You are on page 1of 66

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat

untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut

merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta,

maupun pemerintah. Tujuan pembangunan Indonesia Sehat 2020 adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya

masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya

yang hidup dengan perilaku sehat dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil

dan merata di seluruh wilayah Indonesia. (Kementerian kesehata, 2016)

Penerapan perilaku hidup yang tidak sehat akan beresiko mengalami

penyakit infeksi. Penyakit infeksi saluran pencernaan adalah gastroenteritis

akut. Gastroenteritis akut adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus yang

ditandai dengan anoreksia, rasa mual, nyeri abdomen dan diare. Gastroenteritis

sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara

berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit ini masih sering

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak

dalam waktu yang singkat. Virus yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut

meliputi rotaviruses, adenoviruses, caliciviruses, astroviruses, norwalk virus

dan sekelompok noroviruses. Gastroenteritis akut juga disebabkan oleh bakteri

1
dengan gejala utama gastroenteritis akut yaitu seperti muntah-muntah, sakit

kepala, demam, dan kadang-kadang abdominal cramps (Powel, 2013).

Tingginya kejadian Gastroenteritis dipicu oleh pengelolaan air yang buruk

dan faktor perilaku hidup sehat masyarakat yang rendah, makanan yang tidak

hiygienis dan infeksi virus. Berdasarkan hasil studi basic human service pada tahun

2015, hampir semua rumah tangga (99,20%), di Indonesia memasak air sendiri

untuk minum. Namun akibat tidak dikelola dengan baik, sekitar 47,5% air

yang diminum tetap terkontaminasi bakteri E. coli (Haryati, 2014)..

Penyakit Gastroenteritis sampai saat ini masih merupakan penyebab

kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya

masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat

diare. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus

terjadi di dunia dan 2,2 juta ( 0,05%) diantaranya meninggal, dan sebagian

besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Penyebab utama dari kejadian

gastroeneritis adalah perilaku hygiene yang kurang. Meskipun diare

membunuh sekitar 4 juta orang/tahun di negara berkembang, ternyata diare

juga masih merupakan masalah utama di negara maju. Di Amerika, setiap

anak-anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata usia 5 tahun.

Sementara di Jepang setiap anak mengalami 5-10 episode diare dengan rata-

rata usia 5 tahun (Haryati, 2014).

Angka kejadian Gastroenteritis akut, disebagian besar wilayah Indonesia

hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 2015 angka kematian akibat Gastroenteritis akut 23 per 100.000

penduduk dan pada balita 75 per 100.000 balita. Sebanyak 16 provinsi

2
melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Gastroenteritis di wilayahnya. Jumlah

kasus Gastroenteritis akut yang dilaporkan sebanyak 10.980 (0,06%) dan 277

diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan

rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak

sehat, makanan yang tidak hygienis, infeksi virus dan parasit (Kemenkes,

2016).

Laporan dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat pada tahun 2016

menyebutkan bahwa, kasus gastroenteristis akut sebanyak 36.000 penderita

dengan angka kejadian terbanyak ditemukan di Kota Padang. Berdasarkan

laporan tahunan kota Padang di Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan

dijelaskan bahwa kejadian gastroenteristis akut sebanyak 1.925 kasus, 1.550

(80,5%) diantaranya usia anak-anak dan tahun 2017 meningkat menjadi 5.867

kasus, 5.423 (92,4%) diantaranya usia anak-anak dengan angka kematian

mencapai 40 orang pada anak- anak dan 2 pada usia dewasa (Depkes Sumbar,

2017).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit

Umum Daerah Pariaman, gastroenteristis akut merupakan salah satu dari 10

penyakit terbanyak di ruang anak. Berdasarkan keterangan di atas maka

penulis tertarik untuk mengambil kasus ini dengan judul “Asuhan

Keperawatan pada “pasien dengan Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman tahun 2018”.

1.2 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

3
Mengetahui / menggali penerapan Asuhan Keperawatan pada

“pasien dengan Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak Rumah Sakit

Umum Daerah Pariaman tahun 2018

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan

Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak Rumah Sakit Umum

Daerah Pariaman tahun 2018

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak Rumah Sakit Umum

Daerah Pariaman tahun 2018

c. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan

Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak Rumah Sakit Umum

Daerah Pariaman tahun 2018

d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan

Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak Rumah Sakit Umum

Daerah Pariaman tahun 2018

e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan pada

pasien dengan Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak Rumah

Sakit Umum Daerah Pariaman tahun 2018

1.3 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Agar dapat menerapkan teori atau pembelajaran yang sudah

didapat di bangku perkuliahan dan dapat menetapkan asuhan keperawatan

4
yang profesional kepada klien khususnya klien dengan gastroenteristis

akut.

2. Bagi keluarga

Untuk menambah pengetahuan keluarga tentang keadaan penyakit

yang diderita oleh klien yaitu dengan gastroenteristis akut sehingga dapat

melakukan penatalaksanaan baik individu maupun bantuan terhadap

penyakit yang diderita.

3. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman

Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah

Pariamankhususnya di ruang anak tentang gambaran asuhan keperawatan

dengan klien yang dirawat dengan gastroenteristis akut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gastroenteritis akut

2.1.1 Pengertian

Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan

cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi tiga

kali atau lebih buang air dengan bentuk tinja yang encer dan cair

(Suriadi,2014).

Gastroenteritis adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus

yang di tandai denagn anoreksia, rasa mual, nyeri abdomen dan diare

(Edelwz, 2013).

Gastroenteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak

normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,

keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih

dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Aziz, 2016).

Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

muntah dan diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi, tidak toleran

terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin, (Tucker, 2012)

6
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

Menurut Syaifuddin, ( 2013 ), susunan pencernaan terdiri dari :

a. Mulut

Terdiri dari 2 bagian :

1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,

bibir, dan pipi.

a) Bibir

Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam

di tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris

menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor

anguli oris menekan ujung mulut.

b) Pipi

7
Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,

otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.

c) Gigi

2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang di

batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis di

sebelah belakang bersambung dengan faring.

a) Palatum

Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang

tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris

dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole

(palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan

menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa

dan selaput lendir.

b) Lidah

Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,

kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. Lidah

dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah,

Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua + ujung

lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat epligotis.

Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat putingputing

pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua

merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah

kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak

selaput lendir.

8
c) Kelenjar Ludah

Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama ductus

wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu

kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang

terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar

ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat di

sebelah depan di bawah lidah.

Di bawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah

bawah lidah di sebut koronkula sublingualis serta hasil

sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva). Di sekitar rongga

mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang

letaknya dibawah depan dari telinga di antara prosesus mastoid

kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni,

duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut

melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris

terletak di bawah rongga mulut bagian belakang, duktusnya

duktus watoni bermuara di rongga mulut bermuara di dasar

rongga mulut. Kelenjar ludah di dasari oleh saraf-saraf tak

sadar.

d) Otot Lidah

Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m mandibularis,

oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah

membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang

terdapat pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah yang

9
terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang

menyebar sampai radiks lingua.

b. Faring (tekak)

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung

limfosit.

c. Esofagus

Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat

dengan kolumna vertebralis, di belakang trakea dan jantung. Esofagus

melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan

lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam lambung adalah kardia.

d. Gaster ( Lambung )

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak

terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus

uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak

dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah

kiri fudus uteri.

e. Intestinum minor ( usus halus ) Adalah bagian dari sistem pencernaan

makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum,

panjang + 6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari :

1) lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar (

m.sirkuler)

10
2) otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah

luar ).

Pergerakan usus halus ada 2, yaitu

1) Kontraksi pencampur (segmentasi) Kontraksi ini dirangsang oleh

peregangan usus halus yaitu.desakan kimus

2) Kontraksi Pendorong

Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.

Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya

kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan

gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama

dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun

sepanjang dinding usus halus

Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang

berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat

kontraksi sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang

berasal dari sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di

perantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan

pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus)

dan air (yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan

yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim

yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat

pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat

menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan

11
peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam

beberapa menit. intesinum minor terdiri dari :

a) Duodenum ( usus 12 jari )

Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru.

Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan

duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan di

sebut papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran

empedu ( duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus

pankreatikus ).

b) Yeyenum dan ileum

Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas

adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan

panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat

pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan

peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.

Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya

cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh

limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang

membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan

ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum

berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan

lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini di

perkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini

terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini. Mukosa

12
usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan

mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi.

Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat

memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang

vili di lapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan

bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang

peranan aktif dalam pencernaan.

f. Intestinium Mayor ( Usus besar )

Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar

dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot

memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :

1) Seikum

Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk

seperti cacing sehingga di sebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.

2) Kolon asendens

Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan

membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati

membengkak ke kiri, lengkungan ini di sebut Fleksura hepatika, di

lanjutkan sebagai kolon transversum.

3) Appendiks ( usus buntu ) Bagian dari usus besar yang muncul

seperti corong dari akhir seikum.

4) Kolon transversum Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon

asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,

13
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat

fleksura linealis.

5) Kolon desendens Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen

bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis

sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

6) Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak

miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf

S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum.

Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan

menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada

2 macam :

a) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan

otot polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang

tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong.

b) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus

besar yang mendorong feses ke arah anus.

g. Rektum dan Anus

Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan

os sakrum dan os koksigis. Anus adalah bagian dari saluran

pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar ( udara

luar ). Terletak di antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3 sfingter :

a. Sfingter Ani Internus b. Sfingter Levator Ani c. Sfingter Ani

Eksternus Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass

14
movement. Mekanisme : 1). Kontraksi kolon desenden 2). Kontraksi

reflek rectum 3). Kontraksi reflek signoid 4). Relaksasi sfingter ani

2.1.3 Etiologi

Gastroenteritis bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya.

Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya gastroenteritis. Secara

umum, berikut ini beberapa penyebab gastroenteritis menurut Rofiq

(2014), yaitu :

a. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit

b. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu

c. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti :

campak, infeksi telinga, infeksi tenggorokan, dan malaria.

d. Pemanis buatan, makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus

akan menarik air dari dinding usus. Dilain pihak, pada keadaan ini

proses transit di usus menjadi sangat singkat sehingg air tidak sempat

diserap oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada

gastroenteritis. Selain rotavirus, gastroenteritis juga disebabkan akibat

kurang gizi, alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi

dan balita banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa

dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya sedikit memiliki enzim

laktosa yng berfungsi mencerna laktosa yang terkandung susu sapi.

e. Faktor Psikologis : Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi

pada anak yang lebih cemas).

Menurut Suratmadja (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya gastroenteritis dapat dilihat pada gambar berikut ini :

15
Gambar 2
Fakor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gastroenteritis

Keadaan Hygiene & Sosial Penderita Meninggal


Gizi Sanitasi Budaya Gastroente
ritis

Kuman/
Penyebab Masyarakat Carier
Penyakit
gastroenteritis

Keadaan Sosial Lain-lain


Penduduk EKonomi faktor

Sumber : Suratmaja, 2015

2.1.4 Patofisiologi

Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak

dampak yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran

toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan

dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit

dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel

epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat

menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak

mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami

invasi sistemik.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus

(Rotavirus,Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin

(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya),

parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme

16
patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin

atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus

pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral

dari satu penderita ke yang lainnya.

Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab

timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi

rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).

Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding

usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.

Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan

hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan

elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis

Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output

berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Iwansain, 2016).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh

biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian

timbul gastroenteritis, tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah.

Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena

bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya menjadi lecet

karena seringnya defikasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat

17
makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat

diabsorbsi usus selama gastroenteritis. Gejala muntah dapat terjadi

sebelum atau sesudah gastroenteritis dan dapat di sebabkan oleh lambung

yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan

elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan menurun,

turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput

lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Abdurrahman, 2014).

Gastroenteritis akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah,

demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut.

Akibat paling fatal dari gastroenteritis yang berlangsung lama tanpa

rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang

menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa

asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan

merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi

tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena

kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam

karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang

pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih

dalam (pernapasan kussmaul).

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat

dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120

x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai

gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena

18
kekurangan kalium pada gastroenteritis akut juga dapat timbul aritmia

jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal

menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera

diatasi akan timbul penyakit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu

keadaan gagal ginjal akut (Iwansain, 2016).

2.1.6 Pemeriksaan Labor dan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnosa

kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.

Menurut Abdurrahman (2014), pemeriksaan laboratorium yang harus

dilakukan yaitu :

a. Pemeriksaan tinja

1) Makroskopis dan mikroskopis

2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan

menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan

pemeriksaan

c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor

dalam serum (terutama pada penderita gastroenteritis yang disertai kejang).

e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau

parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada

penderita gastroenteritis kronik.

19
2.1.7 Komplikasi

Menurut Nursalam (2016), akibat diare dan kehilangan cairan serta

elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi, seperti:

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi).

d. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim laktose.

e. Hipoglikemia.

f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama).

2.1.8 Penatalaksanaan

Dasar pengobatan gastroenteritis menurut (Abdurrahman, 2014) adalah:

a. Pemberian cairan

1) Cairan dehidrasi oral (oral dehydration salts)

Formula lengkap mengandung NaC, NaHCO3, KCl dan

glukosa. Kadar natrium 90 mEq/l untuk kolera dan gastroenteritis

akut pada anak di atas enam bulan dengan dehidrasi ringan dan

sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi).

Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl

dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam,

larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya

untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan

gastroenteritis akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada

dehidrasi ringan.

2) Cairan parenteral

20
DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%). RG g

(1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%). RL (Ringer Laktat).

3 @ (1 bagian NaCl 0,9% = 1 bagian glukosa 55 + 1 bagian

Nalaktat 1/6 mol/1). DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian

glukosa 5%). RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat = 3 bagian glukosa

5-10%). Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3

1 ½ % atau 4 bagian glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9%).

b. Pengobatan diatetik

1) Untuk anak di bawah satu tahun dan anak di atas satu tahun dengan

berat badan kurang dari 7 kg. Susu (ASI dan atau susu formula yang

mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya

LLM, Almiron). Makanan setengah padat (bubur susu) atau

makanan sehat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di

rumah sudah biasa diberi makanan padat. Susu khusus yaitu susu

yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak

bernatia sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang

ditemukan.

2) Untuk anak di atas satu tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.

Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di

rumah.

c. Obat-obatan

Prinsip pengobatan gastroenteritis ialah menggantikan cairan yang

hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa karbohidrat lain (gula, air tajin,

tepung beras dan sebagainya).

1) Obat anti sekresi

21
a) Asetasol

Dosis: 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.

b) Klorpromazin

Dosis: 0,5 – 1 mg/KgBB/hari.

2) Obat anti spasmolitik

Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine,

ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak

diperlukan untuk mengatasi gastroenteritis akut.

3) Obat pengeras tinja

Obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal dan

sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi gastroenteritis.

4) Antibiotika

Pemberian obat Cotrimoxazole. Jenis Obat Generiknya adalah

: Trimethoprim / Trimetoprim, Sulfamethoxazole / Sulfametoksazol

(Cotrimoxazole / Kotrimoksazol).

Dosis dan aturan pakai

Bayi usia 6 minggu – 6 bulan : 120 mg, 2 kali sehari.

Anak usia 6 bulan – 6 tahun : 240 mg, 2 kali sehari.

Anak usia 6 – 12 tahun : 480 mg, 2 kali sehari.

Dewasa dan anak diatas 12 tahun : 960 mg, 2 kali sehari.

22
2.1.9 WOC

Pergesaran air dan


elektrolit dalam
rongga usus

2.2Sumber: (Suriadi,2014)
Asuhan Keperawatan Teoritis

23
1) Pengkajian

1. Identitas Klien dan Keluarga

1) Identitas klien

Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit,

nomor Rekam Medik, diagnosa medis dan sumber biaya, penanggung

jawab.

2) Identitas Keluarga

Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku

bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, hubungan

dengan klien.

3) Jumlah saudara

4) Klien anak ke

5) Diagnosa medik

6) Alasan masuk rumah sakit

7) Dikirim oleh

8) Obat terakhir yang dipakai

9) Alergi

a. Makanan

b. Obat-obatan

2. Data Perawat Waktu Masuk

a. Cara masuk rumah sakit

b. Anamnesa diperoleh dari

c. Penampilan

24
d. Bahasa yang dipakai

3. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan keluarga

a. Penyakit

Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga

yang berhubungan dengan distribusi penularan.

b. Lingkungan rumah dan komunitas

Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang

kurang mudah terkena kuman penyebab diare.

c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara

bermain anak yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya

kuman lewat Fecal-oral.

2) Riwayat kesehatan sebelumnya

Biasanya pasien pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian

antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida

albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK,

OMA campak.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan

darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali,

waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare

berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Tumbuh Kembang

25
a. Riwayat kelahiran

Menyangkut cara lahir, usia kehamilan ibu saat lahir, tempat lahir,

tanggal lahir, berat badan lahir dan pertolongan persalinan dilakukan

oleh

b. Pertumbuhan fisik saat ini

1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5

kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.

2) Kenaikan lingkar kepala : 12 cm ditahun pertama dan 2 cm

ditahun kedua dan seterusnya.

3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama

dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah

4) Erupsi gigi : geraham pertama menyusul gigi taring.

c. Perkembangan fisik saat ini

Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

1) Fase Oral (usia 0-1 tahun)

Pada tahap ini, sumber kenikmatan yang dirasakan oleh anak

berasal dari mulut. Anak memperoleh kepuasan tersebut dengan

cara menghisap, mengunyah makanan, atau meminum asi.

2) Fase Anal (1-3 tahun)

Dalam tahap ini sumber kenikmatan anak terletak pada anus.

Orangtua dapat menanamkan sikap disiplin pada anak

melalui toilet training.

3) Fase Falik (3-6 tahun)

Kepuasan terletak pada autoerotik atau daerah kemaluan.

26
Menurut Freud, pada fase ini anak cenderung mengidentifikasikan

diri dengan orangtua yang sama jenis dan mencintai orangtuanya

yang berbeda jenis kelamin. Peristiwa ini disebut oedipus complex,

yaitu anak laki-laki mencintai ibunya dan berusaha menghindari

ayahnya. Begitu juga sebaliknya, pada anak perempuan yang

disebut sebagai electra complex. Pada tahap ini saya merasa dekat

dengan kedua orangtua, termasuk ayah. Hal tersebut dapat terlihat

dari intensitas ayah mengajak bermain, misalnya bermain mobil-

mobilan.

4) Fase Latent (5-12 tahun)

Tahap ini anak dialihkan pada pengejaran intelektual dan

interaksi sosial.

5) Fase Genital

Pada fase ini, terjadi kematangan alat reproduksi seseorang.

Seseorang akan tertarik terhadap lawan jenisnya, serta ingin

membangun hubungan yang lebih intim bersama orang lain.

5. Imunisasi

Jenis BCG Hepatitis DPT Polio Campak DT Dan


Imunisasi lain-
lain
Terakhir
diberikan
Frekuensi
pemberian

6. Kebutuhan dasar

a. Makanan/Minuman

Sehat Makan : makan biasanya 3 x sehari

Minum : minum klien biasanya + 6 gelas

27
Sakit Makan : biasanya terjadi penurunan nafsu makan

Minum : biasanya klien sering merasa haus

b. Tidur

Sehat Siang : usia anak biasanya tidur + 2 jam sehari

Malam : usia anak biasanya tidur 10-11 jam sehari

Sakit Siang : biasanya klien mengalami sulit tidur,

karena sering BAB

Malam : biasanya klien sulit tidur

c. Mandi

Sehat : biasanya klien mandi 2x sehari

Sakit :biasanya frekuensi mandi klien lebih sedikit

d. Eliminasi

Sehat : biasanya klien BAB 2-3 kali sehari,

konstipasi BAB padat, BAK juga normal

Sakit : pada saat sakit biasanya klien BAB lebih

Dari 4 x sehari dengan konsistensi encer

7. Data fokus

Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh, penurunan

berat badan, kelemahan, kram abdomen, kerusakan integritas kulit

8. Data Psikososial

Biasanya anak sangat menyukai mainannya, anak sangat

bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika

dipisahkan dengan orang tuanya.

9. Riwayat Kesehatan Lingkungan

28
Bagaimana tempat pembuangan kotoran, tempat pembuangan

sampah, pekarangan rumah, sumber air minum dan bagaimana

pengelolaan limbah rumah tangga.

10. Pemeriksaan Fisik head to toe

Keadaan umum: klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun

a. Kepala dan rambut

I : Rambut hitam dan pendek

P : Kulit kepala kering, ubun-ubun cekung

b. Mata

I : Mata cekung

P : tekanan bola mata dapat menurun

c. Telinga

I : Simetris kiri dan kanan, lesi

P : Nyeri tekan

d. Hidung

I : simetris kiri, kanan, gangguan penciuman

P : nyeri tekan, pembengkakan pada hidung

e. Mulut dan gigi

I : mukosa bibir kering

P : nyeri tekan dan oedema

f. Leher

I : pembesaran kalenjer tiroid

P : nyeri tekan

g. Paru

I : Simetris kiri kanan

P : Pergerakan dada normal

P : bunyi resonan

29
A : Dispnea

h. Abdomen

I : simetris

A : bising usus

P : nyeri tekan

P : Thympani

i. Intagumen

I : kering

P : turgor kulit jelek dan gangguan elastisitas kulit

11. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium :

a) Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida

b) Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi

c) AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2

meningkat, HCO3 menurun )

d) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

2) Diagnosa Keperawatan

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume

cairan aktif.

b) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan.

d) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.

e) Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan eksresi.

f) Cemas berhubungan dengan stress

g) Kurang pengetahuan, berhubungan dengan kurang terpapar informasi

30
3) Perencanaan /Intervensi Keperawatan

Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data yang

dikumpulkan sudah dianalisa dan masalah-masalah atau diagnosa

keperawatan telah ditentukan.

Perencanaan mencakup diagnosa keperawatan yang telah

diprioritaskan, tujuan, kriteria standart dan rasionalisasi tindakan.

NANDA NOC NIC


1 Kekurangan volume Keseimbangan cairan Manajemen cairan
cairan berhubungan Indicator Aktivitas
dengan kehilangan a. Fungsi eliminasi normal a. Monitor
volume cairan aktif. b. Keseimbangan intake dan keseimbangan cairan
Defenisi: keadaan output cairan b. Mencegah
individu yang c. TTV normal komplikasi akibat
mengalami penurunan Hidrasi kadar cairan yang
cairan intravaskuler, Indicator abnormal
interstisial, dan / atau a. Tidak ada tanda-tanda c. Monitor TTV
cairan intrasel. dehidrasi Terapi Intravena
Diagnosis ini merujuk b. Keseimbangan intake dan a. Periksa order untuk
ke dehidrasi yang ouput cairan terapi intravena
merupakan kehilangan c. TTV normal b. Jelaskan prosedur
cairan saja tanpa kepada pasien
perubahan dalam c. Pilih dan siapkan
natrium. intravena infusion
pump sesuai indikasi
d. Monitor TTV
2 Hipertermi Hipertermi a. Monitor temperatur
berhubungan dengan a. Suhu tubuh dalam suhu tubuh
dehidrasi rentang normal b. Observasi tanda –
b. Nadi dan RR dalam tanda vital
rentang normal (suhu,tensi, nadi,
c. Tidak ada perubahan pernafasan, dan
warna kulit dan tidak ada perubahan warna
pusing kulit)
c. Anjurkan pasien
untuk minum
banyak 1,5 – 2 liter
dalam 24 jam
d. Berikan kompres
pada lipatan axila
dan paha
3 Ketidakseimbangan Status nutrisi: asupan Monitoring cairan
nutrisi: kurang dari makanan dan cairan Aktivitas:
kebutuhan tubuh Indicator: a. Monitor intake dan
berhubungan dengan d. Mampu makan secara output cairan
ketidakmampuan normal (oral) b. Monitor berat badan
mengabsorbsi e. Mampu minum secara c. Kaji tentang riwayat

31
makanan. normal jumlah dan tipe
Defenisi: asupan nutrisi f. Tidak terjadi penurunan intake cairan dan
tidak mencukupi untuk badan yang berarti pola eliminasi
memenuhi kebutuhan g. TTV normal d. Monitor TTV
metabolic.

4 Nyeri akut Control nyeri Manajemen nyeri


berhubungan dengan Indicator: Aktivitas:
agen injuri. a. Mengenali factor a. Lakukan pengkajian
Defenisi: pengalaman penyebab nyeri secara
emosional dan sensori b. Adanya perubahan nyeri komperhensif
yang tidak Level nyeri termasuk lokasi,
menyenangkan yang Indicator: karakteristik, durasi,
muncul dari kerusakan a. Nyeri berkurang frekuensi, kualitas,
jaringan secara aktual b. Pola istirahat cukup dan factor presipitasi
dan potensial atau adekuat b. Tingkatkan istirahat
menunjukkan c. Ekspresi wajah saat nyeri c. Berikan analgetik
kerusakan. Serangan normal untuk mengurangi
mendadak atau perlahan nyeri
dari intensitas ringan Analgesic
sampai berat yang administarton
diantisipasi atau Aktivitas:
diprediksi, durasi nyeri a. Tentukan lokasi,
kurang dari 6 bulan. karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek orderan tentang
jens obat, dosis, dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemebrian analgesic
5 Kerusakan integritas Integritas jaringan: Monitoring elektrolit
kulit berhubugan membrane kulit dan Aktivitas:
dengan eksresi. mukosa a. Monitor
Defenisi: perubahan Indicator: keseimbangan asam
yang beresiko untuk a. Tidak ada lesi basa
kulit menjadi buruk. b. Tidak ada tanda dan b. Monitor kehilangan
gejala infeksi cairan/elektrolit
c. Sediakan diet yang
sesuia dengan
ketidakseimbangan
cairan
d. Monitor TTV
Manajemen elektrolit
Aktivitas:
a. Timbang BB tiap
hari
b. Pertahankan intake
yang akurat
c. Berikan terapi IV

32
d. Pantau TTV
6 Cemas berhubungan Control cemas Penurunan kecemasan
dengan stress Indicator: Aktivitas:
Defenisi: perasaan a. Tidak ada tanda a. Tenangkan klien
gelisah yang tak jelas kecemasan b. Berusaha memahami
dari ketidaknyamanan b. Melaporkan tidak adanya keadaan klien
atau kegiatan yang gangguan persepsi c. Sediakan aktivitas
disertai respon autonom sensori untuk menurunkan
(sumber tidak spesifik c. Tidak ada manifestasi ketegangan
d. Berikan pengobatan
atau tidak diketahui perilaku kecemasan
untuk menurunkan
oleh individu), perasaan d. TTV normal
cemas dengan cara
keperihatinan Koping yang tepat
disebabkan dari e. Menunjukkan e. Monitor TTV
antisipasi terhadap fleksibilitas peran f. Peningkatan koping
bahaya. f. Melibatkan keluarga Aktivitas:
dalam membuat a. Hargai pemahaman
keputusan pasien tentang proses
g. Peduli terhadap penyakit
kebutuhan keluarga b. Tentukan
kemampuan klien
untuk mengambil
keputusan.
7 Kurang pengetahuan, Pengetahuan tentang penyakit Peningkatan
berhubungan dengan Indikator pengetahuan
kurang terpapar a. Menjelaskan kembali Aktifitas:
tentang penyakit, a. Kaji pengetahuan
informasi b. Mengenal kebutuhan b. Jelaskan tentang
perawatan dan proses penyakit
pengobatan tanpa cemas (tanda dan gejala),
identifikasi
kemungkinan
penyebab.
c. Jelaskan tentang
tindakan pencegahan
dan program
pengobatan dan
alternatif
pengobantan

4) Pelaksanaan/Implementasi Keperawatan

Menurut Rohmah dan Walid (2009), pelaksanaan adalah realisasi

rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan

dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,

mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan

dan menilai data yang baru.

33
Sementara tahap-tahap yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan

adalah :

(a) Tahap persiapan : reviuw rencana tindakan keperawatan, analisis

pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan, antisipasi komplikasi

yang akan timbul, mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu,

tenaga, alat), mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik,

memperhatikan hak-hak pasien, antara lain hakatas pelayanan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan, hakatas

informasi, hak untuk menentukan nasib sendiri, hakatas second

opinion.

(b) Tahap pelaksanaan : berfokus pada pasien, berorientasi pada tujuan

dan kriteria hasil, memperhatikan keamanan fisik dan psikologis

pasien, kompeten.

(c) Tahap sesudah pelaksanaan: menilai keberhasilan tindakan,

mendokumentasikan tindakan, yang meliputi aktivitas tindakan

perawat, hasil/repon pasien, tanggal/jam, nomor diagnosis

keperawatan, tanda tangan.

5) Evaluasi

a) Pengertian

Evaluasi adalah proses yang disengaja dan sistematik dimana

penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai

dengan membandingkan pada kriteria yang diidentifikasi atau standar

sebelumnya. Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu

aktifitas yang direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja

34
dimana setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien,

keluarga dan perawat serta tenaga profesional lainnya menentukan;

kemajuan pasien terhadap outcome yang dicapai dan keefektifan dari

rencana asuhan keperawatan (Nurjanah, 2012).

Menurut Rohmah dan Walid (2014), evaluasi adalah penilaian

dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang

diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan.

b) Macam evaluasi

Menurut Rohmah dan Walid (2014), macam-macam evaluasi

antara lain :

(1) Evaluasi proses (formatif) ; evaluasi yang dilakukan setiap selesai

tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus-

menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

(2) Evaluasi hasil (sumatif) :evaluasi yang dilakukan setelah akhir

tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah

keperawatan, menjelaskan keberhasilan / ketidak berhasilan,

rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan pasien sesuai

dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses

keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap

tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk

menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian

perilaku yang diobservasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal

keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap

35
intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat

dicapai secara efektif (Nursalam 2016).

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/

SOAPIER. Penggunaannya tergantung dari kondisi klien.

(1) S : Data Subjektif

Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat

terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa

ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien

tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan

lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu.

(2) O : Data Objektif

Yaitu data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh

menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama

pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan

darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran

(3) A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan

suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi,

atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi

akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi

datanya dalam data subyektif dan obyektif.

(4) P : Planning

36
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan

keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang

telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan

tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu

dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk

menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk

mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi

adalah tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan

masalah klien tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau

mempunyai alternatif pilihan yang diduga dapat membantu

mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan rencana tindakan

yang baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul

masalah baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak

kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.

(5) I : Implementasi

Adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P

(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam

pelaksanaan.

(6) E : Evaluasi

Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai

keluaran dari tindakan. Penilaian peoses menentukan apakah ada

37
kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,

diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.

Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan

tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap

proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk

menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan

kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu

dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi

juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah

tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif.

(7) R : Reassesment

Adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan

setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan

perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

38
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Klien
1. Identitas
a. Identitas klien
Identitas Kasus
Nama
Usia
Suku Bangsa
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Pengkajian
No Mr

b. Identitas penanggung jawab


Identitas Kasus
penanggung jawab
Nama
Jenis kelamin
Umur
Hubungan dengan klien
Agama
Pekerjaan
Alamat

2. Riwayat kesehatan
No Riwayat kesehatan An “D”
1 Riwayat kesehatan Ibu klien mengatakan kien
sekarang masuk tanggal 23 Juni 2018,
a. Keluhan utama melalui IGD dengan keluhan
BAB encer sejak 5 hari yang

39
lalu, dengan frekuensi > 7 kali,
klien lemah, muntah, muka
pucat, perut kembung
b. Alasan masuk rumah sakit Ibu klien mengatakan anak
masuk rumah sakit karena klien
BAB encer sejak 5 hari yang lalu
dengan frekuensi > 7 kali dan
tidak kunjung berhenti,
kemudian klien lemah, muntah,
muka pucat, perut kembung dan
dibawa ke rumah sakit
Reksodiwiryo tanggal 23 Juni
2018 melalui IGD pada jam
09.00 WIB
c. Upaya yang dilakukan Upaya yang dilakukan orang tua
selama anak sakit adalah dengan
memberi anak obat penurun
panas dan ramuan obat
tradisional
d. Keluhan saat pengkajian Ibu klien mengatakan suhu anak
tinggi, BAB encer dengan
frekuensi 7 kali , anak lemah
dan lebih banyak berbaring di
tempat tidur, muntah dan tidak
nafsu makan, makan habis hanya
3 sendok, anak tidak mau
minum banyak, minum hanya
sesekali dengan porsi ¼ gelas,
muka pucat, perut kembung
2 Riwayat kesehatan dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami Klien pernah dirawat dengan
diagnosa DBD pada saat usia 5

40
tahun
b. Pernah dirawat Pernah dirawat pada usia 5 tahun
selama 6 hari di Puskesmas
Lubuk Begalung
c. Alergi Keluarga mengatakan klien tidak
ada memiliki riwayat alergi
terhadap obat-obatan dan juga
sejak kecil tidak ada alergi
terhadap makanan tertentu
d. Riwayat kesehatan keluarga Saat pengkajian diperoleh data
bahwa anggota kleuarga klien
tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit yang sama

3. Riwayat tumbuh kembang


No Riwayat kesehatan An “D”
1 Riwayat kelahiran Berat badan lahir 3,1 kg, panjang
46 cm, lahir normal di rumah
bersalin dengan umur kehamilan 9
bulan
2 Pertumbuhan fisik saat ini
TB
BB 145 cm
Lingkar kepala 42 kg
Lila 52 cm
Gigi pertama tumbuh pada usia 12 cm
5 bulan

3 Perkembangan
Kognitif Anak mampu mengklasifikasikan
(mengelompokkan), menyusun,

41
dan mengasosiasikan
(menghubungkan/menghitung)
angka atau bilangan

Anak bisa memiliki keterampilan


mengolah informasi yang di
Motorik terima, serta berpikir dan
menyatakan gagasannya.

Anak banyak keluar ke lingkungan


sekolah, teman bermain di
lingkungan rumah maupun di
Sosio emosional kampung sebelah

4. Imunisasi
Jenis BCG Hepatitis DPT Polio Campak DT Dan
Imunisasi lain-
lain
Terakhir Usia 2 Saat lahir Usia 1 Usia 2 Usia 9 - -
diberikan bulan bulan bulan bulan
Frekuensi 1 1 1 1 1 - -
pemberian

5. Kebutuhan Dasar
An “D”
(1) Makan
Sehat : keluarga mengatakan sebelum sakit klien makan 3-4 x sehari
dengan nasi, lauk pauk (pagi, siang dan malam)
Sakit : selama sakit klien tidak nafsu makan, jika makan muntah dan
hanya habis 3 sendok makan / suap, makan dibantu keluarga
(2) Minum

42
Sehat : keluarga mengatakan sebelum sakit minum air putih 5 gelas /
hari
Sakit : keluarga mengatakan minum air putih hanya habis ¼ gelas
(3) Tidur
(a) Waktu tidur siang
Sehat : Anak jarang tidur siang
Sakit : keluarga mengatakan sering terjaga dan tidak bisa tidur siang
(b) Waktu tidur malam
Sehat : tidur 7 – 8 jam / hari (nyenyak)
Sakit : keluarga mengatakan anak tidak bisa tidur nyenyak karena
sering terbangun akibat BAB
(4) Mandi
Sehat : klien mandi 2x sehari
Sakit : frekuensi mandi klien lebih sedikit
(5) Pola eliminasi
Sehat : klien BAB 1-2 x sehari (lancar, warna kuning, konsistensi
lembek, dan bau khas) BAK normal
Sakit : klien BAB lebih dari 7 x sehari dengan konsistensi encer

6. Data fokus
Anak “D’ mengalami peningkatan suhu tubuh, penurunan berat badan,
kelemahan, kram abdomen, kerusakan integritas kulit

7. Data psikososial
An “D”
Anak sangat senang bermain dengan teman sebayanya dan berbaur
dengan lingkungan sekitar, anak cemas jika berpisah dengan orang
tuanya.

8. Riwayat kesehatan lingkungan


An “D”

43
Saluran BAB di rumah lancar, septic tank berjarak + 2m dari rumah,
sumber air dari PDAM, tempat pembuangan sampah rumah tangga
berada di depan rumah, pekarangan rumah sering tergenang air

9. Pola Aktivitas Fisik


Kemampuan perawatan diri An D
0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

Keterangan
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : ketergantungan total

10. Pemeriksaan Fisik


No Observasi An “D”
1 Keadaan umum :
Ku Anak terlihat lemah, hanya terbaring
ditempat tidur

Kesadaran Compos mentis


2 Tanda vital
suhu 38°c
nadi 120 x/mnt
respirasi 23 x/mnt
tekanan darah 110/90 mmHg
3 Kepala dan rambut I: Messosepal, tidak ada luka,
bersih, rambut pendek
P : bersih dan tidak berminyak, ada
sedikit ketombe

44
4 Mata I : Konjungtiva normal dan tidak
anemis
P : Tidak ada pembengkakan
5 Telinga I : Pendengaran normal, tidak ada
pendarahan, Simetris kiri kanan
P : Tidak ada nyeri tekan
6 Hidung I : Tampak simetris, bersih, tidak
ada polip
P : Tidak ada nyeri tekan
7 Mulut dan gigi I : Bibir kering dan pecah, gigi ada
karies dan susunan gigi lengkap
tapi kurang rapi
8 Leher I : Tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, Limphe, tidak ada
bendungan vena jungularis
P : Tidak ada nyeri tekan
9 Dada Paru
I : simetris
P : Tidak ada benjolan
mencurigakan.
P : Sonor dan redup
A : Bunyi paru vesikuler

Jantung
I : simetris
P : Tidak ada benjolan
mencurigakan.
P : Sonor dan redup
A : Bunyi jantung normal
10 Abdomen I : abdomen kanan dan kiri
simetris.

45
A : Peristaltik meningkat 40 x/menit
P : Turgor kulit tidak langsung
kembali dalam 1 detik.
P : Hipertimpan, perut kembung

11 Intagumen I : warna kulit pucat


P : turgor menurun > 2 dt

Analisa
Kondisi fisik klien pada saat masuk rumah sakit dalam kondisi lemah,

namum tingkat kesadaran pada kondisi compos mentis. Pada suhu tubuh tercatat

38°c, nadi 120 x/mnt dan respirasi 23x/mnt, tekanan darah 110/90 mmHg.

11. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil An “D” Nilai normal


Hemoglobin 10,1 9,4 – 13 g/dl
Leukosit 6900 4000 – 11000 /uL
LED 15 0 – 20/mm
Segmen 65 50 – 70%
Limfosit 27 20 – 40%
Monosit 8 2 – 8%
Hematokrit 30 37 – 48%
Trombosit 575 150 – 450 Ribu/uL
Eritrosit 4,40 3,20 – 5,20 Juta/uL

12. Program Theraphy

Terapi yang diberikan pada klien antara lain


1. Infus RL 10 tpm
2. L.Bio 2 x 1 sacet
3. Zink Syrup 3 x 1 cth

46
ANALISA DATA
No An D
Data Etiologi Masalah
1 DS kehilangan volume cairan aktif Kekurangan volume cairan
- Keluarga mengatakan anak sering
BAB, frekuensi > 7 kali dan anak
muntah
DO
- Bibir kering
- Klien lemah dan lesu
- Anak sering BAB
- TTV
TD : 110/80 mmHg
S : 380 C
R : 23 x /i
N : 120 x/i
2 DS Ketidakmampuan mengabsorbsi Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
- Keluarga mengatakan anak tidak dari kebutuhan tubuh
makanan
nafsu makan
DO
- Anak susah makan
- Porsi makan habis ¼
- Anak mengunyah makan lama
3 DS Kurang terpapar informasi Kurang pengetahuan,
- Keluarga mengatakan tidak
memahami tentang penyakit anak
DO

47
- Keluarga tidak mengerti bagaimana
cara meningkatkan asupan cairan
dan nutrisi anak
- Keluarga tampak bingung
- Keluarga banyak menjawab tidak
tahu ketika perawat bertanya

Analisa
Berdasarkan data di atas masalah keperawatan yang dapat diambil dari kasus. Klien memiliki masalah pada defisit cairan tubuh,

nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh, pasien sering BAB dan keluarga klien tidak memahami dengan baik tentang penyakit

gastroenteritis akut yang diderita oleh anaknya

48
B. Diagnosa Keperawatan

No Tanggal ditemukan An “D”


1 25-27 Juni 2018 Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif
2 25-27 Juni 2018 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi
makanan
3 25-27 Juni 2018 Kurang pengetahuan, berhubungan
dengan kurang terpapar informasi

Analisa
Secara teoritis diagnosa keperawatan yang muncul adalah Kekurangan

volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. Hipertermi

berhubungan dengan dehidrasi. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. Nyeri akut

berhubungan dengan agen injuri. Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan

eksresi. Cemas berhubungan dengan stress. Kurang pengetahuan, berhubungan

dengan kurang terpapar informasi

Dianalisa hasil pengkajian yang peneliti lakukan selama 3 hari, diagnosa

keperawatan yang muncul adalah Kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilangan volume cairan aktif. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan.

dan kurang pengetahuan, berhubungan dengan kurang terpapar informasi

49
C. Intervensi Keperawatan
N Kasus (An. “D”)
o Diagnosa NOC NIC
1. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
volume cairan keperawatan diharapkan 1. Monitor status hidrasi
berhubungan keseimbangan cairan (misalnya, membran
dengan kehilangan didalam tubuh klien tidak mukosa lembab, denyut
volume cairan aktif terganggu, dengan Kriteria nadi adekuat)
hasil: 2. Jaga intake/asupan yang
1. Tekanan darah (5) akurat dan catat output
2. Denyut nadi perifer(5) klien
3. Keseimbangan intake dan 3. Monitor makanan/cairan
output dalam 24 jam(4) yang dikonsumsi dan hitung
4. Berat badan stabil(5) asupan kalori harian
5. Turgor kulit(4) 4. Kolaborasi pemberian cairan
6. Kelembaban membran IV
mukosa(5) 5. Monitor status nutrisi
Keterangan: 6. Timbang berat badan setiap
(4): Sedikit terganggu hari dan monitor status
(5): Tidak terganggu klien
7. Monitor tanda-tanda vital
8. Dorong keluarga untuk
membantu klien makan
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
nutrisi: kurang dari keperawatan diharapkan 1. Identifikasi adanya alergi
kebutuhan tubuh nutrisi klien dapat atau intoleransi makanan
berhubungan terpenuhi, dengan Kriteria 2. Instruksikan klien mengenai
dengan hasil: kebutuhan nutrisi
ketidakmampuan 1. Asupan makanan(4) 3. Atur diet yang diperlukan
mengabsorbsi 2. Asupan cairan(5) (yaitu, menyediakan
makanan 3. Rasio berat/tinggi makana protein tinggi,
badan(5) menambah atau mengurangi
4. Energi(4) kalori, menambah atau
5. Hidrasi(4) menurangi vitamin,
Keterangan: mineral)
(4): Sedikit menyimpang 4. Tentukan jumlah kalori dan
dari rentang normal jenis nutrisi yang
(5): Tidak menyimpang dari dibutuhkan untuk
rentang normal memenuhi persyaratan gizi

50
Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang klien pada jam
keperawatan diharapkan yang sama setiap hari
berat badan klien normal, 2. Monitor mual dan muntah
dengan Kriteria hasil: 3. Monitor asupan kalori setiap
1. Berat badan(5) hari
4. Instruksikan cara
meningkatkan asupan kalori
3 Kurang Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
pengetahuan, keperawatan diharapkan 1. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan pemahaman klien tentang klien dan keluarga
dengan kurang gastroenteritis meningkat , 2. gambarkan tanda, gejala dan
terpapar informasi dengan Kriteria hasil: penyebab penyakit dengan
1. Klien dan keluarga cara tepat
mampu menyatakan 3. identifikasi proses penyakit
pemahaman tentang dengan cara tepat
penyakit gastroentiritis,
penyebab dan cara
pencegahannya
2. klien dan keluarg mampu
melaksanakan prosedur
pencegahan penyakit
yang dijelaskan

51
A. Catatan Perkembangan (Implementasi)
No dx An “D”
Tanggal Jam Implementasi
I Senin , 08.20 1) Memberikan cairan oralit 700
25/06/2018 cc/3 jam,

08.35 2) Memberitahu ibu untuk tetap


memberikan anaknya minum
sesering mungkin, 4 gelas
dalam 8 jam,

08.40 3) Memberikan cairan IV RL 20


tts/mnt dalam 8 jam,
4) Memantau respon klien setelah
7 jam pemberian oralit ,

9.20 5) Memberikan terapi zink 1x10


mg setelah BAB,
6) Memantau mata cekung, turgor
kulit kembali lambat ,
kelembaban mukos mulut,
CRT pada anak > 2 detik,
11.30 7) Membantau pola minum anak,
hasil yang didapatkan anak
hanya minum 50 cc,
8) Memantau warna urine dan
frekuensi

II Selasa , 08.00 1) Mengkaji riwayat alergi


26/06/2018 makanan pada anak,
2) Memberikan informasi kepada
ibu tentang kebutuhan nutrisi

52
yang diperlukan anak,
08.50 3) Mencatat jumlah makanan yang
dihabiskan anak,
09.20 4) Memeriksa turgor kulit,
kelembaban mukosa mulut
setelah 8 jam,
10.40 5) Memberitahu ibu untuk
menyuapi anaknya makan,
6) Memantau mual dan muntah
selama makan.
III Rabu, 10.40 1) mengkaji tingkat pengetahuan
27/06/2018 keluarga terkait proses diare
yang dialami anak,
2) menjelaskan tanda dan gejala
dari diare,
3) menjelaskan alasan anak
mendapat terapi oralit, zinc,
dan mendapatkan terapi RL,
4) memberikan edukasi kepada
keluarga
agar tidak terjadi diare berulang
pada anak.

53
E. Evaluasi
Klien An “D”
No DX Evaluasi
H1 H2 H3
Kekurangan volume S: Ibu klien mengatakan anaknya S: Ibu klien mengatakan S: Ibu klien mengatakan
cairan berhubungan sudah banyak minum, klien anaknya sudah banyak anaknya sudah banyak
dengan kehilangan mengatakan oralit yang minum, klien mengatakan minum, klien mengatakan
volume cairan aktif diberikan sudah dihabiskan oralit yang diberikan sudah oralit yang diberikan sudah
dalam 3 jam, ibu klien dihabiskan dalam 3 jam, ibu dihabiskan dalam 3 jam, ibu
mengatakan BAK anaknya klien mengatakan BAK klien mengatakan BAK
bewarna kuning bening, •100 anaknya bewarna kuning anaknya bewarna kuning
cc, bening, •100 cc, bening, •100 cc, dan sudah
O: mata An.D tampak sudah O: mata An.D tampak masih berserat
masih agak cekung, Mukosa cekung, Mukosa mulut O: mata An.D tampak sudah
mulut masih kering, infus RL lembab, infus RL diberikan tidak cekung lagi, Mukosa
diberikan 20 tts/mnt dalam 8 20 tts/mnt dalam 8 jam sudah mulut lembab, infus RL
jam sudah kolf ke 8, kolf ke 8, diberikan 20 tts/mnt dalam 8
A: tujuan tercapai sebagian, A: tujuan tercapai sebagian, jam sudah kolf ke 8,
keseimbangan intake dan keseimbangan intake dan A: tujuan tercapai,
output dalam 24 jam sedikit output dalam 24 jam tidak keseimbangan intake dan
terganggu, kelembaban terganggu, kelembaban output dalam 24 jam tidak
membran mukosa tidak membran mukosa tidak terganggu, kelembaban
terganggu, turgor kulit terganggu, turgor kulit tidak membran mukosa tidak
terganggu, terganggu, terganggu, turgor kulit tidak
P: Iintervensi dilanjutkan P: Iintervensi dilanjutkan terganggu,

54
P: Iintervensi dihentikan
Ketidakseimbangan S: ibu klien mengatakan anaknya S: ibu klien mengatakan S: ibu klien mengatakan
nutrisi: kurang dari masih susah makan, ibu klien anaknya sudah mau makan, anaknya sudah mau makan,
kebutuhan tubuh mengatakan anaknya ibu klien mengatakan ibu klien mengatakan
berhubungan dengan menghabiskan makanan anaknya menghabiskan anaknya menghabiskan
ketidakmampuan sebagian, makanannya, makanannya,
mengabsorbsi makanan O: saat di timbang BB: 42 kg, O: saat di timbang BB: 42 kg, O: saat di timbang BB: 42 kg,
kulit tampak lembab, turgor kulit tampak lembab, turgor kulit tampak lembab, turgor
kulit kembali cepat, mukosa kulit kembali cepat, mukosa kulit kembali cepat, mukosa
bibir kering, CRT < 2 detik, bibir lembab, CRT < 2 detik, bibir lembab, CRT < 2 detik,
A: tujuan tercapai sebagian, A: tujuan tercapai, asupan A: tujuan tercapai, asupan
asupan makanan dan cairan makanan dan cairan sedikit makanan dan cairan tidak
masih menyimpang dari menyimpang dari rentang menyimpang dari rentang
rentang normal, asupan normal, asupan makanan normal, asupan makanan
makanan secara oral sebagian secara oral sebagian besar secara oral sebagian besar
besar adekuat, adekuat, adekuat,
P: intervensi dilanjutkan P: intervensi dilanjutkan P: intervensi dihentikan
Kurang pengetahuan, S: Ibu mengatakan masih S: Ibu mengatakan sudah S: Ibu mengatakan sudah
berhubungan dengan bingung dengan proses mengerti sedikit dengan mengerti dengan proses
kurang terpapar penyakit gastroenteritis akut, proses penyakit penyakit gastroenteritis akut,
informasi ibu mengatakan sudah gastroenteritis akut, ibu juga ibu juga mengatakan sudah
mengerti dengan tanda dan mengatakan sudah mengerti mengerti dengan tanda dan
gejala dari gastroenteritis akut dengan tanda dan gejala dari gejala dari gastroenteritis
yang dialami anaknya, ibu gastroenteritis akut yang akut yang dialami anaknya,

55
mengatakan belum mengerti dialami anaknya, ibu ibu mengatakan sudah
dengan terapi oralit dan anak mengatakan sudah mengerti mengerti dengan terapi oralit
sudah dianjurkan untuk dengan terapi oralit dan anak dan anak yang diharuskan
minum banyak, yang diharuskan untuk untuk minum banyak,
O: Ibu beranggapan bahwa minum banyak, O: Ibu beranggapan bahwa
penyakit gastroenteritis akut O: Ibu paham bahwa penyakit penyakit gastroenteritis akut
itu hanya sakit biasa, ibu tidak gastroenteritis akut itu bukan itu hanya sakit biasa, ibu
tahu alasan diberikannya oralit sakit biasa, ibu tahu alasan tidak tahu alasan
dan anak yang diwajibkan diberikannya oralit dan anak diberikannya oralit dan anak
banyak minum, yang diwajibkan banyak yang diwajibkan banyak
A: Tujuan belum tercapai, ibu minum, minum,
tidak tahu karakteristik A: Tujuan tercapai sebagian, ibu A: Tujuan tercapai, ibu
spesifik dari gastroenteritis belum memahami betul mengetahui karakteristik
akut, ibu mengetahui faktor karakteristik spesifik dari spesifik dari gastroenteritis
penyebab, tanda dan gejala gastroenteritis akut, ibu akut, ibu mengetahui faktor
dari gastroenteritis akut, ibu mengetahui faktor penyebab, penyebab, tanda dan gejala
mengetahui strategi untuk tanda dan gejala dari dari diare, ibu mengetahui
meminimalkan agar tidak gastroenteritis akut, ibu strategi untuk meminimalkan
terjadi gastroenteritis akut mengetahui strategi untuk agar tidak terjadi
berulang pada anak, meminimalkan agar tidak gastroenteritis akut berulang
P: Intervensi dilanjutkan . terjadi gastroenteritis akut pada anak,
berulang pada anak, P: Intervensi dihentikan.
P: Intervensi dilanjutkan.

56
Analisa

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kepada An

“D” diharapkan perkembangan proses penyembuhan klien dapat berjalan dengan

baik.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengkajian

Hasil pengkajian riwayat kesehatan yang peneliti temukan adanya

kesamaan terhadap pengkajian awal yang didapatkan pada klien. Pada An.D

datang ke rumah sakit dengan keluhan BAB encer melebih normal, demam,

nyeri pada perut. klien tampak lesu dan lemah. klien memiliki riwayat

penyakit dahulu, klien dengan DBD.

Sesuai dengan teori yang ada, gastroenteritis akut memiliki gejala anak

gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak

ada, tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama

berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan

daerah sekitarnya menjadi lecet karena seringnya defikasi dan tinja makin

lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal

dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama gastroenteritis. Gejala

muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah gastroenteritis dan dapat di

sebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak,

berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar

57
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering

(Abdurrahman, 2014).

Menurut peneliti keluhan yang ditemukan pada kasus An.D sesuai

dengan teori dan yang ada dimana pasien datang kerumah sakit karena BAB

encer, frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, demam tinggi, dan BAB

berlendir, anus dan daerah sekitar menjadi lecet, nafsu makan berkurang, anak

menjadi gelisah. klien sama-sama memiliki kebiasaan makan yang kurang

higienies dan dilihat dari kelengkapan imunisasi klien tidak mendapatkan

imunisasi dengan lengkap.

4.2.2 Diagnosa keperawatan

Secara teoritis diagnosa keperawatan yang muncul adalah Kekurangan

volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. Ketidakseimbangan nutrisi:

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

mengabsorbsi makanan. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.

Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan eksresi. Cemas berhubungan

dengan stress. Kurang pengetahuan, berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Dianalisa hasil pengkajian yang peneliti lakukan selama 3 hari,

diagnosa keperawatan yang muncul adalah Kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. Ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

58
mengabsorbsi makanan dan kurang pengetahuan, berhubungan dengan

kurang terpapar informasi

4.2.3 Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan yang disusun sesuai diagnosa yang muncul pada

kasus berdasarkan NOC dan NIC (2013) yaitu, diagnosa utama pada

partisipan 1 dan partisipan 2 adalah kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilangan cairan aktif yaitu 1) monitor status hidrasi, 2) catat intake

dan output pasien, 3) monitor makanan yang dikonsumsi, 4) kolaborasi

pemberian cairan IV, 5) mmnitor status nutrisi, 5) timbang BB pasien, 6)

monitor tanda-tanda vital, 7) dorong pasien untuk menambah intake oral, 8)

monitor kelembaban mukosa dan turgor kulit. Tindakan yang dilakukan pada

masalah kekurangan volume cairan yaitu untuk menggantikan cairan yang

hilang, mencegah terjadinya penurunan berat badan, untuk melihat respon

pasien setelah diberikan cairan. Kriteria hasil yang hendak dicapai yaitu

tanda-tanda vital tidak terganggu, keseimbangan intake dan output cairan

dalam 24 jam tidak terganggu, berat badan stabil, turgorkulit tidak terganggu,

kelembaban membran mukosa tidak terganggu, asupan makanan secara oral

sebagian besar adekuat, asupan cairan intravena sebagian besar adekuat

A.Aziz & Nursalam (2008), membuat rencana tindakan berdasarkan

masalah yang sudah ditegakkan pada kasus gastroenteritis akut, antara lain

manajemen cairan, manajemen resusitasi, monitor cairan, manajemen nutrisi,

monitor status nutrisi, perawatan demam, monitor tanda-tanda vital. Hasil

59
analisa peneliti intervensi yang disusun pada kasus sama dengan apa yang ada

di teori

4.2.4 Implementasi keperawatan

Implementasi yaitu suatu tahap dilakukan pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap

ini penulis membahas antara lain adalah tentang mengkomunikasikan dan

mengorganisasikan antara staf yang bekerja dalam satu tim dalam

melaksanakan rencana keperawatan kepada klien.

Tindakan yang telah peneliti rencanakan untuk diagnosa Tindakan

keperawatan untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif yaitu, Memberikan cairan oralit 200 cc/3 jam,

memberitahu ibu untuk tetap memberikan anaknya minum sesering mungkin,

memberikan cairan IV RL 20 tts/mnt dalam 8 jam, memantau respon pasien

setelah 7 jam pemberian oralit, memberikan terapi zink 1x1 sendok teh sesuai

dengan order dokter, memantau mata cekung, turgor kulit, kelembaban

mukosa mulut, CRT pada anak, memantau pola minum anak, memantau

warna urine dan frekuensi urine anak.

Menurut Ngastiyah (2014), dehidrasi sebagai prioritas utama

pengobatan. Salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan yaitu jenis

cairan, jumlah cairan, cara pemberian cairan, dan jadwal pemberian cairan

pada pasien yang mengalami gastroenteritis akut.

60
4.2.5 Evaluasi keperawatan

Tahap penilaian dan evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan

dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan

lainnya.

Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan

rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan

kebutuhan secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Penilaian keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan klien.

Evaluasi keperawatan disusun dengan metode SOAP. Evaluasi

keperawatan dilaksanakan selama 3 hari melakasanakan asuhan keperawatan.

Hasil evaluasi dari diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif, setelah 3 hari melakukan asuhan keperawatan

didapatkan Ibu mengatakan BAB anaknya sudah mulai normal ± 3 kali,

konsistensi lembek, ibu mengatakan sudah paham dengan apa yang dijelaskan,

anak tampak tenang, anak sudah bisa bercanda, mata tidak cekung, turgor kulit

baik

61
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil asuhan keperawatan An “D” dengan gastroenteritis akut,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Dalam Hasil pengkajian pada An.D didapatkan anak BAB ± 7 kali, BAB

encer, tidak berlendir, anak demam, nafsu makan berkurang dan nafsu

makan berkurang

2. Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian. Berdasarkan

pengkajian, diagnosa yang muncul adalah Kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif. Ketidakseimbangan

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. dan Kurang pengetahuan,

berhubungan dengan kurang terpapar informasi

3. Intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan masalah yang

ditemukan yaitu perawatan demam, manajemen cairan, manajemen nutrisi,

monitor nutrisi

4. Dalam Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

yang telah disusun. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 25

– 27 Juni 2018. Sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat

dilaksanakan pada implementasi keperawatan

62
5. Evaluasi keperawatan disusun dengan metode SOAP. Evaluasi

keperawatan dilaksanakan selama 3 hari melakasanakan asuhan

keperawatan. Hasil evaluasi dari diagnosa kekurangan volume cairan

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, setelah 3 hari melakukan

asuhan keperawatan didapatkan Ibu mengatakan BAB anaknya sudah

mulai normal ± 3 kali, konsistensi lembek, ibu mengatakan sudah paham

dengan apa yang dijelaskan, anak tampak tenang, anak sudah bisa

bercanda, mata tidak cekung, turgor kulit baik.

5.2 Saran

1. Bagi rumah sakit

Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat

meningkatkan dan mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga

mutu pelayanan rumah sakit dapat terjaga.

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

a. Diharapkan bagi perawat ruangan agar dapat meningkatkan pelayanan

yang lebih baik sesuai dengan standar operasional keperawatan,serta

dapat memberikan penyuluhan yang lebih intensif kepada keluarga

tentang gastroenteritis akut

b. Didalam melakukan kegiatan keperawatan diperlukan pendekatan

dengan keluarga klien sehingga terjalin kerjasama yang baik

c. Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu

pelayanan, lebih ramah lagi tehadap klien dan dapat memberikan

63
asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya

3. Bagi institusi pendidikan

Penulis berharap akademik dapat menyediakan sumber buku

dengan tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting

dalam pembuatan seminar kecil dan dapat meningkatkan kualitas

pendidikan teruatama dengan pembuatan asuhan keperawatan dalam

praktek maupun teori

64
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, 2014. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Pemetaan Konsep,


Salemba Medika, Jakarta.

Aziz, 2016. Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Depkes Sumbar, 2017. Laporan Tahunan Kesehatan

Dongoes (2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


dokumentasi Pasien. EGC. Jakarta.

Edelwz, 2013. Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.

Haryati, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai
Penerbit UI

Iwansain, 2016. . Pembangunan Kesehatan. http://www.medicastore. com

Kementerian kesehata, 2016. Revisi Undang – Undang Kesehatan 2010 – 2014 ,


Jakarta.

Nurjanah, 2012. Buku Pegangan Praktik Klinik, Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gastroenteritis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nursalam, 2016. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik,


Salemba Medika, Jakarta.

Powel, 2013. AsuhanKeperawatan. EGC : Jakarta.

Rofiq (2014). Pendekatan Diagnostik. Penyakit pada Anak.


http://www.pdpress.co.id/?show

Rohmah dan Walid (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan
Praktik, Salemba Medika, Jakarta.

Rohmah dan Walid (2014), Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi II, Sagung
Seto, Jakarta.

RST Umum Daerah Pariaman, 2018. Laporan Rekam Medik

Soedarmono Soejitno, 2010. Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika,


Jakarta.

Suratmadja (2015). Buku Pegangan Praktik Klinik, Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gastroenteritis. Penebar Swadaya, Jakarta.

65
Suriadi,2014. Proses Keperawatan , EGC. Jakarta

Syaifuddin, ( 2013. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta.

Tucker, 2012. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi II Salemba Medika,


Jakarta.

66

You might also like