Professional Documents
Culture Documents
Modul
STRATEGI PEMASARAN BIOETANOL DAN
PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI
BIOETANOL
Disusun oleh:
Beni Usman, M. Pd
Linda Dwinanda, S. Pd., M.Si
Editor:
Niamul Huda, ST., M.Pd
Didukungi oleh:
Dikembangkan oleh:
i
KATA PENGANTAR
Di dalam buku modul ini diberikan kegiatan belajar, tugas- tugas dan tes formatif
dimana seluruh kegiatan tersebut diharapkan dikerjakan/dilakukan secara man-
diri/kelompok oleh setiap peserta diklat untuk melatih kemampuan dirinya dalam
memecahkan berbagai persoalan
Materi pembelajaran atau bahan dari modul dan tugas-tugas ini diambil dari be-
berapa buku referensi yang dipilih dan juga buku referensi tersebut sebagai bahan
bacaan yang dianjurkan untuk memperkaya penguasaan kompetensi peserta diklat.
i
DAFTAR ISI
ii
b. Peraturan Bioetanol ............................................................. ...... 24
c. Pembiayaan Produksi Bioetanol .......................................... ...... 29
4. Latihan Soal dan Penugasan............................................................. 36
5. Rangkuman ........................................................................................ 36
6. Evaluasi Materi Pokok ................................................................... 37
7. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ........................................................ 37
C. Aspek Pemasaran dan Pengolahan Limbah Bioetanol ............................. 39
1. Deskripsi Materi ................................................................................. 39
2. Indikator Keberhasilan .................................................................. 39
3. Uraian Materi ..................................................................................... 39
a. Pemasaran Bioetanol ............................................................. 39
b. Kendala Bisnis Bioetanol ........................................................ 45
c. Pemanfatan Limbah Bioetanol ................................................. 46
4. Latihan Soal dan Penugasan.............................................................. 50
5. Rangkuman ....................................................................................... 50
6. Evaluasi Materi Pokok ................................................................ . 51
7. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ...................................................... 51
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
1. Baca semua isi dan petunjuk pembelajaran modul mulai halaman judul hingga
akhir modul ini. Ikuti semua petunjuk pembelajaran yang harus diikuti pada setiap
Kegiatan Belajar
2. Belajar dan bekerjalah dengan penuh tanggung jawab dan sepenuh hati, baik
secara kelompok maupun individual sesuai dengan tugas yang diberikan.
3. Kerjakan semua tugas yang diberikan dan kumpulkan sebanyak mungkin
informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap modul
ini.
4. Jagalah keselamatan dan keamanan kerja serta peralatan baik di kelas,
laboratorium maupun di lapangan.
5. Kompetensi yang dipelajari di dalam modul ini merupakan kompetensi minimal.
Oleh karena itu disarankan Anda mampu belajar lebih optimal.
6. Laporkan semua pengelamana belajar yang Anda peroleh baik tertulis maupun
lisan sesuai dengan tugas setiap modul.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan bahan bakar minyak dewasa ini semakin meningkat, padahal telah
diketahui bersama bahwa jumlah BBM semakin menipis. Oleh karena itulah diperlukan
suatu sumber energi alternatif untuk menggantikan BBM yang semakin langka. Salah
satu sumber energi yang dikembangkan yaitu bahan bakar dari bioetanol. Bioetanol
yaitu etanol yang berasal dari sumber hayati dan mengandung pati seperti jagung,
talas, tebu dll.
Alkohol merupakan bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang
mengandung pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Ubi kayu, ubi jalar, dan.
jagung merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh
wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang
potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioetanol
atau gasohol.
Secara umum ethanol/bio-ethanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi dll. Selain itu Bio-
ethanol juga memiliki potensi sebagai bahan bakar alternatif. Untuk itu dilakukan
berbagai pengembangan untuk mendapatkan Bio-ethanol yaitu memiliki grade sepadan
dengan bahan bakar yang berada di pasar saat inBioetanol merupakan etanol yang
dihasilkan dari bahan baku tumbuhan melalui proses fermentasi. Pembuatan etanol
hasil fermentasi telah dilakukan sejak zaman dahulu yang dapat ditemukan pada
minuman beralkohol seperti
sake, arak, anggur, wine, dan minuman memabukan lainnya. Selain sebagai
minuman memabukan, bioetanol juga digunakan sebagai campuran pada bahan
bakar kendaraan. Saat ini, penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar menjadi sangat
penting. Semakin sedikitnya sumber energi fosil yang ada dibumi dan semakin
tingginya pencemaran lingkungan menjadi faktor utama dibutuhkannya energi alternatif
yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan bioetanol menjadi bahan bakar kendaraan
dapat menjadi sebuah alternatif yang aman, karena sumbernya berasal dari tumbuhan
dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan energi
semakin hari semakin meningkat. Sementara itu sumber daya alam yang
1
dapat menghasilkan energi selama ini semakin terkuras, karena sebagian
besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan
, misalkan minyak bumi, gas, dan batubara. Di Indonesia berdasar data ESDM 2006
pemakaian energi minyak bumi mencapai 52,5%, gas bumi 19%, batu bara 21,5 %, air
3,7%, panas bumi 3% dan energi terbarukan hanya 0,2% dari total energi yang
digunakan di Indonesia (Hambali E., dkk 2007). Hasil kajian energi yang diakukan oleh
Komite Nasional Energi-World Energy Cunmcil (2004)-memprediksikan bahwa sumber
minyak di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan akan habis masing-masing pada tahun
2018, 2014 dan 2017(Hermiati, dkk, 2005). Hal inilah yang mendorong berbagai negara
berusaha keras untuk mengadakan efisiensi dan penghematan energi minyak bumi.
Salah satunya adalah mencari sumber energi baru sebagai energi alternatif.
Harapannya tentu, sumber energi alternatif tersebut merupakan sumber energi yang
terbarukan, lebih ramah lingkungan dan tidak menambah pencemaran.
Tingginya harga bahan bakar minyak, salah satunya adalah bensin, membuat
rakyat kecil semakin berat untuk menghadapi dinamika hidup sehari-hari. Pemanfaatan
bioetanol sangatlah luas. Tak heran permintaannya pun sangat tinggi di antaranya
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor hingga kompor ramah lingkungan. Selain itu,
bioetanol juga diperlukan industri kosmetik, minuman, farmasi, dan parfum. Dengan
mesin sederhana berkapasitas 20-200 liter, tebu atau singkong dapat diolah menjadi
bioetanol. Biaya untuk memproduksi bioetanol berbahan baku singkong berkisar
Rp3.400-Rp4.000 per liter,
Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para ahli untuk menghasilkan bahan
bakar dari sumber lain sebagai bahan bakar alternatif. Salah satu yang sedang
mendapat perhatian serius adalah pemanfaatan sumber nabati sebagai bahan bakar.
Bahan bakar nabati selain ramah lingkungan, juga merupakan sumber bahan bakar
yang bisa diperbarui karena sumber bahan bakar tersebut bias ditanam dan
dikembangkan, Salah satu pencapaian positif dari penelitian tersebut adalah
pemanfaatan bioetanol sebagai sumber bahan bakar. Beberapa sumber bahan baku
yang bias digunakan untuk memproduksi bioetanol tersebut diantaranya adalah beras,
ubi, jagung, dan jarak Besarnya penggunaan etanol menjadi bahan bakartidak lepasdari
tumbuhnya kesadaran manusia terhadap dampak lingkungan. Bayangkan saja, BBM
telah distempel sebagai sumber utama polusi dunia, sementara etanol (bioetanol)
terbukti merupakan bahan bakar terbarui yang ramah lingkungan.Tidak hanya itu, biaya
2
pembuatannya pun relative lebih sederhana dan lebih murah, serta tidak harus berburu
sampai kelepas pantai untuk mendapatkan sumber minyaknya.
Di samping itu, kehadiran etanol mampu mengurangi beban impor BBM.Khusus
untuk Indonesia, selain bias mengatasi krisis bahan bakar rumah tangga seperti minyak
tanah dan gas, juga bisa mendongkrak peningkatan jumlah tenaga kerja yang sangat
luar biasa, dan sangat cocok dikembangkan di kawasan perkebunan tanaman pangan.
B. Deskripsi Modul
Modul ini secara umum berguna membekali dan meningkatkan kemampuan
kompetensi melalui informasi/teori maupun praktis pada aspek kognitif dan psikomotorik
serta sikap profesional sesuai dengan standar kompetensi guru kejuruan.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan umum (TU)
1)Mengetahui. proses Pemanfaatan bioetanol
2) Mengetahui Proses Produksi produksi dari Bioetanol
3
BAB II
KEGIATAN PEMBELAJARAN
3. Uraian Materi
a. Pengertian Bio-Ethanol
(Gambar 1) Bioetanol
Bio-ethanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan
bahan baku nabati.. Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul
etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-
CH2-OH. (Bio)Etanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai
pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH).
4
Secara umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH)). Bioetanol adalah
salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari tumbuhan. Etanol
dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, lebih spesifiknya yang memiliki
karbohidrat/gula. Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang
sama dengan yang ditemukan pada minuman beralkohol dengan penggunaan
sebagai bahan bakar. Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga
menjadi biofuel.
Proses pembuatan Bio-ethanol dibedakan menjadi tiga berdasarkan bahan
bakunya yaitu bahan baku sumber gula, pati dan serat. Proses pembuatan
bioetanol meliputi aspek fermentasi dan destilasinya. Disamping itu buku ini juga
membahas produk samping, perlengkapan teknis produksi dan pengawasan dan
pengendalian mutu dalam industri Bio-ethanol.
Bio-ethanoldapat dibuat dari singkong. Singkong (Manihot utilissima) sering juga
disebut sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat
populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis. Di Indonesia,
singkong memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian
yang lain. Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30%
sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Dengan demikian, singkong
adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling
murah sedunia. Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah
singkong sebagai bahan baku utama.
Melihat potensi pembuatan bioetanol dari bahan singkong. Proses pembuatan Bio-
etanol ini pun cukup sederhana. Singkong yang memiliki kandungan karbohidrat
dan glukosa tinggi dihaluskan, lalu direbus. Kemudian Sebelum difermentasi
menjadi etanol, pati yang dihasilkan dari umbi singkong terlebih dahulu diubah
menjadi glukosa dengan bantuan enzim amilase. dan diberi ragi menggunakan ragi
tape. Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat komersil dan mudah didapat..
Setelah didiamkan sekitar tiga hingga empat hari untuk proses fermentasi, jadilah
Bio-etanol. Untuk penyempurnaannya, bio etanol tadi dicampur batu kapur. Setelah
jadi, tinggal diukur kadar ethanolnya menggunakan alkohol meter.
b. Keunggulan Bio-ethanol
Bio-ethanoladalah Energi masa depan untuk bahan bakar bensin yang sangat
aman digunakan. Cukup 10% Bio-etanol dari bahan bakar anda dan campurkan
5
maka bbm premium anda menjadi bensin Super Plus 98 dan dapatkan hasil
lebih hemat dan lebih bertenaga.
- Pembakaran lebih sempurna, gas buang menjadi sangat bersih.
- Tarikan lebih spontan dan enteng.
- Mesin Halus, Aman Untuk Mesin dan katalisator.
- Irit bahan bakar sampai dengan 20 %.
- Memperpanjang usia mesin.
- Melindungi lingkungan.
- Bebas timbal
- Aman untuk lingkungan
Menambah kemampuan jarak tempuh kendaraan + 20 % lebih jauh
- Oktan 117 Menghilangkan gelitik mesin.
- Meminimalisasi kerak-kerak diruang bakar
Produksi etanol/Bio-ethanol (alcohol) dengan bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat
menjadi gula (glukosa) larut air.konversi bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol.Selain tanaman yang
mengandung karbohidrat,bioetanol juga dapat dibuat dari tanaman yang
mengandung selulosa .Secara singkat teknologi proses produksi etanol/Bio-
ethanoltersebut dapat dibagi dalam tiga tahap,yaitu gelatinasi, fermentasi, dan
distilasi.
6
tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai
sumber bahan baku pembuatan Bio-ethanol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat
memproduksi Bio-ethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai
bahan baku proses produksi bioetanol juga didasarkan pada pertimbangan
ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja
meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya
pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan
baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan
alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini
sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat
pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan
harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai
grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan ethanol/bioetanol yang
mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis dipergunakan sebagai
campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Sedangkan grade
ethanol/bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk
kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak
menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade tinggi
antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade akan
berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.
Bioetanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin,
namun mampu juga menurunkan emisi CO2. Dalam hal prestasi mobil, bioetanol
dan gasohol (kombinasi bioetanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin. Pada
dasarnya pembakaran bioetanol tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena
zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku
bioetanol. Bioetanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, gandum,
singkong, padi, lobak, gandum hitam.BiodieselSerupa dengan bioetanol, biodiesel
telah digunakan di beberapa negara sebagai pengganti solar. Biodiesel didapatkan
dari minyak tumbuhan seperti sawit, kelapa, jarak pagar, kapok. Kadar sulfur yang
relatif rendah serta angka cetane yang lebih tinggi menambah daya tarik
penggunaan biodiesel dibandingkan solar. Seperti diketahui, tingginya kandungan
sulfur merupakan slah satu kendala dalam penggunaan mesin diesel.Green
7
Transport FuelDua minyak berbahan dasar tumbuhan tersebut (bioetanol &
biodiesel) saat ini mendapat perhatian besar dan penggunaannya cukup besar di
negara-negara maju. Faktor yang memicu peningkatan bahan bakar ethanol adalah
berlakunya peraturan reduksi emisi gas rumah kaca, yaitu Clean Air Act 1990 (di
Amerika Serikat) dan Kyoto Protocol.Supply ethanol sebagai bahan pencampur
minyak fosil beberapa tahun belakangan ini menandakan dimulainya era bahan
bakar hijau (green transport fuels). Produk minyak yang sangat ramah lingkungan
ini lebih populer disebut gasohol. Gasohol diharapkan mampu menciptakan
lingkungan yang lebih bersih dan meningkatkan kesejahteraan jutaan petani yang
menanam tanaman untuk bahan baku ethanol.Berikut merupakan beberapa
keunggulan dari penggunaan ethanol sebagai bahan bakar:Diproduksi dari
tanaman yang bersifat renewable.Mengandung kadar oksigen sekitar 35%
sehingga dapat terbakar lebih sempurna.Penggunaan gasohol dapat menurunkan
emisi gas rumah kaca.Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzene
yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker).Mengurangi emisi fine-particulates
.yang membahayakan kesehatan manusia.Mudah larut dalam air dan tidak
mencemari air permukaan dan air tanah.
8
“Bahan paling ideal adalah ubi kayu yang di Jawa dikenal dengan sebutan singkong
gendruwo, karena tingkat karbohidrat-nya cukup tinggi. Singkong gendruwo juga
mengandung pati (racun) yang tak layak dikonsumsi,” katanya menambahkan.
Cara pembuatannya, singkong gendruwo itu ditumbuk halus, kemudian dimasak
dengan panci sampai menjadi bubur.
“Hasilnya diberi ragi (proses fermentasi) dan didiamkan selama 4-5 hari sampai
keluar ethanol-nya dengan kadar 90 persen. Namun, kadar ethanol 90 persen itu
belum cukup untuk berfungsi seperti minyak tanah, sebab kadar ethanol yang
dibutuhkan adalah 95 persen. Karena itu, perlu ditingkatkan.
“Kalau kadar ethanol-nya di bawah 95 persen masih mengandung Pb (timbal),
sedangkan bahan bakar harus bebas dari Pb, sebab kalau ada Pb-nya bisa
meledak”,.
Untuk menaikkan kadar ethanol itu, katanya, perlu ditambahkan batu kapur
(gamping), sehingga ethanol-nya menjadi “bersih” dari Pb.
kompor minyak tanah bio-ethanol itu juga tidak bersumbu, Oleh karena itu, minyak
tanah bio-ethanol tidak hanya ekonomis, tapi juga terbukti tanpa jelaga.
“Mungkin pemanasan minyak bio-ethanol yang agak lama. Misalnya, untuk
memasak mie, kompor minyak tanah biasa hanya membutuhkan waktu 10 menit,
sedangkan kompor bio-ethanol 2-3 menit lebih lama”,
9
(2) implementasi bahan bakar ethanol di Brazil -negara yang telah serius
menggunakan bahan bakar ethanol.
Penggunaan ethanol pada mesin pembakaran dalam waktu ini, hampir seluruh
mesin pembangkit daya yang digunakan pada kendaraan bermotor menggunakan
mesin pembakaran dalam. Mesin bensin (Otto) dan diesel adalah dua jenis mesin
pembakaran dalam yang paling banyak digunakan di dunia. Mesin diesel, yang
memiliki efisiensi lebih tinggi, tumbuh pesat di Eropa, sedangkan komunitas USA
yang cenderung khawatir pada tingkat polusi sulfur dan UHC pada diesel, lebih
memilih mesin bensin. Meski saat ini, mutu solar dan mesin diesel yang digunakan
di Eropa sudah semakin baik yang berimplikasi pada rendahnya emisi sulfur dan
UHC. Ethanol yang secara teoritik memiliki angka oktan di atas standard maksimal
bensin, cocok diterapkan sebagai substitusi sebagian ataupun keseluruhan pada
mesin bensin.
Terdapat beberapa karakteristik internal ethanol yang menyebabkan penggunaan
ethanol pada mesin Otto lebih baik daripada gasolin. Ethanol memiliki angka
research octane 108.6 dan motor octane 89.7 ( Yuksel dkk, 2004). Angka tersebut
(terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh
gasolin (pun setelah ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan,
bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88 (Website
Pertamina) (catatan: tidak tersedia informasi motor octane untuk gasolin di Website
Pertamina, namun umumnya motor octane lebih rendah daripada research octane).
Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya
menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-
ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum
waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi
menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada
komponen mesin. Selama ini, fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio
kompresi (perbandingan antara volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi
pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada ethanol memungkinkan
penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi
dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar
ethanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan bakar gasoline ( Yuksel dkk, 2004), (Al-Baghdadi, 2003). Untuk rasio
campuran ethanol:gasoline mencapai 60:40%, tercatat peningkatan efisiensi hingga
10
10% ( Yuksel dkk, 2004).
Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang
inheren di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran
antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang
keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19 vol% (dibandingkan dengan
gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 - 7.6 vol%), pembakaran
campuran udara-bahan bakar ethanol menjadi lebih baik -ini dipercaya sebagai
faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran
udara-gasolin, yakni sekitar 4%. Ethanol juga memiliki panas penguapan (heat of
vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Al-Baghdadi, 2003). Tingginya panas
penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol
lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah
temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran ethanol
dibandingkan dengan gasolin.
Rendahnya emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang
bersifat racun, dipercaya sebagai akibat relatif rendahnya temperatur puncak
pembakaran ethanol di dalam silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi
NOx tersebut bisa mencapai 33% dibandingkan terhadap emisi NOx yang
dihasilkan pembakaran gasolin pada rasio kompresi yang sama (Al-Baghdadi,
2003). Dari susunan molekulnya, ethanol memiliki rantai karbon yang lebih pendek
dibandingkan gasolin (rumus molekul ethanol adalah C2H5OH, sedangkan gasolin
memiliki rantai C6-C12 (Wikipedia) dengan perbandingan antara atom H dan C
adalah 2:1 (Rostrup-Nielsen, 2005)). Pendeknya rantai atom karbon pada ethanol
menyebabkan emisi UHC pada pembakaran ethanol relatif lebih rendah
dibandingkan dengan gasolin, yakni berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004).
Dari paparan di atas, terlihat bahwa penggunaan ethanol (sebagian atau
seluruhnya) pada mesin Otto, positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan
turunnya emisi CO, NOx, dan UHC dibandingkan dengan penggunaan gasolin.
Namun perlu dicatat bahwa emisi aldehyde lebih tinggi pada penggunaan ethanol
meski bahaya emisi aldehyde terhadap lingkungan adalah lebih rendah daripada
berbagai emisi gasolin ( dkk, 2004). Selain itu, pada prinsipnya emisi CO2 yang
dihasilkan pada pembakaran ethanol juga akan dipergunakan oleh tumbuhan
penghasil ethanol tersebut. Sehingga berbeda dengan bahan bakar fosil,
pembakaran ethanol tidak menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan. Terlebih
11
untuk kasus di Indonesia, dimana bensin yang dijual Pertamina masih mengandung
timbal (TEL) sebesar 0.3 g/L serta sulfur 0.2 wt% (Website Pertamina), penggunaan
ethanol jelas lebih baik dari bensin. Seperti diketahui, TEL adalah salah satu zat
aditif yang digunakan untuk meningkatkan angka oktan bensin -dan zat ini telah
dilarang di berbagai negara di dunia karena sifat racunnya. Keberadaan sulfur juga
menjadi perhatian di USA dan Eropa karena dampak yang ditimbulkannya bagi
kesehatan.
Ethanol murni akan bereaksi dengan karet dan plastik Oleh karena itu, ethanol
murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi. Dianjurkan untuk
menggunakan karet fluorokarbon sebagai pengganti komponen karet pada mesin
Otto konvensional. Selain itu, molekul ethanol yang bersifat polar akan sulit
bercampur secara sempurna dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam
kondisi cair. Oleh karena itu modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang
menggunakan campuran bahan bakar ethanol-gasolin agar kedua jenis bahan
bakar tersebut bisa tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu
inovasi pada permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus
untuk ethanol (Yuksel dkk, 2004). Pada saat langkah hisap, uap ethanol dan
gasolin akan tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang bakar ・
memberikan tingkat pencampuran yang lebih baik.
Studi kasus penggunaan bahan bakar ethanol di Brazil
Brazil mencanangkan program bahan bakar ethanol dalam skala besar sejak
terjadinya krisis minyak pada era 1970-an (Riberio dkk, 1997). Ethanol diekstrak
dari tebu (sugarcane). Bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksi gula /
ethanol, yakni bagasse, digunakan pula sebagai bahan bakar untuk distilasi ethanol
dan untuk menghasilkan listrik ・ baik untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik
ethanol serta dijual ke masyarakat. Pembakaran bagasse relatif ramah lingkungan
dibandingkan bahan bakar minyak dan batu bara. Kandungan abu bagasse hanya
2.5% (dibandingkan batu bara: antara 30-50%), dan bagasse juga tidak
mengandung sulfur Dengan menggunakan bagasse, pabrik ethanol tidak
memerlukan asupan energi dari luar, justru dia bisa menjual sisa listrik yang
dihasilkannya ke masyarakat. Terlebih karena hal tersebut terjadi di musim panas,
manakala pembangkit listrik tenaga air tidak bisa maksimal dalam memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat
12
e. Bioetanol sebagai energi terbarukan
Energi Terbarukan adalah energi yang pada umumnya merupakan sumberdaya
non fosil yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola dengan baik maka
sumberdayanya tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi Panasbumi,
Mikrohidro, Tenaga Surya, Tenaga Gelombang, Tenaga Angin, dan Biomasa
Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan - paling sedikit
dua ancaman serius:
(1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa
dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya
(2) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang
ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung
maupun tidak langsung kepada derajad kesehatan manusia. Polusi langsung
bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn
hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak
langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada
pemanasan global (Global Warming Potential).
Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai
riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources)
ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya
(sustainable) dan lebih ramah lingkungan.Alkohol untuk bahan
bakarPenggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan
diimplementasikan di USA dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di
kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu
negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar
alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan
bahan bakar ethanol saat ini mencapai 40% secara nasional (Nature, 1 July
2005). Di USA, bahan bakar relatif murah, E85, yang mengandung ethanol 85%
semakin populer di masyarakat (Nature, 1 July 2005). Selain ethanol, methanol
juga tercatat digunakan sebagai bahan bakar alkohol di Rusia (Wikipedia),
Dampak penggunaan ethanol pada mesin pembakaran dalam dengan penyalaan
busi (spark ignition), dan implementasi bahan bakar ethanol di Brazil -negara yang
telah serius menggunakan bahan bakar ethanol.Penggunaan ethanol pada mesin
pembakaran dalamDewasa ini, hampir seluruh mesin pembangkit daya yang
13
digunakan pada kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam.
Mesin bensin (Otto) dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang
paling banyak digunakan di dunia. Mesin diesel, yang memiliki efisiensi lebih tinggi,
tumbuh pesat di Eropa, sedangkan komunitas USA yang cenderung khawatir pada
tingkat polusi sulfur dan UHC pada diesel, lebih memilih mesin bensin. Meski saat
ini, mutu solar dan mesin diesel yang digunakan di Eropa sudah semakin baik yang
berimplikasi pada rendahnya emisi sulfur dan UHC. Ethanol yang secara teoritik
memiliki angka oktan di atas standard maksimal bensin, cocok diterapkan sebagai
substitusi sebagian ataupun keseluruhan pada mesin bensin.Terdapat beberapa
karakteristik internal ethanol yang menyebabkan penggunaan ethanol pada mesin
Otto lebih baik daripada gasolin. Ethanol memiliki angka research octane 108.6 dan
motor octane 89.7 ( Yuksel dkk, 2004). Angka tersebut (terutama research octane)
melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasolin (pun setelah
ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan, bensin yang dijual
Pertamina memiliki angka research octane 88 (Website Pertamina) (catatan: tidak
tersedia informasi motor octane untuk gasolin di Website Pertamina, namun
umumnya motor octane lebih rendah daripada research octane). Angka oktan pada
bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya
campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-ignition). Terbakarnya
campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum waktunya akan
menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi menurunkan daya mesin,
bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Selama ini,
fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio kompresi (perbandingan antara
volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi pada mesin bensin. Tingginya
angka oktan pada ethanol memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang tinggi
pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada
fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar ethanol (sebagian atau seluruhnya)
memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar gasoline (
Yuksel dkk, 2004), (Al-Baghdadi, 2003). Untuk rasio campuran ethanol:gasoline
mencapai 60:40%, tercatat peningkatan efisiensi hingga 10% ( Yuksel dkk,
2004).Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang
inheren di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran
antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang
keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19 vol% (dibandingkan dengan
14
gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 - 7.6 vol%), pembakaran
campuran udara-bahan bakar ethanol menjadi lebih baik -ini dipercaya sebagai
faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran
udara-gasolin, yakni sekitar 4% ( dkk, 2004). Ethanol juga memiliki panas
penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Al-Baghdadi, 2003).
Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk
menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal
tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada
pembakaran ethanol dibandingkan dengan gasolin.Rendahnya emisi NO, yang
dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang bersifat racun, dipercaya
sebagai akibat relatif rendahnya temperatur puncak pembakaran ethanol di dalam
silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi NOx tersebut bisa mencapai 33%
dibandingkan terhadap emisi NOx yang dihasilkan pembakaran gasolin pada rasio
kompresi yang sama (Al-Baghdadi, 2003). Dari susunan molekulnya, ethanol
memiliki rantai karbon yang lebih pendek dibandingkan gasolin (rumus molekul
ethanol adalah C2H5OH, sedangkan gasolin memiliki rantai C6-C12 (Wikipedia)
dengan perbandingan antara atom H dan C adalah 2:1 (Rostrup-Nielsen, 2005)).
Pendeknya rantai atom karbon pada ethanol menyebabkan emisi UHC pada
pembakaran ethanol relatif lebih rendah dibandingkan dengan gasolin, yakni
berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004).Dari paparan di atas, terlihat bahwa
penggunaan ethanol (sebagian atau seluruhnya) pada mesin Otto, positif
menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan UHC
dibandingkan dengan penggunaan gasolin. Namun perlu dicatat bahwa emisi
aldehyde lebih tinggi pada penggunaan ethanol ・meski bahaya emisi aldehyde
terhadap lingkungan adalah lebih rendah daripada berbagai emisi gasolin ( dkk,
2004). Selain itu, pada prinsipnya emisi CO2 yang dihasilkan pada pembakaran
ethanol juga akan dipergunakan oleh tumbuhan penghasil ethanol tersebut.
Sehingga berbeda dengan bahan bakar fosil, pembakaran ethanol tidak
menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan. Terlebih untuk kasus di Indonesia,
dimana bensin yang dijual Pertamina masih mengandung timbal (TEL) sebesar 0.3
g/L serta sulfur 0.2 wt% (Website Pertamina), penggunaan ethanol jelas lebih baik
dari bensin. Seperti diketahui, TEL adalah salah satu zat aditif yang digunakan
untuk meningkatkan angka oktan bensin -dan zat ini telah dilarang di berbagai
negara di dunia karena sifat racunnya. Keberadaan sulfur juga menjadi perhatian di
15
USA dan Eropa karena dampak yang ditimbulkannya bagi kesehatan.Ethanol murni
akan bereaksi dengan karet dan plastik (Wikipedia). Oleh karena itu, ethanol murni
hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi. Dianjurkan untuk
menggunakan karet fluorokarbon sebagai pengganti komponen karet pada mesin
Otto konvensional. Selain itu, molekul ethanol yang bersifat polar akan sulit
bercampur secara sempurna dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam
kondisi cair. Oleh karena itu modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang
menggunakan campuran bahan bakar ethanol-gasolin agar kedua jenis bahan
bakar tersebut bisa tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu
inovasi pada permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus
untuk ethanol (Yuksel dkk, 2004). Pada saat langkah hisap, uap ethanol dan
gasolin akan tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang bakar ・
memberikan tingkat pencampuran yang lebih baik.Studi kasus penggunaan bahan
bakar ethanol di BrazilBrazil mencanangkan program bahan bakar ethanol dalam
skala besar sejak terjadinya krisis minyak pada era 1970-an (Riberio dkk, 1997).
Ethanol diekstrak dari tebu (sugarcane). Bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam produksi gula / ethanol, yakni bagasse, digunakan pula sebagai bahan bakar
untuk distilasi ethanol dan untuk menghasilkan listrik ・ baik untuk memenuhi
kebutuhan listrik pabrik ethanol serta dijual ke masyarakat. Pembakaran bagasse
relatif ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar minyak dan batu bara.
Kandungan abu bagasse hanya 2.5% (dibandingkan batu bara: antara 30-50%),
dan bagasse juga tidak mengandung sulfur (Wikipedia). Dengan menggunakan
bagasse, pabrik ethanol tidak memerlukan asupan energi dari luar, justru dia bisa
menjual sisa listrik yang dihasilkannya ke masyarakat. Terlebih karena hal tersebut
terjadi di musim panas, manakala pembangkit listrik tenaga air tidak bisa maksimal
dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat (Wikipedia).Posisi program bahan
bakar ethanol dan produk sampingnya di Brazil pada periode 2003/2004 (kecual
disebutkan lain) adalah:Areal pertanian : 45,000 km2 pada tahun 2000Pekerja : 1
juta pekerjaan -(50% bertani, 50% pemrosesan)Sugarcane : 344 juta ton (50-50
untuk gula dan alkohol)Gula : 23 juta ton (30% dieksport)Ethanol : 14 juta m3 (7.5
anhydrous, 6.5 hydrated; 2.4% dieksport)Bagasse kering : 50 juta tonListrik
dihasilkan : 1350 MW (1200 MW dipergunakan pabrik ethanol, 150 MW dijual ke
masyarakat) pada tahun 2000Sumber: Wikipedia*Sebagai perbandingan, PLTU
16
Suralaya yang merupakan pemasok sekitar 25% kebutuhan listrik Jawa-Bali
memiliki kapasitas 3,400 MW (Sumber: Miningindo).Penggunaan bahan bakar
ethanol (murni ataupun campuran dengan gasolin) diperhitungkan telah menekan
emisi CO2 di Brazil dari tahun 1995-2010 sebesar 293 ton (hipotesis rendah)
hingga 461 ton (hipotesis tinggi). Ini berarti emisi CO2 tahunan yang bisa dikurangi
di Brazil adalah sekitar 12% bila menggunakan hipotesis tinggi (Riberio dkk,
1997).Implementasi bahan bakar ethanol di Brazil tidak selamanya berjalan mulus.
Dukungan politik dan insentif pemerintah diperlukan guna keberlanjutan program
tersebut. Di awal implementasi program penggunaan bahan bakar ethanol, yakni di
era 1980-an, lebih dari 90% mobil yang terjual di Brazil adalah mobil yang berbahan
bakar khusus ethanol (Riberio dkk, 1997). Namun tidak lancarnya pasokan ethanol
di awal 1990-an menyebabkan penjualan mobil yang sama hanya mencapai kurang
dari 1% di tahun 1997 (Riberio dkk, 1997). Pada tahun 1997, hanya separuh dari
seluruh jumlah mobil di Brazil yang menggunakan bahan bakar khusus ethanol,
sedangkan sisanya menggunakan campuran gasolin + ethanol (hingga 22%)
(Riberio dkk, 1997). Sedangkan saat ini, seperti dikemukakan di awal, 40%
pasokan energi di Brazil berasal dari bioetanol (Nature, 1 July 2005).Pengaruh
terhadap lingkunganBeberapa ilmuwan Amerika penentang implementasi bioetanol
mengangkat permasalahan lingkungan yang dimunculkan oleh mata rantai produksi
bioetanol. Ilmuwan tersebut menyoroti praktek pembakaran ladang guna
memudahkan panen tebu, kerusakan tanah akibat ancaman terhadap
keanekaragaman hayati, penggunaan air dalam jumlah besar untuk membersihkan
sugarcane, serta erosi tanah yang disebabkan praktek penanaman tebu (Nature, 1
July 2005). Selain itu, beberapa kalangan juga mempertanyakan rasio antara energi
yang dihasilkan terhadap energi yang diperlukan dalam produksi ethanol yang
hanya mencapai 1.1 (Rostrup-Nielsen, 2005).Untuk meminimalkan dampak negatif
mata rantai produksi ethanol, pemerintah Brazil telah mengeluarkan aturan yang
melarang pembakaran ladang sebelum panen tebu; dan sebagai gantinya
digunakan mesin pemanen untuk memudahkan dan mempercepat panen
(Wikipedia). Menilai implementasi ethanol secara kuantitatif, seperti yang
dipraktekkan di Brazil, seharusnya juga perlu diperhitungkan faktor produk samping
berupa bagasse yang menghasilkan listrik (dalam jumlah signifikan) serta efek
pengurangan emisi CO2 yang berkorelasi positif terhadap tingkat kesehatan
masyarakat. Dalam kasus penggunaan bahan bakar hidrogen, Jacobson dkk (2005)
17
memperkirakan bahwa sekitar 3,700 - 6,400 orang per tahun akan terselamatkan
bila seluruh kendaraan bermotor di USA bermigrasi menggunakan bahan bakar
hidrogen yang dibangkitkan dari energi angin. Oleh karena itu, bila factor-faktor
tersebut turut diperhitungkan, nampaknya penggunaan bioetanol akan lebih
superior terhadap gasolin. Sedangkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati
mungkin bisa dipecahkan dengan menggunakan beberapa tanaman sebagai
sumber ethanol. Meski relatif lebih menyulitkan dalam pengaturannya, praktek
multikultur tersebut diharapkan akan menekan penurunan kualitas tanah secara
radikal.KesimpulanDua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil, yakni: faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang
berakibat pada suplai, harga; dan fluktuasinya), serta faktor polusi bahan bakar fosil
yang merugikan lingkungan hidup, mau tidak mau memaksa umat manusia untuk
memikirkan alternatif energi yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah
terhadap lingkungan. Gasohol adalah salah satu alternatif yang memungkinkan
transisi ke arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus. Dari sisi
teknik pembangkitan daya dan emisi gas buang, ethanol (dalam bentuk murni
ataupun campuran) relatif superior terhadap gasolin. Penggunaan ethanol sebagai
bahan bakar pada mesin pembakaran dalam akan meningkatkan efisiensi mesin,
serta menurunkan kadar emisi gas yang berbahaya bagi lingkungan (relatif
terhadap gasolin). Produk samping berupa listrik, serta dampak penurunan emisi
CO2 merupakan dua nilai tambah yang sangat berkontribusi positif terhadap
lingkungan hidup. Terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari dari Brazil dalam
implementasi bahan bakar bioetanol, yakni: (1) Perlunya diversifikasi sumber
ethanol untuk menghindari penurunan kualitas tanah secara radikal (2)
Implementasi bahan bakar bioetanol lebih baik dimulai dari pencampuran gasoline
+ ethanol, bukan dari penggunaan bioetanol 100%. Hal tersebut akan menjamin
transisi ke arah bioenergy secara lebih mulus ・sembari menyiapkan secara lebih
matang seandainya era penggunaan bioetanol 100% dipandang sudah tiba (3)
Perlunya kerjasama yang erat dengan pihak industri otomotif untuk menyediakan
kendaraan yang optimal bagi implementasi bahan bakar gasoline + ethanol (4)
Perlu sinergi antar instansi serta antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka
penyediaan bahan baku, pemrosesan, serta distribusi bahan bakar bioetanol.
18
(Gambar 2). Bioetanol atau Ethanol (Alkohol)
4. Latihan Soal
1. Sebutkan beberapa manfaat untuk pemakaian Bio-ethanol ?
2. Apa yang disebut dengan Bio-Ethanol ?
3. Apa saja keunggulan Bio-ethanol ?
4. Jelaskan keunggulan Bio-ethanol sebagai pengganti bahan bakar
bensin ?
5. Jelaskan Keunggulan Bio-ethanol sebagai bahan bakar pengganti
minyak tanah ?
6. Apa yang disebut dengan energi terbarukan dan mengapa Bio-ethanol
merupakan salah satu sumber untuk energi terbarukan ?
5. Rangkuman
Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan,
dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga
18 %. DiIndonesia, minyak bioetanol sangat potensial untuk diolah dan
dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang
banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan
yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang
19
memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu,
garut, ubi jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu.
Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi
dari tumbuhan. Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum,
misalnya tebu, kentang, singkong, dan jagung. Telah muncul perdebatan,
apakah bioetanol ini nantinya akan menggantikan bensin yang ada saat ini.
Kekhawatiran mengenai produksi dan adanya kemungkinan naiknya harga
makanan yang disebabkan karena dibutuhkan lahan yang sangat
besar,[9] ditambah lagi energi dan polusi yang dihasilkan dari keseluruhan
produksi etanol, terutama tanaman jagung. Pengembangan terbaru dengan
munculnyakomersialisasi dan produksi etanol selulosa mungkin dapat
memecahkan sedikit masalah.
6. Evaluasi
1. Buatlah Bagan / Skema Proses Pembuatan Bio-ethanol secara berurutan
samp[ai menghasilkan Bio-ethanol !!
20
BAGAN / SKEMA DASAR PEMBUATAN BIOETANOL
Kunci Jawaban !!
Enzymes Urea ,
NPK
Distilator
Condenser
Parutan
BIOETANOL
85 – 95 %
Limbah
21
LANGKAH KERJA TAHAPAN PROSES PEMBUATAN BIOETANOL
SKALA UKM
(1)
(1) Cuci
Cuci ,Kupas
,Kupas (2)
(2) Hydrolisis
Hydrolisis (3) Sacharifikasi (4) Persiapan
(1)
Parut
Parut Cuci ,Kupas (2)
CookingHydrolisis
Cooking 90°
90° (3) Sacharifikasi
Cooking 60° (4) Persiapan
Fermentasi
Parut Cooking 90° Cooking 60° Fermentasi
Bioetanol 95 %
Bioetanol 95 %
Limbah
Limbah
8/25/2013 3
II
7. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Nama :......................................
Asal Sekolah :......................................
Pekerjaan :Praktek Pembuatan Bio-ethanol
ASPEK YANG
KRITERIA PENILAIAN L/BL REKOMENDASI
DIUKUR
Persiapan Peralatan
Bahan
Proses Penccucian
pengolahan Pengupasan
Pemarutan
Pengeringan
Proses
Hydrolis
Sacharifikasi
Fermentasi
Destilkasi
Laporan Langkah kerja
Hasil dan hasil
Pengujian pengujian
Tanggal selesai,
Penilai
23
B. Peraturan dan Pembiayaan Produksi Bioetanol
1. Deskripsi Materi
Bab ini mengulas mengenai peraturan cukai bioetanol, estimasi pembiayaan
produksi bioetanol, dan industri pendukung produksi bioetanol.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini peserta diklat mampu
memahami peraturan cukai mengenai bioetanol
memahami perhitungan pembiayaan pengolah bioetanol
3. Uraian Materi
a. Peraturan Bioetanol
Harga minyak yang mahal jangan hanya dilihat sebagai ancaman, melainkan
juga peluang. Peluang ini bisa menyadarkan seluruh komponen masyarakat Indonesia
bahwa ketergantungan pada BBM adalah sangat berbahaya dan kita punya
kesempatan besar untuk mengkonversi BBM ke biofuel. Tanah Indonesia yang subur
merupakan aset untuk membangun kemandirian sumber energi terbarukan. AS dan
Eropa juga Jepang dan Cina saat ini tengah bahu membahu mengganti ketergantungan
pada bahan bakar fosil.
Pemerintah Indonesia juga sudah berpikir jauh ke sana dan langsung
mengimplementasikannya ke dalam sistem kerja yang terencana dan terpadu untuk
menyongsong kemandirian energi ramah lingkungan ini. AS, misalnya, sudah mulai
melaksanakan program untuk menyongsong program tahun 2017, di mana 20 persen
bahan bakarnya berasal dari tanaman. Ini artinya, setiap hari di tahun 2017, AS akan
membutuhkan lebih dari 8 juta barel biofue. Program ini jelas sangat raksasa dan AS
sudah bertekad melaksanakannya.
Pertumbuhan industri bahan bakar nabati di Indonesia saat ini nyaris jalan di tempat.
Padahal pemerintah telah memberikan dorongan perkembangan industri bahan bakar
nabati ini melalui Permen ESDM No 32/2008 tentang Mandatory Bahan Bakar Nabati.
Esensi peraturan Menteri ESDM adalah kewajiban bagi campuran bahan bakar nabati
dengan persentase tertentu bagi sektor transportasi mulai 2009.
24
Dalam peraturan tersebut disebutkan untuk sektor transportasi maka premium harus
dicampur dengan 3% bioetanol, sedangkan solar untuk industri harus dicampur dengan
biodiesel 2,5%, dan transportasi solar harus dicampur dengan biodiesel 1%.
Bioetanol merupakan produk yang memiliki utilitas yang tinggi, karena dapat
digunakan pada berbagai industri yang berbeda. Bisa digunakan untuk bahan-baku
industri kimia, kosmetik, pharmasi, dan tentunya substitusi BBM. Minyak tanah dan Gas
adalah sasaran paling strategis dari pemasaran bioetanol. Konversi minyak tanah ke
gas membutuhkan biaya substitusi (termasuk kompensasi distribusi) yang
memberatkan konsumen didaerah pinggiran kota dan pedesaaan. Harga kompor gas
jauh lebih mahal dibanding kompor etanol. Resiko salah penggunaan kompor gas dan
tabung elpiji jauh lebih besar dibanding kompor etanol.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu
yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
Sedangkan dasar hukum mengenai cukai adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai
mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 1995 tentang Cukai;
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil
Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang
Mengandung Etil Alkohol;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau;
5. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata
Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
6. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata
Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan
Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
25
Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:
a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan
proses pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk
konsentrat yang mengandung etil alkohol;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan
hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan
atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
Barang kena cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik, yang :
1. konsumsinya perlu dikendalikan,
2. peredarannya perlu diawasi,
3. pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup,
4. atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan
Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana
disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk
sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum,
yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.
Regulasi Pemerintah
Kewenangan setingkat Gubernur untuk izin operasional kapasitas produksi
diatas 5.000 ton/tahun s/d 10.000 ton/tahun.
Kewenangan setingkat Bupati/Walikota, untuk izin operasional kapasitas
produksi hingga 5.000 ton/tahun.
Setiap daerah Propinsi/Kabupaten-Kota wajib memanfaatkan penggunaan
bioetanol hingga 15% dari kuota BBM didaerahnya.
Penggunaan untuk kendaraan otomotif maksimal 10% dari kuota nasional, dalam
bentuk campuran.
Catt. Campuran 9 liter bensin premium + 1 liter bioetanol = PERTAMAX Plus
26
Indikasi harga disesuaikan dengan mekanisme pasar, atau dibawah BBM Non
Subsidi
Peluang distribusi secara mandiri (independent).
Peluang eksport bioetanol
Berdasarkan data, tarif jenis Etil Alkohol (EA) per liter untuk semua jenis
golongan dalam negeri dan luar negeri Rp 20 ribu. Konsentrat mengandung EA
Tarif per liter semua golongan, dalam negeri maupun impor Rp 100 ribu. Lebih
terincinya bisa dilihat di lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil
Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMR
62/PMK.011/2010
TENTANG TARIF CUKAI ETIL
ALKOHOL, MINUMAN YANG
MENGANDUNG ETIL
ALKOHOL, DAN KONSENTRAT YANG
MENGANDUNG ETIL ALKOHOL
Lebih dari 5 %
B Rp 40.000,00 Rp 40.000,00
sampai dengan 20 %
27
III KONSENTRAT YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Maret 2010
MENTERI KEUANGAN,
28
merupakan barang kena cukai (PermenKeu No. 47/2007 bab II, bagian satu, pasal 2).
Artinya bioetanol yang akan digunakan sebagai BBN karena hanya sebagai bahan baku
dalam pembuatan Biopremium dan Biopertamax, maka bebas cukai.
Selain itu di Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2008, di pasal 3 tertulis :
Dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada
b. Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil
peragian atau penyulingan, apabila:
1. dibuat oleh rakyat Indonesia;
2. pembuatannya dilakukan secara sederhana;
3. produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari; dan
4. tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran;
29
Masalahnya, banyak calon pebisnis bioetanol cenderung mengesamping aspek
investasi pasar dan kurang berperan sebagai pemasar. Fokus senantiasa terarah pada
aktifitas penjualan dalam batasan yang cenderung sempit, Beli – Jual – Untung !
Padahal, bisnis mempunyai dimensi ilmu pengetahuan dan seni yang menyatu secara
alamiah. Bila setiap aktifitas bisnis begitu mudah untuk "dilakoni", tidaklah heran jika
peminatnya begitu cepat bertambah banyak. Konsekuensinya juga logis, keuntungan
akan senantiasa bergerak turun. Banyak pebisnis papan-atas hanya kita kenal ketika
mereka sukses. Sangat sedikit yang mengenal mereka ketika sedang berusaha
membangun bisnisnya, bahkan tidak jarang hingga bertahun-tahun lamanya.
Banyak pakar manajement bisnis mengisyarakatkan bahwa PROFIT tidak lagi
didapat dari sekedar hitung keuangan rugi-laba, tetapi berangkat dari seberapa efektif
perbedaan dan nilai services yang bisa dirasakan oleh konsumen. Banyak studi kasus
telah membuktinya. Sekedar ilustrasi, "bukan siapa yang lebih dulu start, tetapi siapa
yang lebih dulu finish. Bukan siapa yang lebih besar, tetapi siapa yang lebih smart.
Industri Etanol mempunyai prospek yang sangat bagus di Indonesia, karena
kebutuhan etanol di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak diimbangi
dengan kapasitas produksi industri etanol di Indonesia, yang hanya berjumlah sekitar 9
industri. Akan tetapi, saat ini banyak produsen yang menghasilkan bioetanol dengan
kemurnian di bawah 95%. Sebetulnya bioetanol berkadar kemurnian 95% masih layak
dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Hanya saja, dengan kadar kemurnian itu perlu
penambahan zat antikorosif pada tangki bahan bakar agar tidak menimbulkan karat.
Karena penggunaan bahan bakar alternatif ini menjadi salah satu pilihan yang
diharapkan dapat memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin
meningkat, maka perlu dikembangkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi lagi yaitu
99,6%.
Pengembangan bioetanol oleh pemerintah sebagai alternatif premium ditujukan
dalam upaya menghemat impor premium hingga 2,25 juta kilo liter senilai US $ 1,35
miliar dan impor methyl tertiary buthyl ether (MTBE) senilai US $ 23,14 miliar. Selain itu
dapat menyerap 3,6 juta tenaga kerja kebun dan 2.280 tenaga kerja terampil setingkat
SMK hingga sarjana.
Apalagi di tahun 2010 bioetanol dapat mensubstitusi 10 % konsumsi bensin maka akan
dibutuhkan bioetanol sebanyak 2,25 juta kiloliter, dengan asumsi konsumsi bensin 22,5
juta kiloliter. Untuk itu perlu dibangun 114 unit pabrik dengan kapasitas masing-masing
60 kiloliter atau 38 unit pabrik dengan kapasitas 180 kiloliter. Di tahun 2005 konsumsi
30
premium 16,5 juta kiloliter, maka porsi bioetanol 10% yaitu 1,65 juta kiloliter dengan
nilai nominal Rp 8,25 triliun (Pertamina membeli bioetanol Rp 5.000/liter). Untuk
dibutuhkan 600 ribu ha lahan singkong (ubi kayu) yang menghasikan 15 juta ton ubi
kayu dengan biaya produksi budi daya sebesar 2,1 triliun rupiah (Kardiman, 2006).
Produsen bioetanol dibedakan atas:
1. skala kecil (rumah tangga), bila berproduksi maksimal 10 kiloliter/hari
2. skala menengah, bila berproduksi maksimal 100 kiloliter/hari
3. skala besar, bila berproduksi maksimal 1000 kiloliter/hari
saat ini volume produksi skala kecil (rumah tangga) beragam dari 30 liter hingga 2000
liter. Perijinan pabrik Bioetanol skala rumahan ( Home Industri ) s/d kapasitas : 1000 Ltr
/hari :
- Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan ( SPPL).
- Rekomendasi Lingkungan dari BAPELDADA.
- Surat Ijin Tempat Usaha ( SITU )
- Surat ijin Usaha Perdagangan ( SIUP ) Kecil.
- Tanda Daftar Industri ( TDI )..
- Tanda Daftar Perusahaan ( TDP)
Ijin dapat dilakukan oleh Perusahaan atau Perorangan, pengurusan perijinan hanya di
PEMKAB/PEMKOT.
Keuntungan finansial dalam usaha bioetanol skala kecil berbahan baku ubi kayu
(gunawan, 2007) dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Bioetanol yang diproduksi 2.100 liter/bulan dengan nilai jual Rp 10.000/liter,
maka nilai penjualan 21 juta/bulan
2. Biaya produksi 1 liter bioetanol berbahan baku ubi kayu Rp 3.900
3. Laba bersih yang diperoleh sebesar Rp 12.810.000/bulan
Indonesia berpotensi sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia. Menurut Dr Ir
Arief Yudiarto, periset di Balai Besar Teknologi Pati, ada 3 kelompok tanaman sumber
bioetanol: tanaman mengandung pati, bergula, dan serat selulosa. 'Seluruhnya ada di
Indonesia,' ujarnya.
Singkong tanaman itu adaptif di berbagai daerah. Itulah sebabnya singkong menjadi
salah satu pilihan bahan baku. Kerabat euphorbia itu salah satu sumber pati. Rata-rata
kadar pati singkong 28,5%. Untuk menghasilkan seliter bietanol perlu 6,5 kg singkong.
Berikut analisis usaha produksi bioetanol dari singkong dari PT Panca Jaya Raharja
dan B2TP BPPT
31
Tabel 1. Analisis pembiayaan produksi bioetanol
No Jenis Biaya Jumlah Harga Satuan Total
Biaya investasi
1 Mesin pengolah bioetanol 1 paket Rp Rp 150.000.000
150.000.000/paket
2 Zeolit local 2 X 47 kg Rp 1..500/kg Rp 141.000
Total biaya investasi Rp 150.141.000
Biaya produksi
1 Bahan baku singkong 455 kg Rp 300/kg Rp 136.500
2 Enzim alfa amilase 135 g Rp 71.000/kg Rp 9.585
3 Enzim beta amilase 81 g Rp 77.000/kg Rp 6.237
4 Ragi 310 g Rp 75.000/kg Rp 23.250
5 Urea 161 g Rp 2.000/kg Rp 322
6 NPK 80 g Rp 3.500/kg Rp 280
7 Biomassa 2 m3 Rp 10.000/m3 Rp 20.000
10 Tenaga kerja operator 3 orang Rp 20.000/orang/hari Rp 60.000
11 Biaya penyusutan mesin Rp41.096 /hari Rp 41.096
12 Biaya penyusutan zeolit lokal Rp 141
Total biaya produksi perhari Rp 323.911
Biaya produksi per liter Rp 4.627,3
Pendapatan perhari Rp 385.000
Laba perhari Rp 61.089
R/C ratio 1,19%
Net B/C ratio 19%
Asumsi:
Lahan yang digunakan untuk produksi adalah milik sendiri, bukan sewa.
Umur ekonomis mesin produksi bioetanol 10 tahun.
Umur ekonomis zeolit lokal 500 kali pemakaian setara 500 hari.
Jam kerja produksi 8 jam/hari.
Harga jual bioetanol berkadar 99% Rp5.500 per liter.
Tingkat suku bunga Bank Indonesia saat perhitungan 8%.
Kapasitas produksi 70 liter per hari.
Bioetanol yang dihasilkan berkadar 99%
Dari analisis di atas dapat disimpulkan, dengan tingkat keuntungan 19%, produksi
bioetanol berbahan baku singkong layak diusahakan karena lebih menguntungkan
daripada menyimpan dana di bank dengan tingkat bunga Bank Indonesia per 6
32
Desember 2007 sebesar 8%. Investasi yang ditanamkan untung usaha produksi
bioetanol kembali setelah 6 tahun 9 bulan.
Bisa saja petani memproses singkong menjadi etanol dengan kadar 10 – 15%.
Mungkin petani bisa meningkatkanny dengan destilasi sederhana menjadi sekitar 35%.
Ethanol dengan kadar ini kemudian diserahkan ke pengepul/koperasi. Koperasi lah
yang akan membuat ethanol kadar 35% menjadi 99.5%. Dari sini kemudian di jual ke
pertamina/pengusaha yang akan mengolahnya dengan bensin menjadi E10 atau E5.
Petani bisa dibina oleh koperasi dengan memberikan bantuan modal untuk membeli
singkong, peralatan sederhana, dan enzym yang digunakan untuk membuat etanol ini.
Dengan cara ini petani bisa dirangsang untuk memproduksi etanol dengan skala yang
kecil dan mereka mendapatkan tingkat keuntungan yang wajar. Kalau digambarkan
mungkin seperti gambar di bawah ini.
Pengusaha BBN
Selain itu perlu juga dibuat semacam regulasi/perda atau apapun namanya yang
menjamin kelangsunga usaha ini. Kalau perlu juga mengandung bank yang akan
mendukung di sisi permodalannya.
Sejalan dengan gambar di atas adalah strategi pengembangan industri yang
diyakini mampu secara kolektif meningkatkan efisiensi dan daya saing yang
berkelanjutan adalah pendekatan klaster industri. Konsep klaster banyak diperkenalkan
oleh Porter (1998) yang melihat klaster industri sebagai sekumpulan perusahaan dan
institusi yang terkait pada bidang tertentu yang secara geografis berdekatan,
33
bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan. Untuk industri BBN bioetanol,
selama ini UKM bioetanol menjalankan usahanya secara mandiri. Namun sebenarnya
UKM bioetanol di Jawa Timur tersebut telah memiliki perangkat untuk pembentukan
klaster. Artinya sebenarnya dari sisi pasokan dan sisi permintaan telah kegiatan yang
berkaitan dengan produksi dan distribusi bioetanol.
Hanya perlu dukungan pemerintah untuk kembali menata agar tercipta kerjasama dan
kolaborasi antara industri inti UKM BBN dengan industri pendukungnya. Jika kolaborasi
antar UKM bisa tercapai, didukung oleh keikutsertaan stakeholder nya untuk
mendukung industri BBN, juga sumbangsih institusi pendidikan dan penelitian yang
mengawal peningkatan kualitas industri BBN, tentu UKM tidak akan kesulitan lagi untuk
menjadi supllier Pertamina, serta pengembangan pasar lain. Sekali lagi, dengan
konsistensi kebijakan Pemerintah.
Mutu bioetanol sebagai bahan bakar cukup ketat yang mensyaratkan kadar etanol lebih
dari 99% serta beberapa parameter lainnya. Hal ini berhubungan manfaatnya sebagai
34
pengganti bahan bakar. Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan metode uji
bioetanol terdenaturasi untuk gasohol dan hanya berlaku untuk bioetanol yang akan
digunakan sebagai bahan bakar motor bensin, yaitu sebagai komponen campuran
bahan bakar bensin pada kendaraan bermotor atau motor lainnya. Bioetanol adalah
etanol yang dibuat dari bahan nabati atau biomassa lainnya, sedangkan gasohol
(kependekan dari gasoline-alcohol) adalah campuran (blending) antara bensin dengan
Fuel Grade Ethanol (FGE). Bahan bakar bioetanol harus bebas dari endapan dan zat
terlarut secara visual sehingga terlihat jernih dan terang pada suhu kamar.
Spesifikasi standar bioetanol terdenaturasi untuk gasohol disajikan pada tabel di bawah
ini sesuai keputusan Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi No.
722/10/DJE/2013 tentang standar mutu (spesifikasi) bahan bakar nabati (Biofuel) jenis
bioetanol sebagai bahan bakar lain yang dipasarkan di dalam negeri
Selanjutnya, produk harus dikemas dalam wadah tertutup yang tidak bereaksi terhadap
isi, dan aman selama pengangkutan dan penyimpanan.
Darnpak penggunaan etanol sebagai bahan bakar
1. Sosial / tenaga kerja : karena terbuat dari tanaman, industri etanol dapat membuka
lapangan kerja dibidang pertanian. Satu pabrik etanol berkapasitas 50 juta liter per
tahun membutuhkan bahan baku yang berasal dari 20.000 hektar lahan. Jika
tenaga kerja per hektar 2 orang, maka dapat diserap 20.000 orang tenaga kerja,
atau 100.000 jiwa termasuk keluarga.
35
2. Ekonomi : substitusi BBM dengan etanol dapat menurunkan subsidi impor BBM.
lmpor premium mencapai 30% dari total konsumsi.
3. Lingkungan :
Pengurangan penggunaan BBM 10% pada pemakaian Gasohol E-10 dapat
menunda habisnya minyak dari bumi.
Gasohol E-10 menurunkan pencemaran ernisi gas rumah kaca (GRK) sebesar
19%.
Pembakaran etanol tidak menghasilkan partikel Pb (timbal) dan partikel yang
membahayakan kesehatan manusia, sehingga udara bisa lebih bersih.
Etanol tidak rnenyebabkan kanker, tidak mencemari air, tanah maupun air
permukaan, dan sangat biodegradable.
Tanaman (sebagai bahan baku etanol) justru menyerap C02 yang merupakan
komponen GRK.
industri etanol merupakan salah satu bentuk dari sistem pertanian terpadu (close
cycle agrkullural practices)
5. Rangkuman
Produsen bioetanol dibedakan atas:
1) skala kecil (rumah tangga), bila berproduksi maksimal 10 kiloliter/hari
2) skala menengah, bila berproduksi maksimal 100 kiloliter/hari
3) skala besar, bila berproduksi maksimal 1000 kiloliter/hari
36
tarif jenis Etil Alkohol (EA) per liter untuk semua jenis golongan dalam negeri
dan luar negeri Rp 20 ribu
segmentasi bioetanol:
Kadar 20 – 40% Digunakan untuk saos rokok dan campuran minuman,
parfum dan deodorasi
Kadar 60–70% Subsitusi minyak tanah 1 liter untuk diatas 3 jam
Kadar 80% Sterilisasi di Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Reparasi Elektro
& Bahan baku Obat
Kadar 90% keatas Perdagangan umum di toko-toko kimia atau PBF (Pabrik
Besar Farmasi) seperti PT. Brataco perdagangan ekspor
37
Rumus:
38
C. Aspek Pemasaran dan Pengolahan Limbah Bioetanol
1. Deskripsi Materi
Bab ini membahas mengenai pemasaran produk bioetanol, perusahaan-
perusahaan yang memproduksi bioetanol, kendala dalam bisnis bioetanol, dan
pengolahan limbah bioetanol
2. Indikator Keberhasilan
Setelah membaca bab ini maka peserta diklat mampu:
Memahami konsep dasar mengenai pemasaran bioetanol
Memahami kendala-kendala dalam bisnis bioetanol
Memahami proses pengolahan limbah bioetanol
3. Uraian Materi
a. Pemasaran Bioetanol
Pemasaran (marketing) adalah penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan
pemuasan kebutuhan dan keinginan manusia. Atau proses memenuhi kebutuhan dan
keinginan manusia Pemasaran dimuai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang
berkembang menjadi keinginan manusia. Contoh, manusia akan membutuhkan air
untuk menghilangkan dahaganya. Jika ada segelas air, kebutuhannya itu akan
terpenuhi. Namun, manusia juga berkeinginan meminum air yang mudah dibawa. Oleh
karena itu ia memilih air kemasan dalam botol. Proses dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan manusa itulah yang menjadi konsep dasar pemasaran.
Lumrah ketika kita ingin membangun suatu bisnis yang perrtama-tama terbayang
adalah margin (keuntungan) yang sebesarnya-besarnya. Setiap calon pelaku usaha
memiliki kecenderungan untuk menjadi bagian dari gelombang pertama pada lingkup
bisnis yang akan digelutinya. Pendekatan praktis yang paling sering digunakan adalah
siapa yang duluan akan lebih dikenal oleh konsumen dan lebih berpotensi untuk
melakukan gerakan penetrasi pasar. Bahkan tidak heran pula jika sekarang ini
berkembang fenomena instant profit.
Dari pengalaman temu-bisnis dengan para peminat investasi bisnis industri
bioetanol, mulai dari Riau hingga Maluku Utara, dari investor lokal skala rumahan
39
hingga PMA kelas menengah, kerap-kali gambaran diatas jadi issue utama diskusi.
Sasaran utama yang sering mencuat kepermukaan umumnya adalah korelasi biaya
investasi, modal kerja dan pencapaian BEP. Sasaran antara yang mengikutinya adalah
arah transaksi pada tingkat partai atau grosir.
Bioetanol merupakan bahan kimia yang ramah lingkungan (green chemicals,
biodegradable, emisi ramah lingkungan) karena dibuat dari bahan-bahan alam yang
edible maupun non edible.Hasil pembakaran bioetanol menghasilkan CO2 yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman sehingga bioetanol sangat menjanjikan sebagai bahan
bakar masa depan.
Selain sebagai bahan bakar bioetanol digunakan pula dalam
Industri kosmetika
Industri farmasi dan kesehatan
Rumah tangga dan UMKM (sebagai bahan bakar genset)
Pertanian
Laboratorium penelitian
Bahan baku fine chemicals lainnya seperti bioeter dan biodietilasetat
dan sebagainya
Mengingat manfaatnya dan pasarnya yang luas maka bioetanol sangat potensial
untuk terus dikembangkan di Indonesia baik sekala industri besar maupun UMKM dan
home industry.
Produsen etanol terbesar di dunia pada tahun 2010 adalah Amerika Serikat dengan
jumlah 13,2 miliar galon AS dan Brasil dengan 6,92 galon AS. 2 negara ini
memproduksi 88% etanol dunia, yang total semuanya adalah 22,95 galon AS (86,9
miliar liter). Insentif yang diberikan pemerintah, diikuti dengan pengembangan inisiatif
dari industri, telah mendorong negara-negara seperti Jerman, Spanyol, Perancis,
Swedia, China, Thailand, Kanada, Kolombia, India, Australia, dan beberapa negara
Amerika Tengah untuk mengembangkan industri etanol.
40
Tabel 4. Produksi Bahan bakar etanol Per tahun Per negara
(2007–2010)
(Satuan dalam juta galon AS)
Per.
Negara/wilayah 2010 2009 2008 2007
Dunia
10 Lainnya 247.27
41
2009 PT. Molindo Raya Lampung 40,000 -
PT. Etanol Banten 35,000 Cassava
Indonesia
Sampoerna Group Ponorogo 60.000 Cassava
42
Untuk mendukung pemasaran produk bioetanol singkong, bisa dilakukan dengan
cara menawarkan inovasi produk baru yang memberikan solusi pasti bagi
permasalahan para konsumen. Misalnya saja seperti strategi pemasaran yang
dilakukan oleh beberapa pabrikan penghasil bioetanol yaitu menciptakan kompor etanol
80% dengan harga jual yang relatif cukup terjangkau. Dengan resiko kebocoran yang
lebih kecil, kompor bioetanol terbilang lebih hemat jika dibandingkan dengan kompor
minyak dan aman bagi para konsumennya. Melalui sistem kemitraan atau keagenan
yang diterapkan, produk kompor etanol bisa berhasil menjangkau pasaran pedesaan
dan pinggiran kota seperti wilayah Bogor, Jakarta, Sukabumi, dan Cianjur.
Peluang Industri Pendukung Produksi Bioetanol
a. Kompor Bioetanol,
Teknologi produksi sederhana dan mudah dikembangkan (inovasi)
Tidak membutuhkan alat pendukung seperti tabung gas elpiji
Nilai efisiensi dan ekonomis sangat tinggi
satu liter bioetanol samadengan dua setengah liter minyak tanah
proses pemasakan tidak ber-jelaga (bercak hitam) pada wadah memasak
proses peng-api-an sangat aman
kualitas peng-api-an lebih baik dibandingkan gas
Peluang pasar yang besar dan lebar
b. Depo Distribusi Bioetanol
Penjualan Produk Campuran
Penjualan Eceran Rumah Tangga dan Industri
c. Bengkel Modifikasi
Spare-part modifikasi sederhana kendaraan roda dua, atau bengkel modifikasi
Spare-part modifikasi sederhana generator listrik, atau bengkel modifikasi
Selain itu ada juga yang disebut jeli bioetanol. Jeli itu adalah bioetanol yang
dipadatkan. bioetanol jeli amat praktis. Tidak perlu khawatir bahan bakar itu tumpah
lantaran bentuknya padat. Selain itu, 'Bioetanol jeli tak membuat wajan atau panci
menghitam. Nyala apinya juga biru. Jeli bahan bakar itu mengandung bioetanol
berkadar 70%. Ide jeli itu dibuat oleh Ir Himawan, produsen bioetanol di Cilegon,
Provinsi Banten.
Menurut alumnus Teknik Kimia Universitas Diponegoro penggunaan jeli
bioetanol lebih hemat. Hasil risetnya membuktikan daya bakar 200 gram bioetanol jeli
setara 1 liter minyak tanah. Pantas bila Gina mengambil 2 sendok bioetanol jeli cukup
43
untuk memasak selama 5 menit. Sudah hemat, nyala api biru, bioetanol jeli juga tidak
menimbulkan asap dan jelaga.
Menurut Dr Arief Yudiarto, peneliti Balai Besar Teknologi Pati, di Lampung, sah-
sah saja bioetanol dibuat menjadi jeli. 'Bentuk jeli mudah dibawa saat bepergian seperti
camping atau untuk tentara yang bertugas di hutan. Itu karena tidak mudah tumpah,'
ujar Arief. Menurut alumnus Tokyo University of Agriculture and Technology itu,
bioetanol jeli tak mudah terbakar dan awet. Di luar negeri bioetanol jeli dimanfaatkan
sebagai pengganti bahan bakar terutama kayu sejak 2007. Berdasarkan data World
Health Organization (WHO), di negara berkembang, asap dari kayu bakar
mengakibatkan penyakit paru-paru akut. Dampaknya sebayak 1,5 juta wanita dan anak-
anak per tahun meninggal dunia. Karena itu di Johannesburg, Afrika Selatan, bioetanol
jeli marak dikembangkan. Himawan mengembangkan bioetanol jeli dari bioetanol apkir,
yakni yang berbau, warna kekuningan, dan kadar di bawah 96%. Yang terpenting titik
bakarnya tidak kurang dari 40%. Untuk membuat bioetanol jeli perlu gelling agent-
pengental-berupa tepung seperti kalsium asetat agar bercampur homogen. Pengental
lain yang dapat digunakan antara lain xanthan gum, carbopol EZ-3 polymer, dan
berbagai material turunan selulosa.
Dosis kalsium asetat untuk bahan campuran cukup 1-5%. Kalsium asetat
berbentuk tepung itu lalu diencerkan dengan air sebanyak 20% dari jumlah bioetanol.
Selanjutnya dicampur etanol berkadar 70-85%. Rasio antara pengental dan bioetanol
perbandingannya 1:7. Setelah itu ditambahkan 5% natrium hidroksida sebagai
penyeimbang pH agar tingkat keasaman 5-6. Saat menambahkan natrium hidroksida
kecepatan aduk ditingkatkan 2 kali lipat. 'Untuk membuat 200 g gel kecepatan aduk
berkisar 2.500 rpm. Semakin besar jumlahnya, kecepatan ditambah agar hasil
homogen,' kata Himawan. Dalam beberapa menit bioetanol sudah menjadi gel.
Menurut Sugeng Harjono, direktur pemasaran PT Bio Green Inotech, biaya
produksi bioetanol jeli itu Rp3.250-Rp3.500 per liter. Itu lantaran harga bioetanol hanya
Rp3.000/l. Bila ditambah biaya kemasan, bioetanol gel dapat dijual Rp4.000/l. Biaya
pembuatan bioetanol jeli itu lebih murah ketimbang harga bahan bakar minyak. Apalagi
sejak Mei 2008 harga minyak melonjak Rp7.000/l lantaran subsidi dicabut.
Namun, pemakai bioetanol jeli harus membeli kompor baru. 'Prinsipnya, kompor
bioetanol jeli itu mirip kompor konvensional. Bedanya ruang untuk sumbu diganti
dengan tempat menaruh gel. Sayang, saat ini kompor ujicoba masih untuk wajan
berdiameter 30 cm. Saat api padam, wajan harus diangkat untuk ditambahkan jeli.'Saat
44
menambahkan api harus benar-benar mati. Oleh karena itu agar jangkauannya luas,
tak hanya untuk kebutuhan rumahtangga, kompor dirancang untuk industri kecil seperti
pembuatan keripik.
45
Meski pasar terbuka lebar, bukan berarti tanpa kendala, banyak peraturan
menghambat pemasaran. Salah satunya adalah peraturan Bea Cukai berupa kewajiban
produsen untuk membuat pagar tinggi dan mempunyai tangki penyimpanan 2.000 liter.
Untuk pengawasan, Bea Cukai menempatkan pegawainya di lokasi produksi. Hal Itu tak
mungkin untuk industri skala kecil. Undang-undang tentang cukai hanya cocok
diterapkan untuk industri besar. Boleh jadi lantaran belum memperoleh nomor cukai,
seorang produsen hanya memasarkan bioetanol ke pabrikan tertentu yang tak
mensyaratkan nomor cukai. Ia memasarkan 2.000 liter per hari ke pabrik parfum dan
kosmetik. Harga jual Rp7.000-Rp10.000 per liter berkadar 90-95%. Padahal, jika
mengantongi nomor cukai, harga jual membubung hingga lebih dari Rp20.000 per liter.
Kendala lain yang juga dihadapi adalah belum adanya kejelasan tentang insentif bagi
investor pabrik etanol, belum adanya kepastian bahwa penggunaan bio-fuel adalah
suatu kewajiban (yang tidak memberatkan), dan sistem tata niaga bio-fuel yang belum
jelas.
46
menjadi pupuk organik cair (POC). POC memiliki harga jual yang cukup tinggi sehingga
bisa memberikan nilai tambah bagi industri etanol. Vinase diolah sedemikian rupa
sehingga menjadi produk POC yang bisa menyuburkan tanaman.
Aplikasi POC ini bisa digunakan untuk semua jenis tanaman, semua komoditas, dan
semua iklim atau tempat. Pemanfaatan POC bisa mengurangi atau pun mensubtitusi
penggunaan pupuk kimia. POC dari limbah industri etanol ini tergolong pupuk organik,
sehingga relatif lebih ramah lingkungan.
Dalam skala nasional pemanfaatan POC ini bisa mengurangi konsumsi pupuk kimia
dan mengemat anggaran negara. Jika dilihat dari sudut industri, pengolahan ini bisa
memberi pendapatan tambahan bagi industri.
Pengolahan limbah etanol menjadi POC cukup sederhana dan tidak terlalu rumit. POC
bisa dibuat dengan biaya yang cukup murah dan tidak memerlukan peralatan yang
rumit. Namun, proses pembuatannya memerlukan ketelitian, dan kehati-hatian.
47
Limbah vinasse rata-rata memiliki specific gravity antara 1,02 – 1,04. pH Vinasse
berkisar antara 4-5, sedangkan COD antara 90.000-120.000 mg/L.
Deskripsi Proses
1. Proses Equalisasi
Dari Plant, vinasse dikumpulkan dalam Bak Pengumpul yang disebut Bak
Equalisasi dengan tujuan agar proses bisa berjalan kontinyu.
2. Proses Pengkondisian
Agar prosess Anaerob sebagai proses utama bisa berjalan dengan baik, maka
Vinasse perlu dikondisikan agar sesuai dengan bakteri anaerob, pengkondisian
biasanya dilakukan dengan mengkondisikan kekentalan Vinasse dan pengaturan
pH.
3. Proses Anaerob
Proses utama dalam pembentukan biogas adalah pada proses anaerob dimana
bahan-bahan organik dirubah menjadi biogas. Proses anaerob biasanya
dilakukan dalam digester.
Psroses anaerob dapat dibagai menjadi beberapa tahapan proses yaitu:
Proses hydrolysis yaitu suatu proses yang memecah molekul organic
komplek menjadi molekul organic yang sederhana.
Proses Acidogenisis yaitu suatu proses yang merubah molekul organic
sederhana menjadi asam lemak
Proses Acetogenisis yaitu suatu proses yang merubah asam lemak menjadi
asam asetat dan terbentuk gas-gas sepertigas H2, CO2, NH4dan S.
Proses Methanogenisis yaitu suatu proses yang merubah asam asetat dan
gas-gas yang dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gasmethane
CH4dan CO2
4. Proses Penjernihan
Merupakan proses pemisahan lumpur bakteri dengan air limbah.
Bila bahan baku bioetanol yang digunakan adalah singkong atau ubi kayu, maka
tidak bisa dihindari bahwa limbah yang dihasilkan adalah kulitnya. Selama ini, kulit ubi
kayu masih jarang dimanfaatkan secara optimal. Kulit ubi kayu pada umumnya hanya
digunakan sebagai makanan ternak dan sebgai makanan ringan seperti keripik (dengan
cara digoreng). Kulit ubi kayu dengan mudah dapat dipisahkan dari umbinya dengan
ketebalan 2-3 mm. Persentase kulit ubi kayu yang dihasilkan berkisar antara 8-15% dari
48
berat umbi yang dikupas, dengan kandungan karbohidrat sekitar 50% dari kandungan
karbohidrat bagian umbinya. Kulit singkong memiliki rataan nilai kadar air sebesar
10.06-13.14%, rataan nilai daya serap air berkisar 82.49%-169.78%, rataan nilai
pengembangan tebal sekitar 35.70-102.30%, dan rataan nilai kerapatannya berkisar
0.86-0.87g/cm3.
Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati, hidrolisis
pati menjadi glukosa, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau bioetanol,
dan destilasi bioetanol.
1. Isolasi pati kulit singkong
Kulit singkong sebagai bahan baku pati dibersihkan dari kotoran. Kulit
singkong kemudian dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dengan cara dijemur dan
diangin-anginkan sampai kering. Kulit singkong dibuat kering bertujuan agar lebih
awet dan menghilangkan kandungan airnya sehingga diperoleh kulit yang kering dan
dapat disimpan sebagai cadangan bahan baku.
Kulit singkong kering digiling dengan mesin penggiling atau ditumbuk dengan
penumbuk sehingga menjadi serbuk halus. Serbuk kulit pisang lalu disaring atau
diayak sehingga diperoleh pati yang homogen.
2. Hidrolisis pati menjadi glukosa
3. Fermentasi glukosa menjadi bioetanol
4. Destilasi Bioetanol
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan boietanol yaitu bahan sukrosa,
bahan berpati dan bahan berselulosa. Kulit singkong merupakan salah satu sumber
bioetanol dari bahan berserat. Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi
bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong
merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat
digunakan sebagai sumber energi.
Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses
hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung
program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu
BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin.
Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati, hidrolisis
pati menjadi glukosa, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau bioetanol,
dan destilasi bioetanol.
49
Pengolahan limbah kulit singkong menjadi bioetanol dapat mengurangi jumlah
limbah yang menumpuk di lingkungan sekitar yang dapat membahayakan kesehatan
karena mengandung toksik. Selain itu juga dapat mengurangi angka pengangguran dan
menghemat biaya penanganan limbah. Walaupun aplikasi potensi kulit singkong
sebagai sumber pembuatan bioetanol perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif bioetanol.
5. Rangkuman
Pemasaran (marketing) adalah penyusunan komunikasi terpadu yang
bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam
kaitannya dengan pemuasan kebutuhan dan keinginan manusia
Kendala bisnis Bioetanol
kurangnya sosialisasi pemerintah maupun swasta akan peranan
energi pengganti
terbatasnya pasokan bahan baku
riset dan pengembangan bahan baku belum berkembang
peraturan pemerintah
belum adanya kejelasan tentang insentif bagi investor pabrik etanol
Pengolahan limbah bioetanol bisa menjadi
1) Biogas
2) Pupuk cair
Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati, hidrolisis
pati menjadi glukosa, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau
bioetanol, dan destilasi bioetanol
50
Peluang Industri Pendukung Produksi Bioetanol
1) Kompor Bioetanol
2) Depo Distribusi Bioetanol
3) Bengkel Modifikasi
Rumus:
51
BAB III
PENUTUP
52
DAFTAR PUSTAKA
53