You are on page 1of 9

Penyakit katup jantung

Penyakit katup jantung merupakan penyakit yang melibatkan satu atau lebih dari empat
katup jantung (katup aorta dan bikuspid di sisi kiri jantung dan katup pulmonal dan trikuspid di
sisi kanan jantung). Kondisi ini terjadi sebagian besar karena proses penuaan/degeneratif, mungkin
juga merupakan hasil kelainan bawaan (kongenital) atau penyakit tertentu atau proses fisiologis
termasuk penyakit jantung rematik dan kehamilan (Nkomo et al., 2006).

Penyakit katup jantung merupakan penyakit yang umum terjadi pada populasi di AS, dan
merupakan penyakit yang meningkat seiring bertambahnya usia (terutama lebih dari 75 tahun).
Penyakit katup mitral (MVD) dan penyakit katup aorta (AVD) paling sering dijumpai, dan pada
penyakit ini dapat muncul gejala atau asimptomatik. Mitral regurgitation (MR) dan aortic stenosis
(AS) merupakan penyebab penyakit katup jantung paling banyak (Moore et al., 2016).

Secara anatomis, katup merupakan bagian dari jaringan ikat padat pada jantung yang
dikenal sebagai kerangka jantung dan bertanggung jawab dalam pengaturan aliran darah melalui
jantung dan pembuluh darah besar. Kegagalan atau disfungsi katup dapat menyebabkan
berkurangnya fungsi jantung, tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit katup. Terapi
katup yang rusak dapat menggunakan obat saja, tetapi sering melalui pembedahan untuk perbaikan
katup (valvuloplasti) atau penggantian katup (penyisipan katup jantung buatan) (Nkomo et al.,
2006).

Jenis katup Penyakit stenotik Penyakit insufisiensi/regurgitasi

Katup Aorta Stenosis aorta Insufisiensi/regurgitasi aorta

Katup Mitralis Stenosis Mitral Insufisiensi/regurgitasi mitral

Katup Trikuspidalis Stenosis Trikuspid Insufisiensi/regurgitasi trikuspid

Katup Pulmonaris Stenosis Pulmonar Insufisiensi/regurgitasi pulmonar

Pada makalah ini penyakit katup jantung yang akan dibahas yaitu regurgitasi mitral dan regurgitasi
trikuspid

A. Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral dapat terjadi akibat gangguan dari katup itu sendiri atau dari
salah satu struktur di sekitarnya. Di negara berkembang, penyebab utama MR adalah
penyakit jantung rematik, sedangkan di Amerika Serikat dan negara maju lainnya terutama
disebabkan oleh proses degeneratif (penyakit myxomatous dan defisiensi fibroelastik).
Penyebab lainnya yaitu kalsifikasi anulus mitral dan kelainan kongenital seperti mitral
valve cleft; penyebab MR lain yang jarang yaitu fibrosis endomiokardial, penyakit
karsinoid dengan right-to-left shunting, toksisitas ergotamine, terapi radiasi, lupus
eritematosus sistemik, dan toksisitas diet-obat. Penyebab utama kedua MR di negara-
negara maju adalah MR “fungsional”, yang dihasilkan dari dilatasi anulus MV atau dari
infark miokard. Khususnya, infark yang melibatkan otot inferolateral dan posteroma
papilaris yang membatasi katup mitral bekerja dengan normal, yang mengarah ke MR
"fungsional" meskipun katup itu sendiri normal (Maganti et al., 2010).
Regurgitasi mitralis memungkikan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke
atrium kiri akibat penutup katup yang tidak sempurna selama sistolik ventrikel secara
bersamaan mendorong darah ke dalam aorta dan kembali ke dalam atrium kiri. Kerja
ventrikel kiri harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung. Ventrikel kiri
harus memompakan darah dalam jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah normal
ke dalam aorta, dan darah melalui katup mitralis. Misalnya, curah ventrikel normal
perdenyut (volume sekuncup) adalah 70 ml. Bila aliran balik adalah 30 ml perdenyut, maka
ventrikel tersebut harus mampu memompakan 100ml perdenyut agar volume sekuncup
dipertahankan tetap normal. Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang
mengalami infusiensi akan segera mengakibatkan dilatasi ventrikel. Menurut hukum
starling pada jantung, dilatasi dinding ventrikel akan meningkatkan kontraksi miokardium.
Akhirnya, dinding ventrikel mengalami hipertrofi hingga meningkatkan kekuatan
kontraksi selanjutnya (Sylvia & Price, 2005).
Regurgitasi menimbulkan beban volume tidak hanya bagi ventrikel kiri tetapi juga
bagi atrium kiri. Atrium kiri berdilatasi untuk memungkinkan peningkatan volume dan
meningkatkan kekuatan kontraksi atrium. Selanjutnya atrium mengalami hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi dan curah atrium lebih lanjut. Mula-mula peningkatan
kelenturan atrium kiri memungkinkan akomodasi peningkatan volume tanpa kenaikan
tekanan berarti. Sehingga untuk sementara atrium kiri dapat mengimbangi pengaruh
volume regurgitasi, melindungi pembuluh paru-paru, dan membatasi gejala paru-paru yang
timbul (Sylvia & Price, 2005).

1. Jenis
a. Regurgitasi Mitral Primer
pada regurgitasi mitral primer, satu atau beberapa komponen dari katup mitral secara
langsung mempengaruhi. Etiologi yang paling sering adalah degeneratif (prolaps, flail
leaflet). Endokarditis merupakan salah satu penyebab regurgitasi mitral primer.
b. Regurgitasi Mitral Sekunder
Pada regurgitasi mitral sekunder (sebelumnya juga disebut sebagai 'regurgitasi mitral
fungsional'), katup dan korda secara struktural normal, regurgitasi mitral berasal dari
ketidakseimbangan antara penutupan dan penarikan gaya pada katup secara sekunder
karena perubahan dalam geometri LV. Paling sering terlihat pada kardiomiopati
dilatasi atau iskemik. Dilatasi annular pada pasien dengan fibrilasi atrium kronis dan
pembesaran LA juga bisa menjadi penyebab (Baumgartner et al., 2017).
2. Fase insufisiensi katup mitral
Pada insufisiensi katup mitral, terjadi penurunan kontraktilitas yang biasanya bersifat
irreversible, dan disertai dengan terjadinya kongesti vena pulmonalis yang berat dan edema
pulmonal. Patofisiologi insufisiensi mitral dapat dibagi ke dalam fase akut, fase kronik
yang terkompensasi dan fase kronik dekompensasi.
Pada fase akut sering disebabkan adanya kelebihan volume di atrium dan ventrikel kiri.
Ventrikel kiri menjadi overload oleh karena setiap kontraksi tidak hanya memompa darah
menuju aorta (cardiac output atau stroke volume ke depan) tetapi juga terjadi regurgitasi
ke atrium kiri (regurgitasi volume). Kombinasi stroke volume ke depan dan regurgitasi
volume dikenal sebagai total stroke volume. Pada kasus akut, stroke volume ventrikel kiri
meningkat (ejeksi fraksi meningkat) tetapi cardiac output menurun. Volume regurgitasi
akan menimbulkan overload volume dan overload tekanan pada atrium kiri dan
peningkatan tekanan di atrium kiri akan menghambat aliran darah dari paru yang melalui
vena pulmonalis.
Pada fase kronik terkompensasi, insufisiensi mitral terjadi secara perlahan-lahan dari
beberapa bulan sampai beberapa tahun atau jika pada fase akut diobati dengan
medikamentosa maka pasien akan memasuki fase terkompensasi. Pada fase ini ventrikel
kiri menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan volume diastolik yang bertujuan untuk
meningkatkan stroke volume agar mendekati nilai normal. Pada atrium kiri, akan terjadi
kelebihan volume yang menyebabkan pelebaran atrium kiri dan tekanan pada atrium akan
berkurang. Hal ini akan memperbaiki drainase dari vena pulmonalis sehingga gejala dan
tanda kongesti pulmonal akan berkurang.
Pada fase kronik dekompensasi akan terjadi kontraksi miokardium ventrikel kiri yang
inadekuat untuk mengkompensasi kelebihan volume dan stroke volume ventrikel kiri akan
menurun. Penurunan stroke volume menyebabkan penurunan cardiac output dan
peningkatan end-systoli volume. Peningkatan end-systolic volume akan meningkatkan
tekanan pada ventrikel dan kongesti vena pulmonalis sehingga akan timbul gejala gagal
jantung kongestif. Pada fase lebih lanjut akan terjadi cairan ekstravaskular pulmonal
(pulmonary ekstrav askular fluid). Ketika regurgitasi meningkat secara tiba-tiba, akan
mengakibatkan peningkatan tekanan atrium kiri dan akan diarahkan balik ke sirkulasi
pulmonal, yang dapat mengakibatkan edema pulmonal.
Regurgitasi mitral juga akan menyebabkan terjadinya edema paru pada pasien dengan
mitral regurgitasi yang kronik, dimana daerah lubang regurgitasi akan dapat berubah secara
dinamis dan bertanggung jawab terhadap kondisi kapasitas, perubahan daun katup mitral
dan ukuran ventrikel kiri serta akan menurunkan kekuatan menutup dari katup mitral
(Tierney et al., 2008).
3. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Gejala yang umum terjadi pada regurgitasi mitral: (1) Sesak napas, terutama saat
mengeluarkan tenaga atau saat berbaring, (2) Fatigue, terutama pada saat aktivitas
meningkat (3) Batuk, terutama pada malam hari atau ketika berbaring, (4) Jantung
berdebar-debar, sensasi dari detak jantung, (5) Kaki atau pergelangan kaki bengkak
(Baumgartner et al., 2017).
S1 biasanya terdengar halus, dan split S2 terdengar jelas. Diastolic rumbling dan S3
mungkin ada dan tidak selalu menunjukkan disfungsi LV. Murmur sistolik MR bervariasi
sesuai dengan etiologi regurgitasi. Murmur biasanya terdengar paling jelas di apeks pada
posisi dekubitus lateral kiri. Dengan MR degeneratif berat, murmur bersifat holosistolik,
menyebar ke aksila. Murmur sistolik awal merupakan tanda tipikal dari MR akut. Murmur
sistolik akhir khas pada prolaps MV atau disfungsi otot papiler (Maganti et al., 2010).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi Thorax
Kardiomegali karena LV dan pembesaran atrium kiri sering terjadi pada pasien dengan
MR kronis. Pada pasien dengan hipertensi pulmonal, pembesaran ruang sisi kanan juga
merupakan temuan umum. Garis Kerley B dan edema interstisial dapat dilihat pada
pasien dengan MR akut atau gagal LV progresif.
b. Elektrokardiografi.
Pembesaran atrium kiri dan fibrilasi atrium adalah temuan ECG yang paling umum
pada pasien dengan MR. Pembesaran ventrikel kiri tercatat pada sekitar sepertiga
pasien, dan hipertrofi RV diamati pada 15% .
c. Echocardiography
Echocardiography adalah alat yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi
pasien dengan suspek MR. Ini memberikan informasi tentang mekanisme dan
keparahan MR, ukuran dan fungsi ventrikel kiri dan kanan, ukuran atrium kiri, tingkat
hipertensi pulmonal, dan adanya lesi katup terkait lainnya. Evaluasi Doppler
memberikan ukuran kuantitatif keparahan MR yang telah terbukti menjadi prediktor
penting dari hasil (Maganti et al., 2010).
5. Terapi
Pada regurgitasi mitral akut, nitrat dan diuretik digunakan untuk mengurangi filling
pressure. Sodium nitroprusside mengurangi fraksi afterload dan regurgitant. Agen
inotropik dan pompa balon intra aorta digunakan dalam hipotensi dan ketidakstabilan
hemodinamik.
Pada regurgitasi mitral kronis dengan fungsi ventrikel yang baik, tidak ada bukti yang
mendukung penggunaan profilaksis vasodilator, termasuk ACE inhibitor. Namun, ACE
inhibitor harus dipertimbangkan ketika gagal jantung telah berkembang pada pasien yang
tidak cocok untuk operasi atau ketika gejala berlanjut setelah operasi. Betablocker dan
spironolactone (atau eplerenone) juga harus dipertimbangkan. (Baumgartner et al., 2017).
B. Regurgitasi Trikuspid
Patologi regurgitasi trikuspid lebih sering terjadi secara sekunder, karena disfungsi RV
dan/atau volume yang berlebihan dengan kondisi struktur yang normal, atau hipertensi
pulmonal. Kemungkinan penyebab regurgitasi trikuspid primer adalah endokarditis
infektif (terutama pada pecandu narkoba intravena), penyakit jantung rematik, sindrom
karsinoid, penyakit myxomatous, fibrosis endomiokardial, anomali Ebstein dan katup
displastik kongenital, penyakit katup yang diinduksi obat, trauma toraks dan kerusakan
katup iatrogenik (Maganti et al., 2010).
Umumnya, regurgitasi katup trikuspidalis bersifat fungsional dan sekunder terhadap
dilatasi dari annullus trikuspid. TR yang bersifat fungsional dapatmenyebabkan
pembesaran ventrikel kanan. TR biasanya terdapat pada fase akhir gagal jantung akibat
demam rheumatik atau penyakit jantung kongenital yang disertai hipertensi pulmonal.
Demam rheumatik dapat menyebabkan TR primer/organik dan berhubungan dengan
stenosis trikuspid. Selain itu, keadaanyang menyebabkan TR yaitu infark otot papilaris
ventrikel kanan, prolaps katuptrikuspid, penyakit jantung karsinoid, fibrosis
endomyocardial, endocarditis infektif, dan trauma. Penyakit malformasi Ebstein yang
menunjukkan adanya defek pada kanal atrioventrikularis juga dapat menyebabkan TR
walaupun tidak sering (Sylvia & Price, 2005).
1. Gambaran klinis
Gejala klinis pada TR biasanya merupakan akibat dari kongesti vena sistemik dan
reduksi curah jantung. Terdapat pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternal kiri
dan terdapat murmur holosistolik sepanjang garis sternal kiri, yang menjadi lebih jelas
saat inspirasi dan berkurang selama ekspirasi.
2. Pemeriksaan Fisik dan penunjang
Berdasarkan pemeriksaan TR yang dilakukan, dapat ditemukan beberapa hasil yaitu:
Tekanan tinggi pada vena jugularis; Liver yang teraba pulsasinya karena regurgitasi
darah dari ventrikel kananmenyebabkan peningkatan tekanan di vena sistemik;
Murmur sistolik yang terdengar pada batas sternal kiri bawah, biasanyaterdengar pelan
tapi menjadi keras ketika inspirasi; EKG menunjukkan perubahan akibat pembesaran
ventrikel kanan, sepertiinfark myokard dinding inferior, yang dapat menyebabkan TR;
Ekokardiografi dapat menunjukkan adanya dilatasi ventrikel kanan dankatup trikuspid
yang mengalami prolaps, scarring, atau abnormalitas letakkatup. Ekokardiografi
Doppler dapat digunakan untuk menentukan derajat TR (Sylvia & Price, 2005).
Sumber :
1. Nkomo VT, Gardin JM, Skelton TN, Gottdiener JS, Scott CG, Enriquez-Sarano M.
Burden of valvular heart diseases: a population-based study. Lancet 2006; 368: 1005–11
2. Moore M, Chen J, Mallow PJ, Rizzo JA. The direct health-care burden of valvular heart
disease: evidence from US national survey data. ClinicoEconomics and Outcomes
Research: CEOR. 2016;8:613-627
3. Maganti K, Rigolin VH, Sarano ME, Bonow RO. Valvular Heart Disease: Diagnosis and
Management Mayo Clin Proc. 2010;85(5):483-500
4. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. 2005. Jakarta:EGC
5. Baumgartner H, Falk V, Bax JJ, et al. 2017 ESC/EACTS Guidelines for the Management
of Valvular Heart Disease: The Task Force for the Management of Valvular Heart Disease
of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Association for Cardio-
Thoracic Surgery (EACTS). Eur Heart J 2017; 38, 2739–2791
6. Tierney, et al. Mitral valve replacement in infants and children 5 years of age or younger:
Evolution in practice and outcome over three decades with a focus on supra-annular
prosthesis implantation. The Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery, 2008 : 136
(4) 954 - 961.e3

You might also like