Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
12
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan
tersusun longgar pada mata.1
13
pada 250 kasus konjungtivitis bakteri, 70% disebabkan oleh infeksi Haemophilus
influenzae.11 Patogen umum pada konjungtivitis virus adalah virus herpes
simpleks tipe 1 dan 2, Varicella zoster, virus pox dan Human Immunodeficiency
Virus.1 Di Amerika Serikat, dari 3% kunjungan di departemen penyakit mata,
15% merupakan keluhan konjungtivitis alergi.5 Konjungtivitis alergi biasanya
disertai dengan riwayat alergi, dan terjadi pada waktu-waktu tertentu.
Di Indonesia Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis
konjungtivitis yang paling banyak yang akurat.6
14
Air mata diproduksi oleh aparatus lakrimalis dan mempunyai beberapa
fungsi seperti pemberi nutrisi pada kornea, menghaluskan permukaan kornea,
antibakteri dan perlindungan mekanik terhadap benda asing. Kandungan yang
terdapat dalam air mata yaitu lisozim, yang berfungsi merusak dinding sel bakteri
dan merupakan sistem pertahan pertama ketika ada benda asing, serta berusaha
mengeluarkan bakteri dengan mengeluarkan air mata yang berlebih. Jika bakteri
ini gagal untuk dihancurkan oleh lisozim yang terdapat pada air mata, maka tubuh
akan mengaktifkan sistem komplemen yang merupakan mekanisme pertahanan
non spesifik humoral utama tubuh.
Sistem komplemen terdiri dari lebih 20 protein yang akan diaktifkan untuk
merusak bakteri. Komplemen juga akan memicu peningkatan permeabilitas
vaskular, rekrutmen fagosit, opsonisasi dan lisis bakteri. Komplemen ini akan
menyelubungi mikroba sehingga dapat dengan mudah difagositosis oleh fagosit.
Selain itu, adanya mediator inflamasi seperti histamin dan prostaglandin akan
memicu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Vasodilatasi terjadi pada a.
Ciliaris anterior dan a. Palpebralis sehingga mata akan terlihat merah. Vasodilatasi
juga akan meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular sehingga
cairan dan sel fagosit dari kapiler masuk ke jaringan dan menyebabkan penambah
aliran plasma dan komplemen ke lokasi infeksi. Sistem fagosit ini akan
mematikan mikroorganisme dan juga merusak jaringan di sekitarnya serta
bersamaan dengan air akan membentuk pus. Keadaan ini yang memunculkan
terjadinya sekret atau eksudat pada mata, semakin banyak sel bakteri yang mati
maka sekret yang terbentuk juga semakin banyak.1,12,13 Sel-sel radang kemudian
bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat
konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur
(terutama pagi hari).1,12
Peradangan pada konjungtiva yang menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling
nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini
biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai
sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini
merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah
15
yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika pasien mengeluh sakit pada
iris atau badan siliare berarti kornea terkena.1
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh
masyarakat, ada yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung
dari faktor penyebab konjungtivitis dan faktor berat ringannya penyakit yang
diderita oleh pasien. Pada konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh
sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut
menjadi kronis, dan bila tidak mendapat penanganan yang adekuat akan
menimbulkan kerusakan pada kornea mata atau komplikasi lain yang sifatnya
lokal atau sistemik.1
16
dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis.1
Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada
kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen (purulen dan mukopurulen)
daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai
edema pada kelopak mata.15 Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami
gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena
adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih
normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada
pagi hari sewaktu bangun tidur.1
Diagnosis
Anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja
penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang
lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit
menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga
ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya,
riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi,
riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat
alergi, dan riwayat penggunaan lensa-kontak.5 Pada konjungtivitis bakteri,
organisme penyebab diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan
konjungtiva yang dipulas dengan pulasan gram atau giemsa, pemeriksaan ini
menunjukkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1
Komplikasi
Komplikasi yang sering pada konjungtivitis bakterialis adalah Blefaritis
Marginal Kronik, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran
blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar
lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat
mengurangi komponen aqueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan
juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga
dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan
17
entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi,
infeksi dan parut pada kornea.1
Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum
luas seperti gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin, neosporin,
basitrasin dan sulfa. Bila pengobatan dalam 3-5 hari tidak sembuh maka
pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi.3
Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh
diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topikal dan sistemik. Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva.3
Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Jika tidak
diobati maka akan berlangsung selama 10-14 hari, namun jika diobati akan
sembuh dalam 1-3 hari. Jika terjadi konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak
akan sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.1
18
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.3
Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus
biasanya terjadi bilateral, awalnya satu mata saja dan biasanya mata pertama lebih
parah. Terdapat injeksi konjungtiva, nyeri sedang dan mata berair, dalam 5-14
hari akan diikuti fotofobia, keratitis epitel, kekeruhan subepitel yang bulat,
terdapat jaringan parut datar atau pembentukan simblefaron.1 Pada konjungtivitis
ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan
gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam.17
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi,
sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes
simpleks. Vesikel-vesikel herpes terkadang muncul di palpebra dan tepian
palpebra serta disertai edema palpebra hebat. Khasnya, adanya nodus preaurikular
kecil yang nyeri tekan.1
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh
enterovirus dan coxsackie virus. Penyakit ini khas dengan memiliki inkubasi yang
pendek yaitu 8-48 jam dan berlangsung singkat (5-7 hari). Konjungtivitis
hemoragika memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing,
hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva
dan kadang-kadang dapat terjadi kemosis.16 Perdarahan subkonjungtiva umumnya
difus, tetapi awalnya dapat berupa bintik-bintik mulai dari konjungtiva bulbaris
superior dan menyebar ke bawah.
Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus tergantung etiologinya. oleh karena
itu, diagnosis difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut
penyebabnya. Anamnesis seperti, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun
okular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor risiko dan keadaan
lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.15 Pada
anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah
19
mata atau kedua mata yang terinfeksi.18 Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan
dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus
dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan
karena menghabiskan waktu dan biaya.2
Komplikasi
Konjungtivitis virus dapat berkembang menjadi kronis, seperti blefaro-
konjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan
timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul
vesikel pada kulit.1
Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus umumnya dapat sembuh sendiri dan mungkin tidak
diperlukan terapi, namun pemberian antivirus topikal atau sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea.1,16 Pasien konjungtivitis juga
diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi.19
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh
dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat
hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
20
oleh sistem imun.20 Konjungtivitis alergi umumnya menyertai rinitis alergi.
Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.21
Etiologi dan Faktor Risiko
Konjungtivitis alergi dibedakan menjadi lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang
biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal,
keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa.1
Etiologi dan faktor risiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai
dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-
tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan
disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal
konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi
musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis
atopik, sedangkan konjungtivitis papilar raksasa pada pengguna lensa-kontak atau
mata buatan dari plastik.1
Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-
kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan
keluhan utama adalah gatal, kemerahan, lakrimasi, injeksi ringan konjungtiva, dan
sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal
(konjungtivitis musiman/musim kemarau) biasanya bilateral, jarang, biasanya
mulai usia 5-10 tahun. Sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran
mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di
konjungtiva tarsalis inferior, serta adanya riwayat keluarga. Pada palpebra
superior sering sering menampilkan adanya papila raksasa mirip batu kali,
dengan bentukan poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.1
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia
merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih
susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, terdapat
konjungtiviitis papilar raksasa yang kurang nyata dibandingkan dengan
21
konjungtivitis vernal, dan lebih sering di tarsus inferior daripada posterior
(vernal).1
Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta
observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi.
Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal
pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.22
Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea
dan infeksi sekunder. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan
jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan.1,22
Penatalaksanaan
Konjungtivitis alergi ringan maka mata dapat diberikan obat tetes mata
artifisial (buatan atau tidak alami) dan kompres dingin. Konjungtivitis Alergi
sedang dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal. Jika terjadi konjungtivitis yang
kronik maka pengobatan dengan dirujuk ke spesialis mata dan dipertimbangkan
pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, di mana memerlukan
22
tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral.1
23
preurikular konjungtivitis
inklusi
Pewarnaan
Monosit Bakteri, PMN PMN, Plasma sel Eosinofil
kerokan & eksudat
Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tidak pernah Tak pernah(3)
24