You are on page 1of 10

ANXIETAS

Sejarah

Dari studi kepustkaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa istilah anxietas
mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar anxietas dalam bahasa Indo Jerman
adalah ‘’angh’’ yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata ‘’angustus, ango, angor, anxius,
anxietas, angina”. Kesemuanya mengandung arti ‘’sempit” atau ‘’konstriksi”. 13 Pada tahun 1894, Freud
menciptakan istilah ‘’anxiety neurosis’’. Kata anxiety diambil dari kata ‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan
yang tidak–perlu’’ (4). Pada mulanya Freud mengartikan anxietas inu sebagai transformasi lepasnya
ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran
pernafasan. Kemudian anxietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawtir yang berasal dari
pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya anxietas diartikan sebagai suatu respon terhadap
situasi yang berbahaya.4

Definisi

Anxietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif 6,14-16, tidak menyenagkan.4,6,16,17 tidak menentu
4.6.17,18 , menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkuna bahaya atau ancaman bahaya

(16,17), dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas

otonomik (4,6,16,18).

Klasifikasi

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) terbagi atas :

1. Gangguan Panik dengan atau tnpa agorafobia.

2. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panic.

3. Fobia Spesifik.

4. Fobia Sosial.

5. Obsesi kompulsif.

6. Gangguan stress pask trauma.

7. Gangguan Cemas Menyeluruh(Generalized Anxiety Disorder).

8. Gangguan Cemas karena kondisi Medis Umum (Anxiety Disorder Duwe To Medical Condition).

9. Gangguan cemas yang disebabkan oleh subtansi zat (Subtance Induced Anxiety Disorder).

dalam ICD-10 (20), anxietas dimasukkan dalam kelompok Gangguan Neurotik, gangguan yang
berhubungan dengan stres dan Somatoform. Kelompok ini terbagi dalam :

1. Gangguan Anxietas Fobik yang terdiri atas :

a. Agorafobia dengan atau tanpa gangguan panic.

b. Fobia Sosial.
c. Fobi Spesifik.

2. Gangguan anxietas yang lain (Other Anxiety Disorder) yang terdiri atas :

a. Gangguan Panic(Panic Disorder).

b. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized

Anxiety Disorder).

c. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (Mixed Anxiety Disorder).

3. Gangguan Obsesi Kompulsif.

4. Gangguan Reaksi Menuju ke Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (Reaction to Severe Stress,

and Adjusment Disorder).

GANGGUAN CEMAS FOBIA

PENDAHULUAN

Fobia didefinisikan sebgai rasa takut yang irasional yang menghasilkan penghindaran dari
subjek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Orang yang terkena biasanya mengetahui bahwa
reaksi tersebut berlebihan. Gangguan fobia dapat dibagi kedalam 3 tipe : fobia sosial, fobia
spesifik, dan agorafobia.

Gangguan ini ditandai dengan adanya kecemasan yang dicetuskan oleh adanya situasi atau
obyek yang jelas (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya oada saat kejadian ini tidak
membahayakan. Sebagai akibatnya, obyek atau situasi tersebut dihindariatau dihadapi
dengan perasaan terancam.

Kecemasan fobik sering kali berbarengan dengan depresi. Suatu episode depresif sering kali
memperburuk keadaan kecemasan fobik yang sudah ada sebelumnya. Beberapa episode
depresif dapat disertai kecemasan fobik yang temporer, sebaliknya afek depresif seringkali
menyertai berbagai fobia, khususnya agorafobia. Pembuatan diagnosis tergantung dari
mana yang jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan.

American Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,


Fourth Edition (DSM-IV)1 dan revisinya (DSM-IV-TR) mendefinisikan fobia sosial sebagai
situasi intrapersonal yang kuat, dan ketakutan yang menetap dimana rasa malu akan
muncul. Spesifik fobia adalah rasa takut yang kuat terhadap suatu objek atau situasi,
sedangkan agorafobia didefinisikan sebagai rasa takut sendirian di tempat ramai, tempat
dimana jalan keluar yang cepat tidak tersedia pada perjalanan serangan panik. Sekitar 75%
pasien dengan agorafobia menderita gangguan panik.

Fobia sosial, atau yang sekarang ini lebih dikenal sebagai gangguan kecemasan sosial, telah
ditemukan pada jaman hippocrates, dulu dikenal dengan nama erythrophobia, yaitu takut
yang menimbulkan kemerahan pada wajah ketika berada didepan orang lain. Gangguan
kecemasan sosial kini dibedakan dengan fobia yang lain. Pada dua versi pertama DSM, sosial
fobia tidak dibedakan dengan fobia yang lain, tetapi mulai dari DSMIII-R, gangguan ini
didiagnosis secar terpisah karena adanya ketakutas sosial yang multiple dan kondisi
komorbid yang lain.
Fobia spesifik lebih sering muncul daripada fobia sosial, berikut ini adalah beberapa tipe dari
fobia spesifik :

 Tipe Binatang (takut terhadap anjing, laba-laba, ular, atau hewan lain)
 Tipe lingkungan ( takut terhadap ketinggian, air, petir, dll)
 Injeksi darah atau tipe cedera
 Tipe Situasional (takut terhadap pesawat terbang, elevator, ruangan tertutup)
 Yang lainnya

Pathophysiology
Beberapa teori telah diajukan untuk menjawab faktor bilogis yang menyebabkan gangguan
fobia, sebagian difokuskan pada adanya gangguan regulasi amin endogen dari tubuh.
Perangsangan terhadap respon simpatik sangat sering pada gangguan fobik, menghasilkan
peningkatan irama jantung, tekanan darah, dan gejala yang lain seperti tremor, palpitasi,
berkeringat, sulit bernapas, pusing atau peresthesia.

Neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma


aminobutyric acid (GABA). Di batang otak, kemungkinan korteks prafrontalis bertanggung
jawab untuk terjadinya penghindaran fobik. Pada tomografi emisi positron (PET = positron
emission tomography) ditunjukan suatu disregulasi pembuluh daraj serebral.

Teori psikologis bervariasi dari menjelaskan kecemasan sebagai adanya penggantian


(displacement) dari paradigma yang dipelajari atau dikondisikan (Model kognitif-perilaku).

Seorang psikoanalisis lebih mengkonsep kecemasan sosial sebagai sebuah gejala dari konflik
yang lebih dalam, seperti rasa percaya diri yang rendah atau konflik yang teratasi pada objek
internal. Pengobatan akan menggunakan eksplorasi dengan tujuan unruk memahami konflik
yang mendasari. Seorang ahli perilaku akan melihat fobia sebagai respon yang dipelajari,
dikondisikan sebagai hasil daroi assosiasi masa lalu terhadap situasi atau emosi negatif pada
waktu asosiasi itu terjadi. Pengobatan dari prespektif ini akan mencapai perlemahan dan
pada akhirnya memisahkan respon spesifik dari stimulusnya.

Penelitian juga telah menunjukkan bahwa duapertiga sampai tigaperempat pasien yang
terkena memiliki sekurang-kurangnya satu sanak saudara derajat pertama dengan fobia
spesifik tipe yang sama.

Freud memandang fobia sebagai akibat konflik yang berpusat pada situasi oedipal masa
anak-anak yang tidak terpisahkan. Pada agorafobia, teori psikoanalitik menekankan kematian
orang tua pada masa anak-anak dan suatu riwayat kecemasan perpisahan. Sendirian
didepan publik menghidupkan kembali kecemasan masa anak-anak tentang ditelantarkan.

Sex
Fobai spesifik lebih banya ditemukan pada wanita dengan rasio 2:1

Fobia Sosial lebih banyak ditemukan pada wanita, tetapi laki-laki lebih banyak mencari
pertolongan profesional karena masalah pekerjaan
Agorafobia memiliki rasio wanita berbanding lelaki denga 2-3 : 1

Age
Gangguan kecemasan lebih banyak terjadi pada usia dini. Fobia terhadap binatang sangat
sering dimulai pada usia sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukan median untuk
penderita fobia sosial (16 tahun) dan agorafobia (29 tahun).

Pada Fobia spesifik, onset dimulainya fobia bergantung pada tipe fobia. Secara umum, fobia
spesifik muncul lebih dahulu dari fobia sosial atau agorafobia. Berikut ini adalah beberapa
contoh :

Fobia terhadap binatang pada usia 7 tahun

Fobia terhadap darah pada usia 9 tahun

Fobia terhadap gigi pada usia 12 tahun

Claustrophobia pada usia 20 tahun

Anamnesis
Social phobia:

Tanyakan kepada pasien mengenai kesulitan pada situasi publik, seperti berbicara didepan
umum, makan di restauran, atau menggunakan toilet umum. Ketakutan terhadap orang
banyak atau menjadi malu atau dipermalukan sangat sering dideskripsikan oleh orang
dengan fobia sosial.

Agoraphobia:
Tanyakan mengenai adanya reaksi kecemasan yang muncul ketika pasien terekspos pada
situasi spesifik seperti ketinggian, binatangm ruangan sempit, atau halilintar. Beberapa
pertanyaan yang lain harus mencakup ketakutan ketika terjebak tanpa jalan keluar (contoh :
berada di luar rumah dan sendiri di sebuah kerumunan dari orang-orang yang tidak dikenal,
dalam jembatan, terowongan, atau di kendaraan yang bergerak)

Specific phobias:

Apabila fobia spesifik dicurigai beberapa pertanyaan spesifik harus ditanyakan mengenai
rasa takut yang irrasional dan diluar proporsinya terhadap situasi spesifik (contoh : binatang,
serangga, darah, jarum, terbang, ketinggian)

Fobia dapat hilang dan menimbulkan stress emosional yang hebat, membawa pada penyakit
kecemasan yang lain, depresi, ide untuk bunuh diri, dan gangguan yang diperantarai oleh
substansi yang lain seperti penyalahgunaan alkohol atau dependen. Seorang dokter juga
harus menanyakan hal ini.

Physical
Kecemasan sangat sering sekali pada gangguan fobik. Beberapa manifestasi mencakup :
Peningkatan Irama Jantung

Peningkatan Tekanan darah

Tremor

Palpitasi

Diarre

Berkeringat

Sulit bernapas

Paresthesia

Nyeri Kepala

Karena kecemasan bermanifestasi dengan banyak gejala, maka setiap pasien yang datang
dengan keluhan yang menunjukan adanya gangguan kecemasan harus mendapatkan
pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan laboraturium untuk menyingkirkan kondisi
medis yang mungkin hadir untuk menyingkirkan simptom seperti kecemasan (anxiety like
syndrome). Untuk pasien yang datang berulang dengan keluhan yang sama, setelah
penyebab secara medis berhasil dihilangkan, maka pemeriksaan status mentalis mungkin
lebih bermanfaat dibandingkan dengan pemeriksaan fisik berulang dan pemeriksaan
laboroturium. Ketika kita mencurigai adanya kecemasan sebagai kecurigaan primer, maka
setiap dokter harus selalu mengingat bahwa dengan berjalannya waktu, pasien dengan
kecemasan memiliki kemungkinan untuk mengalami gangguan medis se[perti pasien yang
lain. Dengan kata lain, diagnosis kecemasan, tidak berarti menyingkirkan pemeriksaan
pasien yang reguler.

Pemeriksaan Status Mental

Seorang dokter harus menilai penampakan, perilaku, kemampuan untuk bekerjasama


dengan pemeriksaan, tingkat aktivitas, cara bicara, mood, dan afek melalui serangkaian
proses dan konten, penglihatan, dan penilaian.

Pada situasi dimana pasien secara akut mengkonfrontasi objek dari fobianya, maka status
pemeriksaan mentali sangat signifikan untuk afek kecemasan, dengan range yang terestriksi.
Tanda neurovegetative (seperti tremor dan diaporesis) mungkin dapat muncul. Pasien
mungkin juga dapat merasakan perasaan curiga (mood) dan dapat secara jelas menjelaskan
mengenai subjek yang ia takuti (thought content). Hal ini signifikan dengan ide fobik
(unrealistic dan ketakutan yang diluarproporsi). Penglihatan mungkin dapat terganggu,
apalagi ketika pemaparan, tapi kebanyakan pasien melaporkan bahwa mereka tidak dapat
mengontrol perasaanya, mereka juga mengetahui bahwa beratnya derajat kecemasan
mereka tidak dapat dibenarkan.

Pada kondisi yang lain, pasien dengan gangguan fobik memiliki status mentalis yang berada
pada batas yang normal, dengan pengecualian bahwa isi pemikiran positif untuk ide fobia.
Seringkali ide fobia dapat ditutupi oleh pasien kecuali kerika pertanyaan terhadap fobia
secara spesifik ditanyakan. Fobia tidak muncul dengan ide bunuh diri. Tapi dapat
menghasilkan gejala-gejala seperti depresi atau gangguan kecemasa yang lain. Dan apabila
fobia mengiringi gejala-gejala ini, pasien dapat datang dengan ide untuk membunuh diri
atau mencelakai dirinya sendiri. Apabila komorbiditas ini muncul, maka penilaian spesifik
terhadap resiko bunuh diri dan mencelakai diri sendiri harus dilakukan.

Penyebab
Fobia sosial dapat disebabkan oleh pengalaman sosial traumatik yang tedahulu (contoh rasa
malu) atau pada kekurangan kemampuan sosial yang memproduksi pengalaman negatif.
Hipersensitivitas untuk rejeksi, mungkin berkaitan dengan disfungsi seratonergik atau
dopaminergik. Beberapa teori mengungkapkan bahwa terdapat interaksi biologi, genetik
dan lingkungan untuk fobia sosial.

Fobia spesifik dapat dihasilkan dengan pengkondisian, modeling, pengalaman traumatik,


atau bahkan dapat merupakan komponen genetik.

Agorafobia dapat merupakan hasil dari serangan panik yang berulang dan tidak diharapkan,
dimana dapat menjadi sebuah distorsi kognitif, respon terkondisi, dan atau abnormalitas dari
noradrenergik, serotonergik, atau amma aminobutyric acid (GABA).

Lab Studies
Untuk menyingkirkan kecemasan sekunder karena kondisi medis, beberapa tes harus
dilakukan :

 Thyroid function tests - Hypothyroidism or hyperthyroidism


 Fasting glucose - Hypoglycemia
 Calcium - Hyperparathyroidism
 Electrocardiogram and cardiac enzyme tests - Myocardial infarct
 24-hour urine for 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) - Pheochromocytoma
 A drug screen is helpful to rule out substance-induced anxiety.

Imaging Studies
Untuk menyingkirkan kecemasan sekunder karena kondisi medis, beberapa tes harus
dilakukan :

 Head CT scan – Annormalitas intracranial


 MRI – Abnormalitas intracranial
 Echocardiogram – Prolaps katup mitral

Other Tests
ECG dapat dilakukan untuk menyingkirkan aritmia.

EEG dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya gangguan kejang karena kondisi ini dapat
menyamarkan kecemasan.

Studi provokasi dengan karbondioksida, natrium laktat, atau yohimbine, sebagaimana


positron emission tomography (PET), digunakan untuk kepentingan penelitian.
Diagnosis
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, beberapa kriteria
yang diajukan untuk mendiagnosis gangguan kecemasan fobia adalah :

Fobia Sosial

Semua Kriteria dibawah ini haris terpenuhi untuk diagnosis pasti :

a. Gejala psikologis, perilaku atau autonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer
dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the family
circle); dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol

Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia, hendaknya diutamakan
diagnosis agorafobia (F40.0)

Agorafobia

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :

a. Gejala psikologis, perilaku, atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer
dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi berhubungan dengan) setidaknya
dua dari situasi berikut : banyak orang / keramaian, tempat umum, berpergian keluar
rumah, dan bepergian sendiri; dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita
menjadi “house bound”)

Fobia Spesifik

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :

a. Gejala psikologis, perilaku, atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer
dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly spesific
situations); dan
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya

Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti halnya agorafobia dan fobia
sosial

Medical Care
Treatment usually consists of a combination of pharmacotherapy (see Medication) and/or
psychotherapy.12 Behavioral therapy and cognitive behavioral therapy (CBT) have
demonstrated efficacy through controlled studies.13 Psychodynamic therapy (or insight-
oriented therapy) is rarely indicated as an exclusive treatment for phobias and is now mostly
used for cases of phobic disorders that overlap personality disorders. Deciding which
treatment or combination of treatments to prescribe depends on a careful interview and
assessment of the patient's goals and level of pathology.

Patient prognosis is determined by several factors, including:

Severity of diagnosis

Level of functioning prior to onset of symptoms

Degree of motivation for treatment

Level of support (eg, family, friends, work, school)

Ability to comply with medication and/or psychotherapeutic regimen

Consultations
Internal medicine or neurologic consultation may be helpful to sort through the
nonpsychiatric differential, especially if rare disorders, such as pheochromocytoma, are
suspected.

Diet
Inquire about the amount of caffeine intake (including coffee, caffeinated teas, or sodas).
Considering the overall noradrenergic hyperdrive of this group of patients, even moderate
amounts of coffee might exacerbate the anxiety response and symptoms. In a small, double-
blind, placebo-controlled study, a tryptophan-rich diet was shown to have a positive effect
on social anxiety.14 Dietary restrictions (a tyramine-free diet) are necessary for patients
taking monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).

Activity
Activity should not be restricted. In fact, patients should be encouraged to confront anxiety-
producing stimuli in the context of a behavior therapy treatment plan.
Specific phobia

Specific phobias respond best to cognitive behavioral therapy (CBT) and exposure therapy. Gradual
desensitization is the most commonly used treatment. Other treatments include cognitive
approaches, relaxation, and breathing control techniques. To date, no controlled studies demonstrate
the efficacy of psychopharmacological intervention for specific phobias.

Agoraphobia

Agoraphobia, specifically the panic symptoms, most often responds to treatment with a selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI).15, 16, 17 Treatment should be started at a low dose then titrated to
the minimum effective dose for controlling the patient's panic. Benzodiazepines can be used either
as an adjunct or as primary treatment; however, benzodiazepines are usually not chosen as a first-
line treatment because of the potential for abuse. 18 If the patient has frequent panic attacks and no
history of substance abuse, a benzodiazepine can be considered until the SSRI takes effect. Long-
acting benzodiazepines (eg, diazepam, clonazepam) prescribed on a standing rather than as-needed
basis are preferred due to a lower addictive potential; dose can be increased every 2-3 days until
panic symptoms are controlled or the maximum dose is reached.

Consider using the short-acting alprazolam for short-term use to control acute symptoms of panic. If
response is minimal or nonexistent after 6 weeks, the SSRI dose can be further increased every 2
weeks until response or maximal dose is reached. Partial or no response at the highest SSRI dose
warrants consideration of the following alternatives: change to a different SSRI, change to a different
class (venlafaxine, duloxetine), tricyclic/tetracyclic antidepressants (TCAs) or MAOIs (both TCAs and
MAOIs have demonstrated efficacy in controlled trials for agoraphobia).

For a patient with good response, treatment should be continued for 9-12 months before
considering slowly tapering the medications. With symptom reoccurrence following taper, treatment
should be resumed and continued indefinitely.

Social anxiety disorder (social phobia)

Both pharmacotherapy and psychotherapy are useful in treating social anxiety disorder (SAD). Social
phobia typically responds to either an SSRI or an MAOI. 19, 20, 21

Initiate treatment with an SSRI and titrate to the minimum effective dose. SSRIs approved for SAD
include paroxetine22 (including SR form) and sertraline, but other SSRIs have also been shown to be
effective (eg, fluvoxamine23). The SSRI dose can be increased if response is partial or nonexistent at 6
weeks—doses can be increased every 2 weeks until maximum dose is reached. Failing this, patients
sometimes respond to high-potency benzodiazepines. Long-term treatment data from clinical studies
of clonazepam are limited but support the drug's efficacy. 20 Beta-blockers, clonidine, and buspirone
are usually not helpful for long-term treatment, although beta-blockers (eg, atenolol,
nadolol, propranolol) may be useful for the circumscribed treatment of situational/performance
anxiety on an as-needed basis.

Consider tapering medications slowly after 6-12 months of full response. If symptoms reoccur
following taper, restart therapy and continue indefinitely.20
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan HI, Sadock BJ. : Anxiety Disorder, Sypnosis of

Psychiatry, 7 th ed, William & Wilkins, Baltimore USA, 1994,

573-616.

World Health Organization (WHO) : Anxiety Disorder, ICD-

10 Classification of Mental Disorders and Behavior

Disorders, Geneva, 1994.

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III, cetakan pertama,
Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993

http://www.emedicine.com/med/topic1821.htm

You might also like