You are on page 1of 12

1

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi saluran pernapasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru yang melibatkan area bronkus, bronkiolus, dan alveolus

sekitarnya, yang memicu eksudat mukoprurulen dan dapat mengakibatkan

obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang

merata ke lobulus yang berdekatan. Bronkopneumonia merupakan pneumonia

lobularis yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus,bakteri,jamur) dan

sebagian kecil oleh non-infeksi (aspirasi, dll).

EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO, 95% pneumonia pada anak-anak di dunia terdapat di

negara-negara berkembang. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir

30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun, dan merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas pada anak usia <5 tahun di seluruh dunia, terutama di

negara berkembang.

ETIOLOGI

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,

mikoplasma. Bakteri merupakan penyebab utama di negara berkembang. Bakteri

tersering adalah Streptococcus pneumonia (30 - 50%), sedangkan virus yang

sering menjadi penyebab bronkopneumonia yaitu Respiratory syncytial virus


2

(RSV) sebanyak 15-40%. Berikut merupakan agen infeksi yang menyebabkan

bronkopneumonia berdasarkan usia:

Usia Agen Infeksi


*Group B streptococcus
*Gram negative enteric bacilli
0-3 minggu *Cytomegalovirus
*Listeria monosytogenes
*Herpes simplex virus
*Chlamidya trachomatis
*Respiratory sincitial virus
*Parainfluenza virus type 3
3 minggu-3 tahun
*Streptococcus pneumonia
*Bordetella pertussis
*Staphylococcus aureus
*RSV, influenza, parainfluenza, adenovirus,
rhinovirus
*Streptococcus pneumonia
3 bulan-5 tahun
*Haemophylus influenza
*Mycoplasma pneumonia
*Mycobacterium tuberculosis
*Mycoplasma pneumonia
*Chlamydophilia pneumonia
5-15 tahun
*Streptococcus pneumonia
*Mycobacterium tuberculosis

Sebab lain dari pneumonia adalah aspirasi makanan atau minuman, sekresi

orofaringeal, aspirasi isi lambung ke dalam paru, atau akibat flora normal yang

terjadi pada daya tahan tubuh yang terganggu.


3

Faktor Predisposisi atau faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko

terjadinya bronkopneumonia pada anak yaitu:

1. Usia 0-2 bulan jauh lebih tinggi (morbiditas & mortalitas) dari anak usia

sekolah (bayi muda belum bisa batuk, masih belum banyak terdapat

immunoglobulin yang spesifik)

2. Prematuritas

3. Gizi kurang/jelek

4. ISPA atas (common cold)

5. Asap rokok atau polusi udara dalam rumah

6. Gangguan faal cilia congenital

7. Penderita defisiensi immunoglobulin (herediter), penerima transplantasi

organ, AIDS

8. Berat badan lahir rendah

9. Tidak mendapat ASI eksklusif

10. Kepadatan hunian

PATOFISIOLOGI

Pneuomonia bakteri akut dapat bermanifestasi sebagai salah satu dari pola

anatomic dan radiografik, yaitu bronkopneumonia (pneumonia lobularis) dan

pneumonia lobaris. Bronkopneumonia mengisyaratkan distribusi peradangan yang

bebercak dan umumnya lebih dari satu lobus. Pola ini terjadi akibat infeksi awal

di brokus dan brokiolus yang meluas ke alveoli sekitarnya.


4

Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena

aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran

sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi

pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli

2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran

pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora

normal dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan

kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit.

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan

yang meliputi empat stadium, yaitu :

Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini

ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan


5

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan

gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.

Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus

terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu

(host) Universitas Sumatera Utara sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus

yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit

dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.


6

Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

MANIFESTASI KLINIK

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris

bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40

derajat celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat

gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung

serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare.

Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa

hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik

tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan

sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil

pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi

sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar

ronchi basah nyaring halus dan sedang.

1. Anamnesis

Keluhan Utama : sesak nafas mendadak dan didahului oleh batuk pilek (ISPA

atas)
7

Status Gizi : Malnutrisi berat dan kronik (gangguan mekanisme pertahanan

tubuh)

Respirasi : Bayi <2bulan : ≥ 60x/m, 2-24 bulan : ≥50x/m, 2-5 tahun : ≥40x/m

Suhu : demam

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Hidung : PCH (+)

Leher : Retraksi SS

Thorax : Retraksi IC, Auskultasi : ronki basah sedang nyaring

Abdomen : Retraksi epigastrium

Ekstremitas : Sianosis perifer (bila sesak berat dan lama)

3. Pemeriksaan Penunjang

Foto thorax : Gambaran difus merata pada kedua lapang paru, berupa bercak

infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru.

Laboratorium : infeksi virus : leukosit normal/ leukopenia dengan limfosit

predominan, bakteri : leukositosis dengan neutrofil predominan

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut ini:

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan adanya retraksi

suprasternal, intercostal, atau epigastrik

2. Panas badan
8

3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

5. Leukosit (pada infeksi virus normal atau leukopenia dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang

dominan).

KOMPLIKASI

Komplikasi dari bronkopneumonia antara lain:

1. Empiema torasis

- Adanya penimbunan pus/nanah di dalam rongga pleura

2. Pneumothorax

- Akumulasi udara di dalam rongga pleura karena terdapat hubungan

langsung rongga pleura dengan atmosfir akibat defek pada dinding

dada atau pecahnya alveoli atau keduanya.

3. Efusi pleura yang disebabkan oleh H. Influenza

4. Abses paru

5. Bronkiektase

6. Perikarditis purulenta

7. Miokarditis

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana Umum
9

1. Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara

kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau

sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

2. Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya

setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

3. Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balans cairan ketat.

4. Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak

dengan pneumonia

5. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk.

Pemberian Antibiotik

1. Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak

<5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang

menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah.

Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan

azitromisin. Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika

S.pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab

2. M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka

antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara

empiris pada anak ≥ 5 tahun. Makrolid diberikan jika M. pneumonia atau

C. penumonia dicurigai sebagai penyebab.


10

3. Jika S .aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau

kombinasi flucloxacilin dengan amoksisilin.

4. Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat

menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat penumonia berat.

Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol,

co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime dan cefotaxime.

5. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan

setelah mendapat antibiotik intravena.

Rekomendasi UKK respirologi:

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

- Neonatus – 2 bulan: Ampisilin + Gentamisin

- > 2 bulan: - Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada

perbaikan dapat ditambahkan kloramfenikol

- Lini kedua seftriakson

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral

dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena

sebelumnya.

Pemberian nutrisi
11

Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan peroral

harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastrc tube (NGT) atau

intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan

pernapasan, khususnya pada bayi dan anak dengan ukuran lubang hidung yang

kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.

Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak

mengalami overhidrasi karena pada penumonia berat terjadi peningkatansekresi

hormon antidiuretik.

Kriteria Rawat Inap

1. Bayi:

- Saturasi Oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >60x/menit

- Distres pernapasan, apneu intermitten, atau grunting

- Tidak mau minum/menetek

- Keluarga tidak bisa merawat dirumah

2. Anak

- Saturasi oksigen <92%, sianosis

- Frekuensi napas >50x/menit

- Distres pernapasan

- Grunting

- Terdapat tanda dehidrasi

- Keluarga tidak bisa merawat dirumah


12

Kriteria pulang

1. Gejala dan tanda pneumonia menghilang

2. Asupan per oral adekuat

3. Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

4. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

5. Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

You might also like