You are on page 1of 32

REFERAT

TUGAS DOKTER DALAM MEMBUAT VISUM ET REPERTUM


KORBAN HIDUP

Disusun Oleh :
Kelompok FK UWKS B (RSUD NGANJUK)
Dokter Muda Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Periode (23 Januari – 19 Februari 2017)

Pembimbing :
dr. H. Hariadi Apuranto, Sp.F(K)

DEPARTEMEN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNAIR
RSUD DR.SOETOMO SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT BERJUDUL
TUGAS DOKTER DALAM MEMBUAT VISUM ET REPERTUM
KORBAN HIDUP
Telah disetujui dan disahkan oleh Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Universitas Airlangga Surabaya pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Ruang Kuliah Dokter Muda Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

Disusun oleh :

Kelompok FK UWKS B (RSUD NGANJUK)


Periode (23 Januari 2017 – 19 Februari 2017)

Adzomi Riski Wardana, S.Ked 16710304


Arieska Dara Permatasari, S.Ked 16710340
Deka Permadi T. Pamungkas, S.Ked 16710342
Heni Purwanti, S.Ked 16710372
Reny Fitriani, S.Ked 16710311
Phitria Khairunnisa, S.Ked 16710310

Surabaya, 30 Januari 2017

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

dr. Nily Sulistyorini, SpF dr. H. Hariadi Apuranto, Sp.F(K)


NIP. 19820415 200912 2 0202 NIP. 19520702 198002 1001

Koordinator Pendidikan S1
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

dr. Nily Sulistyorini, SpF


NIP. 19820415 200912 2 0202

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya sehingga referat yang
berjudul “Tugas Dokter dalam Membuat Visum et Repertum Korban Hidup“ ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menempuh
masa kepaniteraan klinik dokter muda di Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas
Airlangga – RSUD dr.Soetomo Surabaya. Melalui kesempatan ini penyusun ingin mengucakan
terima kasih atas bimbingan serta dukungan dan bantuan dalam pembuatan referat ini yang
disampaikan kepada :
1. dr. H. Edi Suyanto, Sp. F., SH, MH, Kes., selaku Ketua Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Airlangga/RSUD Dr.
Soetomo.
2. dr. H. Hoediyayanto, Sp. F., selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUD Dr. Soetomo.
3. Prof. Dr. Med. dr. H. M. Soekry Erfan Kusuma, Sp.F. (K) dan Prof. dr. H. Sudjari
Solichin, Sp. F (K), selaku Guru Besar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Airlangga
4. dr. Nily Sulistyorini, Sp. F, selaku Koordinator Pendidikan S1 Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Airlangga
5. dr. H. Hariadi Apuranto, Sp.F(K)., selaku pembimbing dalam penulisan referat ini
yang memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian referat ini.
6. Seluruh staf, PPDS I dan karyawan di bagian Instalasi Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RSUD Dr. Soetomo yang membantu hingga terselesaikannya referat
ini.
7. Rekan-rekan dokter muda yang telah membantu dalam memberikan masukan hingga
referat ini terselesaikan dengan baik.

Besar harapan kami agar makalah ini dapat memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan khususnya pada para praktisi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal serta
pembaca pada umumnya.
Surabaya, 30 Januari 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ................................................................................... ii
Kata Pengantar .......................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................ 2
1.2.1 Tujuan Umum........................................................ 2
1.2.2 Tujuan Khusus ....................................................... 2
1.3 Permasalahan…………………………………………..
1.4 Manfaat ........................................................................... 2
1.3.1 Manfaat Teoritis .................................................... 2
1.3.2 Manfaat Praktis...................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3


2.1 Definisi Dokter ............................................................... 3
2.2 Tugas Dokter .................................................................. 3
2.2.1 Tugas Dokter dalam bidang Forensik .................. 3
2.3 Visum et Repertum ......................................................... 6
2.3.1 Definisi Visum et Repertum .................................. 6
2.3.2 Prosedur Permintaan Visum et Repertum ............ 6
2.3.4 Bentuk dan Isi Visum et Repertum ....................... 7
2.3.5 Peranan dan Fungsi Visum et Repertum ............... 8
2.3.6 Manfaat Visum et Repertum ................................. 9
2.3.7 Jenis Visum et Repertum ....................................... 9
2.3.8 Dasar Hukum ......................................................... 14

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 17

BAB V PENUTUP................................................................................. 21
4.1 Kesimpulan ...................................................................... 21
4.2 Saran .............................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kini banyak sekali muncul kasus-kasus kejahatan yang diberitakan tidak hanya

melibatkan harta benda tetapi nyawa seseorang. Dalam perjalanan menelusuri kasus-kasus

tersebut pihak kepolisian melakukan penyelidikan yang kemudian berakhir di peradilan.

Dalam proses penyidikan dalam kasus yang melibatkan nyawa seseorang terkadang penyidik

meminta bantuan dari ahli misalnya dokter dalam bentuk keterangan yang disebut visum et

repertum.

Visum et repertum merupakan salah satu pelayanan di bidang kedokteran forensik

yang dapat membantu di bidang hukum. Visum et repertum adalah keterangan tertulis dari

seorang dokter (dalam kapasitasnya sebagai ahli) atas permintaan resmi dari penegak hukum

yang berwenang tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada objek yang diperiksanya

dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan. Visum et repertum yang

dimaksud merupakan salah satu alat bukti di peradilan yang jika dalam pembuatannya tidak

benar maka akan memperberat hukuman atau bahkan menyeret dokter itu sendiri dalam

masalah (Budiyanto ett all, 1997).

Visum et repertum dibuat berdasarkan permintaan oleh penyidik dan biasanya visum

dibuat oleh dokter spesialis forensik. Keterangan orang ahli sangat diperlukan dalam setiap

tahapan pemeriksaan baik dari tingkat penyidikan, penuntutan maupun tahap pemeriksaan

disidang pengadilan. Jaminan akurasi dari hasil pemeriksaan atas keterangan orang ahli atau

para ahli yang di dasari pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang keilmuannya akan

dapat menambah kata, fakta dan pendapatnya, yang dipakai oleh ahli dalam menimbang

1
berdasarkan pertimbangan hukumnya atas keterangan ahli. Oleh sebab itu maka seorang

dokter berkewajiban melaksanakan tugasnya sesuai dengan ya n g t e r t u l i s d a l a m

K U H A P p a s a l 1 3 3 a ya t 1 .

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami akan tugas dokter dalam membuat Visum et
Repertum korban hidup.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui tentang definisi dokter.
2. Untuk mengetahui tentang tugas dokter di bidang forensik.
3. Untuk mengetahui tentang Visum et Repertum korban hidup dan cara
pembuatannya
1.3 Permasalahan
Bagaimana cara dokter dalam bidang forensik membuat Visum et Repertum
korban hidup denga benar menurut medikolegal dan aspek hukumnya ?

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Memberikan pengembangan terhadap studi kedokteran tentang hukum di
Indonesia khususnya terkait mengenai tugas dokter dalam membuat Visum et
Repertum korban hidup.

1.3.2 Manfaat Praktis


a. Bagi Dokter
Menambah pengetahuan mengenai tugas dokter dalam membuat Visum et Repertum
korban hidup.
b. Bagi penyidik
Membantu menemukan fakta dalam proses penyidikan.
c. Bagi masyarakat

2
Menambah wawasan kepada masyarakat akan lebih jelasnya terhadap suatu kasus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dokter


Dokter adalah lulusan fakultas kedokteran. Dokter mempunyai wewenang untuk
melakukan tindakan kedokteran di semua bidang ilmu kedokteran hingga ke batas tertentu.
Dokter merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata untuk mengobati dan
merawat pasien.(Meivi Isnoviana Suhandi,2005). Sedangkan dokter spesialis adalah seorang
yang telah memenuhi seluruh tuntutan di suatu fakultas kedokteran kemudian ia melanjutkan
pendidikan spesialisasi tertentu dan telah memperoleh ijazah atau sertifikat untuk bidang
spesialisasinya.
Ilmu kedokteran kehakiman merupakan cabang ilmu kedokteran yang menerapkan
pengentahuan kedokteran untuk pihak pengadilan dalam memutus suatu perkara. Istilah ilmu
kedokteran kehakiman dan ilmu kedokteran forensik dalam pengertiannya sama. Akan tetapi
dekade akhir ini semua institusi kedokteran maupun para spesialis forensik menggunakan
istilah kedokeran forensik. Maka selanjutnya kedokeran kehakiman memakai istilah
kedokeran forensic.(Alfred C. Satyo,2004)

2.2 Tugas Dokter

2.2.1 Tugas Dokter dalam Bidang Forensik


Berdasarkan dasar hukumnya dokter memiliki kewajiban dalam membantu
proses peradilan yang diatur dalam KUHAP, yaitu :
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka,keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

4
Pasal 179 KUHAP menyebutkan:
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kebaikan.
2. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik - baiknya dan yang
sebenar - benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pasal 122 tentang kesehatan menyebutkan :
1. Untuk kepentingan penegakkan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik
sesuai dengan ketentuan peraturan per undang – undangan
2. Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh dokter
ahli forensik atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan
perujukan ketempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan
3. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan
bedah mayat forensik diwilayahnya
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensic di atur dengan
peraturan menteri
Dari penjabaran diatas jelas bahwa seorang dokter yang kapastiannya sebagai ahli
wajib memberikan keterangan jika sewaktu - waktu dimintai keterangan ahli oleh
penyidik.

Bila dokter yang dimintai keterangan oleh penyidik menyatakan menolak maka
akan melanggar pasal yakni:
Pasal 216 KUHP yang berbunyi :
1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,
atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk
mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan

5
ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Seperti yang telah di jelaskan diatas tentang tugas dokter dalam hal
pembuatan visum et repertum maka dalam tahap penyelidikan dan penuntutan suatu
laporan yang dibuat penyidik dan penuntut umum atas keterangan dokter dapat
berupa keterangan ahli yang berbentuk laporan oleh dokter ahli kedokteran
kehakiman sesuai pasal 1 butir 28 KUHAP yang dilakukan secara tertulis.

6
2.3 Visum et Repertum
2.3.1 Definisi Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan
dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang
bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang
diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik
untuk kepentingan peradilan. (Afandi, 2010).
Visum et Repertum merupakan pengganti barang bukti, oleh karena barang
bukti tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian
tubuh). KUHAP tidak mencantum kata Visum et Repertum. Namun Visum et
Repertum adalah alat bukti yang sah. Bantuan dokter pada penyidik: Pemeriksaan
Tempat Kejadian Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban
mati. Penggalian mayat, menentukan umur seorang korban/terdakwa,
pemeriksaan jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace
evidence). Yang berhak meminta Visum et Repertum adalah (Winda, 2014):
a. Penyidik
b. Hakim pidana
c. Hakim perdata
d. Hakim agama
Yang berhak membuat Visum et Repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :
a. Ahli kedokteran kehakiman
b. Dokter atau ahli lainnya.

2.3.2 Prosedur Permintaan Visum et Repertum


Tata cara permintaan Visum et Repertumsesuai peraturan perundang
undang adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan
pemeriksaan untuk tujuan yang diperlukan, diantar langsung oleh penyidik,
mayat dibuat label, tidak dibenarkan Visum et Repertum diminta tanggal yang
lalu. (Afandi, 2010).

7
Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan keterangan
ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang
dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap
jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat (Winda,
2014)

2.3.4 Bentuk dan Isi Visum et Repertum


Bentuk dan isi Visum et Repertum (Afandi, 2010):
a. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis,
pengganti materai.
b. Visum et Repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti
barang bukti.
c. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat Visum et
Repertum, identitas peminta Visum et Repertum, saat dan tempat
dilakukanya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai
dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan Visum et
Repertumdari pihak penyidik dan lebel atau segel.
d. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat
dan ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau
tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap
perlu, sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu.

8
e. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil
pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan
sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.
f. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya Visum et Repertumtersebut
dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya
dan sebenar-benarnya.
2.3.5 Peranan dan Fungsi Visum et Repertum
Peranan dan fungsi Visum et Repertumadalah salah satu alat bukti yang
sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et Repertumturut
berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan
jiwa manusia, dimana Visum et Repertummenguraikan segala sesuatu tentang
hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et Repertumjuga
memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik
tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian Visum et
Repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum
sehingga dengan membaca Visum et Repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan
norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa
manusia.( Winda, 2014).
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya
bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul
keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu
hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHP (Santoso, 2016).
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) Visum et Repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna
untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai
alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari
tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional

9
Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan Visum et
Repertum (Afandi, 2010).

2.3.6 Manfaat Visum et Repertum


Manfaat dari Visum et Repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu
perkara pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan
kasus kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas
(Santoso, 2016).
Visum et Repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau
terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau
seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang
meringankan atau menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli (Winda, 2014).
Visum et Repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana
petunjuk itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya (Afandi,
2010).

2.3.7 Jenis-jenis Visum et Repertum


Secara umum dikenal dua jenis visum et repertum yaitu visum untuk orang
hidup (kasus perlukaan,keracunan,perkosaan,psikiatri,dan lain lain) dan visum
jenazah.
Jenis dari visum et repertum (Budiyanto, 1997):
a. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)
Pemeriksaan pada korban hidup ditujukan untuk mengetahui
penyebab luka dan derajat parahnya luka tersebut. Suatu perlukaan dapat
membawa dampak dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan. Oleh
karena itu derajat perlukaan diperlukan oleh hakim diperadilan untuk
menentukan beratnya sanksi pidana yang dijatuhkan. Terhadap setiap
pasien dokter harus membuat catatan medik atas semua hasil pemeriksaan
mediknya. Pada korban yang diduga tindakan pidana pencatatan harus

10
lengkap dan jelas untuk kepentingan kelengkapan barang bukti di dalam
bagian Pemberitaan visum et repertum.
Dalam praktek sehari-hari memungkinkan bahwa korban perlukaan
akan datang lebih dahulu ke dokter baru kemudian melapor ke
penyidik.Keterlambatan permintaan visum et repertum bisa di terima
sepanjang keterlambatan itu cukup beralasan dan tidak menjadi hambatan
dalam pembuatan visum et repertum (Afandi, 2010).
Derajat luka berdasarkan ketentuan KUHP yaitu penganiayaan
ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan aktivitas. Umumnya yang dianggap
penganiayaan ringan adalah luka lecet atau memar kecil di lokasi yang
tidak berbahaya/ tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu (Budiyanto,
1997).
Sedangkan KUHP pasal 90 telah memberikan batasan tentang luka
berat yaitu (Budiyanto, 1997): Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak
memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya
maut.
1) Yang menyebabkan seseorang terus menerus tidak mampu untuk
menjalankan tugas atau pekerjaan.
2) Yang menyebabkan kehilangan salah satu panca indera
3) Yang menimbulkan cacat berat
4) Yang mengakibatkan terjadinya keadaan lumpuh
5) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu atau lebih
6) Terjadinya gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Namun demikian pada saat pemeriksaan pertama kali dokter sering
tidak dapat menentukan apakah sesuatu perlukaan yang diperiksa adalah
luka sedang atau berat. Hal ini diakibatkan masih belum berhentinya
perkembangan derajat perlukaan sebelum selesai pengobatan. Jadi dokter
membuat visum et repertum sementara yang tidak menyimpulkan derajat
luka melainkan hanya keterangan bahwa hingga saat visum et repertum
dibuat korban masih dalam perawatan di institusi kesehatan tersebut.

11
Di dalam pemberitaan visum et repertum biasanya disebutkan
keadaan umum korban sewaktu datang,luka atau cedera atau penyakit
yang ditemukan berikut uraian letak, jenis, dan sifat serta ukurannya,
pemeriksaan penunjang, tindakan medik yang dilakukan ,riwayat
perjalanan penyakit selama perawatan dan keadaan akhir saat perawatan
berakhir (Budiyanto, 1997).
Dalam bagian kesimpulan harus tercantum luka atau cedera atau
penyakit yang ditemukan kemudian jenis benda yang mengakibatkannya
serta derajat perlukaan.

b. Visum et repertum kejahatan susila


Biasanya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et
repertum-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan
yang diancam KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita
yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur
(Budiyanto, 1997).
Untuk kepentingan peradilan dokter berkewajiban untuk
membuktikan dan memeriksa (Budiyanto, 1997):
1) Tanda persetubuhan
2) Adanya kekerasan
3) Usia korban
4) Adanya penyakit hubungan seksual
5) Kehamilan
6) Kelainan psikiatrik
Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan
fisik terhadap kemungkinan deflorasi hymen,laserasi vulva atau vagina,
serta ada cairan mani dan sel sperma dalam vagina.
Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila
harus memuat usia korban,jenis luka,jenis kekerasan dan tanda
persetubuhan (Budiyanto, 1997).

12
c. Visum et repertum psikiatrik
Visum et repertum di bidang psikiatrik disebut Visum et repertum
Psychiatricum (Darmabrata, 2003). Visum et repertum psikiatrik perlu
dibuat oleh karena adanya pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi “
Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dipertanggungjawabkan
padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya (gebrekkige
ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (zielkelijke storing), tidak
dipidana”
Visum et repertum diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku
pidana bukan korban sebagaimana visum et repertum lainnya. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah seseorang mengalami suatu peristiwa atau berkaitan dengan
hukum. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan rekonstruksi ilmiah dimana untuk
mencari korelasi antara hasil pemeriksaan dengan peristiwa yang terjadi
(Budiyanto, 1997). Oleh karena itu visum et repertum psikiatrik menyangkut
masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang
dilakukannya,maka adalah lebih baik bila pembuat visum et repertum psikiatrik
ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah
sakit (Budiyanto, 1997).
Dari berbagai macam tersebut tetap dalam pembuatannya memiliki nama resmi
visum et repertum saja.
Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya diketik,diatas sebuah
kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan
pemeriksaan,sebaiknya dalam bahasa Indonesia,tanpa menggunakan singkatan,
dan sedapat mungkin tanpa istilah asing,bila terpaksa digunakan namun tetap ada
penjelasan bahasa Indonesia.Apabila diperlukan gambar atau foto untuk lebih
memperjelas maka gambar atau foto tersebut diberikan dalam bentuk lampiran
(Budiyanto, 1997).
Konsep visum yang dipakai selama ini merupakan karya pakar bidang kedokteran
kehakiman yaitu Prof.Muller, Prof. Mas Sutejo Mertodidjojo dan Prof.Sutomo
Tjokro sejak puluhan tahun lalu.11

13
Jenis Visum et Repertum pada orang hidup berdasarkan waktu terdiri dari (Winda,
2014):
1. Visum seketika
Visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak memerlukan tindakan
khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami luka - luka
ringan.
2. Visum sementara
Visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban memerlukan tindakan
khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang
dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan walaupun
visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan
Visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban oleh dokter
yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal
penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter
atau rumah sakit yang merawat korban.
Seperti yang telah kita ketahui permintaan Visum et Repertum orang hidup lebih
banyak dari pada permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak diperdebatkan
oleh karena pihak keluarga yang tidaka mengizinkan (Santoso, 2016).
Visum et Repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Afandi, 2010):
a. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa
karena:
1) Luka benda tumpul
2) Luka benda tajam
3) Luka tembakan senjata api
b. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya
1) Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar
2) Luka akibat listrik
c. Luka akibat zat kimia terdiri dari
1) Luka akibat asam kuat
2) Akibat basa kuat

14
Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis
kekerasan yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian
pada suatu kasus (Afandi, 2010).
2.3.8 Dasar hukum
Visum et repertum sendiri tidak tertuang secara tertulis di dalam KUHAP atau hukum
acara pidana sebelumnya (RIB= Reglemen Indonesia yang diperBaharui). Nama visum et repertum di
sebut di dalam Staatsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan pasal 2 yang berbunyi :
a. Visa reperta dari dokter-dokter yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada waktu
menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah
khusus sebagai dimaksud dalam pasal 2,mempunyai daya bukti dalam perkara pidana,sejauh itu
mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa.
b. Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di Negeri Belanda maupun di
Indonesia,sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, boleh mengikarkan sumpah (atau janji) sebagai
berikut “....”
c. Kesimpulan dari 2 pasal tersebut diatas bahwa visum et repertum hanya sah bila
dibuat oleh dokter yang sudah mengucapkan sumpah sewaktu menerima jabatan
dan visum et repertum hanya sebatas apa yang dilihat atau ditemukan oleh dokter
pada objek yang diperiksa (Budiyanto et all, 1997).
Kewajiban dokter dalam membantu proses peradilan diatur dalam KUHAP yaitu :
Pasal 133 KUHAP menyebutkan (Tim mahardika, 2010) :
a. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka,keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana,ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
b. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Pasal 179 KUHAP menyebutkan (Tim mahardika, 2010) :


a. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kebaikan.
b. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan

15
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Dari penjabaran diatas jelas bahwa seorang dokter yang kapasitasnya sebagai ahli
wajib memberikan keterangan jika sewaktu-waktu dimintai keterangan ahli oleh
penyidik. Visum et repertum dibuat berdasarkan permintaan dari pihak yang berwenang
yaitu penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 ayat (1) butir h dan
pasal 11 KUHAP (soeparmono, 2002). Yang termasuk penyidik menurut KUHAP pasal 6
ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi
wewenang khusus oleh UU dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan
Dua,sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua
(Abraham, 2010).

Bila dokter yang dimintai keterangan oleh penyidik menyatakan menolak maka akan
dikenakan sanksi yaitu :
Pasal 216 KUHP yang berbunyi (Tim mahardika, 2010) :
1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.

Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan visum et
repertum adalah pasal 186 dan 187, yang berbunyi (soeparmono, 2002):
Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

16
Pasal 187(c) : Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari
padanya.
Keduanya merupan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan KUHAP pasal 184 ayat
(1) alat bukti yang sah adalah1 :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.

Dari pasal diatas tampak bahwa keterangan ahli maupun surat dalam KUHAP
sepadan dengan visum et repertum dalam Stb no 350 tahun 1937.
Perbedaanya jika yang dimintakan sebagai saksi ahli (dokter) tidak hanya sebatas
apa yang dilihat dan ditemukan saja,namun harus dibuat atas dasar pemeriksaan medik.
Pemeriksaan medik tersebut tidak harus dilakukan oleh dokter pembuat visum et
repertum itu sendiri namun sebaiknya yang bertanggung jawab atas visum tersebut
adalah dokter pembuat visum.

17
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam melakukan tugas dan profesinya seorang dokter yang pada dasarnya
seorang ahli sering kali harus melakukan pemeriksaan dan perawatan korban sebagai
akibat suatu tindakan pidana, baik korban hidup maupun korban mati, juga pemeriksaan
terhadap barang bukti lain yang juga berasal dari tubuh manusia. Untuk melaksankan
tugas tersebut maka pihak yang berwenang (penyidik) akan menyertainya dengan surat
permintaan visum et repertum, dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil
pemeriksaannya secara tertulis kepada pihak peminta visum et repertumm tersebut.
Dokter merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata untuk
mengobati dan merawat pasien, juga berdasarkan dasar hukumnya dokter memiliki
kewajiban dalam membantu proses peradilan yang diatur dalam KUHAP.
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka,keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana,ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Pasal 179 KUHAP


menyebutkan:
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kebaikan.
2. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik - baiknya dan yang sebenar - benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.

18
Pasal 122 menyebutkan bahwa
1. Untuk kepentingan penegakkan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensic sesuai
dengan ketentuan peraturan per undang – undangan
2. Bedah mayat forensic sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh dokter ahli
forensic atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensic dan perujukan
ketempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan
3. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan bedah
mayat forensic diwilayahnya
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensic di atur dengan
peraturan menteri
Dari penjabaran diatas jelas bahwa seorang dokter yang kapastiannya sebagai ahli wajib
memberikan keterangan jika sewaktu - waktu dimintai keterangan ahli oleh penyidik, dan
bilamana dokter yang dimintai keterangan oleh penyidik menyatakan menolak maka akan
dikenakan sanksi yaitu:
Pasal 216 KUHP yang berbunyi :
1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.

Secara umum dikenal dua jenis visum et repertum yaitu visum untuk orang hidup (kasus
perlukaan,keracunan,perkosaan,psikiatri,dan lain lain) dan visum jenazah.
Visum et repertum (Budiyanto, 1997):
a. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)
Pemeriksaan pada korban hidup ditujukan untuk mengetahui penyebab luka dan derajat
parahnya luka tersebut. Suatu perlukaan dapat membawa dampak dari segi fisik, psikis,
sosial dan pekerjaan. Oleh karena itu derajat perlukaan diperlukan oleh hakim diperadilan
untuk menentukan beratnya sanksi pidana yang dijatuhkan.

19
Derajat luka berdasarkan ketentuan KUHP yaitu penganiayaan ringan adalah
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
aktivitas. Umumnya yang dianggap penganiayaan ringan adalah luka lecet atau memar
kecil di lokasi yang tidak berbahaya/ tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu
(Budiyanto, 1997).
Luka ringan merupakan luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
melakukan aktivitas, Luka sedang adalah luka yang menimbulkan penyakit dan halangan
dalam pekerjaan dalam bebrapa waktu, sedangkan luka berat adalah luka yang
menimbulkan penyakit atau halangan dalam aktivitas.
Sedangkan KUHP pasal 90 telah memberikan batasan tentang luka berat yaitu
(Budiyanto, 1997): Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
1) Yang menyebabkan seseorang terus menerus tidak mampu untuk menjalankan tugas
atau pekerjaan.
2) Yang menyebabkan kehilangan salah satu panca indera
3) Yang menimbulkan cacat berat
4) Yang mengakibatkan terjadinya keadaan lumpuh
5) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu atau lebih
6) Terjadinya gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Berdasarkan UU lalu lintas dan angkutan jalan tahun 2009 n0 22 pasal 229 ayat (4) luka
berat yaitu:
1. jatuh sakit atau tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya
maut.
2. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
3. Kehilangan salah satu panca indra
4. Menderita cacat berat atau lumpuh
5. Terganggu daya fikir selama 4 minggu lebih
6. Gugur atau matinya kandungan seseorang perempuan atau
7. Luka yang membutuhkan perawatan dirumah sakit lebih dari 30 hari.
Di dalam pemberitaan visum et repertum biasanya disebutkan keadaan umum korban
sewaktu datang,luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan berikut uraian letak, jenis,

20
dan sifat serta ukurannya, pemeriksaan penunjang, tindakan medik yang dilakukan
,riwayat perjalanan penyakit selama perawatan dan keadaan akhir saat perawatan
berakhir (Budiyanto, 1997).
Dalam bagian kesimpulan harus tercantum luka atau cedera atau penyakit yang
ditemukan kemudian jenis benda yang mengakibatkannya serta derajat perlukaan.
b. Visum et repertum kejahatan susila
Biasanya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertum-nya kepada dokter
adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam KUHP meliputi pemerkosaan,
persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum
cukup umur (Budiyanto, 1997).
Untuk kepentingan peradilan dokter berkewajiban untuk membuktikan dan memeriksa
(Budiyanto, 1997):
1) Tanda persetubuhan
2) Adanya kekerasan
3) Usia korban
4) Adanya penyakit hubungan seksual
5) Kehamilan
6) Kelainan psikiatrik
Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan fisik terhadap
kemungkinan deflorasi hymen,laserasi vulva atau vagina, serta ada cairan mani dan sel
sperma dalam vagina.
Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila harus memuat usia
korban,jenis luka,jenis kekerasan dan tanda persetubuhan (Budiyanto, 1997).
c. Visum et repertum psikiatrik
Visum et repertum di bidang psikiatrik disebut Visum et repertum Psychiatricum
(Darmabrata, 2003). Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal
44 ayat (1) KUHP yang berbunyi “ Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak
dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (zielkelijke storing), tidak
dipidana”.

21
Visum et repertum diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku pidana bukan
korban sebagaimana visum et repertum lainnya. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan
rekonstruksi ilmiah dimana untuk mencari korelasi antara hasil pemeriksaan dengan
peristiwa yang terjadi (Budiyanto, 1997). Oleh karena itu visum et repertum psikiatrik
menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang
dilakukannya,maka adalah lebih baik bila pembuat visum et repertum psikiatrik ini hanya
dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit (Budiyanto,
1997).

22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dokter adalah lulusan fakultas kedokteran. Dokter mempunyai wewenang untuk
melakukan tindakan kedokteran di semua bidang ilmu kedokteran hingga ke batas tertentu.
Ilmu kedokteran kehakiman merupakan cabang ilmu kedokteran yang menerapkan
pengentahuan kedokteran untuk pihak pengadilan dalam memutus suatu perkara. Istilah ilmu
kedokteran kehakiman dan ilmu kedokteran forensik dalam pengertiannya sama. Akan tetapi
dekade akhir ini semua institusi kedokteran maupun para spesialis forensik menggunakan
istilah kedokeran forensik. Maka selanjutnya kedokeran kehakiman memakai istilah
kedokeran forensic.(Alfred C. Satyo,2004)
Dokter merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata untuk mengobati
dan merawat pasien, juga berdasarkan dasar hukumnya dokter memiliki kewajiban dalam
membantu proses peradilan yang diatur dalam KUHAP.
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka,keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana,ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Pasal 179 KUHAP menyebutkan:


1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kebaikan.
2. Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik - baiknya dan yang sebenar -
benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

23
Pasal 122 menyebutkan bahwa :
1. Untuk kepentingan penegakkan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensic sesuai
dengan ketentuan peraturan per undang – undangan
2. Bedah mayat forensic sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh dokter ahli
forensic atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensic dan perujukan
ketempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan
3. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan
bedah mayat forensic diwilayahnya
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensic di atur dengan
peraturan menteri
Dari penjabaran diatas jelas bahwa seorang dokter yang kapastiannya sebagai ahli
wajib memberikan keterangan jika sewaktu - waktu dimintai keterangan ahli oleh
penyidik, dan bilamana dokter yang dimintai keterangan oleh penyidik menyatakan
menolak maka akan dikenakan sanksi yaitu:
Pasal 216 KUHP yang berbunyi :
1. Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.

Visum et Repertum merupakan salah satu pelayanan di bidang kedokteran


forensik yang membantu di bidang hukum. Visum et Repertum adalah laporan tertulis
untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada
waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh
manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan
penyidik untuk kepentingan peradilan.

24
Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya diketik, diatas sebuah kertas
putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, sebaiknya
dalam bahasa Indonesia,tanpa menggunakan singkatan, dan sedapat mungkin tanpa
istilah asing, bila terpaksa digunakan namun tetap ada penjelasan bahasa Indonesia.
Apabila diperlukan gambar atau foto untuk lebih memperjelas maka gambar atau foto
tersebut diberikan dalam bentuk lampiran.
Visum et repertum korban hidup terdiri dari kasus :
a. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)
Pemeriksaan pada korban hidup ditujukan untuk mengetahui penyebab
luka dan derajat parahnya luka tersebut. Suatu perlukaan dapat membawa dampak
dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan. Oleh karena itu derajat perlukaan
diperlukan oleh hakim diperadilan untuk menentukan beratnya sanksi pidana yang
dijatuhkan.
Derajat luka berdasarkan ketentuan KUHP yaitu penganiayaan ringan
adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan aktivitas. Umumnya yang dianggap penganiayaan ringan adalah luka
lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/ tidak menurunkan fungsi
alat tubuh tertentu.
Di dalam pemberitaan visum et repertum biasanya disebutkan keadaan
umum korban sewaktu datang,luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan
berikut uraian letak, jenis, dan sifat serta ukurannya, pemeriksaan penunjang,
tindakan medik yang dilakukan ,riwayat perjalanan penyakit selama perawatan
dan keadaan akhir saat perawatan berakhir.
Dalam bagian kesimpulan harus tercantum luka atau cedera atau penyakit
yang ditemukan kemudian jenis benda yang mengakibatkannya serta derajat
perlukaan.

b. Visum et repertum kejahatan susila


Biasanya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertum-nya
kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam KUHP

25
meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya,
persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.
Untuk kepentingan peradilan dokter berkewajiban untuk membuktikan
dan memeriksa tanda persetubuhan, adanya kekerasan, usia korban, adanya
penyakit hubungan seksual , kehamilan, kelainan psikiatrik.
Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan fisik
terhadap kemungkinan deflorasi hymen,laserasi vulva atau vagina, serta ada
cairan mani dan sel sperma dalam vagina. Dalam kesimpulan visum et repertum
korban kejahatan susila harus memuat usia korban,jenis luka,jenis kekerasan dan
tanda persetubuhan.

c. Visum et repertum psikiatrik


Visum et repertum di bidang psikiatrik disebut Visum et repertum
Psychiatricum. Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya
pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi “ Barang siapa melakukan perbuatan yang
tidak dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam
tubuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (zielkelijke
storing), tidak dipidana.

26
4.2 Saran
Sebagai seorang dokter harus mempunyai kemampuan rata-rata untuk mengobati dan
merawat pasien serta memiliki kewajiban dalam membantu proses peradilan yang
diatur dalam KUHAP khusunya dalam membuat visum et repertum.
Maka dari pada itu, seorang dokter wajib menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya sesuai dengan sumpah waktu menerima jabatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Afandi,D.Visum et Repertum Perlukaan : Aspek Medikolegal dan Penetuan Derajat Luka


(homepage on internet). Available from
:http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/722/717
Alfred C. Satyo. Sejarah Imu Kedokteran Forensik, (Mean: UPT Penerbitan dan percetakan
USU, 2004)
Budiyanto,Arif, dkk.Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.1997
Darmabrata,W.Psikiatri Forensik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2003
Meivy Isnoviana Suhandi, Akibat hokum pemberian surat keterangan sakit terhadap pasien,
Jurnal Hukum Kesehatan, vol. 10, No.1, 2005, hlm. 16.
Peran Dokter Umum Dalam Aspek Medikolegal [homepage on internet]. Available from :
http://www.scribd.com/doc/55153129/Peran-Dokter-Umum-Dalam-Aspek-
Medikolegal
S,Abraham,dkk.Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik.Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.2010
Siswo putranton santoso. 2016. Analisis Peran Visum et Repertum pada Pelaku Penganiayaan, di
Tinjau dari Pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
(Studi Kasus Perkara Nomor : 247/PID.B/2014/PN.Cibadak). Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia. Vol.3 No.3.
Soeparmono,R. Keterangan Ahli & Visum et Repertum dalam Aspek Hukum Acara
Pidana.Semarang: CV. Mandar Maju.2002
Tim Mahardika. KUHP dan KUHAP. Penerbit Pustaka Mahardika.2010
Visum et Repertum [homepage on the internet]. Available from :
http://ferli1982.wordpress.com/2011/03/06/visum-et-repertum/
Winda Trijayanthi Utama. 2014. Visum et Repertum: Medicolegal Report As a Combination of
Medical Knowledge and Skill with Legal Jurisdiction. Department of Forensic
Medicine and Medcolegal, Faculty of Meicine, Universitas Lampung. Juke Unila;
4(8):269-275.

28

You might also like