Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita Asma Bronkial Eksaserbasi Akut, berjenis kelamin perempuan dan
berusia 75 tahun, dimana penderita merupakan salah satu dari penderita asma
bronkiale yang berada di wilayah Puskesmas Urangagung, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Asma adalah umum di negara-negara industri seperti Kanada, Inggris,
Australia, Jerman, dan Selandia Baru, di mana banyak data asma telah
dikumpulkan. Tingkat prevalensi asma berat di negara-negara industri
berkisar 2-10%. Tren menunjukkan peningkatan baik prevalensi dan
morbiditas asma, terutama pada anak-anak muda dari 6 tahun. Faktor-faktor
yang telah terlibat termasuk urbanisasi, polusi udara, merokok pasif, dan
perubahan paparan alergen lingkungan (Michael J Morris, 2015).
Asma mempengaruhi 5-10% dari populasi atau sekitar 23,4 juta orang,
termasuk 7 juta anak-anak. Tingkat prevalensi keseluruhan bronkospasme
dipicu olahraga adalah 3-10% dari populasi umum jika orang yang tidak
memiliki asma atau alergi dikecualikan, tetapi kenaikan tingkat untuk 12-15%
dari populasi umum jika pasien asma yang mendasari disertakan. Asma
mempengaruhi sekitar 300 juta orang di seluruh dunia. Setiap tahun,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 15 juta pasien
dengan penyesuaian penyakitnyadan 250.000 kematian asma dilaporkan di
seluruh dunia ((Michael J Morris, 2015). Sedangkan Di Indonesia, prevalensi
Asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 5-7% penduduk
Indonesia menderita Asma.
Hal ini terutama disebabkan oleh permasalahan seperti masih kurang
dan masih kelirunya pengetahuan masyarakat tentang Asma Bronkial,
sehingga penting kiranya bagi penulis untuk memperlihatkan dan
2
mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di
lapangan.
B. Tujuan
Diharapkan dengan home visite ini, maka :
1. Tenaga kesehatan, dalam hal ini dokter puskesmas maupun dokter
keluarga dapat lebih mengenal kehidupan pasien dan keluarga pasien.
Dimulai dari gaya hidup pasien, lingkungan baik lingkungan fisik
maupun sosial yang dapat mempengaruhi atau berperan sebagai faktor
pencetus atau faktor risiko yang dapat menyebabkan kekambuhan
maupun memperberat derajat penyakit pasien. Sehingga nantinya, tenaga
kesehatan dapat memberi penatalaksanaan yang lebih tepat sasaran,
ataupun dalam kasus ini secara khusus, memberi penyuluhan dan
meningkatkan kesadaran serta pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya, serta cara mencegah kekambuhannya.
2. Tenaga kesehatan, dalam hal ini dokter puskesmas maupun dokter
keluarga dapat memantau mengenai keadaan pasien sepulang dari
instalasi kesehatan, sehingga nantinya dapat memberikan
penatalaksanaan yang lebih tepat sesuai dengan kondisi pasien sekarang.
3. Tenaga kesehatan, dalam hal ini dokter puskesmas maupun dokter
keluarga dapat memberikan penyuluhan maupun konseling dan
meningkatkan kesadaran serta kepedulian kepada keluarga pasien
mengenai penyakit yang diderita oleh pasien.
C. Manfaat
1. Untuk Dokter
a. Lebih meningkatkan pemahaman dokter
terhadap pasiennya
b. Lebih meningkatkan pengawasan dan follow
up pasien
2. Untuk Pasien
a. Lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan
dan tuntutan kesehatan pasien
3
b. Lebih meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarganya dengan cara penyuluhan tentang Asma Bronkial
c. Asma bronkial dapat tertangani dengan baik
d. Menurunkan angka kekambuhan Asma
Bronkial
4
BAB II
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. R
Umur : 70 tahun
Jenis Kelami : Perempuan
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SR
Agama : Islam
Alamat : Desa Cemengkalang, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo
Suku : Jawa
Tanggal Periksa : 04 Juni 2014
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak Napas
5
sejak kira-kira 15 tahun yang lalu. Saat pemeriksaan pasien masih sesak
tapi tidak separah tadi malam.
Selain sesak, pasien tidak mengeluh apa – apa, batuk (-), pilek
(+), demam (-). Namun, pasien mengaku bahwa ia sering bersin – bersin
terutama setelah bangun pagi, dengan frekuensi > 5x setiap pagi. Pasien
juga mengatakan bahwa terkadang apabila ia terkena debu, ia juga sering
bersin – bersin, bahkan terkadang sampai sesak seperti ini.
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat olahraga : jarang
b. Riwayat merokok :-
c. Riwayat mengonsumsi minuman beralkohol :-
6
d. Riwayat pengisian waktu luang : membantu memasak
dan mengurus rumah
e. Riwayat transportasi :-
7. Riwayat Gizi
Pasien makan sekitar 3 kali sehari dengan nasi sepiring, lauk
berupa daging (baik daging ayam, ikan, sapi, dan lain – lain), tahu,
tempe, ikan dan sayur – mayur. Kesan status gizi normal.
C. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : Warna kulit sawo matang, kulit kasar,
terasa gatal (-)
2. Kepala : Rambut kepala (bentuk lurus, tidak
mudah rontok, warna hitam putih), luka pada
kepala (-), benjolan/borok dikepala (-), nyeri
kepala (-)
3. Mata : Pandangan mata berkunang - kunang (-),
penglihatan normal
4. Hidung : Napas cuping hidung (+), tersumbat
(+)
5. Telinga
Kanan : DBN
Kiri : DBN
7
6. Mulut : Gigi berlubang (-), sariawan (-), mulut kering (-)
7. Tenggorokan : Nyeri Telan (-)
8. Pernafasan : Sesak Nafas (+), Mengik (+), batuk lama (-), batuk
darah (-)
9. Kardiovaskular : Rasa berdebar - debar (-), nyeri dada (-), sesak (-)
10. Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan
menurun (-), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 3 - 4 kali sehari, warna kuning jernih,
jumlah normal
12. Neuropsikiatri :
Neurologik : Kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : Emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : Kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot
(-)
14. Ekstremitas
Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Cukup
Kesadaran Composmentis, GCS (E4V5M6)
Status gizi baik
2. Tanda Vital dan status gizi
Tanda vital:
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 36,5 °C
3. Status gizi :
BB : 60 kg
Umur : 75 tahun
8
Tinggi : 155 cm
Status gizi : Gizi baik
4. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak ada luka, rambut tidak mudah
tercabut, lurus, berwarna hitam putih, kelainan mimik wajah (-)
5. Mata
Conjuctiva anemis (-), sklera ikterik (-/-), pupil (isokor 3mm/3mm),
reflek kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman),
radang/conjuctivitis/uveitis (-/-/-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (+), sekret (+), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-)
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), bau (-), pendengaran berkurang (-),
membran timpani normal, valsava test (-)
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
10. Leher
JVP normal, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Simetris/tidak, retraksi interkostal, retraksi subkostal
a. Cor
I : Ictus cordis tak tampak
P : Ictus cordis teraba di ICS IV LMCS
P : Batas kiri atas : ICS II 1 cm lateral LPSS
Batas kanan atas : ICS II LPSD
Batas kiri bawah : ICS V 1 cm lateral LMCS
9
Batas kanan bawah : ICS IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
A : SI - SII tunggal, regular, bising (-)
b. Pulmo
I : Gerakan dada kanan dan kiri simetris, Penggunaan otot bantu
napas (+)
P : Gerakan dada kanan dan kiri simetris
Fremitus raba dada kanan sama dengan kiri
P : Sonor seluruh lapang paru
A : Suara dasar vesikuler seluruh lapang paru
Suara tambahan ronki (-/-) seluruh lapang paru, wheezing (+/+)
seluruh lapang paru
12. Abdomen
I : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
A : Peristaltik (+) normal
P : Supel, nyeri tekan (-), H/L tidak teraba, Ren D – S tidak teraba
P : Timpani
13. Sistem columna vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
14. Ekstremitas
Palmar eritema
Akral hangat : + +
+ +
Oedem : - -
- -
15. Sistem genitalia
Dalam batas normal
16. Pemeriksaan neurologik:
Fungsi luhur : Dalam bataas normal
Fungsi vegetatif : Dalam batas normal
10
Fungsi sensorik : Dalam batas normal
Fungsi motorik : Dalam batas normal
K: 5 5 T: N N RF: 2 2 RP: - -
5 5 N N 2 2 - -
17. Pemeriksaan psikiatrik
Penampilan : Sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : Kualitatif tidak berubah, Kuantitatif compomentis
Afek : Appopriate
Psikomotor : Normoaktif
Proses pikir : Bentuk : Realistik
Isi : Waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : Koheren
Insight : Baik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap : Tidak dilakukan
Pemeriksaan : Tidak dilakukan
F. RESUME
Pasien datang ke Puskesmas Urangagung dengan keluhan sesak napas
sejak tadi malam. Sesak napas berbunyi ngik-ngik, disertai dada yang terasa
berat. Pasien mengatakan bahwa sesaknya memang sering hilang timbul, dan
saat ini sesaknya timbul karena ia sedang memiliki banyak pikiran dan saat
kecapekan. Kadang – kadang sesak dapat berkurang dan menghilang dengan
sendirinya, dengan cara beristirahat (duduk atau berbaring sejenak) atau
berjalan – jalan keluar dan menghirup udara segar, apabila serangannya
ringan. Pasien mengatakan bahwa ia terbiasa mengonsumsi Theosal di rumah
saat sesak, dan itu cukup membantu dalam melegakan napasnya. Saat
pemeriksaan pasien masih sesak tapi tidak separah tadi malam.
Pasien mengaku bahwa ia sering bersin – bersin terutama setelah bangun
pagi, dengan frekuensi > 5x setiap pagi. Pasien juga mengatakan bahwa
11
terkadang apabila ia terkena debu, ia juga sering bersin – bersin, bahkan
terkadang sampai sesak seperti ini.
Pasien sudah sering mengalami keluhan seperti ini sejak ± 15 tahun yang
lalu. Serangan terakhir sekitar 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku, sesak
napasnya biasaanya berlangsung selama 15 – 30 menit atau lebih apabila
tidak langsung ditangani. Setiap serangan umumnya pasien selalu berobat ke
puskesmas atau ke dokter terdekat. Umumnya setelah diuap dipuskesmas atau
obat theosal dirumah, pasien merasa lebih baik. Cucu pasien umur 10 tahun
yang tinggal serumah, saat ini diyakini memiliki keluhan yang sama seperti
yang dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, composmentis,
status gizi kesan normal. Tanda vital T: 150/80 mmHg, N: 96x/menit, RR:
30x/menit, BB: 60 kg, TB: 155 cm, status gizi baik.
Pada status lokalis, terlihat napas cuping hidung (+/+), kemudian pada
pemeriksaan dada didapatkan penggunaan otot bantu napas, dan pada
auskultasi ditemukan suara dasar vesikuler pada seluruh lapang paru, disertai
suara napas tambahan berupa wheezing pada seluruh lapang paru.
H. PENATALAKSANAAN
Planning Pemeriksaan Penunjang
Saran Pemeriksaan Penunjang berikutnya :
a. Foto Thoraks Posisi PA
12
b. Pemeriksaan Faal Paru
c. Pemeriksaan Alergi (Titer IgE, Prick Test, Patch Test)
Planning Terapi
Non Medikamentosa
1. Edukasi agar pasien menghindari faktor pencetus, dengan cara :
a. Mencoba meringankan beban pikiran dengan cara berbagi cerita dengan
orang – orang terdekat
b. Mengurangi kegiatan bersih – bersih rumah, atau apabila tidak bisa
dihindari dianjurkan agar pasien tidak menyapu, tetapi menggunakan
kain basah untuk menghindari debu yang beterbangan
c. Menggunakan masker apabila berpergian.
d. Menghindari pajanan dengan udara dingin, atau menggunakan pakaian
yang lebih tebal.
e. Menghindari kelelahan, penderita dianjurkan untuk beristirahat
secukupnya, dan tidak melakukan kegiatan fisik yang berlebihan
f. Mencegah / mengobati apabila timbul gejala infeksi saluran pernapasan
sedini mungkin
g. Melakukan olahraga secara teratur untuk menjaga daya tahan tubuh.
h. Vaksinasi influenza (apabila perlu)
Medikamentosa
1. Salbutamol 4 mg, 3x1
2. Cetirizine 1x10mg
I. FOLLOW UP
Tanggal 06 Juni 2015
S : Penderita merasa sudah lebih baik, sudah tidak sesak, dan tidak ada
keluhan, nafsu makan baik, BAK dan BAB dalam batas normal.
O : KU Cukup, Kesadaran CM, Status Gizi Baik
Tanda vital :T : 130/90 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20x/menit
13
S : 36,8 0C
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : Asma Bronkiale Intermitten
P : Non Medikamentosa
1. Edukasi agar pasien menghindari faktor pencetus, dengan cara :
a. Mencoba meringankan beban pikiran dengan cara berbagi cerita
dengan orang – orang terdekat
b. Mengurangi kegiatan bersih – bersih rumah, atau apabila tidak bisa
dihindari dianjurkan agar pasien tidak menyapu, tetapi
menggunakan kain basah untuk menghindari debu yang
beterbangan
c. Menggunakan masker apabila berkendara dengan sepeda motor
atau apabila jalan raya sedang sibuk
d. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
e. Menghindari pajanan dengan udara dingin, atau menggunakan
pakaian yang lebih tebal.
f. Menghindari kelelahan, penderita dianjurkan untuk beristirahat
secukupnya, dan tidak melakukan kegiatan fisik yang berlebihan
g. Mencegah / mengobati apabila timbul gejala infeksi saluran
pernapasan sedini mungkin
h. Melakukan olahraga secara teratur (dianjurkan agar berolahraga
renang)
i. Vaksinasi influenza (apabila perlu)
2. Selain itu juga dilakukan patient centered management : dukungan
psikologis, penentraman hati, penjelasan, serta penjelasan dan
konseling pada keluarga.
Medikamentosa
Melanjutkan konsumsi obat – obatan yang telah diberikan (Salbutamol dan
Dexamethasone).
14
Tanggal 08 Juni 2015
S : Penderita merasa sudah lebih baik, sudah tidak sesak, dan tidak ada
keluhan, nafsu makan baik, BAK dan BAB dalam batas normal.
O : KU Cukup, Kesadaran CM, Status Gizi Baik
Tanda vital :T : 130/70 mmHg
N : 76 x/menit
R : 16x/menit
S : 36,5 0C
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : Asma Bronkiale
P : Non Medikamentosa
1. Edukasi agar pasien menghindari faktor pencetus, dengan cara :
a. Mencoba meringankan beban pikiran dengan cara berbagi cerita
dengan orang – orang terdekat
b. Mengurangi kegiatan bersih – bersih rumah, atau apabila tidak bisa
dihindari dianjurkan agar pasien tidak menyapu, tetapi
menggunakan kain basah untuk menghindari debu yang
beterbangan
c. Menggunakan masker apabila berkendara dengan sepeda motor
atau apabila jalan raya sedang sibuk
d. Menghindari pajanan dengan udara dingin, atau menggunakan
pakaian yang lebih tebal.
e. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
f. Menghindari kelelahan, penderita dianjurkan untuk beristirahat
secukupnya, dan tidak melakukan kegiatan fisik yang berlebihan
g. Mencegah / mengobati apabila timbul gejala infeksi saluran
pernapasan sedini mungkin
h. Melakukan olahraga secara teratur (dianjurkan agar berolahraga
renang)
15
i. Vaksinasi influenza (apabila perlu)
2. Selain itu juga dilakukan patient centered management : dukungan
psikologis, penentraman hati, penjelasan, serta penjelasan dan
konseling pada keluarga.
Medikamentosa
Melanjutkan konsumsi obat – obatan yang telah diberikan (Salbutamol dan
Dexamethasone).
Pemeriksaan Status
No Tanggal Anamnesa Keterangan
Fisik gizi
1 06/06/2015 Tidak ada Dalam batas Baik
keluhan normal
2 08/06/2015 Tidak ada Dalam batas Baik
keluhan normal
16
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI - FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari menantu penderita (Tn. R), Anak terakhir
penderita (Ny.N), cucu laki-laki penderita (Tn. F), cucu perempuan
(Tn.A) dan penderita (Ny.R).
Fungsi Psikologis.
Ny. R tinggal serumah dengan menantu penderita (Tn. R), Anak terakhir
penderita (Ny.N), cucu laki-laki penderita (Tn. F), cucu perempuan
(Tn.A). Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan
permasalahan - permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam
keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan
yang lain.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah
dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong dan
tenggang rasa baik secara fisik, mental, maupun jika ada salah seorang
diantaranya yang menderita kesusahan. Dalam penghasilan keluarga ini
terbilang berkecukupan, dan mereka tampak hidup bahagia, harmonis, dan
tetap mempercayakan segalanya kepada Tuhan.
2. Fungsi Sosial
Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan masyarakat di
sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain. Pasien cukup
sering berkumpul bersama tetangga di sekitar lingkungan rumah penderita.
3. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari usaha keluarga berupa toko yang menjual
sembako dan pakan ayam dan burung dengan total penghasilan sebesar
kurang lebih Rp 2.500.000 - 3.000.000 perbulannya.
Penghasilan tersebut selain digunakan untuk digunakan untuk memenuhi
biaya kebutuhan hidup sehari - hari keluarga ini. Selain memenuhi biaya
hidup sehari - hari seperti makan, minum, iuran membayar listrik, maupun
17
iuran yang lain keluarga pasien yang tinggal serumah juga masih dapat
menyisihkannya untuk menabung ataupun digunakan untuk biaya - biaya
mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain - lain). Untuk mencuci pakaian
dan sumber air minum menggunakan air sumur, namun air yang ditimba dari
sumur tersebut berwarna keruh kemerahan sehingga perlu dikuras paling lama
setiap 1 minggu sekali agar tidak terlalu kotor. Untuk memasak penderita
menggunakan gas elpiji. Makan sehari - hari berupa nasi, lauk berupa daging
(baik daging ayam, ikan, sapi, dan lain – lain), tahu, tempe, ikan, sayur –
mayur, dan telur, serta buah - buahan. Frekuensi makan cukup teratur, 2 - 3
kali sehari. Apabila ada keluarga yang sakit umumnya berobat puskesmas dan
apabila perlu dirujuk umumnya pasien masih mampu.
4. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang ramah, namun dalam menghadapi masalah,
penderita terkesan lebih senang memikirkannya sendiri, apabila
mengalami kesulitan atau masalah penderita hanya sering bercerita kepada
anaknya yang tinggal serumah dengan penderita, jarang bercerita dengan
anak kandung penderita yang lain.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini setiap menghadapi masalah keluarga, penderita selalu pertama kali
membicarakannya kepada anak kandungnya yang tinggal serumah sama penderita,
apa yang dihadapinya dan menjadi keluhannya. Baik keluhan tentang penyakitnya
maupun tentang masalah lainnya. Penyakitnya ini cukup mengganggu aktivitasnya
sehari - hari. Dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan yang sering memberi
penyuluhan kepadanya dan sangat memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur
minum obat, karena penderita dan keluarga yakin penyakitnya bisa sembuh total
atau setidaknya dalam kasus ini, mengurangi frekuensi kekambuhan bila ia
mematuhi aturan pengobatan dan menghindari faktor pencetus. Hal ini
menumbuhkan kepatuhan penderita dalam menjalani dan mengkonsumsi obat –
obatan serta kebiasaan untuk tidak menunda pengobatan saat diperlukan.
18
PARTNERSHIP
Ny. R mengerti bahwa ia merupakan bagian dari keluarga. Selain itu, anak kandung
pasien yang tinggal serumah maupun yang tidak dan menantu penderita serta cucu
penderita selalu meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh, komunikasi antar anggota
keluarga berjalan cukup baik.
GROWTH
Ny. R sadar bahwa ia harus bersabar dalam menghadapi penyakitnya yang
menyebabkan aktifitasnya menjadi terbatas. Serta ia menyadari bahwa ia mungkin
tidak dapat beraktifitas dengan leluasa seperti orang-orang disekitarnya karena
penyakitnya menyebabkan beberapa keterbatasan dalam beraktifitas.
AFFECTION
Ny. R merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan anak kandung,
menantu dan cucunya cukup meskipun akhir - akhir ini penyakitnya sering kambuh.
Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. Ia menyayangi keluarganya, begitu
pula sebaliknya.
RESOLVE
Ny. R merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang dihabiskan dengan
kedua mertuanya, suami, serta adik ipar penderita.
Kadang
Sering Jarang/tida
APGAR Ny.R Terhadap Keluarga -
/selalu k
kadang
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
19
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
R
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin =10 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Ny.R merupakan seorang ibu yang mempunyai rasa kasih sayang terhadap
anak-anaknya dan cucu-cucunya sehingga timbul suatu keharmonisan dalam
keluarga demikian sebaliknya. Meskipun penderita sudah usia lanjut,
penderita tetap masih bisa membantu mengurus rumah dan memasak.
Sering Kadang
APGAR Tn. R Terhadap Keluarga Jarang/tidak
/selalu -kadang
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
20
/selalu -kadang
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah dengan
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
G
untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
R
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Sering Kadang
APGAR Tn. F Terhadap Keluarga Jarang/tidak
/selalu -kadang
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah dengan
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
G
untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
21
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Sering Kadang
APGAR An. A Terhadap Keluarga Jarang/tidak
/selalu -kadang
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah dengan
saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
G
untuk melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan
R
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny. R adalah 50,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Ny. R adalah 10. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. R dan
keluarga dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga
tersebut terjalin baik.
C. SCREEM
22
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota _
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya _
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
Religius Pemahaman agama cukup. Namun _
Agama menawarkan penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat
pengalaman spiritual yang baik dilihat dari penderita dan orang tua hanya
untuk ketenangan individu yang menjalankan sholat sesekali saja. Penderita
tidak didapatkan dari yang lain cukup sering mengikuti kegiatan pengajian
namun ini tidak termasuk kegiatan rutin.
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong di atas rata - -
rata, untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, kebutuhan sekunder secara umum
sudah cukup banyak terpenuhi, namun masih
diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan
kebutuhan lain.
Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang -
memadai. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan orang tua masih rendah. Namun
kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas yang dapat menunjang
pengetahuan seperti koran cukup baik.
Medical Pasien tergolong mampu dalam membiayai _
Pelayanan kesehatan puskesmas pelayanan kesehatan, maupun mencari
memberikan perhatian khusus pelayanam kesehatan yang lebih baik apabila
terhadap kasus penderita diperlukan. Dalam mencari pelayanan
23
kesehatan keluarga ini biasanya
menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah
dijangkau karena letaknya cukup dekat.
Ny. R
70thn
pasien
24
Sumber : Data Primer, 04 Juni 2015
Keterangan :
Tn. R : Menantu penderita
Ny. N : Anak penderita
Tn. F : Cucu laki-laki penderita
An. A : Cucu perempuan penderita
Ny. R : Penderita
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Tn. R Ny. N
44 tahun 36 tahun
An. A
Tn. F 10 tahun
16 tahun Ny. R
70 tahun
25
Keterangan : : hubungan baik
: hubungan tidak baik
Hubungan antara Ny.R, Tn.R, Ny. N, Tn. F dan An. A baik dan dekat. Dalam
keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota
keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak kandung
terakhir dan menantu?
Jawab : Anak kandung terakhir dan menantu merawat penderita dan lebih
memperhatikan serta mengontrol pola makan juga keteraturan penderita
untuk minum obat.
2. Ketika anak kandung terakhir dan menantu bertindak seperti itu apa yang
dilakukan penderita?
Jawab : Penderita menerima apa yang dilakukan oleh keluarga karena hal
tersebut demi kesembuhannya dirinya sendiri.
3. Ketika penderita seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang
lain?
Jawab : Ikut mendukung dan membantu apa yang diputuskan.
26
8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab : Tidak ada
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
27
Asma Bronkiale itu sendiri dan pentingnya menghindari faktor – faktor yang
berhubungan dan dapat memicu kambuhnya penyakit penderita.
Menurut keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan terbebas
dari sakit, yaitu suatu kesakitan yang menghalangi mereka dalam
menjalankan aktifitas sehari - hari. Keluarga ini menyadari pentingnya
kesehatan sehingga keluarga penderita maupun penderita sendiri
membiasakan diri untuk hidup sehat. Keluarga ini sudah cukup mengetahui
mengenai penyakit ini, penyebabnya, dan cara mengatasinya. Namun di lain
pihak, belum ada usaha nyata dari setiap anggota keluarga untuk
meningkatkan kesehatan penderita, yang dalam hal ini berarti menurunkan
frekuensi kekambuhan.
Dalam hal pengobatan, mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi
menyangkut masalah penyakit, sehingga mereka lebih mempercayakan
pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau dokter di
puskesmas yang terletak cukup dekat dengan rumah dan mudah dijangkau.
Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun keluarga ini
berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan
menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.
Meski begitu, saat kunjungan tidak jarang masih ditemui debu ataupun
kotoran di sudut rumah yang jarang ditempati. Keluarga ini telah memiliki
fasilitas jamban keluarga yang cukup sering dibersihkan. Kegiatan mencuci
dan mandi keluarga ini menggunakan air dari sumur yang ada di rumah.
28
melainkan hanya dibiarkan keluar dari rumah ke belakang rumah dan
dibiarkan meresap, serta belum adanya got pembuangan limbah keluarga.
Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di dekat
rumah kemudian dibakar.
Sanitasi serta hieginitas air dari sumber air di sumur yang terletak di dapur
juga belum terjamin karena menurut keterangan penderita air yang digunakan
untuk mencuci, maupun mandi berwarna keruh kemerahan dan sering kotor
apabila dibersihkan lebih dari satu minggu.
Selain itu, lokasi rumah yang berada tepat di pinggir jalan yang menyebabkan
cukup banyak volume kendaraan yang berlalu lalang di depan rumah,
sehingga cukup mempengaruhi terdepositnya debu maupun polusi udara
lainnya yang dapat berperan sebagai faktor pencetus timbulnya serangan
asma.
Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah
puskesmas atau rumah sakit apabila diperlukan.
29
rapi serta berantakan. Dinding rumah terbuat dari batubata dan sudah dicat.
Perabotan rumah tangga cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya
keluarga ini menggunakan air sumur, namun air dari sumur diakui berwarna
keruh kemerahan. Untuk air minum, keluarga menggunakan air kemasan.
Secara keseluruhan kebersihan rumah sudah cukup baik, namun masih
terlihat debu di sudut – sudut rumah yang jarang ditempati, seperti di ruang
tamu. Sehari - hari keluarga memasak menggunakan gas elpiji.
Denah Rumah :
5 meter
TEMPAT
TEMPAT
SHOLAT
CUCI
PIRING GUDANG
K. MANDI
DAPUR
R. KELUARGA 12 Meter
30
K.TIDUR
B T
K.TIDUR
RUANG
TAMU
TERAS
Keterangan :
: Jendela
: Pintu
: Tembok Bata
31
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Asma Bronkiale Eksaserbasi Akut
2. Faktor resiko :
a. Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat
1.Tingkat
pengetahuan 2. Lingkungan dan
mengenai penyakit rumah yang tidak
masih rendah sehat
Ny. R,
70 th
32
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
33
semangat hidupnya sehingga bisa mendukung penyembuhan dan
meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Penjelasan, Konseling Dasar dan Pendidikan Pasien
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang Asma
Bronkiale. Pasien Asma dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,
pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah
dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling
setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit Asma Bronkiale merupakan penyakit yang akan terus kambuh
b. Penyakit Asma Bronkiale tidak dapat disembuhkan.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan
oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah
penderita termasuk akibat penyakitnya (Asma Bronkiale) terhadap hubungan
dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga
diberi penjelasan tentang pentingnya menghindari faktor pencetus dan faktor
resiko, serta menjaga diet TKTP yang benar dalam rangka mencapai berat
badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa
ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga
ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan
dalam jadwal kontrol, kepatuhan dalam menghindari faktor pencetus, diet yang
dianjurkan dan pengobatan yang diperlukan serta hal – hal lain yang perlu
dilakukan.
5. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
34
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan
berupa perubahan tingkah laku (memakai masker saat berkendara dengan
sepeda motor, ataupun saat membersihkan rumah, maupun saat menjaga
toko apabila banyak kendaraan yang berlalu lalang), lingkungan (tempat
tinggal yang tidak boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup,
dan kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih dengan
disapu 2x/hari, menghindari kontak dengan alergen), meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang teratur.
Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit Asma Bronkiale
di masyarakat dapat diluruskan.
35
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asma Bronkiale merupakan suatu keradangan kronis saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemen sel, yang menyebabkan hambatan aliran
udara dan peningkatan airway hyperrensponsiveness, yang menimbulkan
episode berulang dari sesak napas, mengi (wheezing), dada terasa berat, dan
batuk terutama pada malam hari atau pada pagi dini hari.
Gejala yang episodik tersebut umumnya berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
B. Epidemiologi
Asma termasuk sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia.
Hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986
menyatakan bahwa asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan
(morbiditas) bersama - sama dengan Bronkitis Kronis dan Emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema dinyatakan sebagai
penyebab kematian (mortalitas) terbesar ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %.
Sedangkan pada tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/
1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.
Pada tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan
penelitian pada 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner
modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory
symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales,
dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow
meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun
(rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan
rincian laki - laki sebesar 9,2% dan perempuan sebesar 6,6%. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003)
36
C. Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan
sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai
penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
1. INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang
terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi
asma tipe lambat.
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
2. INFLAMASI KRONIS
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-
sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta
GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan
hidup eosinofil.
37
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma,
eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell
proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.
Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma
adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan
mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-
alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5
dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang
ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein
ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP),
eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN)
yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain
prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara
lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
Makrofag
Merupakan sel yang paling banyak ditemukan pada organ pernapasan, baik
pada orang normal maupun penderita asma. Umumnya sel ini ditemukan
pada alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat
menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah
sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan
38
pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi
growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF-.
AIRWAY REMODELING
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing
process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel - sel
mati / rusak dengan sel - sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut
melibatkan regenerasi / perbaikan jaringan yang rusak dengan sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan
peyambung yang menghasilkan jaringan parut (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan belum banyak
diketahui, yang dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut
terdiri dari proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,
dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan
diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang
dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel - sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,
juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular
basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003).
Perubahan struktur yang terjadi, antara lain :
a. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
b. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
c. Penebalan membran reticular basal
d. Pembuluh darah meningkat
e. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
39
f. Perubahan struktur parenkim
g. Peningkatan fibrogenic growth factor menyebabkan fibrosis
40
Gambar 6.2 Mekanisme Inflamasi Akut dan Kronis pada Asma
Gambar 6.3 Perubahan struktur yang terjadi saat Airway Remodelling dan
gejala klinisnya
D. Faktor Risiko
41
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host
factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,
alergik (atopi) , hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi
dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor
lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi
udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya
keluarga (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui
kemungkinan berupa :
Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma,
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.
Gambar 6.4 Interaksi antara Faktor Host dan Faktor Lingkungan pada
Asma
42
Tabel 6. 1 Faktor Risiko pada Asma
NO. FAKTOR RISIKO PADA ASMA
Faktor Pejamu
1 Predisposisi Genetik
2 Atopi
3 Hiperresponsif Jalan Napas
4 Jenis Kelamin
5 Ras / Etnik
Faktor Lingkungan
(Yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan
predisposisi asma)
Alergen di dalam ruangan
Mite domestik
1
Alergen Binatang
Jamur (Fungi, Molds, Yeast)
Alergen di luar ruangan
2 Tepung sari bunga
Jamur (Fungi, Molds, Yeast)
3 Bahan kimia di lingkungan kerja
Asap Rokok
4 Perokok Pasif
Perokok Aktif
Polusi Udara
5 Polusi udara di dalam ruangan
Polusi udara di luar ruangan
6 Infeksi pernapasan
7 Infeksi Parasit
8 Status Sosioekonomi
9 Besar Keluarga
10 Diet dan Obat – Obatan
11 Obesitas
Faktor Lingkungan
(Yang mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala asma
menetap)
1 Alergen di dalam dan di luar ruangan
2 Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3 Infeksi pernapasan
4 Exercise dan hiperventilasi
5 Perubahan cuaca
43
6 Sulfur dioksida
Makanan tambahan (pengawet, penyedap rasa, pewarna makanan)
7
serta obat – obatan
8 Emosi yang berlebihan
9 Asap rokok
Iritan (antara lain, parfum, bau – bauan yang merangsang,
10
household spray)
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bersifat episodik, dengan napas berbunyi ngik – ngik
(wheezing), kesulitan bernapas, dada sesak, dan batuk. Gejala dapat terjadi
spontan atau dipresipitasi atau eksaserbasi dengan berbagai trigger yang
berbeda. Gejala sering memberat saat malam, akibat variasi circardian tonus
bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai titik nadir antara pukul 3 dan
4 pagi, meningkatkan gejala bronkokonstriksi (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
F. Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis,
ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostic (FK
Unair, 2005).
44
b. Riwayat alergi / atopi
c. Penyakit lain yang memberatkan
d. Perkembangan penyakit dan pengobatan
2. Pemeriksaan Jasmani
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani
dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering
ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita,
auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif
(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan
serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi
dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya
saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan
tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan
ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah,
sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
3. Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam
menilai dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif
yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan
penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal
paru digunakan untuk menilai: (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003)
a. Obstruksi jalan napas
b. Reversibiliti kelainan faal paru
45
c. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif
jalan napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada
kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas
dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi
jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80%
nilai prediksi.
46
sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau
kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa
membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003).
Manfaat APE dalam diagnosis asma :
a. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari,
atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
b. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan
menilai derajat berat penyakit (lihat klasifikasi)
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru
lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat
obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan
dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali
tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.
47
1/2 (APE malam + APE pagi)
48
maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang
relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan.
Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat
dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada
lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.
G. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang,
semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma
diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai
(tabel 6.2) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan; dan pengobatan
yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan
mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat
asma pada penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan
pengobatan itu sendiri. Tabel 6.3 menunjukkan bagaimana melakukan
penilaian berat asma pada penderita yang sudah dalam pengobatan. Bila
pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada,
maka derajat berat asma naik satu tingkat. Contoh seorang penderita dalam
pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten
sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma persisten
berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi berbeda
dengan asma persisten berat dan asma intemiten (lihat tabel 6.3). Penderita
yang gambaran klinis menunjukkan asma persisten berat maka jenis
pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat
asma, dengan kata lain penderita tersebut tetap asma persisten berat.
Demikian pula penderita dengan gambaran klinis asma intermiten yang
mendapat pengobatan sesuai dengan asma intermiten, maka derajat asma
adalah intermiten (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
49
Tabel 6.2 Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
(sebelum pengobatan)
50
Tabel 6.3 Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam
pengobatan
51
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma (FK Unair, 2005):
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
g. Mencegah kematian karena asma
52
e. Nilai APE normal atau mendekati normal
f. Efek samping obat minimal (tidak ada)
g. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Terapi Farmakologis
1. Anti Inflamasi
Glucocorticosteroid : Inhalasi (MDI, Nebulisasi), Oral, Parenteral
Inhalasi :
a. Beclomethasone dipropionate : 2 x 2 – 3 puff (40 ug) atau
2 x 1 – 2 puff (80 ug)
b. Budesonide : 1 puff (200 ug), nebulisasi
sehari 2 kali
c. Fluticasone : 2 puff (250 mg), nebulisasi
sehari 2 kali
d. Flunisolide : 2 – 4 puff (250 ug) sehari 2
kali
e. Oral
f. Methylprednisolon : 40 – 60 mg / hari
g. Prednisolon : 40 – 60 mg / hari
h. Prednison : 40 – 60 mg / hari
i. Injeksi
53
j. Methylprednisolon : 1 – 2 mg/kgBB/6 jam
2. Bronkodilator
a. Agonis Beta 2 : Inhalasi (MDI, DPI, Nebulisasi), Oral, Parenteral
1) Salbutamol MDI, dry powder, nebulisasi, tablet (2 – 4 mg/6 – 8)
2) Terbutaline tablet (2,5 - 5 mg sehari 3 kali), injeksi (0,25 mg s.c
sehari 4 kali), drip infus
3) Fenoterol MDI
4) Formoterol DPI (+ budesonide DPI)
5) Salmeterol MDI (+ fluticasone MDI)
b. Methylxanthine : Oral, Parenteral
1) Aminophylline tablet, injeksi (bolus 5 mg/kgBB, drip infus
0,9mg/kgBB/jam)
2) Theophylline tablet, tablet lepas lambat
c. Antikolinergik : Inhalasi (MDI, Nebulisasi)
Ipratropium bromide MDI, nebulisasi
3. Lain – Lain :
a. Leukotrien Modifier : Montelukast, Zafirlukast 20 mg sehari 2
kali, Zileuton
b. Antihistamin Generasi 2
c. Imunoterapi Alergen Spesifik
54
I. Prognosis
Prognosis pada Asma Bronkiale pada umumnya baik, bila diagnosis,
penanganan dan pencegahan dibuat sedini mungkin disertai pengobatan
adekuat (FK UI, 1999).
BAB VII
PENUTUP
55
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis
a. Ny.R (70 tahun) menderita Asma Bronkiale
b. Status gizi baik
c. Rumah dan lingkungan sekitar Ny.R masih kurang optimal dan
masih memiliki banyak faktor yang dapat memicu eksaserbasi.
2. Segi Psikologis
a. Hubungan antara anggota keluarga tetangga dan harmonis.
b. Pengetahuan mengenai asma bronkiale masih kurang.
c. Kesadaran serta sikap yang terkesan cuek terhadap faktor risiko
yang dapat menyebabkan kekambuhan masih perlu diperbaiki
3. Segi sosial
Masih terdapat ketidakmampuan dalam mendapatkan informasi
tentang kesehatan keluarga, juga untuk memiliki fasilitas sanitasi
rumah dan lingkungan yang sesuai dengan standar kesehatan
4. Segi fisik
a. Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny.R tidak sehat.
B. SARAN
1. Untuk masalah medis (Asma Bronkiale) dilakukan beberapa langkah :
a. Preventif :
Penderita sebaiknya lebih memperhatikan mengenai faktor – faktor
risiko yang dapat memicu serangan asma. Penderita sebaiknya lebih
rajin membersihkan rumah dan lingkungan sekitar, namun tidak
dengan menyapu, melainkan mengelap dengan kain basah. Menjaga
hieginitas dan sanitasi. Membuka jendela dan pintu agar ventilasi di
rumah dapat menjadi lancar. Sedapat mungkin, penderita juga
dianjurkan untuk memakai masker saat membersihkan rumah, ataupun
berkendara dari satu tempat ke tempat lainnya.
Begitu pula bagi para anggota keluarga yang lain, sebaiknya juga turut
memperhatikan mengenai faktor – faktor risiko ini, salah satunya
adalah suami penderita sebaiknya dianjurkan untuk mengurangi
kebiasaan merokok, atau setidaknya menghindari merokok di dalam
maupun di lingkungan sekitar rumah.
b. Promotif :
56
Edukasi penderita dan keluarga mengenai Asma Bronkiale dan
pengobatan, serta cara menghindari faktor risiko oleh petugas
kesehatan atau dokter yang menangani.
c. Kuratif :
Saat eksaserbasi, penderita diberikan Nebulisasi dengan Combiven
yang diencerkan dengan PZ, kemudian penderita juga diberikan
Salbutamol 3 x 1 tablet, Dexamethasone 3 x 1 tablet, untuk
dikonsumsi di rumah
d. Rehabilitatif :
Meyakinkan Ny.R bahwa penyakit ini dapat dicegah dan dikurangi
kekambuhannya, sehingga Ny.R nantinya dapat tetap memiliki
semangat untuk menjalani aktifitas sehari – hari seperti anggota
keluarga yang lain.
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
a. Promotif :
Edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka jendela dan
pintu setiap pagi, membersihkan dan menjaga kebersihan rumah serta
lingkungan sekitar.
3. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah :
a. Rehabilitatif :
Edukasi penderita dan anggota keluarga untuk dapat mencoba
memperluas lahan usaha atau meningkatkan pendapatan. Karena
dengan peningkatan pendapatan memungkinkan untuk dapat membeli
makanan yang lebih baik, kondisi pemukiman yang lebih sehat, dan
pemeliharaan kesehatan yang lebih baik.
4. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit Asma Bronkiale, dilakukan
langkah-langkah :
a. Promotif :
Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota keluarga
mengenai penyakit Asma Bronkiale bahwa penyakit ini dapat
dikendalikan dan dikurangi frekuensi kekambuhannya.
57
DAFTAR PUSTAKA
FK Unair. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Paru RSUD dr.
Soetomo Edisi III. Surabaya
58
Lokakarya Tahunan Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, Jakarta
1999.
National Institute of Health. 1995. National Heart, Lung and Blood Institute.
Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. NIH Publication.
59
LAMPIRAN FOTO
60
Gambar 1. Rumah tampak Depan
61
Gambar 3. Pasien Asma Bronkial
62
Gambar 7. Kamar tidur Cucu Pasien
63
Gambar 7. Kamar tidur Anak Kandung Pasien
Gambar 8. Gudang
64
Gambar 9. Kamar tidur cucu pasien
65
Gamabar 11. Kamar Mandi
66
Gambar 13. Ruang Sholat
67
68
69
70