Professional Documents
Culture Documents
OUTLOOK NENAS
OUTLOOK NENAS
ISSN : 1907-1507
Penyunting :
Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc.
Ir. Noviati, MSi.
Naskah :
Ir. Anna Astrid Susanti, MSi.
Design Sampul :
Victor Saulus Bonavia
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
2015
KATA PENGANTAR
Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook
Komoditas Hortikultura.
Publikasi Outlook Nenas Tahun 2015 merupakan salah satu bagian dari
Outlook Komoditas Pertanian, yang menyajikan keragaan data series komoditi
Nenas secara nasional dan internasional selama 10-30 tahun terakhir serta
dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun juga
dalam bentuk soft copy (CD) dan dapat diperoleh atau diakses melalui website
Pusdatin yaitu http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id /.
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi Nenas secara
lebih lengkap dan menyeluruh.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini,
kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar
penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................vii
DAFTAR TABEL ............................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG .............................................................. 1
1.2. TUJUAN .......................................................................... 3
1.3. RUANG LINGKUP ................................................................ 3
BAB II. METODOLOGI......................................................................... 5
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI.............................................. 5
2.2. METODE ANALISIS ............................................................. 6
BAB III. KERAGAAN NENAS NASIONAL ................................................... 9
3.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS
NENAS DI INDONESIA ......................................................... 9
3.1.1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Indonesia ................ 9
3.1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Nenas
di Indonesia ......................................................... 11
3.1.3. Sentra Produksi Nenas di Indonesia ............................. 13
3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI NENAS DI INDONESIA ...................... 15
3.3. PERKEMBANGAN HARGA NENAS DI INDONESIA .......................... 17
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR NENAS INDONESIA .............. 18
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia .............. 18
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Nenas Indonesia ............... 20
3.4.3. Neraca Perdagangan Nenas Indonesia .......................... 21
BAB IV. KERAGAAN NENAS DUNIA ..................................................... 23
4.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI
DAN PRODUKTIVITAS NENAS ASEAN DAN DUNIA ........................ 23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data ................................ 5
Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen dan
Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980-2014 ...... 10
Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Penawaran Nenas Indonesia, 2015-2019 ............... 43
Tabel 5.2. Angka Sasaran Produksi Nenas Indonesia, 2015-2019.................. 44
Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Nenas Indonesia, 2015-2019 ................. 45
Tabel 5.4. Proyeksi Surplus/Defisit Nenas Indonesia, 2015-2019 ................ 46
Tabel 5.5. Proyeksi Ketersediaan Nenas ASEAN, 2015-2019 ....................... 47
Tabel 5.6. Proyeksi Ketersediaan Nenas Dunia, 2015-2019 ........................ 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ...................................................... 9
Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ..................................................... 11
Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ..................................................... 12
Gambar 3.4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Nenas di Indonesia, Rata-
rata 2010-2014............................................................. 13
Gambar 3.5. Perkembangan Produksi Nenas di Provinsi Sentra di
Indonesia, 2010-2014 ..................................................... 14
Gambar 3.6. Produksi Nenas di Provinsi Lampung, 2014 ........................... 14
Gambar 3.7. Produksi Nenas di Provinsi Jawa Barat, 2014 ......................... 15
Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Nenas di Indonesia, 2002-2014 .......... 16
Gambar 3.9. Perkembangan Ketersediaan Nenas di Indonesia, 1993-2014 ...... 17
Gambar 3.10. Perkembangan Harga Nenas di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1997-2014 ..................................................... 18
Gambar 3.11. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia, 2000-2014 ....... 19
Gambar 3.12. Beberapa Negara Tujuan Ekspor Nenas Indonesia, 2014 ........... 19
Gambar 3.13. Perkembangan Volume Impor Nenas Indonesia, 2000-2014 ........ 20
Gambar 3.14. Beberapa Negara Asal Impor Nenas Indonesia, 2014 ................ 21
Gambar 3.15. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca
Perdagangan Nenas Indonesia, 2010-2015 ............................ 22
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Panen Nenas Negara ASEAN, 1980-2013...... 23
Gambar 4.2. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di
ASEAN, Rata-rata 2009-2013 ............................................ 24
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Nenas Negara ASEAN, 1980-2013 ......... 25
Gambar 4.4. Beberapa Negara dengan Produksi Nenas Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2009-2013 ...................................................... 26
Gambar 4.5. Perkembangan Produktivitas Nenas Negara ASEAN, 1980-2013 ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ................................................... 55
Lampiran 2. Perkembangan Produksi Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ................................................... 56
Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Nenas di Jawa, Luar Jawa dan
Indonesia, 1980-2014 ................................................... 57
Lampiran 4. Beberapa Provinsi Sentra Produksi Nenas di Indonesia,
2010-2014 ................................................................ 58
Lampiran 5. Beberapa Kabupaten/Kota Sentra Produksi Nenas di
Provinsi Lampung, 2014................................................ 58
Lampiran 6. Beberapa Kabupaten/Kota Sentra Produksi Nenas di
Provinsi Jawa Barat, 2014 ............................................. 59
Lampiran 7. Perkembangan Konsumsi Nenas di Indonesia, 2002-2014 ........ 60
Lampiran 8. Perkembangan Penggunaan dan Ketersediaan Nenas di
Indonesia, 1993-2014 ................................................... 61
Lampiran 9. Perkembangan Harga Nenas di Tingkat Produsen di
Indonesia, 1997-2014 ................................................... 62
Lampiran 10. Perkembangan Ekspor dan Impor Nenas Indonesia,
2000-2014 ................................................................ 63
Lampiran 11. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Nenas ASEAN, 1980-2013 .............................................. 64
Lampiran 12. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Nenas Dunia, 1980-2013 ............................................... 65
Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di
Dunia, 2009-2013 ....................................................... 66
Lampiran 14. Beberapa Negara dengan Produksi Nenas Terbesar di
Dunia, 2009-2013 ....................................................... 66
Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Nenas
ASEAN, 1980-2012....................................................... 67
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB I. PENDAHULUAN
Nenas (Ananas comosus L.) adalah salah satu komoditas buah unggulan di
Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya produksi nenas yang menempati posisi
ketiga setelah pisang dan mangga. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, buah
nenas juga dapat diolah menjadi berbagai produk seperti jus, selai, sirup dan
keripik. Buah nenas mengandung unsur air, gula, asam organik, mineral,
nitrogen, protein, bromelin serta semua vitamin dalam jumlah kecil, kecuali
vitamin D. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstraksi cairannya
untuk pakan ternak, sedangkan serat pada daun dapat diolah menjadi kertas dan
tekstil (Hadiati dan Indriyani, 2008).
Produksi nenas Indonesia cukup besar. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP)
tahun 2014 produksi nenas mencapai 1,84 juta ton. Untuk wilayah Asia Tenggara,
Indonesia termasuk penghasil nenas terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand
dengan kontribusi sekitar 23%. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan
daerah penghasil nenas karena didukung oleh iklim tropis yang sesuai. Namun
demikian pengembangan nenas belum mendapat perhatian serius karena belum
berkembangnya penggunaan varietas unggul dan belum optimalnya teknik
budidaya (Hadiati dan Indriyani, 2008).
Potensi nenas sebagai komoditi andalan ekspor Indonesia sebenarnya cukup
besar, namun peran Indonesia sebagai produsen maupun eksportir nenas segar
masih kecil. Beberapa permasalahan terkait kualitas dan keamanan pangan
menjadi penyebab kurang maksimalnya kontribusi nenas segar Indonesia dalam
perdagangan internasional. Peluang terbesar justru pada perdagangan nenas
olahan, yaitu nenas dalam kemasan kaleng. Saat ini eksportir terbesar adalah
Great Giant Pineapple di Lampung yang tercatat sebagai eksportir koktail ketiga
di dunia.
1.2. TUJUAN
Outlook Nenas tahun 2015 disusun berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari daerah, instansi terkait di
lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian seperti
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Jenis
variabel, periode dan sumber data disajikan pada Tabel 2.1.
b. Analisis Penawaran
Penawaran komoditi nenas merupakan representasi dari produksi
nenas dalam negeri. Variabel produksi diproyeksikan dengan menggunakan
metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing).
Metode pemulusan eksponensial berganda digunakan jika data
menunjukkan adanya trend. Dengan metode ini dilakukan pemulusan
sederhana dengan dua komponen yang harus di-update setiap periode, yaitu
komponen level dan trend. Level adalah estimasi yang dimuluskan dari nilai
data pada akhir masing-masing periode, sedangkan trend adalah estimasi
yang dimuluskan dari pertumbuhan rata-rata pada akhir masing-masing
periode (Subagyo, 1986).
Rumus estimasi dengan metode pemulusan eksponensial berganda
adalah sebagai berikut:
St = α * Yt + (1 – α) * (St-1 + bt-1)
bt = Υ * (St – St-1) + (1 – Υ) * bt-1
dimana:
St = peramalan/estimasi untuk periode t.
Yt = Nilai aktual time series
α = konstanta perataan antara 0 dan 1
c. Analisis Permintaan
Analisis permintaan komoditi nenas dalam negeri merupakan analisis
konsumsi nenas di Indonesia berdasarkan data pengeluaran untuk konsumsi
dari hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik. Data pengeluaran untuk konsumsi
nenas SUSENAS diperoleh dalam satuan kg/kapita sehingga harus dikalikan
dengan jumlah penduduk agar diperoleh konsumsi nasional.
Karena keterbatasan ketersediaan data, analisis untuk proyeksi
permintaan nenas hanya menggunakan model analisis trend linear (trend
analysis linear). Periode series data yang digunakan adalah tahunan.
absolut yang sangat tergantung pada skala dari data deret waktu. Selain itu
interpretasi nilai MSD tidak bersifat intuitif, karena ukuran ini menyangkut
pengkuadratan sederetan nilai (Subagyo, 1998). Dengan keterbatasan MAD
dan MSD sebagai ukuran ketepatan peramalan, maka digunakan MAPE
sebagai ukuran ketepatan dalam estimasi.
(Ha)
200.000
180.000
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
0
1984
1980
1982
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia,
1980-2014
Tahun 2010-2014 luas panen nenas cukup stabil dengan pertumbuhan rata-
rata sebesar 5,49% per tahun, namun hasilnya belum mampu menyamai luas
panen tahun 1980-1996.
Secara umum luas panen nenas di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan
luas panen nenas di Luar Jawa dengan tingkat pertumbuhan yang juga lebih
tinggi sebagai dampak dari melonjaknya luas panen nenas tahun 1986. Sejak
krisis moneter luas panen nenas lebih banyak terdapat di Luar Jawa, tetapi
tingkat pertumbuhan luas panen nenas di Luar Jawa sangat lambat dibandingkan
di Jawa. Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan luas panen nenas di Luar Jawa
phanya sebesar 0,63% per tahun, sedangkan rata-rata luas panen nenas di Jawa
sebesar 26,09% per tahun.
Dari sisi kontribusinya, pada tahun 1998-2013 kontribusi luas panen nenas
di Jawa sebesar 54,42% dari total luas panen nenas Indonesia (Tabel 3.1),
melebihi kontribusi luas panen nenas di Luar Jawa. Kontribusi tersebut
mengalami penurunan pada tahun 2010-2014 menjadi 32,90%, sedangkan di Luar
Jawa naik menjadi 67,10%. Perkembangan luas panen nenas di Jawa, Luar Jawa
dan Indonesia selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen dan Produksi
Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia, 1980–2014
(000 Ton)
2.500
2.250
2.000
1.750
1.500
1.250
1.000
750
500
250
0
2008
2012
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2010
2014
produktivitas nenas sebesar 8,68 ton/ha, maka pada tahun 2014 telah mencapai
117,53 ton/ha. Rata-rata pertumbuhan produktivitas nenas pada periode
tersebut sebesar 17,20% per tahun dengan peningkatan tertinggi terjadi pada
tahun 1997 sebesar 306,15% (Lampiran 3). Dalam lima tahun terakhir
produktivitas nenas Indonesia cenderung menurun yang disebabkan oleh turunnya
tingkat produktivitas nenas di Jawa.
Meskipun produktivitas nenas di Jawa secara umum lebih besar
dibandingkan di Luar Jawa, tetapi sejak tahun 2012 tingkat produktivitas nenas
di Luar Jawa mampu mengungguli produktivitas nenas di Jawa.
Budidaya nenas umumnya belum menerapkan teknologi secara optimal
dengan input produksi yang minimal. Hal ini berpengaruh terhadap mutu dan
produktivitas nenas. Produktivitas nenas yang tinggi dalam publikasi ATAP
Hortikultura sebenarnya merupakan produktivitas nenas dengan mahkota sesuai
dengan Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura. Untuk mengetahui
produktivitas nenas yang benar-benar dapat dikonsumsi oleh masyarakat
diperlukan konversi dari produktivitas nenas dengan mahkota menjadi
produktivitas nenas tanpa mahkota.
(Ton/Ha)
200,00
175,00
150,00
125,00
100,00
75,00
50,00
25,00
0,00
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Jawa
Tengah Lainnya
Jambi
5,63% 19,93%
7,33%
Jawa Timur
8,21%
Sumatera
Utara
12,00%
Lampung
Jawa Barat 33,65%
13,26%
(Ton)
800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Lampung Jawa Barat Sumatera Utara
Lainnya Lampung
0,11% Tengah
99,70%
Lampung
Timur
0,18%
Bogor Lainnya
7,40% 2%
Subang
91%
Data konsumsi nenas di Indonesia diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Total konsumsi
nenas per kapita dalam periode tahun 2002-2014 masih menunjukkan
peningkatan rata-rata sebesar 1,93% per tahun yang disebabkan lonjakan
konsumsi nenas pada tahun 2011 sebesar 133,33%. Tahun 2002 konsumsi nenas
sebesar 0,47 kg/kapita, dan meningkat mencapai 0,57 kg/kapita pada tahun
2005. Setelah tahun 2006 terjadi penurunan konsumsi nenas hingga tahun 2010,
tetapi pada tahun 2011 terjadi lonjakan konsumsi menjadi 0,37 kg/kapita
(Gambar 3.8). Tahun 2014 konsumsi nenas di Indonesia hanya sebesar 0,22
kg/kapita. Perkembangan konsumsi nenas di Indonesia selengkapnya disajikan
pada Lampiran 7.
(Kg/Kapita)
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Nenas di Indonesia, 2002-20134
(Kg/Kapita)
10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
1994
1995
1996
1997
1998
1999
1993
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 3.9. Perkembangan Ketersediaan Nenas di Indonesia, 1993-2014
Pada umumnya buah nenas dipasarkan dalam bentuk segar dengan tujuan
ke pabrik dan atau pasar tradisional. Pola rantai pasokan yang berkembang pada
pemasaran nenas sangat beragam karena dipengaruhi oleh faktor geografis dan
waktu, dan biasanya petani menjual kepada pembeli yang menawarkan harga
paling menguntungkan.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, harga nenas di tingkat produsen
cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3.10). Rata-rata laju
pertumbuhan harga nenas di tingkat produsen sebesar 16,29% per tahun. Tahun
1997 harga nenas di tingkat produsen hanya sebesar Rp. 361,-/buah, dan
meningkat menjadi Rp. 4.235,-/buah. Harga nenas tahun 2014 merupakan harga
tertinggi dalam periode tahun 1997-2014 (Lampiran 9).
Namun demikian petani nenas masih menghadapi kendala dalam penetapan
harga nenas. Menurut Rahmawati (2013), kurangnya informasi yang dimiliki
petani mengenai perkembangan harga nenas di pasar, menyebabkan harga yang
diterima petani lebih rendah dibandingkan harga akhir di konsumen sehingga
keuntungan yang diterima petani rendah. Selain itu petani tidak memiliki
alternatif pemasaran nenas sehingga memposisikan petani hanya sebagai
penerima harga (price taker).
(Rp/Buah)
4.500
4.000
3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 3.10. Perkembangan Harga Nenas di Tingkat Produsen di Indonesia,
1997-2014
(Ton)
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
2011
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2012
2013
2014
Gambar 3.11. Perkembangan Volume Ekspor Nenas Indonesia, 2000-2014
Jika ditinjau dari negara tujuan ekspor, sebagian besar nenas Indonesia
diekspor ke Amerika Serikat, Belanda dan Spanyol dalam wujud nenas olahan.
Untuk tahun 2014, ekspor nenas Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 29,13%
dari total ekspor nenas, diikuti oleh Belanda (11,14%) dan Spanyol (9,13%).
Ekspor nenas ke ketiga negara tersebut secara kumulatif mencapai 49,40%
(Gambar 3.12).
Lainnya
50,60%
Amerika
Serikat
29,13%
Spanyol
9,13%
Belanda
11,14%
Volume impor nenas Indonesia pada tahun 2000-2014 secara umum jauh
lebih kecil dibandingkan volume ekspornya dan cenderung stabil dari tahun ke
tahun, kecuali volume impor nenas tahun 2008 yang melonjak menjadi 2,01 ribu
ton (Gambar 3.13) atau naik 484,39% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun
2014 volume impor nenas Indonesia sebesar 170 ton.
(Ton)
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Thailand
33,19%
Seiring dengan volumenya, nilai ekspor dan nilai impor nenas tahun 2000-
2014 juga berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Nilai ekspor nenas
tahun 2000 sebesar USD 61,41 juta dan meningkat menjadi USD 193,35 juta atau
rata-rata meningkat 18,73% per tahun. Dalam kurun waktu tersebut nilai ekspor
nenas tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar USD 204,55 juta (Lampiran 10).
Sedangkan jika ditinjau dari sisi nilai impornya terjadi peningkatan nilai impor
nenas sebesar 112,30% per tahun. Nilai impor tertinggi juga dicapai pada tahun
2008 sebesar USD 2,00 juta.
Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impor tersebut disusun neraca
perdagangan nenas Indonesia. Tahun 2000-2014 neraca perdagangan nenas
Indonesia masih berada pada posisi surplus (Gambar 3.15). Tahun 2000 surplus
perdagangan nenas hanya sebesar USD 61,33 juta dan meningkat hingga
mencapai surplus tertinggi pada tahun 2011 sebesar USD 203,33 juta. Tahun
2012-2014 posisi neraca perdagangan nenas masih surplus, tetapi perlu
diwaspadai persentase peningkatan impor yang lebih tinggi dibandingkan
ekspornya.
Perkembangan ekspor impor dan neraca perdagangan nenas olahan
selengkapnya disajikan pada Lampiran 10.
(000 USD)
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 3.15. Perkembangan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan
Nenas Indonesia, 2010-2014
(Ha)
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0
1982
1980
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
dunia, maka luas panen nenas di ASEAN dalam lima tahun terakhir memberikan
kontribusi sebesar 23% dari total luas panen nenas dunia.
Filipina Thailand
26,34% 42,70%
Gambar 4.2. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2009-2013
(Ton)
8.000.000
7.000.000
6.000.000
5.000.000
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
0
1986
1980
1982
1984
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Nenas Negara ASEAN, 1980-2013
Lainnya
13,33% Filipina
32,43%
Indonesia
22,97%
Thailand
31,28%
(Ton/ha)
40,00
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
1988
2002
1980
1982
1984
1986
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2004
2006
2008
2010
2012
nenas Indonesia tahun 2008-2012 sebesar 116,79 ton/ha. Filipina sebagai sentra
produksi nenas terbesar di Asia Tenggara mempunyai produktivitas nenas sebesar
38,87 ton/ha, sedangkan Malaysia dan Thailand mempunyai tingkat produktivitas
nenas masing-masing sebesar 25,38 ton/ha dan 23,07 ton/ha. Namun perlu
diingat bahwa produktivitas nenas Indonesia yang tinggi tersebut dihitung dalam
wujud buah segar beserta mahkotanya, sedangkan wujud produksi nenas dari
negara lain tidak diketahui, sehingga perlu kehati-hatian dalam membandingkan
tingkat produktivitas nenas Indonesia terhadap negara-negara lain.
Dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi, maka Indonesia dapat
menjadi sentra produksi utama di Asia Tenggara jika mampu melakukan
pengembangan luas tanam nenas di provinsi-provinsi potensi terutama di Luar
Pulau Jawa.
(Ton/Ha)
116,79
120
100
80
60
38,87
40 25,38 23,07
15,01 13,80 10,82
20 8,13
0
Filipina
Laos
Vietnam
Kamboja
Malaysia
Brunei D.
Indonesia
Thailand
tersebut tercatat sebesar 1,72% per tahun. Perkembangan luas panen nenas
dunia selengkapnya disajikan pada Lampiran 12.
(Ha)
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Gambar 4.7. Perkembangan Luas Panen Nenas Dunia, 1980-2013
Lainnya
Filipina 43,13%
6,10%
Brazil
6,41%
China
7,23%
Nigeria
India
17,48%
9,76%
Thailand
9,89%
Gambar 4.8. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2009-2013
(Ton)
30.000.000
25.000.000
20.000.000
15.000.000
10.000.000
5.000.000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
China Lainnya
7,11% 44,59%
Indonesia
7,20%
Thailand
9,81%
(Ton/Ha)
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
2004
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2006
2008
2010
2012
Gambar 4.11. Perkembangan Produktivitas Nenas di Dunia, 1980-2013
(Ton/Ha) 116,79
120,00
100,00
80,00 59,18 56,55 55,09
50,22
60,00
40,00
20,00
0,00
Costa Rica
Panama
Benin
Indonesia
Pantai Gading
Ekspor impor nenas di ASEAN dilakukan dalam wujud buah nenas segar dan
nenas dalam kaleng. Volume ekspor nenas segar dari negara-negara ASEAN ke
negara-negara lain relatif stabil selama tahun 1980-2012 (Gambar 4.13) dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,60% per tahun. Kenaikan yang cukup
tinggi terjadi pada tahun 2011-2012 setelah adanya penurunan pada tahun 2009-
2010. Hal ini mengakibatkan laju pertumbuhan dalam tahun 2008-2012 mencapai
10,85% per tahun. Tahun 2012 volume ekspor nenas segar dari negara ASEAN
berhasil mencapai volume ekspor tertinggi sebesar 419,27 ribu ton.
Selain ekspor nenas segar, negara ASEAN juga melakukan ekspor nenas
dalam kaleng, dimana volume ekspor nenas dalam kaleng jauh lebih tinggi
dibandingkan volume ekspor nenas segar. Perkembangan volume ekspor nenas
dalam kaleng lebih fluktuatif dibandingkan dengan volume ekspor nenas segar.
Selama tahun 1980-2012 terjadi peningkatan volume ekspor nenas kaleng sebesar
4,08% per tahun dengan capaian tertinggi pada tahun 2008 sebesar 1,08 juta ton.
Perkembangan volume ekspor nenas disajikan selengkapnya pada Lampiran 15.
(Ton)
1.200.000
1.000.000
800.000
600.000
400.000
200.000
0
1992
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Menurut data FAO, selama periode tahun 1980-2012 ada 6 (enam) negara
ASEAN yang melakukan ekspor nenas, yaitu Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam
Indonesia dan Singapura. Filipina merupakan negara eksportir nenas segar
terbesar di Asia Tenggara, bahkan tahun 2008-2012 ekspor nenas segar dari
Filipina menyumbang lebih dari 92% volume ekspor nenas dari negara ASEAN
(Gambar 4.14). Malaysia berada di posisi kedua dengan rata-rata kontribusi
sebesar 6,55%. Indonesia juga mengekspor nenas segar, tetapi volume ekspor
nenas segar Indonesia masih sangat rendah dengan rata-rata volume ekspor
sebesar 82 ton per tahun. Indonesia berada di urutan kelima dan memberikan
kontribusi sebesar 0,03% terhadap total volume ekspor nenas segar ASEAN
(Lampiran 16).
Malaysia Lainnya
6,55% 1,16%
Filipina
92,29%
Lainnya
4,06%
Indonesia
17,32%
Filipina
19,16%
Thailand
59,47%
Gambar 4.15. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2008-2012
Jika dibandingkan volume ekspor nenas segar dunia, maka dalam lima
tahun terakhir negara-negara ASEAN hanya memberikan kontribusi sebesar 9,40%,
sedangkan volume ekspor nenas dalam kaleng dari negara-negara ASEAN berhasil
mencapai 83,58% dari total volume ekspor nenas kaleng dunia.
Dari sisi impor, ada beberapa negara ASEAN yang melakukan impor nenas
meskipun dalam jumlah kecil. Selama tahun 1980-2012 volume impor nenas segar
cukup stabil dan menunjukkan peningkatan sebesar 0,64% per tahun. Volume
impor nenas segar terbesar terjadi pada tahun 2002 sebesar 22,83 ribu ton.
Dalam lima tahun terakhir (tahun 2008-2012) volume impor nenas segar rata-rata
naik sebesar 1,39% per tahun.
Sementara itu perkembangan volume impor nenas dalam kaleng lebih
fluktuatif dan umumnya volume impor nenas dalam kaleng lebih tinggi
dibandingkan volume impor nenas segar dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
14,07% per tahun. Hingga tahun 1995 volume impor nenas kaleng jauh melebihi
volume impor nenas segar, tetapi tahun 1996-2004 terjadi penurunan volume
impor nenas kaleng yang cukup drastis (Gambar 4.16). Tahun 2005 volume impor
nenas dalam kaleng kembali meningkat hingga mencapai 647,80%, namun tahun-
tahun berikutnya cenderung menurun. Pada tahun 2008-2012 volume impor nenas
dalam kaleng turun sebesar 5,85% per tahun.
(Ton)
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Vol. Impor Nenas Segar Vol. Impor Nenas Kaleng
Impor nenas terbesar dilakukan oleh Singapura, baik untuk nenas segar
maupun nenas dalam kaleng. Volume impor nenas segar ke Singapura rata-rata
mencapai 16,46 ribu ton per tahun atau 90,95% dari total volume impor nenas
segar negara ASEAN (Gambar 4.17). Sedangkan untuk nenas dalam kaleng
Singapura mengimpor rata-rata sebesar 10,77 ribu ton atau 82,40% dari total
volume impor nenas dalam kaleng ke negara ASEAN (Gambar 4.18). Negara
importir nenas lainnya adalah Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina dan Kamboja.
Indonesia juga menjadi negara importir nenas segar maupun nenas dalam kaleng
meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Volume impor nenas negara ASEAN
disajikan pada Lampiran 18 dan Lampiran 19.
Malaysia Lainnya
8,41% 0,63%
Singapura
90,95%
Malaysia Lainnya
5,48% 6,02%
Thailand
6,09%
Singapura
82,40%
Gambar 4.18. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di ASEAN,
Rata-rata 2008-2012
Pada periode tahun 1980-2012 volume ekspor nenas dunia berfluktuasi dan
cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.19). Rata-rata peningkatan volume
ekspor nenas sebesar 7,54% per tahun, yaitu dari 360,07 ribu ton pada tahun
1980 menjadi 3,37 juta ton pada tahun 2012. Volume ekspor tahun 2012
merupakan capaian tertinggi selama kurun waktu tersebut (Lampiran 20).
Sementara itu volume ekspor nenas dalam kaleng justru lebih rendah
dibandingkan ekspor nenas segar dengan pertumbuhan yang tidak fluktuatif,
yaitu sebesar 2,61% per tahun untuk tahun 1980-2012. Bahkan lima tahun
terakhir (2008-2012) pertumbuhan volume ekspor nenas dalam kaleng melambat
menjadi 0,92% per tahun.
(Ton)
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
2000
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Vol. Ekspor Nenas Segar Vol. Ekspor Nenas Kaleng
Hasil penelitian Firdaus dan Silalahi (2007), Istiqomah (2008) serta Karomah
(2011) menunjukkan bahwa Indonesia masih belum memiliki keunggulan
komparatif dalam perdagangan nenas dunia. Oleh karena itu untuk meningkatkan
daya saing kompetitif nenas Indonesia diperlukan dukungan Pemerintah secara
maksimal dalam memanfaatkan peluang ekspor yang sangat potensial.
Ekspor nenas kalengan di dunia dikuasai oleh negara-negara ASEAN, seperti
Thailand, Filipina dan Indonesia. Thailand memberikan kontribusi sebesar 49,24%
terhadap total volume ekspor nenas kalengan dunia. Filipina di urutan kedua
dengan kontribusi sebesar 15,86%. Indonesia berada di urutan ketiga dengan
kontribusi sebesar 14,34%, sedangkan kontribusi dari negara-negara lainnya
kurang dari 5% (Gambar 4.21).
Lainnya
20,56%
Thailand
49,24%
Indonesia
14,34%
Filipina
15,86%
Gambar 4.21. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012
negara importir lainnya mengimpor nenas segar kurang dari 5% (Lampiran 23).
Indonesia menempati urutan ke-100 dari negara-negara importir nenas segar
dunia.
(Ton)
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
Vol. Impor Nenas Segar Vol. Impor Nenas Kaleng
Lainnya Amerika
30,39% Serikat
28,99%
Italia Belgia
5,29% 9,31%
Inggris Belanda
5,37% 8,36%
Jepang Jerman
5,51% 6,78%
Amerika
Serikat
29,19%
Lainnya
55,63%
Jerman
9,21%
Rusia
5,97%
Gambar 4.24. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di Dunia,
Rata-rata 2008-2012
(000 Ton)
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
1984
1992
2000
2008
1980
1982
1986
1988
1990
1994
1996
1998
2002
2004
2006
2010
2012
Gambar 4.25. Perkembangan Ketersediaan Nenas di ASEAN, 1980-2012
(000 Ton)
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
1986
2006
1980
1982
1984
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2008
2010
2012
Produksi Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2015 1.874.699
2016 1.927.088 2,79
2017 1.979.478 2,72
2018 2.031.868 2,65
2019 2.084.258 2,58
Produksi Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2015 1.888.368
2016 1.926.136 2,00
2017 1.964.658 2,00
2018 2.003.037 1,95
2019 2.042.864 1,99
Permintaan (Ton)
Penawaran Tercecer 6% Surplus/Defisit
Tahun Konsumsi Langsung Bahan Baku
(Ton) (Ton) (Ton)
(Susenas) Industri Makanan
2015 1.874.699 112.482 39.664 1.698.200 24.353
Pertumbuhan
Tahun Ketersediaan (Ton)
(%)
2015 7.579.107
2016 7.737.928 2,10
2017 7.896.750 2,05
2018 8.055.571 2,01
2019 8.214.393 1,97
Ketersediaan nenas di ASEAN untuk tahun 2015 sebesar 7,58 juta ton.
Dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2,03% per tahun, maka diperkirakan
pada tahun 2019 ketersediaan nenas di ASEAN akan mencapai 8,21 juta ton.
Meskipun ketersediaan nenas masih tumbuh positif, namun persentase
pertumbuhannya semakin melambat dari tahun ke tahun. Dengan demikian perlu
dilakukan upaya dari negara-negara penghasil nenas ASEAN agar dapat
meningkatkan produksinya sehingga ketersediaan nenas dapat tetap terjaga.
Ketersediaan Pertumbuhan
Tahun
(Ton) (%)
2015 25.998.406
2016 26.742.323 2,86
2017 27.486.240 2,78
2018 28.230.156 2,71
2019 28.974.073 2,64
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, M. dan Silalahi, B.G.S. 2007. Posisi Bersaing Nenas dan Pisang Indonesia
di Pasar Dunia. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian, 1 (2): 23-30).
Hadiati, S. dan Indriyani, N.L.P. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Nenas. Solok:
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Indonesian Trade Promotion Center (ITPC). 2013. Market Brief Peluang Produk
Nanas Kalengan HS 200820 di Italia. Milan: ITPC.
Karomah, A.B.M. 2011. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Aliran Ekspor Nenas Indonesia di Pasar Internasional. Bogor: Fakultas Ilmu
Eknomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Perdagangan. 2002. Kajian Pasar Nenas dan Minuman Sari Nenas
(Pineaple and Pineapple Juice) di Uni Eropa. Brussel: Kantor Atperindag PRI-
ME.
Lubis, S.K. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Nenas Segar
Indonesia. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Lubis, RRB., Daryanto, A., Tambunan, M. dan Rachman, HPS. 2014. Analisis
Efisiensi Teknis Produksi Nanas: Studi Kasus di Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Jurnal Agro Ekononomi, 32 (2): 91-106.
Makridakis, S., Wheelwright, S., McGee, V.E. 1992. Metode dan Aplikasi
Peramalan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suprehatin. 2006. Analisis Daya Saing Ekspor Nenas Segar Indonesia. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia, Desember: 42-48.
Tahir, I., Sumarsih, S. dan Astuti, S.D. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah
Nenas Lokal (Ananas comosus L.) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata.
Makalah dalam Seminar Nasional Kimia XVIII. Yogyakarta: Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Gajah Mada.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perkembangan Luas Panen Nenas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia,
1980–2014
Produksi (Ton)
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb.
Jawa Luar Jawa Indonesia
(%) (%) (%)
1980 26.815 153.828 180.643
1981 71.241 165,68 143.132 -6,95 214.373 18,67
1982 152.146 113,57 153.919 7,54 306.065 42,77
1983 150.089 -1,35 172.866 12,31 322.954 5,52
1984 213.508 42,25 261.068 51,02 474.576 46,95
1985 138.114 -35,31 170.648 -34,63 308.762 -34,94
1986 418.176 202,78 391.066 129,17 809.242 162,09
1987 66.646 -84,06 281.181 -28,10 347.827 -57,02
1988 118.976 78,52 238.705 -15,11 357.681 2,83
1989 90.158 -24,22 125.256 -47,53 215.414 -39,77
1990 247.385 174,39 142.955 14,13 390.340 81,20
1991 216.165 -12,62 158.874 11,14 375.039 -3,92
1992 246.292 13,94 129.986 -18,18 376.278 0,33
1993 265.768 7,91 193.337 48,74 459.105 22,01
1994 155.507 -41,49 191.012 -1,20 346.519 -24,52
1995 278.704 79,22 424.596 122,29 703.300 102,96
1996 193.195 -30,68 307.917 -27,48 501.112 -28,75
1997 190.470 -1,41 195.309 -36,57 385.779 -23,02
1998 167.379 -12,12 159.577 -18,30 326.956 -15,25
1999 179.074 6,99 137.686 -13,72 316.760 -3,12
2000 185.914 3,82 213.385 54,98 399.299 26,06
2001 152.563 -17,94 342.405 60,46 494.968 23,96
2002 242.673 59,06 312.915 -8,61 555.588 12,25
2003 460.522 89,77 216.567 -30,79 677.089 21,87
2004 435.754 -5,38 274.164 26,60 709.918 4,85
2005 459.606 5,47 465.476 69,78 925.082 30,31
2006 741.695 61,38 686.086 47,39 1.427.781 54,34
2007 669.317 -9,76 1.568.541 128,62 2.237.858 56,74
2008 556.229 -16,90 876.904 -44,09 1.433.133 -35,96
2009 532.351 -4,29 1.025.845 16,98 1.558.196 8,73
2010 517.244 -2,84 889.201 -13,32 1.406.445 -9,74
2011 448.842 -13,22 1.091.784 22,78 1.540.626 9,54
2012 441.085 -1,73 1.340.809 22,81 1.781.894 15,66
2013 406.374 -7,87 1.476.428 10,11 1.882.802 5,66
2014 479.796 18,07 1.355.687 -8,18 1.835.483 -2,51
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
1980-2014 23,52 14,83 14,02
1980-2009 27,83 16,20 15,80
2010-2014 -1,52 6,84 3,72
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diolah Pusdatin
Produktivitas (Ton/Ha)
Tahun Pertumb. Pertumb. Pertumb.
Jawa Luar Jawa Indonesia
(%) (%) (%)
1980 5,29 9,77 8,68
1981 11,51 117,75 9,14 -6,42 9,81 13,10
1982 5,54 -51,85 9,32 1,90 6,96 -29,07
1983 4,75 -14,42 9,94 6,67 6,59 -5,38
1984 4,99 5,08 11,55 16,20 7,25 10,10
1985 5,13 2,87 11,02 -4,60 7,28 0,36
1986 2,77 -46,03 8,92 -18,99 4,15 -42,95
1987 4,53 63,77 9,48 6,27 7,84 88,87
1988 4,35 -4,06 10,84 14,30 7,24 -7,63
1989 5,65 29,84 7,46 -31,22 6,57 -9,25
1990 7,98 41,22 7,94 6,47 7,96 21,10
1991 9,25 15,96 8,75 10,21 9,03 13,41
1992 28,10 203,82 10,42 19,14 17,72 96,22
1993 27,06 -3,70 19,03 82,53 22,97 29,66
1994 13,32 -50,76 22,58 18,69 17,21 -25,07
1995 10,47 -21,40 17,62 -21,99 13,87 -19,44
1996 15,37 46,82 18,09 2,70 16,94 22,14
1997 75,25 389,48 63,47 250,85 68,79 306,15
1998 61,83 -17,84 62,92 -0,87 62,36 -9,35
1999 44,34 -28,30 43,93 -30,18 44,16 -29,19
2000 89,51 101,89 43,40 -1,22 57,09 29,28
2001 48,11 -46,25 71,50 64,75 62,18 8,92
2002 58,14 20,84 64,39 -9,95 61,50 -1,10
2003 108,05 85,85 75,51 17,28 94,96 54,41
2004 56,99 -47,26 72,42 -4,10 62,10 -34,61
2005 92,35 62,04 93,38 28,94 92,86 49,54
2006 148,90 61,25 41,87 -55,16 66,82 -28,04
2007 196,51 31,97 100,86 140,91 118,05 76,67
2008 118,75 -39,57 91,47 -9,31 100,42 -14,93
2009 191,15 60,97 104,40 14,14 123,56 23,04
2010 155,38 -18,71 100,91 -3,34 115,84 -6,25
2011 158,66 2,11 114,85 13,81 124,90 7,82
2012 64,01 -59,66 132,69 15,53 104,84 -16,06
2013 76,15 18,97 141,01 6,27 119,11 13,61
2014 85,72 12,56 135,31 -4,04 117,53 -1,32
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
1980-2014 27,21 15,77 17,20
1980-2009 33,45 17,52 20,24
2010-2014 -8,95 5,65 -0,44
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diolah Pusdatin
2 Jawa Barat 385.640 315.016 174.451 95.015 149.815 223.987 13,26 46,91
3 Sumatera Utara 102.438 183.213 262.089 228.136 237.581 202.691 12,00 58,91
4 Jawa Timur 72.404 40.045 196.581 197.165 186.949 138.629 8,21 67,11
8 Kalimantan Barat 56.190 73.815 108.704 90.570 86.530 83.162 4,92 90,02
9 Sumatera Selatan 114.305 76.423 47.342 57.887 57.990 70.789 4,19 94,21
10 Kalimantan Timur 14.834 13.929 21.074 26.731 25.637 20.441 1,21 95,42
Lainnya 82.434 62.991 79.648 99.044 62.584 77.340 4,58 100,00
Kontribusi
Produksi Kontribusi
No. Kabupaten/Kota Kumulatif
(Ton) (%)
(%)
1 Lampung Tengah 558.349 99,70 99,70
2 Lampung Timur 1.036 0,18 99,89
3 Lampung Selatan 138 0,02 99,91
4 Tulang Bawang Barat 94 0,02 99,93
5 Pesawaran 90 0,02 99,94
6 Lampung Utara 84 0,01 99,96
7 Lampung Barat 82 0,01 99,97
8 Tulang Bawang 48 0,01 99,98
9 Mesuji 42 0,01 99,99
10 Pesisir Barat 20 0,00 99,99
Lainnya 43 0,01 100,00
Indonesia 560.026 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, diolah Pusdatin
Kontribusi
Produksi Kontribusi
No. Kabupaten/Kota Kumulatif
(Ton) (%)
(%)
1 Subang 136.573 91,16 91,16
2 Bogor 11.092 7,40 98,56
3 Cianjur 591 0,39 98,96
4 Bandung Barat 341 0,23 99,19
5 Tasikmalaya 325 0,22 99,40
6 Ciamis 262 0,18 99,58
7 Sukabumi 237 0,16 99,74
8 Purwakarta 208 0,14 99,88
9 Majalengka 56 0,04 99,91
10 Sumedang 56 0,04 99,95
Lainnya 74 0,05 100,00
Jawa Barat 149.815 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, diolah Pusdatin
Konsumsi Pertumbuhan
Tahun
(Kg/Kapita) (%)
2002 0,469
2003 0,469 0,00
2004 0,521 11,11
2005 0,574 10,00
2006 0,417 -27,27
2007 0,313 -25,00
2008 0,313 0,00
2009 0,209 -33,33
2010 0,156 -25,00
2011 0,365 133,33
2012 0,156 -57,14
2013 0,209 33,33
2014 0,215 3,15
Rata-rata Pertumbuhan (%/tahun)
2002-2014 1,93
Sumber : SUSENAS - Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin
Lampiran 13. Beberapa Negara dengan Luas Panen Nenas Terbesar di Dunia,
2009–2013
Lampiran 14. Beberapa Negara dengan Produksi Nenas Terbesar di Dunia, 2009–
2013
Lampiran 15. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Nenas ASEAN,
1980–2012
Lampiran 16. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di ASEAN, 2008–
2012
Lampiran 18. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di ASEAN, 2008–
2012
Lampiran 19. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di ASEAN,
2008–2012
Lampiran 20. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Nenas Dunia,
1980–2012
Lampiran 21. Beberapa Negara Eksportir Nenas Segar Terbesar di Dunia, 2008–
2012
Lampiran 22. Beberapa Negara Eksportir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di Dunia,
2008–2012
Lampiran 23. Beberapa Negara Importir Nenas Segar Terbesar di Dunia, 2008–
2012
Lampiran 24. Beberapa Negara Importir Nenas Dalam Kaleng Terbesar di Dunia,
2008–2012
Volume Volume
Produksi Pertumb. Pertumb. Pertumb. Ketersediaan Pertumb.
Tahun Ekspor Impor
(Ton) (%) (%) (%) (Ton) (%)
(Ton) (Ton)
1980 5.433.865 138.516 18.526 5.313.875
1981 3.697.336 -31,96 156.626 13,07 16.047 -13,38 3.556.757 -33,07
1982 3.313.805 -10,37 161.643 3,20 14.302 -10,87 3.166.464 -10,97
1983 3.199.496 -3,45 149.370 -7,59 13.900 -2,81 3.064.026 -3,24
1984 3.540.060 10,64 152.249 1,93 13.358 -3,90 3.401.169 11,00
1985 3.695.830 4,40 171.261 12,49 12.765 -4,44 3.537.334 4,00
1986 3.894.699 5,38 192.033 12,13 12.514 -1,97 3.715.180 5,03
1987 3.772.935 -3,13 198.850 3,55 12.524 0,08 3.586.609 -3,46
1988 3.921.089 3,93 169.767 -14,63 13.575 8,39 3.764.897 4,97
1989 4.127.772 5,27 171.716 1,15 13.196 -2,79 3.969.252 5,43
1990 4.402.864 6,66 172.030 0,18 13.472 2,09 4.244.306 6,93
1991 4.358.157 -1,02 187.658 9,08 15.406 14,36 4.185.905 -1,38
1992 4.620.387 6,02 172.259 -8,21 15.712 1,99 4.463.840 6,64
1993 5.128.066 10,99 178.640 3,70 17.308 10,16 4.966.734 11,27
1994 4.818.206 -6,04 184.387 3,22 19.868 14,79 4.653.687 -6,30
1995 4.888.178 1,45 188.596 2,28 21.486 8,14 4.721.068 1,45
1996 4.586.376 -6,17 176.564 -6,38 20.378 -5,16 4.430.190 -6,16
1997 4.568.682 -0,39 171.414 -2,92 20.390 0,06 4.417.658 -0,28
1998 4.222.560 -7,58 137.943 -19,53 19.089 -6,38 4.103.706 -7,11
1999 4.805.779 13,81 150.399 9,03 20.391 6,82 4.675.771 13,94
2000 4.799.569 -0,13 160.788 6,91 21.932 7,56 4.660.713 -0,32
2001 4.818.498 0,39 180.146 12,04 20.087 -8,41 4.658.439 -0,05
2002 4.673.646 -3,01 205.522 14,09 22.830 13,66 4.490.954 -3,60
2003 5.035.251 7,74 218.240 6,19 19.216 -15,83 4.836.227 7,69
2004 5.375.880 6,76 226.945 3,99 20.740 7,93 5.169.675 6,89
2005 5.767.644 7,29 235.814 3,91 21.334 2,86 5.553.164 7,42
2006 6.807.208 18,02 293.289 24,37 20.062 -5,96 6.533.981 17,66
2007 7.098.215 4,27 309.960 5,68 19.392 -3,34 6.807.647 4,19
2008 6.856.065 -3,41 312.094 0,69 17.743 -8,50 6.561.714 -3,61
2009 6.577.969 -4,06 232.908 -25,37 17.060 -3,85 6.362.121 -3,04
2010 6.458.951 -1,81 189.294 -18,73 16.931 -0,76 6.286.588 -1,19
2011 7.306.425 13,12 283.513 49,77 18.279 7,96 7.041.191 12,00
2012 7.546.973 3,29 419.271 47,88 20.494 12,12 7.148.196 1,52
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
1980-2012 1,47 4,60 0,64 1,38
1980-2007 1,47 3,44 0,51 1,43
2008-2012 1,43 10,85 1,39 1,14
Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO), diolah Pusdatin
Volume Volume
Produksi Pertumb. Pertumb. Pertumb. Ketersediaan Pertumb.
Tahun Ekspor Impor
(Ton) (%) (%) (%) (Ton) (%)
(Ton) (Ton)
1980 10.830.885 360.069 362.002 10.832.818
1981 9.017.472 -16,74 367.873 2,17 361.780 -0,06 9.011.379 -16,81
1982 8.717.720 -3,32 357.279 -2,88 346.512 -4,22 8.706.953 -3,38
1983 8.702.342 -0,18 345.507 -3,29 333.279 -3,82 8.690.114 -0,19
1984 9.230.464 6,07 403.391 16,75 386.263 15,90 9.213.336 6,02
1985 9.754.532 5,68 462.190 14,58 451.678 16,94 9.744.020 5,76
1986 10.313.237 5,73 528.985 14,45 488.820 8,22 10.273.072 5,43
1987 10.553.859 2,33 576.685 9,02 539.512 10,37 10.516.686 2,37
1988 11.150.103 5,65 541.237 -6,15 538.867 -0,12 11.147.733 6,00
1989 11.564.757 3,72 539.211 -0,37 539.428 0,10 11.564.974 3,74
1990 11.840.585 2,39 573.032 6,27 595.645 10,42 11.863.198 2,58
1991 11.660.490 -1,52 608.955 6,27 624.196 4,79 11.675.731 -1,58
1992 12.306.876 5,54 589.328 -3,22 631.942 1,24 12.349.490 5,77
1993 13.115.729 6,57 677.045 14,88 663.201 4,95 13.101.885 6,09
1994 13.062.871 -0,40 751.344 10,97 698.998 5,40 13.010.525 -0,70
1995 13.058.617 -0,03 776.892 3,40 695.926 -0,44 12.977.651 -0,25
1996 12.869.848 -1,45 839.133 8,01 776.904 11,64 12.807.619 -1,31
1997 13.293.865 3,29 901.695 7,46 868.503 11,79 13.260.673 3,54
1998 13.057.335 -1,78 859.880 -4,64 860.672 -0,90 13.058.127 -1,53
1999 14.895.725 14,08 1.054.335 22,61 1.034.395 20,18 14.875.785 13,92
2000 15.140.421 1,64 1.019.673 -3,29 1.051.572 1,66 15.172.320 1,99
2001 15.764.490 4,12 1.209.719 18,64 1.152.703 9,62 15.707.474 3,53
2002 15.831.908 0,43 1.407.521 16,35 1.315.982 14,16 15.740.369 0,21
2003 16.176.858 2,18 1.541.857 9,54 1.462.650 11,15 16.097.651 2,27
2004 16.850.434 4,16 1.840.949 19,40 1.708.440 16,80 16.717.925 3,85
2005 17.761.103 5,40 2.188.935 18,90 1.972.107 15,43 17.544.275 4,94
2006 19.784.992 11,40 2.519.996 15,12 2.291.837 16,21 19.556.833 11,47
2007 20.085.166 1,52 2.811.120 11,55 2.523.201 10,10 19.797.247 1,23
2008 19.729.995 -1,77 2.884.571 2,61 2.634.673 4,42 19.480.097 -1,60
2009 19.967.884 1,21 2.840.704 -1,52 2.557.583 -2,93 19.684.763 1,05
2010 21.044.891 5,39 2.908.059 2,37 2.714.386 6,13 20.851.218 5,93
2011 22.876.015 8,70 3.145.843 8,18 2.900.061 6,84 22.630.233 8,53
2012 24.160.198 5,61 3.367.217 7,04 2.939.461 1,36 23.732.442 4,87
Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun)
1980-2012 2,68 7,54 6,98 2,62
1980-2007 2,46 8,24 7,69 2,41
2008-2012 3,83 3,74 3,16 3,76
Sumber : Food and Agriculture Organization (FAO), diolah Pusdatin