalami infeksi yang cukup berat, dan
diduga batu yang berasal dari ginjal mungkin sudah mendekati kandung kemih karena pasien
juga mengelukan BAK yang mulai bercabang.
Plan: Rencana terapi pasien dirawat inap kemudian diberikan infus Ringer Laktat 20 tetes
permenit sebagai suplai cairan dan jalur masuk obat-obatan. Dalam hal terapi medikamentosa,
pasien mendapatkan suprafenid supp dan drip ketorolac 1 ampul karena pasien merasa sangat
kesakitan sehingga ini dapat mengurangi rasa nyeri. Injeksi Ranitidin 1 ampul untuk menjaga
lambung pasien karena efek dari obat nsaid yang diberikan (ketorolac) Injeksi ceftriaxone 2x1gr
karena ceftriaxone merupakan antibiotic sefalosporin gen IV yang efektif untuk kasus ini.
Pasien sudah USG ginjal sehingga dapat dilakukan evaluasi agar pasien mendapat terapi yang
lebih tepat.

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi

Gambar 1. Struktur organ pada sistem urinari.1

Etiologi dan Epidemiologi


Penyakit batu merupakan penyakit saluran kemih tersering, terjadi pada satu dari delapan
pria kulit putih setelah usia 70 tahun. Penyakit ini umum ditemukan pada usial >20 tahun dengan
puncak insidensi di usia 40-60 tahun dan tiga kali lebih sering pada pria dibandingkan dengan
pada wanita. Pada pasien yang sudah mengalami batu, resiko terjadinya rekurensi pembentukan
batu dalam 5 tahun mencapai 50%. Kesuksesan tatalaksana batu ditentukan oleh managemen
akut dan jangka panjang.2,3,4

12
Patofisiologi
Teori yang menjelaskan batu saluran kemih masih belum sempurna. Pembentukan batu
membutuhkan supersaturasi urin. Supersaturasi urin bergantung pada pH urin, kekuatan ion,
konsentrasi cairan, dan pembentukan kompleks dengan komponen lain. Peran konsentrasi cairan
jelas, dimana semakin besar konsentrasi 2 ion, semakin mungkin ion-ion tersebut mengendap
dan menginisiasi pembentukan kristal.2
Teori nukleasi menyatakan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda
asing yang terdapat di urin yang supersaturasi. Namun, ditemukan bahwa pasien dengan batu
dapat menunjukkan hasil yang normal pada pemeriksaan urin. Teori kristal inhibitor menyatakan
bahwa batu terjadi akibat tidak adanya atau rendahnya konsentrasi inhibitor batu yang secara
alami ada di dalam tubuh, termasuk magnesium, sitrat, dan pirofosfat.2

Gambar 2. Proses pembentukan batu.3

13
Jenis-jenis batu:2,3
• Batu kalsium: batu kalsium merupakan jenis batu yang paling sering terjadi.
• Batu non-kalsium:
1. Batu struvit: tersusun atas magnesium, ammonium, dan fosfat, umumnya ditemukan
pada wanita, berbentuk staghorn, jarang di ureter.
2. Batu asam urat: menyebabkan <5% batu saluran kemih, umumnya ditemukan pada
pria. Pasien dengan gout, penyakit mieloproliferatif, kehilangan berat badan
mendadak, dan yang mendapat tatalaksana untuk keganasan memiliki insidensi yang
lebih tinggi mengalami batu asam urat. Namun, sebagian besar pasien dengan batu
asam urat tidak mengalami hiperurisemia. Peningkatan asam urat dapat terjadi akibat
dehidrasi atau konsumsi purin yang tinggi.
3. Batu sistin: sistin lithiasis umumnya sekunder akibat inborn error of metabolism yang
berakibat terjadinya absorpsi abnormal di mukosa intestinal dan absorpsi tubulus
renalis.
4. Batu xantin: terjadi akibat defisiensi xanthine oxidase kongenital.
5. Batu indinavir: indinavir merupakan protease inhibitor yang paling umum
menyebabkan batu radiolusen pada sekitar 6% pasien yang mendapat obat ini.

Tabel 1. Komposisi batu dan persentase kejadian.3

14
Gejala dan Tanda
1. Nyeri
Nyeri yang berasal dari ginjal dapat bersifat kolik maupun nonkolik. Kolik renal
umumnya disebabkan oleh regangan pada sistem kolektikus atau ureter (umumnya akibat
passing stone). Obstruksi traktur urinarius merupakan mekanisme utama penyebab
kolik renal. Nyeri nonkolik terjadi akibat distensi kapsul renalis. Gejala ini dapat
saling tumpang tindih dan sulit dibedakan.2,4

Mekanisme lokal seperti inflamasi, edema, hiperperistaltis, dan inflamasi mukosa dapat
mempengaruhi nyeri yang dirasakan pasien. Di ureter, nyeri lokal dapat dialihkan ke
distribusi saraf ilioinguinal dan cabang genital dari nervus genitofemoral. Beratnya nyeri
dan lokasi nyeri dipengaruhi oleh ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, onset
obstruksi, dan variasi anatomi individu. Batu ureter kecil umumnya disertai nyeri yang
berat, sedangkan batu cetak umumnya disertai nyeri yang tumpul atau rasa tidak nyaman
di ginjal.2,4
Batu di kaliks ginjal dapat menyebabkan obstruksi. Nyeri bersifat tumpul di pinggang
dengan intensitas yang bervariasi. Nyeri dapat muncul setelah konsumsi cairan dalam
jumlah banyak. Adanya infeksi atau inflamasi di kaliks yang menyertai obstruksi dapat
memperberat persepsi nyeri.2
Batu di pelvis dengan diameter >1 cm umumnya menyumbat UPJ (ureteropelvic
junction), umumnya menyebabkan nyeri hebat di sudut kostovertebra. Nyeri dapat
bersifat tumpul hingga tajam. Umumnya gejala muncul intermiten, mengikuti konsumsi
air dalam jumlah banyak. Batu cetak (staghorn) di pelvis ginjal tidak selalu obstruktif,
sehingga pasien jarang merasakan nyeri pinggang.2
Batu di ureter proksimal dan midureter umumnya menyebabkan nyeri yang berat dan
tajam. Nyeri dapat memberat dan intermiten saat batu berjalan ke distal ureter dan
menyebabkan obstruksi intermiten. Batu yang tersangkut dilokasi tertentu dan
menyebabkan obstruksi parsial menyebabkan nyeri yang lebih ringan. Nyeri akibat batu
ureter umumnya terkait dermatom dan persarafan spinal. Nyeri akibat batu di ureter
proksimal umumnya menjalar ke regio lumbar. Batu di medial ureter umumnya
menyebabkan nyeri yang menjalar ke kaudal dan anterior ke abdomen bagian bawah.2

15
Batu di ureter distal umumnya menyebabkan nyeri yang menjalar ke kemaluan (ke
skrotum pada pria, dan ke labia pada wanita). Nyeri alih ini umumnya dari cabang
ilioinguinal atau genital dari nervus genitofemoral.2

Gambar 2. Penjalaran nyeri sesuai posisi batu di ureter.2


2. Hematuri
Urinalisis lengkap dapat membantu konfirmasi diagnosis batu saluran kemih dengan
menilai adanya hematuri, kristaluri, dan pH urin. Pasien dapat mengalami gross hematuri
intermiten atau urin berwarna seperti teh. Sebagian besar pasien mengalami
mikrohematuri.2,3,4
3. Infeksi
Batu struvit (amonium fosfat) umumnya dikaitkan dengan infeksi proteus, pseudomonas,
klebsiella, dan stafilokokus. Batu ini bahkan disebut infection stone. Batu kalsium fosfat
adalah batu lain yang dikaitkan dengan infeksi. Semua batu dapat dihubungkan dengan
infeksi akibat obstruksi dan stasis di proksimal batu.2,3
4. Demam
Demam terkait obstruksi saluran kemih umumnya menunjukkan butuhnya dekompresi.
Hal ini dapat dicapat dengan pemasangan kateter retrograde (mis: double-J kateter). Jika
manipulasi retrograde gagal, pemasangan nefrostomi perkutaneus dibutuhkan.2
5. Mual dan muntah
Obstruksi traktus proksimal umumnya dikaitkan dengan mual dan muntah. Dapat
dibutuhkan cairan intravena untuk mengembalikan keadaan euvolemik. Namun, cairan

16
intravena tidak boleh digunakan untuk meningkatkan diuresis sebagai usaha untuk
mendorong batu ureter turun ke distal.2,3,4
Diperlukan riwayat yang tepat dari pasien. Nyeri harus dievaluasi, termasuk onset,
karakter, radiasi, dan aktivitas yang dapat memperberat atau memperingan nyeri,
mual dan muntah, hematuri, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Pasien dengan
riwayat batu sebelumnya umumnya mengalami nyeri yang sama dengan sebelumnya,
namun hal ini t idak selalu terjadi.2

Faktor Resiko
1. Kristaluri merupakan faktor resiku untuk batu. Produksi kristal ditentukan oleh
saturasi garam dan konsentrasi inhibitor dan promoter di urin. Masing-masing kristal
memiliki bentuk yang berbeda.2
2. Diet 
intake sodium yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan sodium urin, kalsium,
dan pH, dan penurunan ekskresi sitrat. Hal ini meningkatkan kemungkinan kristalisasi
garam kalsium akibat peningkatan saturasi monosodium urat dan kalsium fosfat. Intake
cairan dan urin output dapat mempengaruhi batu saluran kemih. Urin output rerata harian
pada pasien yang mengalami batu adalah 1,6 L/hari.2,3
3. Pekerjaan 
tenaga medis dan pekerja kantoran memiliki insidensi batu yang lebih tinggi
dibandingkan buruh. Hal ini diduga akibat perbedaan aktivitas fisik dimana aktivitas fisik
dapat memicu lepasnya agregat kristal. Individu yang terekspose pada suhu tinggi juga
lebih cenderung mengalami peningkatan konsentrasi akibat dehidrasi.2
4. Iklim individu yang tinggal di iklim panas lebih rentan mengalami dehidrasi yang
meningkatkan insiden batu saluran kemih, khususnya batu asam urat. Disamping itu,
iklim panas juga mengakibatkan paparan ultraviolet lebih tinggi 
produksi vitamin D
meningkat ekskresi kalsium dan oksalat meningkat.2,3
5. Riwayat keluarga 
pasien dengan batu saluran kemih dua kali lebih mungkin memiliki
riwayat keluarga dengan batu saluran kemih. Pasien dengan riwayat keluarga memiliki
peningkatan insidensi terjadinya batu saluran kemih yang dini dan berulang.2
6. Obat-obatan beberapa obat antihipertensi, penggunaan antasida jangka panjang dapat
mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih.2

17
Pemeriksaan Radiologi
1. CT noncontras CT scan merupakan modalitas pilihan untuk pasien dengan kolik renal.
Pemeriksaan ini memberi hasil yang lebih cepat, menunjukkan struktur peritoneal dan
retroperitoneal lainnya, menentukan volume batu cetak dengan tepat, dan membantu saat
diagnosis masih belum jelas. Pemeriksaan ini tidak subjektif bergantung pada pemeriksa
dan tidak membutuhkan kontras intravena.2,3
2. Intravenous pyelography menujukkan nefrolithiasis dan anatomi traktus urinarius
bagian atas, dapat diinterpretasi oleh sebagian besar klinisi. Persiapan yang tidak adekuat
dapat menyebabkan hasil yang diperoleh kurang baik.2
3. Foto BNO dan USG 
kedua pemeriksaan ini dapat sama efektifnya dengan IVP dalam
menegakkan diagnosis. Ureter distal dapat divisualisasi dengan baik pada kandung kemih
yang penuh.2
4. Retrograde pyelography 
pemeriksaan ini kadang dibutuhkan untuk menggambarkan
trakturs bagian atas dann melokalisasi batu berukuran kecil.2

Tatalaksana

Diagram 1. Algoritma evaluasi dan managemen batu saluran kemih.3

18
Pedoman penatalaksanaan batu cetak ginjal/staghorn
Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak ginjal. Definisi yang sering dipakai
adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang
berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Batu cetak parsial adalah batu yang menempati sebagian
cabang collecting system. Batu cetak komplit adalah batu ginjal yang menempati seluruh
collecting system.3,5
Pengangkatan seluruh batu bertujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi, mengatasi
obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya, serta
menjaga fungsi ginjal. Batu ginjal yang tidak diterapi akan menyebabkan kerusakan anatomi dan
fungsi ginjal. Terapi yang digunakan untuk batu cetak ginjal:5
1. PCNL monoterapi
2. Kombinasi PCNL dan ESWL
3. ESWL monoterapi
4. Operasi terbuka
5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL
Terapi konservatif pada pasien dengan batu cetak ginjal meningkatkan resiko kehilangan
ginjal dan kematian hingga 30%. Penanganan ideal batu cetak ginjal terdiri atas tiga tahapan.
Pertama, complete surgical removal dari seluruh batu sangat esensial. Jika masih terdapat sisa
batu, urea-splitting bakteriuri tetap terjadi dan dapat menyebabkan pertumbuhan batu kembali.
Kedua, abnormalitas metabolik yang ada harus diidentifikasi dan ditangani dengan tepat. Ketiga,
abnormalitas anatomi yang dapat menyebabkan stasis saluran kemih harus diatasi.3
Ketika PNL dibandingkan dengan SWL monoterapi pada penangan batu cetak ginjal,
stone free rate pada PNL dengan atau tanpa SWL adalah 84,2%, sedangkan pada SWL
monoterapi adalah 51,2%. Penanganan pasien dengan batu cetak ginjal dengan pendekatan
kombinasi harus dilakukan perkutaneus secara primer dan SWL hanya digunakan sebagai
tambahan untuk meminimalisasi jalur akses yang dibutuhkan.3
Perkutaneus nefrostomi merupakan tumpuan dari seluruh prosedur perkutaneus di saluran
kemih bagian atas. Pendekatan perkutaneus menyediakan rute yang nyaman untuk diagnosis
kelaianan saluran kemih atas. Fungsi utama dari nefrostomi postprosedur adalah untuk drainase
urin dari struktur yang masih mengalami ekspansi dan inflamasi akut akibat prosedur. Selain itu,
nefrostomi juga dengan cepat mendrainase darah dalam urin sebelum klot penyebab obstruksi

19
terbentuk dan juga berperan untuk menyerap perdarahan postoperatif.3 Secara umum
pemasangan nefrostomi bertujuan untuk:6
• Mengeluarkan batu ginjal
• Mendapat akses langsung ke traktus urinarius bagian atas untuk berbagai prosedur urologis
• Mendiagnosis obstruksi ureter, filling defect, dan kelainan lain melalui radiografi
anterograde
• Mengalirkan agen kemoterapi ke collecting system ginjal
• Menyediakan profilaksis setelah reseksi untuk kemoterapi lokal pada pasien dengan tumor
pelvis ginjal
Beberapa indikasi untuk pemasangan nefrostomi:6
Obstruksi saluran kemih atas baik akut maupun kronik dimana akses ke ginjal dari saluran
kemih bawah sulit akibat adanya batu, tumor, dan kelainan anatomis.
Peningkatan serum kreatinin dan drainase urin melalui ureter tidak dapat dilakukan.
Gangguan pelvis ginjal (obstruksi UPJ, ginjal tapal kuda, dupleks ureter, fisura ureter,
double renal collecting system).
Hidronefrosis pada renal transplant allograft.
Tatalaksana batu cetak ginjal (yang akan dilakukan perkutaneus nefrolitotomi).
Batu atau tumor dengan obstruksi distal atau benda asing yang tidak dapat dikeluarkan
melalui ureter.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartz’s
principles of surgery. 8th Edition. New York: McGraw-Hill. 2007.
2. Stoller ML. Urinary stone disease. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smith’s
general urology. 17th Edition. New York: McGraw-Hill Medical. 2008. p. 246-77.
3. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh urology. 9th
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
4. Wolf JS. Nephrolithiasis. Jan 2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/437096-overview [cited: 07 Desember 2012 pukul
21.05]
5. Sumardi R, et al. Guidelines Penatalaksanaan Penyakit Batu Saluran Kemih 2007. Ikatan
Ahli Urologi Indonesia. 2007.
6. Hautmann SH. Nephrostomy. Dec 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/445893-overview [cited: 07 Desember 2012 pukul
22.45]

22

You might also like