You are on page 1of 12

Penggunaan Cerita Anak pada Majalah Si Kuncung dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

oleh
I Wayan Numertayasa
STKIP Suar Bangli
numertayasawayan@gmail.com

abstrak

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh perubahan paradigma pembelajaran


Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013. Tujuan tulisan ini adalah untuk
menjelaskan (1) pembelajaran Bahasa Indonesia kurikulum 2013, (2) cerita anak
dalam Majalah Si Kuncung, (3) pengunaan cerita anak pada majalah Si Kuncung
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Secara ringkas dapat
dijelaskan bahwa perubahan kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia
berdampak pula pada paradigma pembelajaran Bahasa Indonesia. Salah satu cara
atau media yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa
Indonesia Kurikulum 2013 adalah dengan cerita anak dalam Majalah Si Kuncung.
Caranya adalah dengan menggunakan cerita anak dalam Majalah Si Kuncung
sebagai bahan ajar (teks) dalam pembelajaran dan menceritakan cerita anak dalam
Majalah Si Kuncung tiap mengawali pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut
kepada guru Bahasa Indonesia disarankan agar menggunakan cerita anak dalam
majalah Si Kuncung dalam pembelajaran.
Kata Kunci : Pembelajarn Bahasa Indonesia, Cerita Anak, Si Kuncung
Pendahuluan

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah melaksanakan


perubahan Kurikulum KTSP menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mencangkup
tiga kompetensi antara lain, kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu. Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi yang telah dirintis tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006. Penekanan kurikulum ini adalah pada keterpaduan antara sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Dengan memadukan ketiga aspek tersebut, tujuan kurikulum 2013 adalah
memberikan ilmu pengetahuan secara utuh kepada siswa dan tidak terpecah-pecah.
Lebih mengkhusus tujuan kurikulum 2013 ini adalah (1) Menciptakan lulusan yang
memiliki kemampuan; (2) Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir
kritis dan jernih; (3) Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan; (4) Menciptakan lulusan yang
mampu menjadi warga negara yang bertanggung jawab; (5) Menciptakan lulusan
yang memiliki kemampuan mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda;
(6) Menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan hidup dalam masyarakat yang
mengglobal; (7) Menciptakan lulusan yang memiliki minat luas dalam kehidupan;
(8) Menciptakan lulusan yang memiliki kesiapan untuk bekerja; (9) Menciptakan
lulusan yang memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat atau minatnya;
(9)Menciptakan lulusan yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Untuk mencapai tujuan kurikulum 2013 seperti yang tersebut di atas,
kurikulum 2013 menggunakan lima kegiatan utama di dalam proses pembelajaran
menggunakan pendekatan saintifik, yaitu: Mengamati, Menanya, Mencoba,
Mengasosiasi Mengkomunikasikan.
Sehubungan dengan perubahan kurikulum paradigma pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah juga berubah. Dalam implementasinya, untuk
mencapai tujuan kurikulum 2013 pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan
pendekatan berbasis teks. Dalam hal ini teks dapat berwujud teks tertulis
maupun teks lisan. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap
yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Belajar Bahasa Indonesia tidak
sekadar memakai bahasa Indonesia untuk menyampaikan materi belajar.
Namun, perlu juga dipelajari soal makna atau bagaimana memilih kata yang
tepat. Selama ini pembelajaran Bahasa Indonesia tidak dijadikan sarana
pembentuk pikiran padahal teks merupakan satuan bahasa yang memiliki
struktur berpikir yang lengkap. Karena itu pembelajaran Bahasa Indonesia
harus berbasis teks. Melalui teks maka peran Bahasa Indonesia sebagai penghela
dan pengintegrasi ilmu lain dapat dicapai.
Pembelajaran teks membawa anak sesuai perkembangan mentalnya,
menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Adalah kenyataan,
masalah kehidupan sehari-hari tak terlepas dari kehadiran teks. Untuk membuat
minuman atau masakan, perlu digunakan teks arahan atau prosedur. Untuk
melaporkan hasil observasi terhadap lingkungan sekitar, teks laporan perlu
diterapkan. Untuk mencari kompromi antarpihak bermasalah, teks negosiasi perlu
dibuat. Untuk mengkritik pihak lain pun, teks anekdot perlu dihasilkan. Selain
teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks cerita naratif dengan fungsi sosial
berbeda. Perbedaan fungsi sosial tentu terdapat pada setiap jenis teks, baik genre
sastra maupun nonsastra, yaitu genre faktual (teks laporan dan prosedural) dan
genre tanggapan (teks transaksional dan ekspositori). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa teks dapat dijadikan media untuk mengembangkan kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Dalam hal ini, tulisan ini terfokus pada pengembangan kompetensi sikap
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Salah satu media yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kompetensi sikap dalam kurikulum 2013 adalah cerita
anak. Menurut Puryanto (2008:7) cerita anak adalah mengandung tema yang
mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di
sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan
yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa
anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
Berdasarkan pandangan ini certia anak dapat dikatan memiliki nilai-nilai
pendidikan di dalamnya sehingga bisa digunakan untuk pembelajaran Bahasa
Indonesia pada kurikulum 2013.

Sehubungan dengan cerita anak, di Indonesia terdapat banyak cerita anak


yang ditampilkan dalam majalah anak-anak. Salah satunya adalah cerita anak
yang dimuat pada majalah Si Kuncung. Si Kuncung terbit pertama kali pada 1
April 1956. Pada awal penerbitannya, majalah mingguan ini bersifat membina
mental putra-putri SD, mendorong bersikap makarya, memperluas cakrawala
pengetahuan dan minat siswa. Si Kuncung merupakan majalah yang sangat
menghibur dan mendidik bagi anak-anak di jaman itu. Terbit sebulan sekali, masa
penantian Si Kuncung menjadi perjuangan tersendiri bagi anak-anak. Majalah
dengan hanya 16 halaman ini selalu menyihir anak-anak selama kurang lebih 1
jam. Kekuatan Si Kuncung sesungguhnya berasal dari cerita-ceritanya. Si
Kuncung mampu membawa anak-anak menjelajah dan berkenalan dengan tokoh-
tokoh cerita dari berbagai tempat di Indonesia. Nilai kekeluargaan, persahabatan,
kesederhanaan, dan patriotisme selalu dapat dituturkan dengan menarik (Harsanti,
2005).

Beberapa cerita yang dimuat dalam malajah dsi kuncung adalah cerita
tentang seekor peliharan berupa monyet yang lucu tetapi mati tersengat listrik
karya Mohammad Sobary. Cerita karya Trim Suteja di “Penunggu Hutan Jati”,
tentang anak-anak desa yang dengan semangat mengumpulkan ulat jati untuk lauk
makan. Ada juga cerita tentang gaplek dan tiwul yang menjadi makanan khas
anak-anak dari Gunung Kidul karya Suyono HR. Cerita patriotisme dari Riyono
Praktikno, tentang sekumpulan remaja di Ambarawa yang membawa senjata dan
berniat untuk mengusir penjajah. Cerita kegendaris dari Soekanto SA dengan “Si
Mulus Opelet Tua” yang bersetting di Madura, atau “Berburu Ikan Paus” karya
Ris Thorik yang berasal dari Flores.

Beberapa contoh cerita dalam majalah Si Kuncung memperlihatkan


kepada kita bahwa teks-teks cerita anak yang dimuat memiliki nilai-nilai yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian penulis
berpikiran bahwa teks-teks cerita anak yang dimuat yang dimuat dalam majalah Si
Kuncung dapat digunakan sebagai pengembangan pembelajaran Bahasa Indonesia
dalam Kurikulum 2013. Sehubungan dengan hal tersebut dalam makalah ini
dibahas terkait Penggunaan Cerita pada Majalah Si Kuncung dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Fokus masalah yang dibahas dalam makalah
ini adalah (1) Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013, (2) Cerita Anak
dalam Majalah Si Kuncung, (3) Pengunaan Cerita Anak Majalah Si Kuncung
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.

Pembahasan

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013


Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 adalah
pembelajaran berbasis teks. Dalam pembelajaran Bahasa berbasis teks, Bahasa
Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa,
melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber
aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks
dimaknai sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna secara kontekstual
(Kemendikbud, 2013).
Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan
semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, (2)
penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan
untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan
bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena dalam bentuk
bahasa yang digunakan itu tercermin ide, sikap, nilai, dan ideologi
penggunaannya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan
berpikir manusia (Kemendikbud, 2013).
Pada hakikatnya pembelajaran merupakan proses komunikasi antara
peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan
sikap (Suherman dalam Jihad & Abdul Haris, 2008: 11). Tujuan pembelajaran
ini akan tercapai apabila pembelajaran berjalan efektif. Menurut Wragg (dalam
Jihad & Abdul Haris, 2008:12) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti
fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama,
atau suatu hasil belajar yang diinginkan.
Adapun tujuan pembelajaran bahasa Indonesia diturunkan dari
Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Kompetensi Lulusan tersebut diturunkan menjadi Kompetensi Inti (KI),
pembelajaran bahasa Indonesia memiliki empat tujuan pembelajaran, yaitu (1)
memiliki sikap religius, (2) memiliki sikap sosial, (3) memiliki pengetahuan
yang memadai tentang berbagai genre teks bahasa Indonesia sesuai dengan
jenjang pendidikan yang diitempuhnya, dan (4) memiliki keterampilan membuat
berbagai genre teks bahasa Indonesia.
Pada Kurikulum 2013, pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa
Indonesia menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks. Pada
pendekatan ini diharapkan siswa mampu memproduksi dan menggunakan teks
sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya, bahasa Indonesia diajarkan bukan
sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban
fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunaannya pada konteks sosial
budaya akademis. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa, baik verbal maupun
non verbal, yang mengungkapkan makna secara kontekstual (Permendikbud
Nomor 59 Tahun 2014: 272).
Menurut Knapp dan Watkins (dalam Mahsun, 2014:112) pembelajaran
berbasis teks memiliki tiga tahapan, yakni tahap pemodelan (percontohan),
tahap bekerja sama membangun atau mengembangkan teks, dan tahap
membangun atau mengembangkan teks secara mandiri. Menurut Mahsun
(2014: 114-115) pada tahap pemodelan terdapat dua kegiatan utama yakni
membangun konteks dan percontohan teks ideal. Kegiatan percontohan teks
model dapat dilakukan dengan mengenalkan nilai, tujuan sosial, struktur, serta
ciri-ciri bentuk dan ciri kebahasaannya. Pada tahap kerja sama membangun
teks, kegiatan dapat berupa membangun nilai, sikap, dan keterampilan
melalui teks utuh secara bersama- sama. Selanjutnya, tahap terakhir, tahap
membangun teks secara mandiri, siswa secara mandiri ditugasi membangun teks
mulai dari kegiatan pengumpulan data, menganalisis, hingga menyajikan teks
tesebut.

2.2 Cerita Anak

Salah satu rubrik yang dimuat dalam majalah Si Kuncung adalah cerita
anak. Berikut ini beberapa definisi cerita anak menurut pandangan para ahli.

1. Sarumpaet (203:108) berpendapat cerita anak adalah cerita yang ditulis


untuk anak dan berbicara mengenai kehidupan anak dan sekeliling yang
mempengaruh anak serta cerita itu hanya dapat dinikmati oleh anak
dengan bantuan dan pengarahan orang dewasa.
2. Puryanto (2008:7) Cerita anak adalah mengandung tema yang mendidik,
alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di
sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung
peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu
mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan
imajinasi masih dalam jangkauan anak.
3. Menurut Hunt (dalam Wahidin, 2008) mendefinisikan cerita anak sebagai
buku bacaan yang dibaca secara khusus cocok untuk memuaskan
sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi cerita anak adalah buku
bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut
harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat
perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan
mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan cerita anak
adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, kejadian dan
sebagainya yang ditujukan untuk anak yang ceritanya sederhana namun kompleks
dan komunikatif serta mengandung nilai moral bagi anak.
Lebih lanjut cerita anak memiliki beberapa unsur untuk membangun
ceritanya. Menurut Sarumpaet (2003: 111-121), unsur-unsur yang
membangun cerita cerita anak adalah tema, tokoh, latar, gaya bahasa, alur, dan
amanat. Berikut dijelaskan secara terperinci.
Tema sebuah cerita adalah makna yang tersembunyi. Tema mencakup
moral atau pesan atau amanat cerita. Tema bagi cerita anak haruslah yang perlu
dan baik bagi mereka. Ia harus mampu menerjemahkan kebenaran. Hal penting
yang perlu kita perhatikan juga, bahwa tema jangan mengalahkan alur dan tokoh-
tokoh cerita. Tentu saja buku yang ditulis dengan baik akan menyampaikan pesan
moral, tetapi juga harus bercerita tentang sesuatu, dari mana pesan itu mengalir.
Dengan cara itu, tema disampaikan kepada anak secara tersamar. Jadi, jika nilai
moral hendak disampaikan pada anak, tema harus tersusun dalam bahan cerita
yang kuat. Dengan demikian, anak dapat membangun pengertian baik atau buruk
tanpa merasa diindoktrinasi.
Tokoh adalah “pemain” dari sebuah cerita. Tokoh yang digambarkan
secara baik dapat menjadi teman, tokoh identifikasi, atau bahkan menjadi orang
tua sementara bagi pembaca. Peristiwa tidak akan menarik bagi anak, jika tokoh
yang digambarkan dalam cerita tidak mereka gandrungi. Hal penting dalam
memahami tokoh adalah penokohan yang berkaitan dengan cara penulis dalam
membantu pembaca untuk mengenal tokoh tersebut. Hal ini terlihat dari
penggambaran secara fisik tokoh serta kepribadiannya. Aspek lain adalah
perkembangan tokoh. Perkembangan tokoh menunjuk pada perubahan baik atau
buruk yang dijalani tokoh dalam cerita-cerita.
Latar waktu dan tempat pada cerita anak harus mudah difahami oleh anak,
karena anak masih cenderung rumit membayangkan masa lampau dan masa yang
akan datar. Setting tempat juga harus disesuaikan dengan daya pikir anak seperti
yang ada dikeliling anak sehingga anak dengan mudah memahaminya.
Cara penulis mengisahkan dalam tulisan itulah yang disebut dengan gaya.
Aspek yang digunakan untuk menelaah gaya dalam sebuah cerita fiksi adalah
pilihan kata. Apakah panjang atau pendek, biasa atau tidak, membosankan atau
menggairahkan. Kata-kata yang digunakan haruslah tepat dengan cerita itu.
Karena kita tahu bahwa pilihan kata akan menimbulkan efek
tertentu seperti masalah kalimat. Kalimat dalam cerita anak-anak haruslah lugas,
tidak bertele-tele, dan tidak harus menggunakan kalimat tunggal. Kita bisa
menggunakan kalimat kompleks asalkan logis dan langsung mengarah kepada apa
yang ingin disampaikan.
Dalam cerita fiksi kita tahu bahwa bangun yang menentukan atau
mendasarinya adalah alur. Alurlah yang menentukan sebuah cerita menarik atau
tidak. Hal penting dari alur ini adalah konflik. Karena konfliklah yang
menggerakkan sebuah cerita. Konflik pula yang bisa menyebabkan seseorang
menangis, tertawa, marah, senang, jengkel ketika membaca sebuah cerita. Alur
cerita anak biasanya dirancang secara kronologis, yang menaungi periode tertentu
dan menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam periode tertentu. Alur lain yang
digunakan adalah sorot balik. Alur sorot balik digunakan penulis untuk
menginformasikan peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Biasanya alur sorot
balik ini dijumpai pada bacaan anak yang lebih tua dan biasanya akan
membingungkan anak-anak di bawah usia sembilan tahun.
Cerita anak harus mengandung pesan moral yang baik seperti pesan seperti
kasih sayang, kepedulian, kejujuran, ketegaran, kesabaran, kepercayaan sehingga
akan membentuk karakter dan pribadi anak.
Berdasarkan pemaparan di atas cerita anak menonjolkan pesan moral kasih
sayang, kepedulian, kejujuran, ketegaran, kesabaran, kepercayaan yang akan
membentuk karakter dan pribadi anak. Pesan moral ini disampaikan dalam cerita
anak dengan bahasa yang lugas dan tidak bertele-tele sehingga anak atau siswa
sebagai penikmat cerita mampu dengn mudah memahami pesan moral yang
disampaikan.
Manfaat cerita anak
Cerita anak memiliki beberapa manfaat, khususnya dalam dunia
pendidikan. Menurut Siswanto (2008) manfaat cerita anak dapat dijabarkan
sebagai berikut.
1. Mengasah daya pikir, kreatifitas dan imajinatif
Anak dapat membentuk visualisasi sendiri melalui ceriata yang dia
dengarkan. Lama kelamaan akan memancing daya kreatifitas mereka seperti
mengungkapkan isi hati dan fikiran dengan kata-kata lisan maupun tulisan dan dia
akan memiliki banyak kosa kata.
2. Media untuk menanamkan nilai dan etika
Berbagai nilai kejujuran dan rendah hati kerja keras hingga empati dan
kebiasaan sehari-hari dapat dengan mudah diserap melalui cerita. Didalam cerita
tidak memerintah ataupun menggurui sebaliknya didalam tokoh cerita diharapkan
menjadi teladan bagi anak.
3. Cerita dapat sebagai multiple intelligences
Melalui cerita jendela cakrawala cerita anak akan menjadi lebih baik, kritis
dan cerdas. Anak juga dapat memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak
boleh ditiru. Hal ini mempermudah mereka dalam mensosialisasikan diri dan
menempatkan diri ditenggah-tenggah masyarakat.
4. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak
Setelah tertarik membaca buku yang sering mereka baca maka mereka
akan meluaskan bacaannya pada buku-buku pelajaran.
5. Mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual
Kecerdasan emosi adalah kemampuan anak untuk menyikapi keadaan,
baik tekanan maupun perilaku dari luar, seperti bagaimana menerima kekalahan
dengan baik atau apa yang mesti dilakukan ketika kesal atau marah.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa cerita anak


memiliki banyak manfaat. Dalam hal ini cerita anak dapat mengasah daya pikir,
memunculkan kreativitas dan daya imajinasi, media untuk menanamkan nilai dan
etika, Cerita dapat dapat sebagai multiple intelligences, sebagai langkah awal
untuk menumbuhkan minat baca anak, mengembangkan kecerdasan emosi dan
spiritual. Dengan berbagai manfaat ini, sangat logis jika cerita anak digunakan
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kurikulum 2013.

2.3 Cerita Anak dalam Majalah Si Kuncung

Si Kuncung terbit pertama kali pada 1 April 1956. Penerbitan majalah ini
adalah untuk membina mental putra-putri SD, mendorong bersikap makarya,
memperluas cakrawala pengetahuan atau minatnya. Berbicara tentang cerita anak
dalam majalah Si Kuncung tak pernah lepas dari pengaruh Soekanto SA yang
menjadi penulis cerita anak-anak paling legendaris. Soekanto SA yang menjadi
pelopor dari kesuksesan cerita anak.

Ada banyak cerita yang dimuat di majalah Si Kuncung. Salah satunya


adalah cerita yang berjudul “Pasukan Berani Mati”, sebuah cerita bersambung
karangan Riyono Pratikto. Cerita ini amat menggugah karena memaparkan sema-
ngat heroisme membela tanah air. Bayangkan, sejumlah remaja belasan tahun,
masih mengenakan celana pendek, sudah memanggul senjata untuk mengusir
penjajah di sekitar kawasan Ambarawa. Certita selanjutnya adalah cerita yang
berjudul “Si Mulus” Opelet Tua. Cerita ini menceritakan tentang ketekunan dan
kebersahajaan seseorang untuk mencari nafkah dengan opelet tuanya.

Menurut Harahap (2010) Majalah Si Kuncung adalah masa pendidikan


yang berkualitas, jauh dari pengaruh konsumerisme dan teknologi canggih saat
ini. Sebuah cerita anak-anak dari berbagai jaman memang dapat menjadi andil
besar hingga di masa mendatang. Sadar akan perkembangan jaman, generasi
sekarang dari masa kejayaan Si Kuncung. Walaupun bentuk fisiknya semakin
jarang ditemukan, nilai-nilainya dapat selalu berlanjut menembus masa.

2.4 Penggunaan Cerita Anak pada Majalah Si Kuncung dalam Pembelajaran


Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

Seperti yang dijelaskan di atas, pembelajaran bahasa Indonesia pada


kurikulum 2013 mengalami perubahan. Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis
teks dilaksanakan dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya
dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-
kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-
bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat
fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari
konteks karena dalam bentuk bahasa yang digunakan itu tercermin ide, sikap,
nilai, dan ideologi penggunaannya, dan (4) bahasa merupakan sarana
pembentukan kemampuan berpikir manusia (Kemendikbud, 2013).
Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki empat tujuan pembelajaran,
yaitu (1) memiliki sikap religius, (2) memiliki sikap sosial, (3) memiliki
pengetahuan yang memadai tentang berbagai genre teks bahasa Indonesia
sesuai dengan jenjang pendidikan yang diitempuhnya, dan (4) memiliki
keterampilan membuat berbagai genre teks bahasa Indonesia.
Berdasarkan prinsip dan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut,
cerita anak dalam majalah Si Kuncung dapat digunakan sebagai media untuk
mencapai tujuan dan prinsip pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum
2013. Cerita anak dalam majalah Si Kuncung dapat digunakan sebagai bahan ajar
teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam hal ini Cerita anak dalam
majalah Si Kuncung dapat digunakan sebagai media untuk mengetahui berbagai
genre teks bahasa Indonesia sesuai dengan jenjang pendidikan yang
diitempuhnya dan sebagai media melatih keterampilan membuat berbagai genre
teks bahasa Indonesia.
Selain itu, cerita anak dalam majalah Si Kuncung juga bisa digunakan
untuk menanamkan sikap religious maupun sikap sosial siswa. Dalam hal ini
tiap pembelajaran guru mengawali pembelajaran dengan menceritakan cerita
anak yang terdapat dalam majalah Si Kuncung.
Penutup

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan


kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia berdampak pula pada paradigma
pembelajaran Bahasa Indonesia. Salah satu cara atau media yang bisa digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 adalah
dengan cerita anak dalam Majalah Si Kuncung. Caranya adalah dengan
menggunakan cerita anak dalam Majalah Si Kuncung sebagai bahan ajar (teks)
dalam pembelajaran dan menceritakan cerita anak dalam Majalah Si Kuncung
tiap mengawali pembelajaran. Berdasarkan simpulan ini, dapat disarankan kepada
guru Bahasa Indonesia bahwa salah satu cara sederhana untuk membelajarkan
pembelajaran Bahasa Indonesia yang berbasis teks adalah dengan menggunakan
teks sederhana. Salah satu teks sederhana tersebut adalah cerita anak dalam
majalah Si Kuncung. Maka, penulis menyarankan kepada guru Bahasa Indonesia
agar menggunakan cerita anak dalam majalah Si Kuncung dalam pembelajaran.

Daftar Pustaka

Harahap, Mula. (2010). Saya dan Si Kuncung “Ompung odong-odong:


membingkai kenangan, merangkai makna”. Jakarta: Agromedia
Pustaka
Harsanti, Gabriella Astiti. 2005. “Si Kuncung dan Nostalgianya”
http://kratonpedia.com/article-
detail/2015/4/8/513/Si.Kuncung.dan.Nostalgianya.html
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Preesindo.
Kemdikbud. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta:
Kemdikbud RI
Kemdikbud. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59
Tahun 2014. Jakarta: Kemdikbud.
Mahsun. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Puryanto, Edi. 2008. “Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah”. Makalah
dalam Konferensi Internasional Kesusastraan XIX HISKI.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 2003. Struktur Bacaan Anak, dalam “Teknik Menulis
Cerita Anak”. Yogyakarta: Pink Books, Pusbuk, dan Taman Melati
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Wahidin.2009. Hakikat Sastra Anak. http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/
2012/03/14/hakikat-sastra-anak/ Diposkan oleh mukhlis_addien.com
di 09.07

You might also like