You are on page 1of 2

Ceritaku tentang Indonesia

 Beranda
1.
JUN

29

Pelajaran hari ini dari LPDP: Intercultural Competence

Intercultural competence adalah kemampuan berkomunikasi dengan baik dan tepat dengan
orang lain dari budaya yang berbeda. Dalam keseharian, kita selalu menemui orang yang berbeda
dengan kita, baik perbedaan nilai etik, budaya, agama, bahasa, sejarah, pandangan politik yang
berbeda. Menurut Dr. Irid Aqoes Kemampuan ini ternyata masih kurang dimiliki oleh orang
Indonesia. Tawuran, tidak menghargai pendapat orang lain, menuduh orang lain sesat, sikap
tidak siap berbeda ternyata lainnya ternyata masih banyak sekali di Indonesia. Semua keadaan-
keadaan ini sering memicu konflik sosial, perbedaan kelas sosial, dan tidak mandiri yang ujung-
ujungnya menyebabkan Indonesia lamban maju.

Nah, kenapa hal-hal demikian masih terjadi di Indonesia? Secara demograpi dan sosiologi
Indonesia, Indonesia memiliki ratusan suku dan bahasa. Indonesia juga mengakui 5 agama yang
berkembang di seluruh nusantara. Namun, keadaan tersebut ternyata tidak bisa dijadikan alasan
mengapa terjadi konflik individual dan kelompok atas nama suku, agama, politik, dan lain-
lainnya. Dr. Irid, tenaga pengajar di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa masyarakat
Indonesia tidak memiliki intercultural competence yang baik akibat dari ketidaksiapan terhadap
perbedaan budaya yang ada di Indonesia. Sehingga, kelompok tertentu selalu merasa tidak
nyaman berada di kelompok lainnya. Pada saat tidak nyaman demikian, maka seseorang gagal
menciptakan sebuah lingkungan yang nyaman.

“Aku tidak menghakimi orang lain sebelum aku mengerti”, pernyataan ini benar-benar
ditekankan oleh Dr. Irid agar kita mampu meningkatkan intercultural competence. Perbedaan
yang sering kita hadapi hanya mampu diselesaikan dengan sikap saling mengerti antara satu
dengan lainnnya. Kita tidak bisa memaksa orang lain, yang memiliki budaya dan latar lain yang
berbeda, untuk menjadi sama dengan kita. Semua orang telah dibentuk oleh budaya yang
berbeda, dan budaya adalah alam kedua manusia atau the second nature of mankind.

Loh mengapa budaya dikatakan alam ke dunia setelah alam tempat dia hidup. Culture is
collective programing of mind. Budaya mengatur konsep, cara hidup manusia, pola pikir, sikap,
nilai-nilai untuk seseorang. Sehingga tidak mungkin seorang dewasa dipaksakan untuk menjadi
sama. Sikap saling mengerti hanyalah satu-satunya cara untuk menghindari konflik. Sekiranya,
pluralisme juga memiliki konsep yang sama. Pluralism yang lebih sering ditekan untuk isu-isu
kegamaan juga dapat berjalan dengan baik hanya dengan meningkatkan intercultural
competence.

Apakah sikap ini hal yang baru di dunia kita? Istilah yang digunakan barangkali baru, intercultural
competence, pluralism, multiculturalism memiliki isu dasar yang sama yaitu menghormati
perbedaan ada dikehidupan kita dengan menjalaninnya dengan sikap pengertian. Sikap demikian
sudah lama dipraktekan oleh para pendahulu kita tentunya bahkan masing-masing individu juga
pernah menunjukan sikap saling pengertian kepada sesama kita. Namun, belum cukup untuk
menjadikan kita, masyarakat Indonesia, untuk menjadi satu rasa dan satu jiwa untuk
membangun menjadi bangsa besar mengalahkan lainnya.

Diposting 29th June 2013 oleh arfiansyah

Tambahkan komentar

Memuat

You might also like