You are on page 1of 22

STATUS PASIEN

KETERANGAN UMUM

Nama : Ny. U
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl.Pulau Damar Gg.Bayur No.40 Lampung
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2009

I. ANAMNESA (Allo+Autoanamnesa)

Keluhan Utama : Kelemahan pada kedua anggota gerak bawah


Anamnesa Khusus:
Tiga bulan yang lalu, pasien merasa kelemahan pada kedua kaki. Keluhan
dirasakan setelah susah buang air besar selama kurang lebih satu minggu. Keluhan
disertai perasaan baal pada kedua kaki.
Keluhan tidak disertai dengan nyeri pinggang yang menjalar ke bokong dan kaki,
nyeri pada leher, mulut mencong, bicara rero, penglihatan ganda, kepala terasa berdenyut,
mual, muntah, kejang, gangguan ingatan, gangguan pendengaran, dan demam.
Tidak ada riwayat batuk lama disertai keringat malam, tekanan darah tinggi,
kencing batu, trauma pada panggul, sering kencing, dan sering merasa haus. Riwayat
keluhan yang sama tidak terdapat pada keluarga pasien.

II. PEMERIKSAN FISIK

A. KEADAAN UMUM
Kesadaran : komposmentis
Ukuran badan : normal
Keadaan gizi : baik
Kulit : turgor baik
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : Frekuensi: 80 x/menit, irama: regular, isi: cukup
Pernafasan : Frekuensi: 24 x/menit, teratur, jenis: abdominotorakal
Suhu : afebris

B. PEMERIKSAAN INTERNE

Kepala : normocephal
Mata Konjungtiva : anemis - / -
Sklera : ikterik - / -
Pupil : isokor, refleks cahaya +/+
Leher : pembesaran KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris, Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : batas jantung kiri LMCS , Bunyi jantung S1-S2 murni reguler.
Murmur (-) Gallop (-).
Paru-paru : VBS kiri = kanan
Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Datar, lembut
Hepar/Lien tidak teraba
Bising usus (+)
Ekstremitas : sianosis -/-, edema -/-
Kulit : turgor baik
Gibus :-

C. PEMERIKSAAN KHUSUS
Sistem Saraf Otonom
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
Keringat : Tidak ada kelainan

Pembuluh Darah
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : JVP tidak meningkat

Pemeriksaan Mental
a. Umum
Isi kesadaran : Baik
Hubungan Psikik : Baik
Emosi : Baik

b. Fungsi Luhur
Tangan dominan : Kanan
Orientasi Waktu : Baik
Orientasi Orang : Baik
Orientasi Tempat : Baik
Ingatan Jangka Pendek : Baik
Ingatan Jangka Panjang : Baik
Kalkulasi : Baik
Lainnya Apraksia :-
Afasia Motorik/sensorik :-
Anosognosia :-
Astereognosia :-
Agrafia :-

PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
A. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Sikap tubuh: Sulit Dinilai

B. Tanda Rangsangan Selaput Otak:


Kaku Kuduk :-
Laseque : -/-
Laseque Menyilang : -/-
Kernig : -/-
Brudzinsky I :-
Brudzinsky II :-
Brudzinsky III :-

C. Koordinasi
Ekwilibrium : Sulit dinilai
Berdiri
Dengan mata terbuka : Sulit dinilai
Dengan mata tertutup : Sulit dinilai
Jalan
Cara jalan terus : Sulit dinilai
Cara jalan membelok : Sulit dinilai
Tandem : Sulit dinilai
Tes jari tumit : Sulit dinilai
Tes Romberg : Sulit dinilai
Non Kewilibrium
Tes telunjuk-hidung : normal
Tes telunjuk-telunjuk : normal
Tes Tumit-lutut :-
Past Pointing ke : normal
Disdiadokokinesis : tidak dilakukan
Rebound : normal

D. Sistem Motorik
a. Kekuatan Kontraksi (Skala 0-5)
5 5
2-3 3
b. Keadaan Otot
i. Tonus : normotonus normotonus
Hipotonus hipotonus
ii. Atrofi :-
iii. Nyeri tekan : -/-
iv. Fasikulasi : -/-
c. Gerakan Involunter (Tipe frekuensi dari gerakan) : -
E. Refleks-Refleks
REFLEKS KA KI REFLEKS KA KI REFLEKS KA KI
BISEPS + + LATERAL TD TD HOFFMANN - -
ATAS TROMMER
ABDOMEN
TRISEPS + + LATERAL TD TD KLONUS - -
BAWAH PATELLA
ABDOMEN
RADIAL + + KREMASTER TD TD KLONUS - -
ACHILLES
PATELLA ↑ ↑ ANAL TD TD MEMEGANG - -
ACHILESS ↑ ↑ BABINSKI + + MENCUCUT - -
RAHANG TD TD CHADDOCK - - PALMOMENTAL - -

F. SISTEM SENSORIK
Eksterosepsi : hipestesia T10 ke bawah
Propiosepsi : dalam batas normal

G. SARAF OTAK
I. Olfaktorius : Baik
II. Optikus
Tajam Pandangan : Baik, visus > 3/60
Lapang Pandang : Baik
Oftalmoskopi : tidak dilakukan
Papil : tidak dilakukan
A/V : tidak dilakukan
Perdarahan : tidak dilakukan
Lainnya : tidak dilakukan
Optoklinetik : tidak dilakukan
Oftalmodinamometer tidak dilakukan
III,IV,VI Okulomotorius, Troclearis, Abducens
Fisura Palpebra : -/-
Ptosis (III) : -/-
Posisi Mata (Diagram) : normal/normal
Exopthalmus (VII perifer), Enoftalmus: -/-
Diplopia : -/-
Tekanan Bola Mata : -/-
Horner : -/-
Gerakan Bola Mata : baik
Nystagmus : -/-
Konvergensi : baik
Pupil Ukuran : bulat isokor D=3/3
Reaksi Cahaya : +/+

V. Trigeminal
Motorik : baik
Sensorik
Cabang oftalmik : baik
Cabang maksilaris : baik
Cabang mandibularis : baik
Refleks kornea : baik
VII. Fasial
Motorik (volunter,emosional) : baik
Kecap 2/3 depan lidah : Tidak dilakukan
Lakrimasi : Tidak dilakukan

VIII. Akustik (otoskopik)


Cochlear:
Subjektif (tinitus) : Tidak dilakukan
Hiperakustik : Tidak dilakukan
Tajam Pendengaran : Tidak dilakukan
Rinne : Tidak dilakukan
Weber : Tidak dilakukan
Vestibular : kalorik: Tidak dilakukan

IX, X Glosofaringeal, Vagus


Gerakan palatum dan uvula : Baik
Refleks muntah : Baik
Menelan : Baik
Tes kalimat/suara : Baik

XI ASCESORIUS (PARESE, TONIK, SPASME)


Sternocleidomastoid : Baik
Trapezius : Baik

XII Hipoglosus
Deviasi :-
Fasikulasi :-
Atrofi :-
USUL-USUL/PEMERIKSAAN TAMBAHAN :
1. MRI: mielitis pada level T6-T12, causa tidak dapat ditentukan
2. Foto Vertebra Torakal
3. Nerve Conduction Study
4. EMG
5. Lab:
Pemeriksaan darah rutin
LED
Fosfatase alkali/asam
Kalsium
Analisis Urin

DIAGNOSA :
1. Suspek Myelopati Torakal setinggi segmen medula spinalis T10
Ec suspek inflamasi

USUL TERAPI :
Umum:
- Bed rest
- Edukasi
- Fisioterapi

Khusus:
- Kortikosteroid

PROGNOSA
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam

MYELOPATHY

1. Definisi

Merupakan penyakit atau kelainan yang mengenai medula spinalis.

2. Etiologi
a. Kompresi: abses epidural, spondilosis servikal, tumor intramedula,

b. Vaskular: infark, arteriovenous malformation.

c. Inflamasi: multiple sklerosis, tranverse mielitis, sarcoidosis.

d. Infeksi : Virus( HSV 1, HSV 2, CMV, HIV) bakteri (sifilis dan listeria) parasit

( schistosomiasis, toxoplasmosis)

e. Developmental: meningomielokel

f. Metabolik :def Vit B12, adrenomyeloneuropathy.

3. Manifestasi klinis

Terjadi Disfungsi motorik, sensorik dan atau Otonom. Disfungsi motorik pasien

umumnya menunjukan tanda dan gejala UMN mengenai kedua kaki (paraparesti spastic)

atau jika lesi terletak pada medulla spinalis servikal atas maka akan mengenai keempat

anggota gerak (tetraparesis spastic). Tanda klinis disfungsi sensorik adalah adanya tingkat

sensorik misalnya pada batang tubuh pasien dimana sensasi kutaneus dibawah lesi

terganggu, sedangkan diatas lesi normal. Disfungsi Otonom misalnya gangguan kandung

kemih merupakan gambaran awal penyakit medulla spinalis. Pasien mengalami urgensi

dan frekuensi berkemih, dan akhirnya inkontinensia urin. Gejala usus besar jarang terjadi

walau kadang pasien mengeluhkan konstipasi. Sering terjadi disfungsi seksual terutama

impotensi ereksi.

Tergantung level yang terkena.


1. Servikal

- C4-C5 menyebabkan kuadriplegia

- C5-C6 Kehilangan kekuatan dan reflek bisep

- C7 kelemahan ekstensi pada jari tangan dan pergelangan tangan , trisep


- C8 Gangguan fleksi dari pergelangan tangan dan jari tangan.

- Pada semua level dapat disertai horners syndrome (miosis, ptosis, facial

hypohidross)

2. Thorakal

- kelemahan kaki dan gangguan fungsi berkemih dan buang air besar disertai

paralisis.

- Lesi di T9-T10 paralisis bagian bawah perut, tidak pada bagian atas.

3. Lumbal

- L2-l4 paralisis fleksi dan aduksi paha, lemah pada lutut saat ekstensi, reflek

patella.

- L5-S1 paralisis pergerakan kaki dan angkle, fleksi lutut, ekstensi paha dan

ankle jerk.

4. Sacral

- Bilateral saddle anesthesia (S3-S5)

- Disfungsi berkemih dan buang air besar yang menonjol (retensi urin,

inkontinensia) impotensi

Mielopati dapat diklasifikasikan berdasarkan modifikasi skala Frankel:

Grade A: Gangguan motor and sensori secara komplit.

Grade B: Gangguan motorik, sensori terbatas.


Grade C: functionally useless motor sparing.

Grade D: Fungsi motor terbatas.

Grade E: Tidak ada gangguan neurologi

Terapi

Dilakukan Penatalaksanaan sesuai etiologi yang diketahui. Misalnya kompresi

mielopati (neoplasma) diberikan glukokortikoid untuk mengurangi edema spinal cord,

local radioterapi sesuai tipe tumor. Operasi biasanya merupakan indikasi dari mielopati.
RADIKULOPATI

I. Pendahuluan
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
II. Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu
proses kompresif, proses inflamasi, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi
terjadinya proses.

a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus, tumor
medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis
spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis
tuberkulosa, cervical spondilosis

b. Proses inflammatori
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster

b. Proses degeneratif
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti Diabetes Mellitus

III. Tipe-tipe radikulopati

a. Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut
sciatica. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging
diskus (disk bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus
pulposus. Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan
(low back pain)
b. Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan “pinched nerve” atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf yang halus pada leher.
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
c. Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak
lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang
menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada
bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.

V. Manifestasi Klinis Radikulopati


Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat
tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau
bahkan menghilang.

Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

Manifestasi klinis radikulopati pada daerah servikal antara lain :


 Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
 Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan
regangan pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala, penderita
seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
 Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah
trapezius, berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan
dan atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan
abduksi dan eksorotasi lengan.
 Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu,
dan menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1
dan bagian lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari,
menurunnya refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
 Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri pada bahu, area perktoralis dan
medial aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2
dan 3 atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2,3 juga
jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan pektoralis.
 Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial
lengan bawah. Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan
sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan n.ulnaris).

Gambar 12. Penjalaran nyeri pada radikulopati servikal


Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :
 Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis,
dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk,
bersin, atau mengedan saat defekasi).
 Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya
dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang
berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang
sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena
(Minor’s sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman
dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu
disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor
intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
 Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja
tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat
berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan
bertumpu pada jari kaki (karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada
saraf, sehingga memperburuk nyeri).
Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi
lutut disebut Neri’s sign.
 Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
 Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
 Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
 Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan
mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan
sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.

Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal


Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan
anamnesa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma
atau infeksi dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya,
adanya paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti
kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan
pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan
saraf perifer atau segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot).
 Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan:
1. Terbatasnya “range of motion” leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3. Test Lhermitte
Test ini dilakukan dengan mengadakan penekanan pada kepala dengan posisi
leher tegak lurus atau miring sehingga berkas serabut sensorik di foramen
intervertebrale yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Gambar 14 . Test Lhermitte

4. Test distraksi
Test ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikular. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.

Gambar 15. Test Distraksi

Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain :


1. Lasegue’s sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif lakukan fleksi
sendi coxae, sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi. Fleksi pada sendi coxae
dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada
radikulopati lumbal, sebelum tungkai mencapai kecuraman 70°, akan didapatkan
nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan paresthesia) pada sciatic notch disertai
nyeri dan hipersensitif sepanjang n.iskiadikus.
Straight-leg-raising-test : dilakukan dengan metode seperti Kernig’s sign.
Bila kedua prosedur tersebut positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen
atau iritasi radiks lumbosakral.
Bonnet’s phenomenon merupakan modifikasi Lasegue’s test, yang mana nyeri
akan lebih berat atau lebih cepat muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan
endorotasi.
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegue’s test adalah Bragard’s
sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi kaki) dan Sicard’s sign (Lasegue disertai
dengan dorsofleksi jari-1 kaki). Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue
dapat menunjukkan hasil negatif. Dengan modifikasi ini, stretching n.iskiadikus di
daerah tibial meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan
Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.

Gambar 16 . Test Lasegue


Gambar 17. Spurling’s sign

2. Test Lasegue silang


Pada beberapa pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang sakit dapat
diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi lurus.
Test O’Conell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat
dirasakan pada sisi yang sehat (Fajersztajn’s sign), namun dengan derajat yang lebih
ringan. Selanjutnya pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian
dilakukan secara bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat
direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan menyebabkan eksaserbasi nyeri,
kadang juga disertai dengan paresthesia.
Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi diskus
intervertebra.
3. Nerve pressure sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegue’s test dilakukan hingga penderita
merasakan nyeri, kemudian lutut difleksikan 20°, dilanjutkan dengan fleksi sendi
coxae dan penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri.
Test ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf.
Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi
vena jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa
penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return
dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit (Naffziger’s
test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra,
akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.

Pemeriksaan Penunjang Radikulopati


Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa
nyeri, baal, atau paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejala-
gejala tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan
penatalaksanaan radikulopati, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain :
a. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita
radikulopati juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan
apapun.
b. MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan
radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif
pada diskus intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki
keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan
struktural pada medula spinalis dan radiks saraf.
CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
Namun demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi
masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test
preoperatif, seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan.
d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
e. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

VI. Penatalaksanaan Radikulopati


1. Informasi dan edukasi
2. Farmakoterapi
a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi
epidural.
b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau sangat diperlukan).
3. Terapi nonfarmakologik
a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi
tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi
(tergantung kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat).
b. Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri (akupunktur, modalitas termal), latihan
kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan
aktivitas.
4. Invasif nonbedah
 Blok saraf dengan anestetik lokal.
 Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi pembengkakan
edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf.
5. Bedah
Indikasi operasi pada HNP :
 Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat /
intractable / menetap / progresif.
 Defisit neurologik memburuk.
 Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
 Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik.

You might also like