You are on page 1of 34

LAPORAN KASUS

CARSINOMA MAMMAE

Oleh :
Anisa Rizca Putri
NIM 142011101035

Pembimbing :
dr. Samsul Huda, Sp.B
19621211 198901 1 003

Disusun untuk melaksanakan tugas


Kepaniteraan Klinik di SMF Bedah
RSD dr. Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


RSD DR. SOEBANDI JEMBER

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii


BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2
2.1 Definisi ......................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi .................................................................................... 2
2.3 Anatomi Mammae ........................................................................ 3
2.4 Fisiologi Mammae ....................................................................... 6
2.5 Patofisiologi Kanker Payudara .................................................... 7
2.6 Patogenesis ................................................................................... 8
2.7 Faktor Resiko ............................................................................... 9
2.8 Staging ......................................................................................... 12
2.9 Diagnosis ..................................................................................... 14
2.10 Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 17
2.11 Penatalaksanaan ......................................................................... 19
2.11 Prognosis .................................................................................... 22
BAB 3. LAPORAN KASUS............................................................................ 23
3.1 Identitas Penderita ........................................................................ 23
3.2 Anamnesis .................................................................................... 23
3.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 24
3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 26
3.5 Diagnosis Kerja ........................................................................... 27
3.6 Planning ....................................................................................... 27
3.7 Prognosis ...................................................................................... 27
3.8 Laporan Operasi ........................................................................... 28
3.9 Follow Up .................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31
BAB 1. PENDAHULUAN

Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama yang


memberikan kontribusi 13% dari 12% kematian akibat penyakit tidak menular di
seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab utama kematian sekitar
8,2 juta orang. Kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan payudara merupakan
penyebab kematian terbesar akibat kanker pada setiap tahunnya (Kemenkes,
2018). Kaker payudara merupakan penyebab terbanyak kematian karena kanker
pada wanita di seluruh dunia. Insidensi terjadinya kanker payudara meningkat
setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 1,4 juta kasus baru setiap tahun di seluruh
dunia (Boyle, 2012). Pada tahun 2012, terdapat 1,7 kasus kanker payudara dan
521.900 kematian terjadi (Torre, 2015)

Di Indonesia, kanker enempati urutan ke 6 dari pola penyakit tersering.


Setiap tahunnya terjadi 100 kasus baru diantara 100.000 penduduk (Riskesdas,
2011). Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2014 di Indonesia
insidensi kanker pada perempuan terbanyak adalah kanker payudara (48.998
kasus), kanker servix (20.928 kasus), kanker kolorektum (11.787 kasus), kanker
ovarium (10.238 kasus),dan kanker paru-paru (9.374 kasus). Dimana dari 92.200
kematian akibat kanker pada perempuan, 21.4% penyebabnya adalah kanker
payudara (WHO, 2014).

Lebih dari 50% penderita kanker payudara di Indonesia ditemukan dalam


keadaan stadium yang sudah sangat lanjut. Hanya 22% stadium operable dan 78%
kanker payudara stadium inopperable. Insidensi kanker payudara di negara-negara
berkembang terus meningkat. Untuk itu, dengan menerapkan pola hidup sehat
merupakan upaya penting yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kanker payudara. Deteksi dini dan terapi optimal adalah kunci untuk menurunkan
angka kematian karena kanker payudara.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari kelenjar payudara
termasuk epitel duktus atau lobulus payudara. Kanker dapat tumbuh di dalam
kelenjar payudara, saluran payudara, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada
payudara yang tumbuh destruktif, infiltrative, dan dapat bermetastase ke jaringan
sekitarnya. Beberapa factor yang diduga meningkatkan risiko untuk mendapat
kanker payudara antara lain usia, faktor genetik dan familial, hormonal, gaya
hidup, obesitas, dan riayat biopsy bayudara (De Jong, 2017).

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan WHO Histological Classification of breast tumor, kanker
payudara diklasifikasikan sebagai berikut:
Patologi karsinoma
Patologi Prainvasif Patologi Karsinoma in situ invasif

- Hiperplasia atipik - Lobular carcinoma in situ - Invasive ductal


(LCIS) carcinoma
- LCIS pleomorfik - Invasive lobular
- Ductal carcinoma in situ (DCIS) carcinoma
- Paget dissease - Karsinoma tubuler
- Karsinoma
kribiformis
- Karsinoma meduler
- Karsinoma musinus
- Karsinoma apokrin
- Karsinoma
mikropapiler
- Karsinoma
metaplastik
- Mammary
carcinoma with
osteoclast-like giant
cell
- Karsinoma sekretot
- Sarcoma filoides
- Sarkoma
- Angiosarkoma
2.3 Anatomi Mammae
Kelenjar payudara merupakan sekumpulan kelenjar kulit karena secara
embriologis payudara berasal dari ektoderm. Mammae terletak pada permukaan
anterior dari thorax mulai dari setinggi costae II ke arah bawah hingga mencapai
costae VI dan dari os sternum ke arah lateral hingga linea axilaris media. Dua
pertiga bagian atas mamma terletak di atas musculus pectoralis major, sedangkan
sepertiga bawahnya terletak diatas musculus serratus anterior, musculus obliquus
externus abdominis dan otot rektus abdominis.
Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar (glandula
mammae), masing-masing memiliki saluran bernama ductus lactiferous yang akan
bermuara ke papilla mamma. Glandula mammae adalah organ tambahan dari
sistem reproduksi perempuan yang terletak di dalam mammae. Kuadran lateral
atas merupakan bagian yang paling banyak mengandung glandula mammaria.
Ductus lactiferous mempunyai letak tersebar seperti jari-jari sebuah roda. Di
bawah areola mammae, ductus lactiferous melebar dan disebut sebagai sinus
lactiferous sebagai tempat berkumpulnya air susu. Areola mammae mempunyai
kulit yang berpigmen, berisi glandula sudorifera dan glandula sebacea. Glandula
mammae terletak di antara lapisan fascia superficialis dan terpisah dari fascia
profunda yang melapisi musculus pectoralis major serta melekat erat pada kulit
dengan perantara ligamentum suspensorium mammaria (Cooper). Bagian
superolateral dari glandula mammae sering menonjol ke arah axilla membentuk
processus axillaris (penonjolan Spence/ ekor payudara).

Vaskularisasi
Perdarahan payudara terutama berasal dari arteri perforantes anterior dari arteri
mammaria interna, arteri thorakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris,
dan beberapa arteri intercostalis.
Gambar 1. Vaskularisasi Payudara (Sumber: Evers and Mattox, 2012)

Inervasi
Payudara sisi superior dipersarafi oleh nervus supraklavikula yang berasal
dari cabang ke 3 dan ke-4 pleksus servikal. Payudara sisi medial dipersarafi oleh
cabang kutaneus anterior dari nervus interkostalis 2-7. Papila mamma terutama
dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis 4 sedangkan
cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis lain mempersarafi areola dan
mamma sisi lateral. Kulit daerah payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik.
Ada beberapa saraf yang perlu diingat sehubungan dengan timbulnya penyulit
berupa paralisis dan mati rasa pascabedah, yakni nervus interkostobrakialis dan
nervus kutaneus brakius medialis, yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan
bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin
dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah terserbut. Nervus
pektoralis yang mengurus otot pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis
yang mengurus otot latismus dorsi dan nervus torakalis longus yang mengurus
otot seratus anterior sedapat mungkin juga dipertahankan pada mastektomi dengan
diseksi aksila.

Kelenjar getah bening


Terdapat enam kelompok kelenjar limfe yang harus dikenali, yaitu
kelompok vena axila, mammaria interna, skapula, sentral, subklavicula, dan
interpektoral (Rotter’s group). Sekitar 75% aliran limfe payudara mengalir ke
kelompok limfatik aksila sebagian lagi ke kelenjar parasternal (mamaria interna)
terutama dari bagian sentral dan medial, dan kelenjar interpektoralis. Pada aksila,
terdapat rata-rata 50 buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri
dan vena brakialis. Saluran limfe dari seluruh payudara mengalir ke kelompok
anterior aksila, sentral aksila, dan kelenjar aksila bagian dalam, yang berjalan
sepanjang vena aksilaris dan berlanjut langsung ke kelenjar sevicalis bagian
kaudal dala di fossa supraklavikuler. Jalur limfe lainnya berasal dari daerah
sentral dan medial, yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh darah
mamaria interna juga menuju ke aksila kontralateral, ke otot rektus abdominis
mealui ligamentum falsiformis hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.
Sebagian besar getah bening mengalir melalui pembuluh darah interlobularis
menuju plexus subareolaris. Dari sini dan dari bagian lain mammae, pembuluh
getah bening akan mengikuti perjalanan vena.
Dari bagian lateroinferior, getah bening mengalir sepanjang vasa
thoracoacromialis dan vasa thoracica lateralis menuju nodi axillares.Dari bagian
medial, getah bening dialirkan mengikuti vasa intercostalis menuju nodi
parasternales yang terletak di sepanjang arteria thoracica interna. Sebagian kecil
getah bening dialirkan menuju nodi supraclavicularis.
Gambar 2. Sistem limfatik payudara (Sumber: Dabbs, 2017)

Kuadran Payudara

Untuk kepentingan anatomis dan mendeskripsikan letak tumor, permukaan


payudara di bagi menjadi 4 kuadran:
 Superior (upper) medial
 Inferior (lower) medial
 Superior (upper) lateral
 Inferior (lower) lateral

Gambar 3. Kuadran Payudara (Sumber: Hughes et al., 2012)


2.4 Fisiologi Mammae
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
Pertama dimulai dari masa pubertas, masa fertilitas sampai klimakterium, hingga
menopause. Pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga
hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya asinus.
Selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid, payudara
membesar, dan beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran
maksimal. Kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa
hari menjelang haid, payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik,
terutama palpasi sulit dilakukan. Pada saat itu, mammografi menjadi rancu karena
kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal di atas berkurang.
Pada kehamilan, payudara membesar karena epitel duktus lobul dan duktus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari
hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus,
mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke putting susu yang dipicu
oleh oksitosin (Brunicardi et al., 2010).

Gambar 4. Payudara pada fase fisiologis. A. Remaja. B. Kehamilan.C. Laktasi. D. Usia


lanjut (Sumber: Brunicardi et al., 2010)
2. 5 Patofisiologi Kanker Payudara

Ca mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada
sistem duktal. Mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel
atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi carcinoma insitu dan menginvasi stroma.
Ca membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal untuk menjadi
massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada
ukuran itu kira-kira seperempat dari ca mammae telah bermetastasis. Ca mammae
telah bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga
melalui saluran limfe dan aliran darah.
Pada keluarga dengan riwayat payudara yang kuat, banyak perempuan
memilki mutasi dalam gen kanker payudara, yang disebut BRCA 1 (dikromosom
17q21.3). Pada keturunan adalah dominan autosomal dan dapat dituunkan melalui
garis maternal maupun paternal. Sindom kanker payudraa lainnya berkaitan
dengan gen pada kromosom 13, yang disebut BRCA 2 (dikromosom 13q12-13).
Kedua gen ini diperkirakan berperan penting dalam perbaikan DNA. Keduanya
bekerja sebagai gen penekan tumor, karena kanker muncul jika kedua alel inaktif
atau cacat, pertama disebabkan oleh mutasi sel germinativum dan kedua oleh sel
somatic berikutnya. Kanker payudara dibagi menjadi kanker yang belum
menembus membran basal (noninvasif) dan kanker yang sudah menembus basal
(invasif).

2. 6 Patogenesis
Tumorigenesi kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap
tahapnya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor
atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada kanker payudara orang dewasa
yaitu sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.
Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam
perjalan menuju keganasan. Terjadi Hiperplasia Duktal yang ditandai oleh
proliferasi sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata dengan pola kromatin dan
bentuk inti-intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur.
Sel-sel tersebut relatif memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan
secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal)
yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih,
serta lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker
payudara.
Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in
situ, baik karsinoma ductal maupun lobuler. Pada karsinoma in situ, terjadi
proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai keganasan, tetapi
proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus membran basal.
Karsinoma in situ lobuler biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara
(bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan.
Sebaliknya, karsinoma in situ ductal merupakan lesi duktus segmental yang dapat
mengalami kalsifikasi sehingga memberikan penampilan yang beragam.
Setelah sel-sel tumor menembus Sel-sel tumor telah menembus membran
basal dan menginvasi stroma, timor menjadi invasif, dapat menyebar secara
hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis.

2.7 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang diduga meningkatkan risiko untuk mendapat kanker
payudara antara lain, usia, factor genetic dan familial, hormonal, gaya hidup,
obesitas, lingkungan, dan riwayat biopsy payudara. Memiliki factor risiko bukan
berarti seseorang akan terkena kanker, hanya saja perempuan yang memiliki
factor risiko harus lebih diwaspadai.
Usia
Merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting. Semakin
bertambahnya usia seseorang, insidensi kanker payudara akan meningkat. Satu
dari delapan keganasan payudara akan meningkat. Satu dari delapan keganasan
payudara invasif ditemukan pada wanita berusia di bawah 45 tahun. Dua dari tida
keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita usia 55 tahun.
Genetik dan Familial
Wanita dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga keturunan
pertama (ibu,bapak,kakak,adik) mempunyai resiko yang meningkat. Peningkatan
resiko ini sebanding dengan jumlah keluarga inti yang menderita. Jika
dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat keluarga, maka resiko akan meningkat
sebesar 1,8 kali jika terdapat riwayat satu penderita dan meningkat sampai 4 kali
jika terdapat tiga atau lebih penderita kanker payudara dalam keluarga inti.
Kanker ovarium dalam keluarga juga merupakan faktor resiko kanker payudara
yang harus diperhitungkan.
Mutasi genetik berhubungan dengan kanker payudara yang diturunkan
dalam keluarga. BRCA 1, BRCA 2, CHEK2, TP53, PTEN merupakan onkogen
yang berperan dalam proses ini. Mutasi BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan risiko
kumulatif terkuat untuk terjadinya kanker payudara dengan prevalensi sebesar 5-
10%. Di populasi umum, mutasi ini terdapat pada sekitar 1% namun lebih sering
ditemukan dan spesifik pada etnis yahudi. Wanita dengan mutasi BRCA 1
diperkirakan mempunyai resiko 48% untuk terjadi kanker payudara di usia 80
tahun sedangkan pada mutasi BRCA 2 mempunyai resiko sebesar 74%. Mutasi
BRCA 1 dan 2 ini juga berhubungan dengan resiko terjadinya kanker ovarium.

Reproduksi dan Hormonal


Faktor reproduksi dan hormonal juga berperan besar dalam menimbulkan
kelainan ini. Usia menarche yang lebih dini yakni di bawah 12 tahun,
meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 3 kali, sedangkan usia menopause
yang lebih lambat, yakni di atas 55 tahun, meningkatkan resiko kanker payudara
sebanyak 2 kali.
Perempuan yang melahirkan bayi aterm hidup pertama kali di atas 35 tahun
mempunyai resiko tertinggi mengidap kanker payudara. Penggunaan kontrasepsi
hormonal eksogen juga turut meningkatkan resiko kanker payudara. Penggunaan
kontrasepsi oral meningkatkan risiko kanker payudara 1, 24 kali. Penggunaan
terapi sulih hormone pascamenopause meningkatkan risiko 1, 35 kali bila
digunakan lebih dari 10 tahun. Dan pada pengguna estrogen penguat kandungan
selama kehamilan, risikonya meningkat sebesar dua kali lipat.
Menyusui bayi dapat menurunkan resiko kanker payudara jika menyusui
dilakukan selama 27-52 minggu. Penurunan resiko ini diperkirakan karena masa
menyusui mengurangi masa menyusui seseorang.

Gaya Hidup
Obesitas pada pasca menopause meningkatkan resiko kanker payudara,
sebaliknya obesitas premenopause justru akan menurunkan resikonya. Hal ini
disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap kadar hormone
endogen. Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan resiko sebesar 30%.
Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan kejadian kanker payudara.

Lingkungan
Riwayat menjalani terapi penyinaran pada daerah dada, bersiko menderita
keganasan payudara secara signifikan. Risiko keganasan payudara terutama
meningkat jika radiasi dilakukan pada usia dewasa muda (saat payudara sedang
berkembang).
Pajanan eksogen dari lingkungan hidup dan tempat kerja juga berisiko
menginduksi timbulnya kanker payudara. Salah satu zat kimia tersebut adalah
pestisida atau DDT yang serinkali mencemari bahan makanan sehari-hari.

2.8 Staging
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penelitian dokter
saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh
manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar
maupun penyebaran ketempat lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau
kanker dan tidak ada pada tumor jinak.
Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen, USG, dan
bila memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dan lain-lain. Banyak sekali cara
untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah
stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh
UICC (International Union Against Cancer dari World Helath Organization) /
AJCC (American Joint Committee On Cancer yang disponsori oleh American
Cancer Society dan American College of Surgeons).
Sistem TNM
TNM merupakan singkatan dari “T” yaitu tumor size atau ukuran tumor,
“N” yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau
penyebaran jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum
dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi
(PA). Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut :
Tabel 1.Ukuran Tumor (T)

Ukuran Interpretasi
Tumor
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti adanya suatu tumor
Tis Lobular carninoma in situ (LCIS), ductus carninoma in situ
(DCIS), atau Paget’s disease
T1 Diameter tumor ≤ 2cm
T1a Diameter tumor > 0,1 sampai 0,5cm
T1b Diameter tumor 0,5 sampai 1cm
T2 Diameter tumor 2 sampai 5 cm

T3 Diameter tumor ≤ 5 cm
T4 Berapa pun diameternya, tumor telah –
T4a - Melekat pada dinding dada dan mengenai pectoral lymph
node
T4b - Dengan infiltrasi ke kulit, dalam hal ini termasuk peau
d’orange, ulserasi, nodul satelit pada kulit terbatas pada satu
payudara yang terkena.
T4c - Infiltrasi baik pada dinding dada maupun kulit
T4d - Karsinoma inflamatorik

Tabel 2. Palpable Lymph Node (N):


N Interpretasi
NX KGB tidak dapat dinilai

N0 Kanker tidak menyebar ke lymph node

N1 Kanker telah menyebar ke axillary lymph node ipsilateral dan


dapat digerakkan
N2 - Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksasi, dan
konglomerasi atau klinis adanya metastasis pada KGB
mamaria interna meskipun tanpa metastasis KGB aksila.
N2a - Metastasis ke KGB axilla terfiksasi atau melekat pada
struktur lain
N2b - Klinis metastasis hanya pada KGB mamaria interna
ipsilateral dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila.

N3 - Klinis ada metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral


dengan atau tanpa metastasis pada KGB aksila atau klinis
terdapat metastasis pada KGB mamaria interna dan metastasis
KGB aksila
N3a - metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b - metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila
N3c - metastasis ke KGB supraklavikula

Tabel 3. Metastasis

Metastase Interpretasi

MX Metastasis jauh belum dapat dinilai

M0 Tidak ada metastase ke organ yang jauh

M1 Metastase ke organ jauh

Setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut


kemudian digabungkan dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

Tabel 4. Stadium kanker payudara


Stage T N M
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1a N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1a N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1a N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1
2. 9 Diagnosis
Diagnosis kanker payudara ditegakkan berdasarkan triple diagnostic
procedures (clinical, imaging, histopathology).
1. Pemeriksaan Klinis
Anamnesis
Gejala kanker payudara sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor dan ciri
pertumbuhannya. Berbagai gejala yang mendorong pasien untuk pergi ke dokter
antara lain adanya benjolan di payudara yang tidak nyeri (66%); nyeri pada
payudara unilateral maupun bilateral pada penekanan atau geseran; nyeri lokal di
salah satu payudara; retraksi kulit atau putting; keluarnya cairan dari putting;
radang atau ulserasi putting susu; benjolan ketiak serta edema lengan.
Benjolan yang berukuran kurang dari 1 cm biasanya tidak tampak maupun
teraba. Benjolan superfisial biasanya dapat teraba, sementara benjolan yang dalam
tidak teraba.
Fiksasi tumor pada kulit yang menimbulkan retraksi kulit (dumpling) dan
retraksi putting dapat menjadi tanda awal kanker payudara. Jika kanker payudara
menyusup ke otot pektoralis, retraksi kulit akan tampak jelas ketika otot pektoralis
dikontraksikan.
Mastitis karsinomatosis dapat tampak sebagai inflamasi yang infeksius
(nyeri, bengkak, merah, demam, dan malaise). Kelainan ini disebabkan oleh
obstruksi pembuluh limfe kulit dan jaringan subkutan oleh sel-sel tumor sehingga
menimbulkan retraksi kulit yang disebut peau d’orange. Gambaran klinin mastitis
karsinomatosis menggambarkan perburukan dan metastasis yang cepat.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dikerjakan setelah anamnesa yang baik dan terstruktur
selesai dilakukan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mendapatkan tanda-tanda
kelainan (keganasan) yang dikirakan melalui anamnesa atau yang langsung
didapat.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis,dan
sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis
(tanda vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya
metastase dan atau kelainan medis sekunder.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan
regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis.
 Inspeksi
Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang
bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan
metastasis ke kelenjar getah bening. Pada saat inspeksi lakukan
pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada
kulit, antara lain: benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada
kulit (skin dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk ( peau de orange),
nodul satelit, kelainan pada aerola dan puting, seperti puting susu tertarik (
nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau
tidaknyya benjolan pada aksilla atau tanda-tanda radang serta benjolan
infra dan supra klavikula juga diperhatikan.
 Palpasi
Palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan
bagian polar distal jari 2,3,4, dimana penderita dalam posisi berbaring
dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi
harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral atas dan subaerola, karena
merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu
sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir payudara menuju ke aerola dan
meraba seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila
didapati benjolan adalah likasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra
dan supra klavikula), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas
(dapat digerakkan, terfiksasi jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak
tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran.
Pada saat palpasi daerah subaerola amati apakah ada keluar sekret
dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret
tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu,
cairan jernih, bercampur darah dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan
untuk mengetahui apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada
payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang
merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga
dengan palpasi pada infra dan supra klavikula.

2. 10 Pemeriksaan Penunjang
a) Mammografi
Mamografi digunakan sebagai bagian dari skrinning maupun
diagnosis kanker payudara dan merupakan metode pilihan deteksi kanker
payudara yang masih kecil. Indikasi mamografi antara lain kecurigaan
klinis adanya kanker payudara sebgai tindak lanjut pascamasektomi dan
pasca breast conserving theraphy (BCT), adanya adenocarsinoma
metastatic yang tidak diketahiu asalnya, dan sebagai program skrinning.
Mamografi pascamasektomi bertujuan untuk deteksi tumor primer kedua
dan rekurensi di payudara kontralateral, sedangkan mamografi pasca BCT
bertujuan untuk mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua.
Mamografi di usia 25 tahun sulit diinterpretasi karena padatnya
jaringan kelenjar payudara. Sebaliknya, mamografi pada wanita pasca
menopause lebih mudah terinterpretasi karena kelenjar payudaranya sudah
mengalami regresi.
Gambaran mamografi yang menunjukkan keganasan adalah tumor
hiperdense yang berbentuk spikula, distorsi atau irregular, tampak
mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai pembesaran
kelenjar getah bening aksila.
Mammografi lebeih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk
mendeteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi
sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center
Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus
dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia diatas 40 tahun,
pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan
mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium
II,III, dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi
(Oeffinger, 2016).

b) Ultrasonografi (USG)
Pengguanaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang
penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau
meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau
massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae
mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dan batas yang halus dan
daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya
menunjukan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang
lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma mammae
disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk memberi
marker preoperative, mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB),
core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG
merupakan pemeriksaan praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien
tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm (Sjamsuhidajat,
2010).

c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dilakukan pada pasien usia muda karena gambaran
mamografi yang krang jelas pada wanita usia muda, untuk mendeteksi
adanya rekurensi pasca BCT dan mendeteksi adanya rekurensi dini
keganasan payudara yang pada pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya
kurang jelas atau pada wanita yang menggunakan implant payudara.

d) Imunohistokimia
Seperti sel payudara normal, beberapa sel kanker payudara juag memiliki
reseptor hormone estrogen dan atau progesterone atau tidak memiliki
reseptor hormone sama sekali. Kanker payudara yang memilik reseptor
hormone estrogen, disebut ER(+) dan yang memiliki reseptor progesterone
disebut PR (+). Cenderung memiliki prognosis yang lenih baik karena
masih peka terhadap terapi hormonal.

e) Biopsi
Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mammogram,
harus dilakukan biopsy. Jenis biopsy yang dapat dilakukan adalah FNAB,
core biopsy, dan biopsy terbuka.
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dengan jarum halus no. 27
sejumlah kecil jaringant tumor diaspirasi keluar lalu diperiksa di bawah
mikroskop. FNAB dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan
cara praktis dan lebih murah daripada biopsy eksisional dengan resiko
yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis
sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan
sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-
positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat
false-negative sebesar 10%. Walaupun paling mudah dilakukan, FNAB
tidak dapat menentukan grading tumor dan kadang tidak memberikan
diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsy lainnya.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil jaringan
dengan jarum yang besar sehingga hasil lebih bermakna dibanding FNA.
Core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi massa dengan palpasi
ataupun dipandu dengan USG, mamografi atau MRI. Core biopsy dapat
membedakan tumor yang non invasive dengan tumor yang infasif,
menentukan grading tumor, dan digunakan untuk pemeriksaan
imunohistokimia.
Open biopsy dilakukan bila pada mamografi terlihat ada kelainan
yang mengarah ke tumor maligna, dan bial hasil FNAB atau core biopsy
meragukan. Jika ketidaksesuaian dari triple diagnosis yaitu pemeriksaan
klinis, imaging (mamografi, USG payudara), dan FNAB, biopsy terbuka
wajib dilakukan. Misalnya hasil pemeriksaan klinis atau pencitraan
menunjukkan keganasan, tetapi FNAB tidak, atau sebaliknya. Bila fasilitas
tersedia, biopsy terbuka bias dilakukan bersamaand dengan pemeriksaan
potong beku (frozen section) sehingga penderita tidak perlu mengalami
dua kali pembedahan jika terbukti terjadi keganasan. Open biopsy dapat
berupa biopsy insisional atau biopsy eksisional.

2. 11 Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Indikasi pembedahan yaitu
tumor Tis-3, N0-2, dan M0. Pada tumor T4 diberikan terapi sistemik dengan
kemoterapi adjuvan atau terapi hormonal neoadjuvan. Jenis pembedahan kuratif
yang dapat dilakukan adalah breast conserving sugery (BCS), lumpektomi,
masektomi radikal dimodifikasi, masektomi radikal extended, simple, atau areola
skin sparing masektomy. Pembedahan kanker payudara saat ini makin lama
semakin tidak radikal dan peran terapi neoadjuvan semakin meningkat.

A. Terapi secara pembedahan


1. Masektomi Partial (Breast Conserving Treatment)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status
KGB (kelenjar getah bening) aksilla. BCT paling sering dilakukan pada stage Tis,
T1 dan T2 yang diameternya ≤ 3cm.
2. Modified Radical Masectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor
dan M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi
tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi
KGB aksilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah
batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada
bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m.subclavia (Sjamsuhidajat, 2010).
3. Simple Mastektomi
Seluruh kelenjar payudara diangkat termasuk puting, namun tidak
menyertakan kelenjar aksila dan otot pektoralis. Hanya dilakukan bila dipastikan
tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila (Sjamsuhidajat, 2010).
B. Terapi secara medikal
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae,
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvant
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi local, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembeedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma
mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukran kuran dari 0,5 cm dan
tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostic yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologist yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negative sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvant.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-flurourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya
negative dan lebih besar dari 1 cm, kemterap adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15,untuk stadium IIIa
yang operable adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.
b. Neoadjuvant chemotheraphy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu
besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimenadriamycin diikuti masektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvant, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk stadium IIIa inoperable dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.

3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spsifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormone ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasive yang masih
berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
dengan reseptor hormone yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negative. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada penggunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
penggunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merkomendasikan tamoxiifen
untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.

2. 12 Prognosis
Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukkan
oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita
keganasan payudara diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita kanker
payudara bilateral, mengalami mutasi genetik, dan adanya tripple negative yaitu
grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER dan PR negatif dan reseptor
permukaan sel HER-2 juga negatif. Persentase harapan hidup pada penderita
kanker payudara lima tahun mendatang dapat dilihat pada tabel:

Tabel 4. Angka harapan hidup 5 tahun berdasarkan derajat/stadium kanker


Stadium Angka harapan hidup 5
tahun
Stadium 0 100%
Stadium I 100%
Stadium II A 92%
Stadium II B 81%
Stadium III A 67%
Stadium III B 54%
Stadium III C 30%
Stadium IV 20%
BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/ Umur : 1 Juli 1950/ 67 tahun
Alamat : Sidomulyo 6/10 Umbulsari, Jember.
Agama : Islam
Suku Bangsa : Madura
No RM : 190346
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk rumah sakit : 10 Mei 2018
Tanggal Pemeriksaan : 11 – 14 Maret 2018

3.2 Anamnesis
1) Keluhan Utama
Benjolan pada payudara kanan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Benjolan pada payudara kiri dialami penderita sejak 9 bulan yang lalu. 9
bulan yang lalu benjolan hanya sebesar kelereng. Benjolan semakin
bertambah besar dan tidak nyeri. Didapatkan benjolan di ketiak kanan
sejak 1 bulan yang lalu semakin membesar dan tidak nyeri. Riwayat
penurunan nafsu makan (-), riwayat penurunan berat badan (+), pusing (+).
3) Riwayat Penyakit Dahulu
-
4) Riwayat Penyakit Keluarga
-
5) Riwayat Sosial
Menikah, memiliki 3 anak hidup
6) Riwayat Menarche
Umur 12 tahun
7) Riwayat Menstruasi
Siklus teratur. Lama 6 hari.
8) Riwayat Marital
1x
9) Riwayat Obstetri
1. Perempuan, 20 tahun
2. Perempuan, 24 tahun
3. Perempuan, 27 tahun
10) Riwayat menyusui
ASI 12 bulan
11) Riwayat KB
KB suntik

3.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Cukup
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign:
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 64x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu badan : 36,6°C
4. Kepala : anemis /ikterus /sianosis /dispneu (+/-/-/-)
5. Leher : deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
6. Thoraks
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-),
iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis
teraba pada ICS V midclavicula sinistra, fremitus raba normal
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler di kedua lapang paru, rhonki (-), wheezing (-)
7. Abdomen
Inspeksi : Flat, DC (-) DS (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
8. Ekstremitas superior et inferior : akral hangat, edema ekstremitas (-)

Status Lokalis Regio Mammae Dextra


Inspeksi: tampak benjolan pada mammae dextra (+), tanda inflamasi (-),
ulkus (-), nipple discharge (-), retraksi papila mammae (-), warna
kulit normal.
Palpasi: Teraba benjolan pada mammae dextra regio inferior lateral,
ukuran 6 x 6 cm, permukaan berbenjol, konsistensi padat keras
dan sebagian kistik (+), berbatas tegas, melekat terhadap dinding
dada dan kulit, tidak nyeri, didapatkan pembesaran KGB axilla
ipsilateral (+) ukuran 1 x 1 cm, permukaan halus, konsistensi
padat kenyal, berbatas tegas, mobile (+), tidak nyeri, pembesaran
KGB infraclavicula dan supraclavicula ipsilateral (-).
3.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil Pemeriksaan FNAB (02-04-2018)


Makroskopis
Benjolan di payudara kiri kuadran lateral bawah, padat kenyal, sebagian kistik, diameter
4,5 x 4 cm, batas kurang jelas, dan melekat pada jaringan di sekitarnya. Pada aspirasi di
dapatkan cairan merah 10 cc dan masih tedapat bagian yang padat. Dilakukan juga biopsi
aspirasi pada bagian yang padat tersebut.

Mikroskopis
Pada hapusan didapatkan kelompok-kelompok sel epitel ganas yang pleomorfik,
anisositosis, inti berkromatin kasar, sitoplasma sedikit disertai sebukan eritrosit, makrofag
dan sedikit bahan nekrosis.

Diagnosa Patologi
FNA: Ductal carcinoma mammae dextra dengan bagian yang kistik.

2. Hasil pemeriksaan darah lengkap (DL) 11 Mei 2018 :


Analisis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Normal Satuan
Hemoglobin 11,4 12,0-16,0 gr/dL
Lekosit 9,1 4,5-11,0 109/L
Hematokrit 33,8 36-46 %
Trombosit 398 150-450 109/L

3. Hasil Pemeriksaan Thorak Foto

Gambar 6. Foto Thoraks


- Cor dan pulmo dalam batas normal
- Tak tampak destruksi tulang
- Tak tampak metastasis

4. Hasil Pemeriksan USG Abdomen


- Tidak tampak nodul pada hepar, lien, maupun limfadenopati paraaorta
yang menunjukkan metastasis.

3.5 Diagnosis Kerja


Ca Mammae Dextra T3N1M0

3.6 Planning
Planning : Pro MRM

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
3.8 Laporan Operasi

Laporan Operasi
Tanggal Operasi : 11 Mei 2018
Diagnosis Pra Bedah : Ca Mammae Dextra T3N1M0
Diagnosis Pasca Bedah : Ca Mammae Dextra T3N1M0 Post MRM
Tindakan Operasi : MRM Dextra
Jenis Operasi : Bersih elektif
Persiapan Operasi : Informed Consent dan Inj Ceftriaxone 2gr
Posisi Pasien : Supine
Desinfeksi : Povidone Iodine 10%
Pendapatan pada Eksplorasi : Didapatkan massa di kuadran lateran bawah
mammae dextra ukuran 10x6x5 cm, padat keras,
mobile, ulkus (-).
Nodul pada KGB axila dextra 1 buah, KGB level
1,2,3 (-).
Preservasi N. Thoracodorsalis dan N. Thoracolongus.
Deskripsi : dilakukan MRM (Modified Radical Mastectomy)
Dextra + PA, Pasang drain.
Hasil Operasi : dikirim PA

3.9 Follow Up
 Tgl. 12 Mei 2018
S/ nyeri pada luka bekas operasi (+), pusing (+) mual (-), muntah (-)
O/ ku : cukup TD : 160/80 mmhg RR : 22x/mnt
Kes : compos mentis HR : 60x/mnt Tax : 36,6 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mammae dextra:
I : dressing +, rembesan -, produksi drain : 400 cc/ 24 jam
hemoragik
P : nyeri tekan +, demam (-)
A/ Ca Mammae Sinistra T3N1M0 post MRM H1
P/ Inf. RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram IV
Inj. Antrain 3x1 gram IV
Inj. Omeprazole 2x1 gram IV
Inj. Asam traneksamat 3x1 gram IV
Evaluasi produksi drain

 Tgl. 13 Mei 2018


S/ Nyeri pada luka operasi, mual (-), muntah (-), demam (-)
O/ ku : cukup TD : 140/80 mmhg RR : 22x/mnt
Kes : compos mentis HR : 80x/mnt Tax : 36,7 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mammae dextra
I :dressing +, rembesan -, produksi drain I: 150 cc/ 24 jam
serohemoragik,
P : nyeri tekan +
A/ Ca Mammae Sinistra T3N1M0 post MRM H2
P/ Inf. RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram IV
Inj. Antrain 3x1 gram IV
Inj. Omeprazole 2x1 gram IV
Inj. Asam traneksamat 3x1 gram IV
Evaluasi produksi drain
Diet bebas TKTP 1800 kalori

 Tgl. 14 Mei 2018


S/ pusing (+), mual (+), muntah (+), anoreksia (+)
O/ ku : baik TD : 180/100 RR : 20x/mnt
Kes : alert HR : 88x/mnt Tax : 36,1 C
k/l : a/i/c/d : -/-/-/-
tho : c : s1s2 tunggal, e/g/m : -/-/-
p : simetris, ves +/+, rh -/-, whe -/-
abd : flat, BU + Normal, soepel, tympani
ext : AH ++/++ , OE --/--
status lokalis reg. mammae dextra
I : dressing +, rembesan -, prod. Drain serohemorage 200cc/24 jam
P : nyeri tekan (-)
A/ Ca Mammae Sinistra T3N1M0 post MRM H3
P/ p/o Inf. RL 1000cc/ 24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram IV
Inj. Antrain 3x1 gram IV
Inj. Omeprazole 2x1 gram IV
Inj. Asam traneksamat 3x1 gram IV
Pro KRS

3.9 Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi

Gambar 3.1 Hasil PA mammae dextra


Makroskopis
Diterima jaringan mammae berukuran 15x10x3 cm. Pada irisan tampak massa batas tegas
ukuran 4,5x4x3cm. Tumor kesan menginfiltrasi kulit. Jarak tumor ke dasar 0,1 cm. Pada
eksplorasi ditemukan 12 klenjar getah bening berdiameter 0,5-1 cm. Blok I dari puting,
Blok II dari tumor kulit, Blok III dari tumor, Blok IV dari tumor dasar, Blok V-VII dari
kelenjar getah bening.

Mikroskopis
Sediaan merupakan potongan jaringan tumor payudara yang terdiri dari sel-sel epitel
duktuli atipik, inti pleomorfik berat, kromatin kasar, anak inti prominen mitosis 15/10
HPF. Sel-sel tersebut sebagian besar tersususn glanduler sebagian lainnya tersusun
trabekulear dan infiltratif ke jaringan sekitar. Tampak area nekrosis dan area miksoid.
Tampak pula sel-sel skuamous metaplasia. Jarak tumor ke kulit 0,1 cm dan jarak tumor
ke dasar 0,1 cm, ditemukan 12 kelenjar getah bening, 2 kelenjar getah bening
mengandung sel ganas.

Diagnosa Patologi
FNA: Moderately Invasive Carcinoma (pT2PN1pMx).
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi CF, Anderson DK, et al. Schwartz’s Principle of Surgery. Eight edition
, October 2004. Page 496-96.

Boyle. 2012. Triple-negative breast cancer : epidemiological consideration and


recommendation. Annals of Oncology 23 (Suplement 6).

Dabbs J David. 2017. Breast Pathology. Philadelphia: Elsevier

Evers and Mattox. 2012. Sabiston Textbook of Surgery.Philadelphia: Elsevier

Oeffinger, K., Elizabeth, T. 2016. Breast Cancer Screening for Women at Average
Risk 2015 Gudeline Update From the America. America. American
Medical Association. Vol 314(15): 1-16.

Risalah Kuliah. 2016. Ilmu Bedah II. SMF Bedah RSD dr. Soebandi Jember,
Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2017. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Torre, Lindsey A, Rebecca L. Siegel, Elizabeth M. Ward, dan Ahmedin Jemal.


2015. Global Cancer Incidence and Mortality Rates and Trends—An
Update. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev; 25(1).

World Health Organization. 2014. Cancer Country Profiles.

You might also like