You are on page 1of 24

A.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan Manusia

Sistem saraf adalah sistem organ pada hewan yang terdiri atas sel neuron
yang mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ, membentuk atau
menghentikan masukan dari indra, dan mengaktifkan aksi. Komponen utama
dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel neuroglia, neuron
memainkan peranan penting dalam koordinasi.
Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi.

1. Neuron
Neuron atau sel saraf yaitu merupakan sel yang terpanjang yang dimilki
oleh tubuh manusia dan bertugas untuk menerima dan menghantarkan impuls
ke tempat yang dituju. Selain itu juga sel neuron mempunyai kemampuan
untuk menanggapi impuls yang mengenainya untuk disampaikan pada efektor.
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat
sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu
dendrite dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf,
sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan
lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek.
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit.
Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat
lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang
menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung
lemak di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut
neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi.
Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier , yang
berfungsi mempercepat penghantaran impuls.
Nodus Ranvier adalah bagian atau titik pada akson yang tidak terbungkus
selubung mielin. Nodus Ranvier memiliki diameter sekitar 1 mikrometer.
Nodus Ranvier ditemukan oleh Louis-Antoine Ranvier. Selubung
mielinberfungsi sebagai pelindung akson dan membungkusnya, namun
selubung ini tidak membungkus secara keseluruhan, dan yang tidak terbungkus
merupakan Nodus Ranvier.
Selubung Mielin adalah lapisan phospholipid yang mengelilingi akson pada
banyak neuron. Sel Schwann mengsuplai mielin untuk neuron periferal,
dimana oligodendrosit mengsuplai ke sistem saraf pusat. Mielin merupakan
karakteristik dari vertebrata (gnathostome), tetapi juga diangkat oleh evolusi
pararel beberapa invertebrata.[1] Mielin ditemukan oleh Louis-Antoine
Ranvier pada tahun 1878
2. Macam-macam sel neuron :
a. Berdasarkan fungsinya / jenisnya
1) Saraf sensorik/aferen yaitu neuron yang berfungsi untuk menghantarkan
impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (SSP).
2) Saraf motorik/eferen yaitu neuron yang berfungsi untuk menghantarkan
impuls dari SSP ke efektor.
3) Saraf asosiasi/interneuron yaitu neuron yang menghubungkan antara
neuorn sensorik satu dengan neuron motorik yang lain. Berdasarkan
tempatnya dibedakan menjadi neuron ajustor yang berfungsi untuk
menghubungkan neuron sensorik dengan neuron motorik di dalam
Sistem Saraf Pusat (SSP). Selain itu ada juga neuron konektor yang
secara umum menghubungkan antara satu sel neuron dengan sel neuron
yang lain.
b. Berdasarkan strukturnya
1) Neuron unipolar (neuron berkutub satu) yaitu neuron yang memiliki satu
buah axon yang bercabang.
2) Neuron bipolar (neuron berkutub dua) yaitu neuron yang memiliki satu
axon dan satu dendrite.
3) Neuron multipolar (neuron berkutub banyak) yaitu neuron yang memiliki
satu axon dan sejumlah dendrite.
Komunikasi antar sel saraf adalah melalui penghantaran impuls.
Hubungan penyampaian impuls dari satu neuron ke neuron yg lain disebut
Sinapsis. Biasanya terjadi di ujung percabangan axon dengan ujung
dendrite neuron yang lain. Celah antara satu neuron dengan neuron yang
lain disebut dengan celah sinapsis. Di dalam celah sinapsis inilah terjadi
loncatan-loncatan listrik yang bermuatan ion, baik ion positif dan ion
negatif. Di dalam celah sinapsis ini juga terjadi pergantian antara impuls
yang satu dengan yang lain, sehingga diperlukan enzim kolinetarase untuk
menetralkan asetilkolin pembawa impuls yang ada. Dalam celah sinapsis
juga terdapat penyampaian impuls dengan bantuan zat kimia berupa
asetilkolin yang berperan sebagai pengirim (neurotransmitter/neurohumor).
Muatan listrik yang terjadi dalam satu axon akan memiliki muatan
listrik yang berbeda antara lapisan luar dan lapisan dalam axon.
- Polarisasi yaitu keadaan istirahat pada sel neuron yang memperlihatkan
muatan listrik positif dibagian luar dan muatan listrik negative di bagian
dalam. Keadaan ini merupakan keadaan sel neuron yang tidak menerima
impuls/tidak adanya implus yang masuk.
- Depolarisasi yaitu keadaan bekerjanya sel neuron yang memperlihatkan
muatan listrik positif di bagian dalam dan muatan listrik negative di
bagian luar. Keadaan ini merupakan keadaan sel neuron yang
mendapatkan impuls atau menerima implus.
3. Neuroglia
Neuroglia merupakan suatu matriks jaringan penunjang khusus, fungsi
neuroglia diantaranya adalah memberi nutrisi pada sel saraf. Macam-macam
neuroglia diantaranya adalah astrosit, oligodendroglia mikroglia, dan sel
schwan.
Mikroglia adalah tipe dari sel glial yang merupakan sel imun pada sistem
saraf pusat. Mikroglia, sel glial terkecil dapat juga beraksi sebagai fagosit,
membersihkan debris sistem saraf pusat. Kebanyakan merupakan sebagai
representatif sistem imun otak dan medula spinalis. Mikroglia adalah sepupu
dekat sel fagosit lainnya, termasuk makrofaga dan sel dendritik. Mikroglia
memainkan beberapa peran penting dalam melindungi sistem saraf.
Astrosit atau Astroglia berfungsi sebagai “sel pemberi makan“ bagi neuron
yang ada di dekatnya. Astrosit dibedakan atas :
a. Astrosit dengan beberapa juluran panjang disebut astrosit fibrosa dan
berlokasi di substansia putih.
b. Astrosit protoplasmatis, dengan banyak cabang-cabang pendek
ditemukan dalam substansi kelabu.

Badan sel Astrosit berbentuk bintang dengan banyak tonjolan dan


kebanyakan berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki ‘perivaskular’ atau
‘foot processes’. Oligodendrosit merupakan sel glia yang berperan
membentuk selaput mielin dalam SSP. Sel ini mempunyai lapisan dengan
substansi lemak yang mengelilingi serabut-serabut akson sehingga
terbentuk selubung mielin. Dibanding astrosit, oligodendrosit mempunyai
badan sel yang relatif lebih kecil.

Sel Schwann sebagai neuron unipolar, sebagaimana oligodendrosit,


membentuk mielin dan neurolemma pada SST. Neurolema adalah membran
sitoplasma halus yang dibentuk oleh sel–sel Schwann yang membungkus
serabut akson neuron dalam SST, baik yang bermielin maupun tidak
bermielin. Neurolema merupakan struktur penyokong dan pelindung bagi
serabut akson.
Walaupun neuroglia secara struktur menyerupai neuron, tetapi
neuroglia tidak dapat menghantarkan impuls saraf, suatu fungsi yang
merupakan bagian yang paling berkembang pada neuron.

Perbedaan lain yang penting adalah neuroglia tidak pernah


kehilangan kemampuan untuk melakukan pembelahan. Kemampuan ini
tidak dipunyai oleh neuron, khususnya neuron dalam SSP. Karena alasan
inilah kebanyakan tumor–tumor otak adalah Gliomas atau tumor yang
berasal dari sel–sel glia.

4. SSP (Sistem Saraf Pusat)


a. Otak
Diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput
meninges terdiri dari 3 lapisan :
1) Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak
dan bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus
dari otak dan medula spinalis.
2) Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri
dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini
disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut
cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan
medulla spinalis dari guncangan.
3) Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan
melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh
darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi menjadi beberapa bagian :
1) Cerebrum/Otak besar
Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari
otak kita yaitu 7/8 dari otak. Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu
otak besar belahan kiri yang berfungsi mengatur kegaiatan organ
tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan yang
berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.
Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak
mengandung badan sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna
putih yang banyak mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex
dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan
impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi
mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area
asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori, kecedasan,
nalar/logika, kemauan.
Mempunyai 4 macam lobus yaitu :
 Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera
peraba.
 Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
 Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan
 Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan,
memori, kemauan, nalar, sikap.
2) Mesencephalon/Otak tengah
Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum
dan jembatan varol.Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks
mata, refleks penyempitan pupil mata dan pendengaran.
3) Diencephalon/Otak depan
Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari
batang otak dan di depan mesencephalon. Terdiri dari talamus yang
berfungsi untuk stasiun pemancar bagi impuls yang sampai di otak
dan medulla spinalis. Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang
berfungsi sebagai pusat pengaturan suhu tubuh, selera makan dan
keseimbangan cairan tubuh, rasa lapar, daya sexualitas, watak,
emosi.

4) Cerebellum
Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak
besar. Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang
disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi tubuh. Terdapat 2
bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan
cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan
varoli/ponds varoli yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari
kedua bagian cerebellum. Jadi ponds varoli berfungsi sebagai
penghantar impuls dari otot-otot kiri dan kanan tubuh.
b. Medula
1. Medulla oblongata
Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang
otak. Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan
medulla spinalis, di depan cerebellum. Susunan kortexmya terdiri dari
neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian medulla terdiri dari
bdan sel saraf dengan warna kelabu. Berfungsi sebagai pusat pengaturan
ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan pelebaran pembuluh
darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk,
bersin,sendawa.
2. Medulla spinalis
Disebut juga dengan sumsum tulang belakang dan terletak di dalam
ruas-ruas tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampai dengan tulang
pinggang yang kedua. Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan
menghantarkan impuls dari organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.
5. SST (Susunan Saraf Tepi/Perifer)
Merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua bagian tubuh dengan
sistem saraf pusat.
a. Sistem saraf sadar/somatic
Merupakan sistem saraf yang kerjanya berlangsung secara sadar/diperintah
oleh otak. Dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Sistem saraf pada otak
Merupakan sistem saraf yang berpusat pada otak dan dibedakan menjadi
12 pasang saraf
2) Sistem saraf sumsum spinalis
Merupakan sistem saraf yang berpusat pada medula spinalis (sumsum
tulang belakang) yang berjumlah 31 pasang saraf yang terbagi
sepanjang medula spinalis
b. Sistem saraf Otonom
Merupakan sistem saraf yang cara kerjanya secara tidak sadar/diluar
kehendak/tanpa perintah oleh otak. Sistem saraf yang mensarafi seluruh
otot polos, otot jantung, kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin.
Dibedakan menjadi 2 bagian yaitu saraf simpatik dan saraf parasimpatik
yang keduanya bekerja secara antagonis/berlawanan.
1) Sistem saraf simpatik
Merupakan 25 pasang simpul saraf (ganglion) yang terdapat di medulal
spinalis. Disebut juga dengan sistem saraf thorakolumbar karena saraf
ini keluar dari vertebrae thorak ke-1 sampai ke-12 dan vertebrae
kolumbar ke-1 sampai dengan ke-3. Beberapa fungsi sistem saraf
simpatik yaitu :
 Mempercepat denyut jantung
 Memperlebar pembuluh darah
 Menghambat pengeluaran air mata
 Memperluas/memperlebar pupil
 Menghambat sekresi air ludah
 Memperbesar bronkus
 Mengurangi aktivitas kerja usus
 Menghambat pembentukan urine
2) Sistem saraf parasimpatik
Merupakan sistem saraf yang keluar dari daerah otak. Terdiri dari 4
saraf otak yaitu saraf nomor III (okulomotorik), nomor VII (Facial),
nomor IX (glosofaring), nomor X (vagus). Disebut juga dengan sistem
saraf craniosakral karena saraf ini keluar dari daerah cranial dan juga
dearah sakral. Beberapa fungsi sistem saraf parasimpatik yaitu
 Memperlambat denyut jantung
 Mempersempit pembuluh darah
 Memperlancar pengeluaran air mata
 Memperkecil pupil
 Memperlancar sekresi air ludah
 Menyempitkan bronkus
 Menambah aktivitas kerja usus
 Merangsang pembentukan urine
B. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler Stroke adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun

C. KLASIFIKASI
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan
keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral
yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:


1. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
D. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan
dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta
dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

E. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71
% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit
Muttaqin 2008)
F. Pathway

http://askep33.com/wp-content/uploads/2015/12/Laporan-Pendahuluan-Stroke.jpg
G. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

H. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral ; menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) ; untuk mendeteksi
luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan. Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah cerebral
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.

Pengumpulan data
a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensi arterial.
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
http://askep33.com/wp-content/uploads/2015/12/Laporan-Pendahuluan-
Stroke.jpg
http://maulanaajiprasetyo.blogspot.co.id/2011/12/anatomi-fisiologi-sistem-
persarafan.html
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

You might also like