Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
pencegahan dan penanggulangan diare. Puskesmas diharapkan dapat melakukan
pencegahan penularan penyakit serta mengurangi angka kesakitan dan kematian
akibat diare baik dengan penanganan aktif maupun dengan penyuluhan.
1.3Tujuan
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang pencegahan dan
penanggulangan awal diare yang benar pada masyarakat kuala batee sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritik
Mini project ini dilakukan untuk memperoleh pengalaman belajar di
lapangan melalui studi kasus dan untuk meningkatkan pengetahuan di bidang
promosi kesehatan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.3
Tingkat pengetahuan dalam dominan kognitif menurut Noto Atmojo
(2003) mempunyai 6 tingkat yaitu:3
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dapat dipelajari
sebelumnya. 3
2.Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat meninterprestasikan materi tersebut dengan
benar.3
3.Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari
pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). 3
4.Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabrakan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 3
5.Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formula yang ada. 3
6.Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justufikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
ada. 3
3
2.1.2 Sumber Pengetahuan Manusia
Sumber pengetahuan manusia dapat diperoleh dari: 3
1.Tradisi
Dengan adat istiadat kita dan profesi medis, beberapa pendapat dapat
diterima sebagai suatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan banyak
permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi adalah suatu
dasar pengetahuan dimana setiap orang dianjurkan untuk memulai mencoba
memecahkan masalah. Akan tetapi, tradisi mungkin terdapat kendala untuk
kebutuhan manusia karenan beberapa tradisi begitu melekat sehingga validasi,
manfaat dan kebenaran tidak pernah dicoba diteliti.
2.Autoritas
Dalam masyarakat yang semakin majemuk ada suatu autoritas atau
seseorang dengan keahlian tertentu. Ketergantungan terhadap autoritas menjadi
seorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.
3.Pengalaman seseorang
Kita semua memecahkan suatu masalah berdasarkan observasi dan
pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan penting dan bermanfaat.
Kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat prediksi
berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia, akan tetapi
pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan pemahaman.
a.Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat
kesimpulan yang valid tentang situasi
b.Pengalaman seseorang diwarnai dengan penelitian yang bersifat objektif.
4.Trial dan Eror
Kadang-kadang kita menyelesaikan sesuatu permasalahan kebersahilan
dalam menggunakan alternatif pemecahan masalah “trial and error” meskipun
pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis sering tidak efektif. Metode
ini lebih cenderung kesuatu yang lebih tinggi.
5.Alasan yang logis
Penyelesaian suatu masalah berdasarkan proses pemikiran logis.
Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan
tetapi alasan yang sangat rasional sangat terbatas dikarenakan validitas alasan
4
yang deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang memulai dan alasan
tersebut mungkin tidak efektif untuk mengevaluasi akurasi permasalahan.
6.Metode Ilmiah
Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari
kebenaran karenan didasari pengetahuan yang terstruktur dan sistematis serta
dalam pengumpulan dana menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validasi
dan realibilitas. Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:
a.Umur
Sigit D. Gunarsa (1999) mengemukakan semakin tua umur seseorang maka proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti berumur belasan tahun. Selain itu
Abu Ahmadi (2000) mengemukakan bahwa memori/ daya ingat seseorang itu
salah satunya dipengaruhi oleh umur.
b.Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki (Nur Salam, 2001)
c.Informasi
Pengetahuan juga dapat diperoleh dari informasi-informasi yang diterima baik
melalui poster maupun dalam bentuk penyuluhan.
2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada
konsistensi dan frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah
peningkatan kandungan air dalam feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari (pada
anak) atau lebih dari 200 ml/hari1 (pada dewasa). Perubahan frekuensi yang
dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih mendapat ASI
tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari. keadaan ini tidak
dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.4.5.6
2.2.2 Klasifikasi Diare
Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1)
diare akut, apabila berlangsung kurang dari 14 hari, (2) diare persisten, yaitu diare
akut yang melanjut menjadi lebih dari 14 hari hingga 30 hari, dan (3) diare kronik,
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30 hari.4.5.6
5
Berdasarkan mekanisme patofisiologis yang terjadi, diare diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu (1) diare sekretorik, yang biasanya disebabkan oleh infeksi,
misalnya infeksi Rotavirus, dan (2) diare osmotik, yang biasanya disebabkan oleh
malabsorbsi laktosa.4
Berdasarkan penyebab, diare diklasifikasikan menjadi (1) diare organik,
yaitu bila ditemukan penyebab yang bersifat anatomik, bakteriologik, hormonal,
atau toksikologik, dan (2) diare fungsional, yaitu bila tidak ditemukan penyebab
organik. Di dalam kelompok diare organik juga terdapat diare infektif, yaitu diare
yang disebabkan oleh infeksi.4,5
Selain itu, dikenal pula istilah disentri, yaitu kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri dari diare disertai darah, lendir, dan tenesmus.4
2.2.3 Epidemiologi
Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara
berkembang. Pada tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak dibawah usia 5 tahun
meninggal karena diare. Hal ini menempatkan diare pada peringkat kedua
penyebab kematian kedua tersering setelah infeksi pernapasan.Delapan dari
sepuluh kematian akibat diare berlangsung pada dua tahun pertama
kehidupan.Rata-rata anak berusia dibawah 3 tahun di negara berkembang
mengalami 3 episode diare setiap tahunnya.Angka kejadian diare di Indonesia
hingga saat ini masih tinggi, yaitu 423 per 1000 penduduk untuk semua umur
pada tahun 2006 (hasil Subdit Diare, Ditjen PP-PL, Depkes RI), dimana angka ini
meningkat dari tahun ke tahun.4.7
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fekal – oral, yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain:1,7
- Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada 4 hingga 6
bulan pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI terjadi
peningkatan risiko menderita diare dan kemungkinan menderita dehidrasi
yang lebih berat.
- Menggunakan botol susu yang higienenya kurang terjaga.
- Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, sehingga dalam
beberapa jam akan tercemar oleh kuman yang mudah berkembang biak.
6
- Menggunakan air minum yang tercemar.
- Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum makan, dan sebelum menyuapi anak.
- Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi dan tinja binatang)
dengan benar.
Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare1,7
- Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun, sehingga anak kekurangan
antibodi yang penting untuk melindungi tubuh dari berbagai bakteri,
misalnya Shigella sp. atau V. cholera.
- Status gizi kurang dan gizi buruk.
- Campak, di mana terjadi penurunan imunitas tubuh sehingga lebih
rentan terhadap diare dan disentri.
- Kondisi imunodefisiensi atau imunosupresi, misalnya pada pasien
dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
- Secara proporsional, diare lebih banyak (55%) terjadi pada
golongan balita.
2.2.4 Etiopatogenesis
Penggolongan penyebab diare
a. Infeksi
-Enteral
Dari golongan bakteri dapat disebabkan oleh Shigella sp, E. coli patogen,
Salmonella sp, Klebsiella, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa.Dari
golongan virus dapat disebabkan oleh Rotavirus, Norwalk virus, HIV,
Cytomegalovirus, dll.Parasit yang dapat menyebabkan diare adalah
Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Ballantidium coli, Cryptosporum
parvum.Cacing seperti Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Tricuris
trichiura, S. Stercoralis. Jamur yang dapat menyebabkan diare adalah
Candida sp.2,8
Tabel 2.1 Jasad patogen yang paling sering ditemukan pada anak diare di negara berkembang
5
Jenis Patogen Spesies Patogen Persentase Kasus
7
Virus Rotavirus 15-25
Shigella 5-15
(Sumber:Buku ajar diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal
-Parenteral
Disebabkan oleh Otitis media akut, pneumonia, traveler’s diarrhea, E.
coli, Giardia lamblia, Shigella sp, Entamoeba hystolitica, dan intoksikasi
makanan. Intoksikasi tersebut dapat berupa makanan beracun atau
mengandung logam berat, makanan mengandung toksin Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, dll. Dapat pula karena intleransi laktosa,
malabsorbsi atau maldigesti karbohidrat, lemak trigliserida rantai panjang,
asam amino tertentu, malabsorbsi gluten.2,5,8
b. Imunodefisiensi
c. Terapi obat seperti antibiotic, antasida dan kemoterapi
d. Tindakan Tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi dan radiasi tinggi
Secara umum diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi
seperti dibawah ini.4
1. Peningkatan osmolaritas intra lumen usus. Hal ini menyebabkan
masa intra lumen menarik atau menahan cairan intra lumen dan terjadi
diare. Penyebab diare osmotik di antaranya adalah MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorbsi umum dan defek absorbsi mukosa usus seperti defisiensi
disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.
2. Sekresi cairan dan elektrolit terganggu. Pada keadaan ini sekresi air
dan elektrolit meningkat, reabsorbsi menurun. Sehingga masa dalam
lumen akan menjadi lebih cair, dan terjadi diare. Ciri dari diare tipe ini
8
adalah jumlahnya yang banyak sekali. Diare tipe ini tetap berlangsung
walaupun pasien puasa. Penyebabnya umumnya toksin bakteri seperti
Vibrio cholerae, E. coli, reseksi ileum.
3. Malabsorbsi asam empedu dan lemak. Hal ini dapat terjadi pada
pasien dengan gangguan fungsi hepatobilier. Lemak yang tetap berada
dalam lumen usus akan meningkatkan tekanan osmotik intra lumen.
4. Defek pertukaran atau transport ion elektrolit aktif pada enterosit.
Terganggunya pomapa Na+ K+ATP-ase di enterosit menyebabkan absorbsi
Na+ abnormal. Na+ tetap berada dalam lumen usus dan menahan cairan.
5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal. Terlalu tingginya
motilitas usus, motilitas iregular, dan singkatnya waktu transit dalam usus
menyebabkan pencernaan belum sempurna dan banyak cairan yang tidak
sempat direabsorbsi. Kondisi ini ditemukan pada pasien diabetes melitus,
hipertiroid, dan pasien pasca vagotomi.
6. Gangguan permeabilitas usus. Terdapat kelainan morfologi sel
enterosit. Hal ini menyebabkan penyerapan zat makanan teganggu.
7. Inflamasi dinding usus. Terdapat kerusakan mukosa usus sehingga
terjadi proses inflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan produksi
mukus berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen usus,
disertai gangguan absorbsi. Keadaan ini menyebabkan diare inflamatorik,
seperti pada diare Shigella, kolitis ulseratif, dan penyakit Crohn.
8. Infeksi dinding usus. Merupakan keadaan yang mendasari diare
infektif. Tipe diere ini adalah tipe yang paling sering terjadi. Infeksi
mikroorganisme tersebut secara garis besar dibedakan menjadi dua, non
invasif dan invasif. Pada tipe non invasif, mikroorganisme tersebut
mngeluarkan toksin yang menyebabkan diare, sehingga diare yang timbul
disebut diare toksikogenik. Contohnya pada diare yang disebabkan Vibrio
cholerae, kuman meproduksi toksin yang meningkatkan produksi cAMP.
Tingginya cAMP akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida yang diikuti
air, Na+, K+, dan bikarbonat. Toksin kolera ini tidak mempengaruhi
absorbsi natrium.
9
Bakteri yang tidak merusak mukosa usus seperti V. Cholerae eltor,
Enterotoksigenik E.colli (ETEC), dan E. perfringen, V. cholerae eltor
mengeluarkan toksin kolera dengan efek yang telah dijelaskan
sebelumnya.
2. Diare karena bakteri atau parasit invasif (enteroinvasif)
Contoh bakteri golongan ini adalah Enteroinvasif E. colli (EIEC),
Salmonella, Shigella, Yersinia, dan Clostridium perfringens tipe C. Parasit
yang sering menye babkan diare tipe ini adalah E. hystolitica dan Giardia
lamblia.Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus, nekrosis dan
ulserasi. Diare bersifat eksudatif, dapat bercampur lendir maupun darah.
10
Bakteri Enterotoksik: Aeromonas species
E.coli Bakteri Toksik:
Clostridium perfringens Clostridium difficile
Cholera Parasit:
Vibrio Entamoeba organisms
Parasit:
Giardia
Cryptosporidium
(Sumber : Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. September 2009)
11
menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi
sekunder akibat infeksi virus. Pada infeksi oleh organisme enteroinvasif,
leukosit feses yang ditemukan umumnya berupa neutrofil. Tidak
ditemukannya netrofil tidak mengeliminasi kemungkinan infeksi
enteroinvasif, tetapi ditemukannya neutrofil feses mengeliminasi
kemungkinan infeksi organisme enterotoksin dan virus.
5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk
menentukan apakah penyebab diare adalah Salmonella, Shigella,
Campylobacter, atau Yersenia.
6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.
7. Foto roentgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat
membantu diagnosis.
8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan diare berdarah, pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS,
kolonoskopi dipertimbangkan karena ada kemungkinan diare disebabkan
oleh infeksi atau limfoma di area kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya
dilakukan bila dalam pemeriksaan tampak inflamasi berat pada mukosa.
9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari
etiologi diare pada AIDS.
2.2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada diare akut adalah dehidrasi
(dengan berbagai derajat dari ringan hingga berat / syok), asidosis metabolik,
hipokalemia, hiponatermia, dan hipoglikemia.4
12
Penilaian A B C
Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah, Rewel Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus,ingin Malas minum
tidak haus banyak minum atau tidak bisa
minum
Periksa: Turgor Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
pemeriksaan sedang (bila ada 1 (bila ada 1 tanda
tanda ditambah 1 ditambah 1 atau
atau lebih tanda lebih tanda lain)
lain)
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
13
tergantung pada kebiasaan setempat dalam mengobati diare, tersedianya
cairan sari makanan yang cocok, jangkauan pelayanan kesehatan, dan
tersedianya oralit.
b. Mengatasi dehidrasi
Pengobatan diare dilakukan melalui beberapa langkah yang disebutkan
satu persatudibawah ini.1
1. Tetapkan derajat dehidrasi penderita, apakah tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat. Klasifikasinya dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
2. Tetapkan rencana pengobatan sesuai derajat dehidrasi penderita :
Rencana terapi A untuk pasien tanpa dehidrasi
Rencana terapi B untuk pasien dengan dehidrasi ringan- sedang
Rencana terapi C untuk pasien dengan dehidrasi berat.
Klasifikasi Gejala/Tanda
Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut:
▪ Letargi/tidak sadar
▪ Sunken eyes
▪ Tidak dapat minum atau sulit minum
▪ Skin pinch sangat lambat kembali (>2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang Dua atau lebih tanda-tanda berikut:
▪ Rewel
▪ Sunken eyes
▪ Terlihat kehausan
Skin pinch lambat kembali
Tanpa Dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk mengklasifikasikannya sebagai
14
dehidrasi ringan-sedang atau berat
Pada rencana terapi A, pemberian oralit hanya pada saat setiap kali pasien
buang air besar saja. Banyaknya pemberian cairan setiap buang air besar dapat
dilihat pada Tabel 2.5.
Berikan anak cairan lebih sering dari biasa dan berikan tablet Zinc 10-20 mg
selama 10 hari.
Pada rencana terapi B, jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama
disesuaikan dengan berat badan. Oralit yang diberikan dihitung dengan
mengalikan berat badan pasien (kg) dengan 75 ml.
Untuk rencana terapi C, hal paling pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan bagaimana cairan akan diberikan, yaitu dengan jalur oral atau dengan
jalur intravena. Jalur pilihan pada pasien dengan dehidrasi berat sebenarnya
adalah jalur intravena, karena membutuhkan waktu rehidrasi yang cepat. Cairan
yang paling baik adalah Ringer Laktat (Hartmann’s Solution for Injection). Jika
tidak ada, maka dapat digantikan dengan NaCl 0,9%. Larutan dekstrosa 5%
15
tunggal tidak efektif dan tidak boleh digunakan. Bila pada pasien tidak bisa
diberikan cairan secara intravena, segera berikan per oral dengan pipa nasogastrik
sejumlah 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jumlah dan lama cairan yang diberikan
pada pasien dengan dehidrasi berat dapat dilihat pada berikut.1
Tabel 2.7 Rencana Terapi C untuk Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat.
Umur Fase Awal Fase Lanjutan
< 1 tahun 30cc/kg BB dalam 1 jam 70cc/kgBB dalam 5 jam
Jika pasien bisa minum, boleh diberikan cairan rehidrasi oral (CRO)
sebanyak 5 ml/kgBB/ jam sambil diberikan cairan secara intravena selama 3-4
jam. Setelah 6 jam, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan sebanyak 20
ml/kgBB/jam selama 6 jam. Setelah itu dilakukan penilaian ulang derajat
dehidrasi.1
Cairan rehidrasi oral yang tersedia di pasaran tersedia dalam bentuk oralit
dan dikemas dalam bentuk serbuk. Terdapat dua jenis kemasan serbuk oralit, yaitu
serbuk yang membutuhkan pengenceran dengan larutan 200 cc dan yang lainnya
dengan 1 liter. Apabila cairan oralit tidak tersedia, dapat diberikan pengganti oralit
yang dikenal dengan nama cairan rumah tangga. Cairan rumah tangga dapat
berupa air tajin, sup, dan larutan gula dan garam. Namun, takaran yang diberikan
harus sesuai agar tidak menyebabkan keadaan hiperosmolar plasma yang
memperburuk dehidrasi.1
Pemerintah menyediakan dua macam kemasan oralit yaitu:9
a. bungkusan 1 liter (20% dari sediaan) digunakan untuk rumah-sakit atau
kejadian luar biasa (KLB) dan diberikan atau dilarutkan di sarana
kesehatan
b. bungkusan 200 ml (80% dari sediaan) tersedia di Posyandu yang dapat
diberikan atau dibawa pulang oleh masyarakat
Dosis oralit disesuaikan dengan umur dan keadaan diare atau dehidrasinya.
Dosis acuan yang harus diingat oleh petugas kesehatan dapat dilihat pada tabel
berikut
16
Tabel 2.8Dosis acuan oralit sesuai umur
9
No. Umur Dosis Acuan
1. Di bawah 1 tahun 3 jam pertama 1,5 gelas kemudian 0,5 gelas setiap mencret
2. Antara 1-5 tahun 3 jam pertama 3 gelas kemudian 1 gelas setiap mencret
3. Antara 5-12 tahun 3 jam pertama 6 gelas kemudian 1,5 gelas setiap mencret
4. Di atas 12 tahun 3 jam pertama 12 gelas kemudian 2 gelas setiap mencret
Sumber : Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan Medik Pemberantasan Diare
(PMPD). Jakarta:Depkes RI Direktorat Jenderal PPM&PL, 2000. h.3-14
17
Pengobatan kausal dapat diberikan dengan pertimbangan 50-70% pasien
diare di Indonesia diakibatkan oleh infeksi. Pemeriksaan leukosit tinja secara
praktis dapat digunakan untuk melihat kemungkinan infeksi enteral sebagai
penyebab diare. Jika pemeriksaan leukosit tinja menunjukkan jumlah leukosit >
10 / lapang pandang, dapat dianggap penyebab diare adalah infeksi enteral. Untuk
itu, terapi antibiotika dapat dilakukan. Mempertimbangkan hal ini, maka
antibiotik hanya dapat diberikan apabila : ditemukan darah pada tinja, secara
klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral, pada pasien di
daerah endemik kolera, serta pada pasien neonatus dengan dugaan terjadi infeksi
nosokomial.6
Siprofloksasin sangat efektif untuk mengatasi infeksi Campilobacter,
Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas. Siprofloksasin 500 mg diberikan
dua kali sehari selama lima sampai tujuh hariSebagai alternatif dapat diberikan
kotrimoksazol (trimetoprim 160 mg dan sulfametoksazol 800 mg) dua kali sehari.
Dapat pula diberikan eritromisin 250-500mg empat kali sehari. Pemberian
metronidazol 250mg tiga kali sehari selama tujuh hari dilakukan bila ada
kecurigaan infeksi Giardia. Patogen spesifik yang harus diterapi dengan antibiotik
adalah Vibrio cholerae dan Clostridium difficile. Untuk mengobati Clostridium
difficile diberikan metronidazol per oral 250-500 mg empat kali sehari selama
tujuh sampai sepuluh hari. Sebagai alternatif dapat diberikan vankomisin, tetapi
lebih mahal.6
18
kematian, dan penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan
dengan mengintensifkan peningkatan mutu pelayanan (quality assurance),
meningkatkan kerja sama lintas program dan sektoral terkait serta
mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat secara luas, antara lain dengan
organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah.1
Target atau cakupan yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan dalam
pemberantasan penyakit diare di propinsi DKI Jakarta meliputi:
100% Rumah Sakit, Puskesmas, dan swasta melaporkan kasus diare tepat
waktu (tanggal 10 setiap bulannya),
Angka kematian 0%,
Kejadian luar biasa (KLB) diare 0%,
100% masyarakat terlayani air bersih,
100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mampu melakukan
rehidrasi intravena,
Angka kesakitan < 1% (50 / 1000 penduduk tahun 2005),
100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare,
100% penderita diare tertangani,
100% oralit tersedia di kader minimal 10 sacchet (@ 200 ml),
100% tenaga medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS),
100% ketepatan diagnosis,
100% cakupan imunisasi campak,
100% Puskesmas mempunyai protap tatalaksana diare,
100% penderita diare diobati dan mendapat oralit,
100% PDAM bebas kuman,
100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mempunyai pojok
oralit,
100% Puskesmas Kecamatan mempunyai klinik sanitasi, dan
100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh.
Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu
menjalankan segala kegiatan yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan
yang profesional, sarana dan prasaran yang memadai, dan informasi yang mudah
didapat. Hal ini meliputi:
19
Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan
tatalaksana atau dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS).
Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila
terjadi kejadian luar biasa.
Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau
antibiotik, kecuali pada kasus disentri atau kolera.
Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:
- Waktu tunggu 5 menit
- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit
- Petugas harus ramah
- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan
Lokasi pelayanan mudah dijangkau.
Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.
Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan
kesehatan, baik Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah
dijangkau, dilayani secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan
mendapat informasi yang jelas tentang cara-cara penanggulangan diare.
Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
dilengkapi buku pedoman penanggulangan diare.
Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.
Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana
pengobatan yang memadai, serta website diare.
Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1)
penyediaan pelayanan pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas
kecamatan dan rumah sakit serta (2) koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila
terjadi peningkatan kasus di wilayah kerjanya.1
Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas
kelurahan adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor
program diare dan petugas perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus
memiliki kompetensi untuk melaksanakan penanggulangan diare sesuai dengan
standar. Perawat / wasor harus mampu menganalisis data dalam rangka sistem
20
kewaspadaan dini serta mampu memberikan penyuluhan (KIE – komunikasi,
informasi, dan edukasi) dan pemeriksaan di Posyandu. Selain itu, pada kegiatan
Posyandu diperlukan kader / toma yang membantu perawat atau bidan dalam
memberikan penyuluhan. Untuk memperlengkapi petugas dengan kompetensi dan
ketrampilan tersebut, dibutuhkan beberapa pelatihan tentang (1) program
pemberantasan diare (P2D) yang meliputi aspek manajemen, aspek klinik, aspek
epidemiologi, dan aspek laboratorium, (2) peningkatan peran serta masyarakat
bagi kader kesehatan di Posyandu, (3) tatalaksana diare bagi petugas Puskesmas,
dan (4) tatalaksana diare dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) bagi petugas kesehatan di Puskesmas. Selain kompetensi tersebut,
petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu, yaitu dokter umum harus
memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani penderita diare,
perawat / wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam
melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu
memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat.1
Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I
dan II, BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk
pengadaan sarana dan prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan
yang berlaku adalah (1) 100% sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat
swadaya Puskesmas, (2) 100% pembiayaan operasional manajemen P2D di
Sudinkesmas berasal dari anggaran APBD tingkat II, dan (3) biaya operasional
pengobatan berasal swadana Puskesmas.1
Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung
terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m 2,
cukup pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23o Celcius, (2)
ruang tunggu pasien yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit
sebagai tempat konsultasi tentang diare. Pada Posyandu, sarana dan prasarana
yang diperlukan adalah (1) oralit untuk rehidrasi oral bagi penderita diare dan (2)
lembar penyuluhan.1
21
BAB III
METODE PELAKSANAAN
22
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat kecamatan Kuala batee yang
datang berkunjung ke puskesmas Kuala Batee mulai Januari – Februari 2018
yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Bersedia menjadi responden penelitian untuk mengisi kuesioner yang
diajukan.
2. Bersedia mengikuti penelitian sampai dengan selesai.
Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kuala
Batee yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.
23
BAB IV
PENYAJIAN DATA
24
4.2 Data Demografi
Puskesmas Perawatan Kuala batee mempunyai wilayah kerja
dari 10 desa dengan luas wilayah dan jumlah penduduk sebagai
berikut :
Luas
Laki-
No Nama Gampong wilayah Perempuan Jumlah
laki
( Ha)
1 Alue Padee 2,00 598 481 1.079
2 Blang Panyang 5,00 208 186 394
3 Kampung Tengah 4,00 564 554 1.118
4 Blang Makmur 3,50 667 678 1.345
5 Krung Panto 0,51 405 393 789
6 Panto Cut 3,30 465 502 967
7 Pasar Kota Bahagia 0,40 685 732 1.417
8 Kota Bahagia 3,10 425 448 873
9 Geulanggang 2,50 689 745 1.434
10 Gajah 3,60 54 547 1.088
Kuala Terebue
25
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari 10 desa yang ada 2 desa yang
mempunyai wilayah yang luas dan banyak penduduknya yaitu Pasar kota bahagia
dan Kuala terubu, sedangkan desa yang lainnya banyak jumlah penduduknya
namun desa nya relative tidak luas. Sehingga memerlukan analisis-analisis
terhadap luas wilayah dan jumlah penduduk dalam rangka untuk pembangunan di
bidang kesehatan.
26
Peta wilayah kerja Puskesmas Kuala Batee
27
Poskesdes Kampung Tengah di desa Kampung Tengah yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Murnita, Amd.Keb.
( memiliki kendaraan Roda 2 )
Poskesdes Geulanggang Gajah di Geulanggang Gajah yang
dipertanggungjawabkan kepada bidan desa Asysyifa, Amd.Keb.
Poskesdes Panto Cut di Panto Cut yang dipertanggungjawabkan
kepada bidan desa Neneng Safitri,A.md.Keb.
Poskesdes Pasar Kota Bahagia di Pasar Kota Bahagia Yang
diprtanggungjawabkan kepada
Bidan desa Cut Rahwatul Ulfia,Amd.Keb.
Bidan desa di 5 desa lainnya yang tidak memiliki Poskesdes atau lainnya
adalah sebagaimana diuraikan dibawah dan di pertanggung jawabkan kepada
bidan desa Posyandu plus.
5. Posyandu :
sehubungan dengan luasnya desa dan tersebarnya dusun yang jauh dari
jangkauan pusat desa, maka pada desa-desa tertentu dengan
wilayahnya lebar dibentuk beberapa pos seperti dalam daftar dibawah
ini :
No Nama Gampong Jumlah Pos Jumlah kader Ket.
1 Alue Padee 2 pos 8 org
2 Blang Panyang 1 pos 4 org
3 Kampung Tengah 2 pos 8 org
4 Krung Panto 1 pos 4 org
5 Blang Makmur 3 pos 12 org
6 Panto Cut 2 pos 8 org
7 Pasar Kota Bahagia 2 pos 8 org
8 Kota Bahagia 2 pos 8 org
9 Geulanggang Gajah 2 pos 8 org
10 Kuala Terebue 2 pos 8 org
JUMLAH 19 Pos 76 org
28
4.4 Data Tenaga Kesehatan
29
6 Febris 81 DHF 2
7. Chepalgia 67 Hipertensi 2
8. Alergi 52 TIA 2
9. Dermatitis 43 Abdomen pain 1
10. Diabetes Melitus 36 Ulkus debitus 1
FEBRUARI 2018
No. Penyakit Rawat Jalan Penyakit Rawat Inap
30
BAB V
DISKUSI
Mini Project ini telah dilaksanakan sekitar kurang lebih sebulan (periode
Januari – Februari 2018). Data Mini Project ini berupa data primer yaitu data yang
dihasikan melalui kuesioner sebagai alat pengumpulan data dan data sekunder
yang diperoleh berdasarkan laporan angka kunjungan pasien di Puskesmas Kuala
batee.
Data pengetahuan masyarakat Kuala batee terhadap diare diperoleh dari
hasil pengisian kuesioner yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan
sesudah responden diberikan penyuluhan.
Penelitian ini melibatkan 20 orang responden yang dinilai tingkat
pengetahuannya terhadap diare.Skor terendah dalam penelitian ini adalah 12 dan
skor tertinggi adalah 24. Adapun tingkat pengetahuan responden sebelum
diberikan penyuluhan antara lain skor pengetahuan 24 sebanyak 2 orang
responden (10%), skor 23 sebanyak 2 orang responden (10%), skor 22 sebanyak 3
orang responden (15%), skor 21 sebanyak 5 orang responden (25%), skor 20
sebanyak 2 orang responden (10%) skor 19 sebanyak 3 orang responden (15%)
skor 18 sebanyak 2 orang responden (10%), dan skor 17 sebanyak 1 orang
responden (5%)
Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap Diare Sebelum Diberikan
Penyuluhan
Pengetahuan Frekuensi (Orang) Persentase (%)
17 1 5
18 2 10
19 3 15
20 2 10
21 5 25
22 3 15
23 2 10
24 2 10
31
Total 20 100
32
1. Program ini harus dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga
mencakup semua desa (10 desa) yang ada dalam ruang lingkup
Puskesmas Kuala Batee.
2. Program ini harus bekerja sama dengan para bidan dan perawat yang
bertugas di desa sehingga sasaran seluruh masyarakat mendapatkan
pengetahuan tentang diare dan penanganan awal diare.
3. Untuk evaluasi lebih lanjut, pemantauan terhadap jumlah kunjungan
pasien diare ke puskesmas maupun bidan desa tetap dilakukan secara
berkesinambungan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
33
semakin menekan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskemas Kuala
Batee
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
34
5. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editors. Nelson textbook of pediatrics 17 th ed. Philadelphia: Saunders;
2004. p.1276-1281.
6. Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Diunduh dari : http://www.emedicine.com
pada 13 Juni 2012
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Angka kejadian diare masih tinggi. Diunduh dari :http://www.depkes.go.id.
Diakses pada tanggal 2 Februari 2018.
8. World Health Organization dan United Nations Children Foundation. Clinical
management on acute diarrhoea. Geneva : World Health Organization and
United Nations joint statement; 2007.
9. Utamaningsih, Wahyu Rahayu. Menjadi dokter bagi anak anda. Yokyakarta :
Cakrawala Ilmu; 2010
LAMPIRAN 1
No. Responden:
Identitas Diri:
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
35
( ) Laki – laki
( ) Perempuan
3. Status Perkawinan:
( ) Belum menikah
( ) Menikah
( ) Pernah menikah (duda/janda)
( ) SD ( ) D1 ( ) S1
( ) SMP ( ) D2
( ) SMA ( ) D3
36
8. Lalat adalah salah satu hewan pembawa bakteri penyebab diare:
a. Benar
b. Salah
9. Penyediaan air bersih untuk keperluan sehari – hari adalah salah satu
pencegah diare:
a. Benar
b. Salah
10. Jarak sumber air (sumur) dengan WC yang benar untuk mencegah diare
adalah
a. Kurang dari 10 meter
b. Lebih dari 10 meter
11. Tindakan utama yang seharusnya dilakukan sebelum membawa penderita
diare ke puskesmas adalah:
a. Memberikan oralit atau air tajin
b. Memberikan obat penurun panas dan vitamin untuk meningkatkan
stamina tubuh
12. Di bawah ini, adalah akibat yang dapat terjadi pada penderita diare:
a. Kekurangan cairan tubuh dan garam – garaman yang diperlukan tubuh.
Makin lama seseorang menderita diare, semakin banyak dan cepat pula
tubuhnya kehilangan cara akibat kekurangan yang terus menerus akan
menimbulkan kematian.
b. Kelumpuhan dan kekurangan darah dan bila tidak segera diobati dapat
menyebabkan kematian.
37
LAMPIRAN 2
Cara Pembuatan Larutan Gula Gara, (LGG)
38