You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut silent

killer karena pada umumnya pasien tidak mengetahui bahwa mereka

menderita penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.

Selain itu penderita hipertensi umumnya tidak mengalami suatu tanda atau

gejala sebelum terjadi komplikasi. Hipertensi merupakan masalah kesehatan

global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian

utama di Negara-negara maju maupun Negara berkembang.

WHO menetapkan Hipertensi sebagai faktor risiko nomor tiga penyebab

kematian didunia dan bertanggung jawab terhadap 62% timbulnya kasus

stroke 49% timbulnya serangan jantung dan tujuh juta kematian premature

tiap tahunnya.

Di dunia, hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita

Hipertensi.Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang bisa

merusak organ tubuh manusia. Setiap tahun darah tinggi menjadi penyebab 1

dari 7 kematian (7 juta pertahun) di samping menyebabkan kerusakan jantung,

mata, otak dan ginjal. (Depkes RI, 2007).

Menurut survey yang dilakukan oleh Word Health Organization (WHO)

pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia yang menderita hipertensi untuk pria

sekitar 26,6% dan wanita sekitar 26,1% dan diperkirakan pada tahun 2025

jumlahnya akan meningkat menjadi 29,2%.

1
2

Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia terus terjadi peningkatan.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2000 sebesar 21%

menjadi 26,4% dan 27,5% pada tahun 2001 dan 2004. Selanjutnya,

diperkirakan meningkat lagi menjadi 37% pada tahun 2015 dan menjadi 42%

pada tahun 2025. Menurut data Kementrian Kesehatan RI tahun 2009

menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat

menjadi 34,1% tahun 2010.

Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 menyebutkan

prevalensi hipertensi sebesar 60 % atau terbanyak dari kategori penyakit tidak

menular (PTM). Sedangkan di kabupaten Brebes prevalensi hipertensi

sebanyak 11,59% pada tahun 2016.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita

Hipertensi yang di ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya

12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases) diperkirakan

sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah

60%, dan akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia..

(Depkes RI, 2007).

Menurut AHA (American Heart Assosiation) di Amerika tekanan darah

tinggi ditemukan satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 285 atau 59

juta orang mengidap Hipertensi. Semua orang yang mengidap Hipertensi

hanya satu pertiganya yang mengetahui keadaanya dan hanya 61% medikasi,

dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu pertiga mencapai target

darah yang optimal/normal.


3

Berdasarkan hasil laporan kunjungan Puskesmas Pemaron, tercatat

hipertensi sebagai penyakit terbanyak ketiga selama tahun 2016. Apabila

ditinjau berdasarkan rekam medis pasien, sebagian besar penderita diketahui

tidak rajin mengontrolkan dirinya ke Puskesmas. Hal ini diduga karena

pengaruh pengetahuan pasien yang kurang, adanya keterbatasan biaya

sehingga tidak mampu membeli obat hipertensi yang harus dikonsumsi setiap

hari dan adanya kendala biaya transportasi untuk kontrol ke puskesmas.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka penulis tertarik

untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul “……………………….”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas,

maka pertanyaan penelitian yang timbul adalah Bagaimana

………………………………..?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui …………………………………………

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu untuk:

a. …………………………
4

D. Manfaat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Diharapkan dapat menjadi informasi atau sumber data sebagai bahan

evaluasi tentang pentingnya penyakit hipertensi di lingkungan masyarakat

khususnya pada masyarakat di desa Pemaron, Kabupaten Brebes.

2. Puskesmas Nagrak

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tambahan bagi pelayanan keperawatan khususnya perawat komunitas di

Puskesmas Pemaron dapat meningkatkan program pelayanan kesehatan

khususnya promosi kesehatan bagi masyarakat sehingga derajat kesehatan

yang optimal dapat tercapai.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini bagi penulis dapat dijadikan sarana belajar dalam rangka

menambah pengetahuan, untuk menerapkan teori yang telah penulis

dapatkan selama masa perkuliahan khususnya yang terkait dengan

penyakit hipertensi di desa Pemaron, Kabupaten Brebes.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan
tekanan darah. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara
menetap ≥ 140/90 mmHg (Dharmeizar, 2012). Menurut JNC VII
(2006), terdapat empat kategori tekanan darah, normal, prehipertensi,
hipertensi tahap I dan hipertensi tahap II.
Menurut kabo (2010) hipertensi adalah suatu kondisi medis yang
kronis di mana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah yang
disepakati normal.
Hipertensi adalah faktor penyebab utama kematian karena stroke
dan factor yang memperberat infark miokard(serangan jantung).
Kondisi tersebut merupakan gangguan yang paling umum pada
tekanan darah. Hiper merupakan gangguan asimptomatik yang sering
terjadi dengan peningkatan tekanan darah secra persisten.diagnosa
hipertensi pada orang dewasa dibuat saat bacaan diastolic rata-rata
dua atau lebih,paling sedikit dua kunjungan berikut adalah 90mmHg
atau lebih tinggi atau bila tekanan darah multiple sistolik rerata pada
dua atau lebih kunjungan berikutnya secara konsisten lebih tinggi dari
140mmHg. (Potter & Perry, 2005).

2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Eigth Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC8) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
seperti yang terlihat pada gambar dibawah (Bell, K et al.2015).
6

Gambar 2.1 Klasifikasi hipertensi

3. Penyebab Penyakit Hipertensi


Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak
diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. kelompok lain dari populasi
dengan persentase rendah mempunyai penyebab khusus, dikenal
sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder;
endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat
diidentiikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan
secara potensial (Anonima , 2006).
a. Hipertensi Primer (Essensial)
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivasi susunan
saraf simpatis, sistem reninangiotensin, efek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Cl intraseluler, dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder dapat diketahui penyebab spesifiknya, dan
digolongkan dalam 4 kategori :
a. Hipertensi Kardiovaskuler biasanya berkaitan dengan peningkata kronik
resistensi perifer total yang disebabkan oleh ateroslerosis.
7

b. Hipertensi renal (ginjal) dapat terjadi akibat dua defek ginjal : oklusi
parsial arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri.
1). Lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen arteri renalis atau
kompresi eksternal pembuluh oleh suatu tumor dapat mengurangi
aliran darah ke ginjal. Ginjal berespons dengan mengaktifkan jalur
hormonal yang melibatkan angiotensin II. Jalur ini meningkatkan
retensi garam dan air selama pembentukan urin, sehingga volume
darah meningkat untuk mengkompensasi penurunan aliran darah
ginjal. Ingatlah bahwa angiotensin II juga merupakan vasokontriktor
kuat. Walaupun kedua efek tersebut (peningkatan volume darah dan
vasokontriksi akibat angiotensin) merupakan mekanisme
kompensasi untuk memperbaiki aliran darah ke arteri renalis yang
menyempit, keduanya juga menyebabkan peningkatan tekanan
darah arteri keseluruhan.
2). Hipertensi renal juga terjadi jika ginjal sakit dan tidak mampu
mengeleminasi beban garam normal. Terjadi retensi garam yang
menginduksi retensi air, sehingga volume plasma bertambah dan
timbul hipertensi.
c. Hipertensi endokrin terjadi akibat sedikitnya dua gangguan endokrin
dan sindrom cronn
1). Feokromositoma adalah suatu tumor medula adrenal yang
mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang
berlebihan. Peningkatan abnormal kadar kedua hormon ini
mencetuskan peningkatan curah jantung dan vasokontriksi umum,
keduanya menimbulkan hipertensi yang khas untuk penyakit ini.
2). Sindrom conn berkaitan dengan peningkatan pembentukan oleh
korteks adrenal. Hormon ini adalah bagian dari jalur hormonal yang
menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal. beban garam dan air
yang berlebihan di dalam tubuh akibat peningkatan kadar aldosteron
menyebabkan tekanan darah meningkat.
d. Hipertensi neurogenik terjadi akibat lesi saraf
8

1). Masalahnya mungkin adalah kesalahan kontrol tekanan darah akibat


defek di pusat kontrol kardiovaskuler atau di baroreseptor.
2). Hipertensi neurogenik juga dapat terjadi sebagai respon kompensasi
terhadap penurunan aliran darah otak. Sebagai respon terhadap
ganguan ini, muncullah suatu refleks yang meningkatkan tekanan
darah sebagai usaha untuk mengalirkan darah kaya oksigen ke
jaringan otak secara adekuat (Sherwood, 2001).

4. Gejala Penyakit Hipertensi


Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan
gejala sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal
sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan),
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat akan mengalami
edema pupil. Corwin, (2000), menyebutkan bahwa sebahagian besar
gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
(Rohaendi, 2008) : a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai
mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial b.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. c. Ayunan
langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak d.
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi
yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung
secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

5. Patosifisiologi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding
arteri dalam millimetermerkuri(mmHg). Dua tekanan darah arteri yang
biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah
diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD
diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor
9

yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam


terbentuknya hipertensi, faktor-faktor tersebut adalah (Anonima,
2006).
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis
dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya
respon terhadap stress psikososial, produksi berlebihan hormon yang
menahan natrium dan vasokonstriktor, asupan natrium (garam)
berlebihan, tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium, meningkatnya
sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi
angiotensin II dan aldosteron, defisiensi vasodilator seperti
prostasiklin, nitrogen oksida (NO), dan peptide natriuretik,
abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal, diabetes mellitus,resistensi insulin,
obesitas, perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut
jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular, dan
berubahnya transpor ion dalam sel.

6. Penatalaksaan
a. Terapi Non Farmakologis
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukan perubahan gaya hidup Disamping menurunkan tekanan
darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga
dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-
pasien dengan tekanan darah prehipertensi (Anonima, 2006).
Pengobatan non-farmakologik yang utama terhadap hipertensi adalah
pembatasan garam dalam makanan, pengawasan berat badan, dan
membatasi minuman alkohol. Intervensi terhadap faktor di atas dapat
digunakan sendirisendiri atau dalam kombinasi. Pengobatan ini mungkin
benar-benar berguna bila tekanan darah diastolik antara 90-95 pada
penderita dengan usia < 50 tahun yang tidak mempunyai faktor-faktor
resiko kardiovaskuler lainnya seperti: hiperkolesterolemia, diabetes
10

mellitus, laki-laki, kulit hitam, riwayat keluarga, atau bukti-bukti adanya


kerusakan organ target. Pengobatan non farmakologis diberikan sebagai
tambahan pada penderita-penderita yang mendapat terapi dengan obat-obat
(Tagor, 1996).
1. Pembatasan Garam Dalam Makanan Pada beberapa orang dengan
hipertensi ada yang peka terhadap garam ( salt-sensitive ) dan ada yang
resisten terhadap garam. Penderita – penderita yang peka terhadap
garam cenderung menahan natrium, barat badan bertambah dan
menimbulkan hipertensi pada diet yang tinggi garam. Sebaliknya,
penderita yang resisten terhadap garam cenderung tidak ada perubahan
dalam berat badan atau tekanan darah pada diet garam rendah atau
tinggi. Reaksi terhadap garam ini menerangkan mengapa beberapa
orang yang mempunyai panurunan tekanan darah yang tidak sesuai
pembatasan garam dalam makanan, sedang pada orang lain tekanan
darah tetap tidak berubah. Dari penelitian diketahui bahwa diet yang
mengandung 1600-2300 mg natrium/ hari, dapat menurunkan rata-rata
tekanan darah sistolik sebesar 9-15 mmHg dan tekanan diastolik
sebesar 7-16 mmHg. Pembatasan garam sekitar 2000 mg natrium/ hari
dianjurkan untuk pengelolaan diet pada kebanyakan penderita
hipertensi.
2. Mengurangi Berat Badan
Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-
penderita yang gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang
pendek dalam jumlah yang cukup besar biasanya disertai dengan
penurunan tekanan darah. Beberapa peneliti menghitung rata-rata
penurunan tekanan darah sebesar 20,7 sampai 12,7 mmHg dapat
mencapai penurunan berat badan rata-rata sebesar 11,7 Kg. terdadapat
hubungan yang erat antara perubahan berat badan dan perubahan
tekanan darah dengan ramalan tekanan darah sebesar 25/15 mmHg
setiap kilogram penurunan berat badan.
11

3. Pembatasan Alkohol
Orang-orang yang minum 3 atau lebih minuman alkohol per hari
mempunyai tingkat tekanan darah yang tinggi. Sekarang diperkirakan
bahwa hipertensi yang berhubungan dengan alkohol mungkin
merupakan salah satu penyebab sekunder paling banyak dari
hipertensi, kira-kira sebanayak 5-12% dari kasus mengurangi minum
alkohol dapat menurunkan tekanan darah ( Tagor, 1996).
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien
mengerti rasionalitas intervensi diet (Anonima , 2006):
a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding
orang dengan berat badan ideal
b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk
(overweight)
c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat
menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang
juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang
dapat berlanjut ke DM tipe 2.
e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.
f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,
kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik
dengan pembatasan natrium.
b. Terapi Farmakologis
12

Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

Berdasarkan JNC 8, penatalaksanaan hipertensi dibedakan secara


umum yaitu berdasarkan ada atau tidak adanya penyakit penyerta yaitu
diabetes dan gagal ginjal kronis. Untuk pasien hipertensi tanpa penyakit
penyerta dibedakan berdasarkan usia (>60 tahun atau <60 tahun) dan ras
kulit hitam atau non kulit hitam.
Tahap awal terapi diawali dengan lifestyle modification dan
dilanjutkan dengan obat-obatan sesuai kondisi pasien. Terapi awal yang
diberikan adalah monoterapi, apabila tidak ada respon baik maka diberikan
terapi kombinasi 2/ lebih obat.
13

Gambar 2.3. Obat Antihipertensi

Terapi farmakologi terdapat 6 golongan yaitu Diuretik


(Furosemide, Hidroclorothiazide), Angiotensin Converting Enzime
Inhibitor/ACEInhibitor (Captopril), Beta bloker (Bisoprolol,
propranolol), Calcium Chanel Blocker (verapamil), Vasodilator
(terazosin, hydralazine), dan Centrally-acting Agents (clonidine,
methyldopa).

Tabel 2.1. Efek samping Obat Anti Hipertensi


Golongan obat Efek samping

Thiazide/diuretic menyerupai - Kadar kalium dalam darah rendah (dideteksi dengan


thiaziae misalnya aprinox pemeriksaan darah)
- Toleransi glukosa terganggu (kadar glukosa darah diatas
14

normal) terutama jika dikombinasi dengan beta blocker


(dideteksi pemeriksaan darah)
- Peningkatan kadar kolesterol LDL, trigliserida dan asam urat
(cek darah dan urine).
- Disfungsi ereksi (impotensi pada pria)
- Gout (radang pada persendian akibat peningkatan kadar
gula)
Alfa blocker - Inkontinensia
(misalnya cardura) - Rasa melayang pada saat berdiri
Beta-blocker - Kadar glukosa tidak terkontrol
- Latargi (lesu)
(misalnya cardicor)
- Gangguan memori dan kosentrasi
- Gejala penyakit arteri perifer memburuk, sirkulasi yang buruk
pada tungkai.
Inhibitor ACE - Batuk
- Fungsi ginjal memburuk
(misalnya capoten)
- Hipotensi (akut, penurunan tekanan darah tiba-tiba)
- Ruam
Blocker kenal kalsium golongan - Edema perifer (akumulasi cairan dan pembengkakan di mata
non-dihydropyridine misalnya kaki)
ticdiem - Pembesaran gusi dan konstipasi

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai tropi bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan
faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa
urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah, (kalium, natrium,
kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG.
(Arif Mansjoer dkk, 2001).
8. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakan dalam satu kali
pengukuran hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih
pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan
yang tinggi atau gejala-gejala klinis pengukuran tekanan darah
dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar setelah beristirahat
15

selama 5 menit dengan ukurang pengukuran lengan yang sesuai


(menutupi 80% lengan) tensimeter dengan air raksa masih tetap
dianggap alat pengukuran yang terbaik.
Anamnesis dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala penyakit, penyakit yang berkaitan
seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit
serebrovaskuler. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,
gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan
aktifitas/kebiasaan (merokok), konsumsi makanan, riwayat obat-obat
bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi sebelumnya bila
ada dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan ).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah
dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang
pada lengan kontralateral dikaji perbandingan berat badan dan tinggi
pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk
mengetahui adanya retio hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari
bising carotid, pembesaran vena, atau kelenjara tiroid. (Arif Mansjoer
dkk, 2001).
9. Komplikasi
Pemakaian obat dalam jangka panjang bisa menyebabkan
berbagai komplikasi seperti terganggunya fungsi atau terjadi kerusakan
organ otak, ginjal, jantung dan mata.Kerusakan pada otak terjadi
pembesaran otot jantung bagian kiri yang berakhir pada kegagalan
jantung.Kejadian ini biasanya ditandai dengan bengkak pada kaki,
kelopak mata, kelelahan dan sesak nafas.
Kerusakan pada ginjal akibat hipertensi bisa menurunkan ginjal
sebagai penyaring racun dalam tubuh sekaligus sebagai produsen
hormone yang dibutuhkan tubuh, penderita yang mengalami
komplikasi ginjal harus cuci darah setiap minggu dengan biaya yang
mahal sementara itu gangguan pada mata sering tidak disadari sebagai
akibat tekanan darah tinggi, kerusakan pada mata buta menyebabkan
kebutaan atau gangguan penglihatan.
16

Kerusakan pada otak ditandai dengan nyeri kepala hebat,


berubahnya kesadaran kejang dengan deficit neurology fokal
ozotermia, mual dan muntah.Ensefalopati dapat terjadi terutama pada
hipertensi maligna, tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
kedalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. (Corwin,
2000).
Menurut Notoatmodjo (2007:143) pengetahuan merupakan
hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia.Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).Dari hasil
pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers
(1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadaptasi
perilaku yang baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
beruntun yaitu:
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, karena dari
17

pengalaman dan penelitian yang didasari oleh pengetahuan akan lebih


langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
(Roger, 1974).

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai
tropi bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan faktor risiko
lain atau mencari penyebab Hipertensi, biasanya diperiksa urinalisa, darah
perifer lengkap, kimia darah, (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG. (Arif Mansjoer dkk, 2001).

8. Diagnosis
Diagnosis Hipertensi tidak dapat ditegakan dalam satu kali
pengukuran hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran
pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau
gejala-gejala klinis pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan
pasien duduk bersandar setelah beristirahat selama 5 menit dengan ukurang
pengukuran lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan) tensimeter dengan
air raksa masih tetap dianggap alat pengukuran yang terbaik.
Anamnesis dilakukan meliputi tingkat Hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala penyakit, penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler.
Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang
berkaitan dengan penyebab Hipertensi, perubahan aktifitas/kebiasaan
(merokok), konsumsi makanan, riwayat obat-obat bebas, hasil dan efek
samping terapi antiHipertensi sebelumnya bila ada dan faktor psikososial
lingkungan (keluarga, pekerjaan dll).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua
kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada
lengan kontralateral dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien,
kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya
retio Hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising carotid,
pembesaran vena, atau kelenjara tiroid. (Arif Mansjoer dkk, 2001).
18

9. Komplikasi
Pemakaian obat dalam jangka panjang bisa menyebabkan berbagai
komplikasi seperti terganggunya fungsi atau terjadi kerusakan organ otak,
ginjal, jantung dan mata.Kerusakan pada otak terjadi pembesaran otot
jantung bagian kiri yang berakhir pada kegagalan jantung.Kejadian ini
biasanya ditandai dengan bengkak pada kaki, kelopak mata, kelelahan dan
sesak nafas.
Kerusakan pada ginjal akibat Hipertensi bisa menurunkan ginjal
sebagai penyaring racun dalam tubuh sekaligus sebagai produsen hormone
yang dibutuhkan tubuh, penderita yang mengalami komplikasi ginjal harus
cuci darah setiap minggu dengan biaya yang mahal sementara itu
gangguan pada mata sering tidak disadari sebagai akibat tekanan darah
tinggi, kerusakan pada mata buta menyebabkan kebutaan atau gangguan
penglihatan.
Kerusakan pada otak ditandai dengan nyeri kepala hebat, berubahnya
kesadaran kejang dengan deficit neurology fokal ozotermia, mual dan
muntah.Ensefalopati dapat terjadi terutama pada Hipertensi maligna,
tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. (Corwin, 2000)

You might also like