Professional Documents
Culture Documents
4. Eritrosit
Untuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil,
eritrosit yang berdiameter 8µm harus dapat secara berulang melalui mikrosirkulasi yang diameter minimunya
3,5 µm, untuk mempertahankan hemoglobin dalam keadaan tereduksi (ferro) dan untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic walaupun konsentrasi protein (hemoglobin) tinggi didalam sel (Hoffbrand et
al, 2005).
5. Metabolisme Besi
Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin,
mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat bahan jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi
evolusi alat penyerapan besi dalam usus, sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal
dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan sebagian besar besi berasal dari sumber nabati, tetapi
perangkat absorbs besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi
(Bakta et al, 2009).
Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam plasma dan di dalam semua sel.
Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk ikatan
dengan hem yang berupa hemoprotein (seperti hemoglobin, mioglobin dan sitokron) atau berikatan dengan
sebuah protein (seperti transferin, ferritin dan hemosiderin). Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal
berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat
dalam hemoglobin sebanyak 1,5-3 g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan. Secara umum,
metabolisme besi ini menyeimbangkan antara absorbs 1-2 mg/hari. Kehamilan dapat meningkatkan
keseimbangan besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi per hari selama kelhamilan dan laktasi. Diet besi normal
tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi (Kartamihardja,2008).
Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu
Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk
eritrropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik
Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi (Bakta et al,2009).
8. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukkan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat pendarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon,divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavalaibilitas)
besi yang tidak baik
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan
4. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue atau colitis kronik (Bakta et al, 2009)
9. Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan
besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh
penurunan feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoesis. Pada fase kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat
spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi
pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring
serta berbagai gejala lainnya (Bakta et al, 2009).
Koilonychia; kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok
Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
Stomatitis angularis (cheilosis); adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan
Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklhloridia
Pica ; keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem dan lain-lain
(Bakta et al, 2009).
12. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama
adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point
anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah
memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukkan penyebab dari defisiensi besi
yang terjadi (Bakta et al, 2009).
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia
defisiensi besi sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fl dan MCHC <31% dengan salah
satu dari a,b,c, atau d.
a. Dua dari tiga parameter dibawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC >350 mg/dl
Saturasi transferin: <15%, atau
b. Feritin serum <20 mg/l, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir
hemosiderin) negatif, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi yang lain setara) selama 4 minggu
disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl (Bakta et al, 2009).
14. Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi
adalah:
1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk menggangti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy)
(Bakta et al,2009).
Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein
hewani
Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
Tranfusi darah : ADB jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse darah pada
anemia kekurangan besi adalah:
Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trisemester akhir atau preoperasi
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid (Bakta et al,2009).
C. Respons Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit
naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke -10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti
kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu (Bakta et al,2009).
Analisis Masalah
a. Bagaimana Hubungan umur,jenis kelamin dengan penyakit yang dialami ?
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.
Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan
remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang
9% remaja wanita kekurangan besi. Sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang
saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin
berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
b. Apa etiologi dari weakness ?
Kelemahan pada Mr. Z dikarenakan menurunnya jumlah hb yang menurun akibat kurang nya pembentukan
darah dalam tubuh sehingga tubuh berkompensasi untuk mengurangi pemakaian pada organ yang tidak
penting dan mecukupi kebutuhan organ – organ penting seperti jantung, hati dan lainnya.
c. Apa etiologi dari palpitasi ?
Usaha tubuh untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam tubuh yang berkurang akibat hb menurun.
d. Apa etiologi dari Cephalgia ?
Kurangnya oksigen yang masuk ke otak akibat turun nya hb.
e. Bagaimana patofisiologi dari weakness ?
f. Bagaimana patofisiologi dari palpitasi ?
g. Bagaimana patofisiologi dari cephalgia ?
Ketiga patofisiologi diatas sama yaitu Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis
belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
a. Bagaimana hubungan keluhan yang dialami dengan kebiasaan mr.z ?
Hubungan antara keluhan dan kebiasaan dari Mr.Z ini bias jadi terkontaminasi nya makanan Mr.Z dengan
cacing tambang karena kebiasaan nya yang kurang higienis dalam sehari – hari. Kaitan antara infeksi dari
cacing tambang dan keluhannya yaitu sebagai berikut :
Siklus hidup cacing tambang :
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus.
Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm
x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf
S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale mempunyai
dua pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang
disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang
N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron,
bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di
tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.
Telur - larva rabditiform -larva filariform - menembus kulit - kapiler darah- jantung
kanan-paru -bronkus- trakea- laring- esopghagus- usus halus. Telur keluar bersama tinja, dalam
waktu 1 – 2 hari telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah
dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C. Larva rabditiform
makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai dua kali lipat
menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu, bila dalam waktu tersebut tidak
segera menemukan host, maka larva akan mati. larva filariform masuk kedalam tubuh host
melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan sampai ke jantung
kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan
apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus (siklus ini
berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).
Hb 6,8g/dl, abnormal
Ht 20 vol%, abnormal
RBC 2.500.000/mm3 abnormal
WBC 7.000/mm3, normal
trombosit 480.000/mm3, abnormal
RDW 20%, abnormal (10 – 15)
MCV 60 fl, abnormal
MCH n:21 pg abnormal
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap
usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat menetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara
1-2 mg, eksresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk
transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg
untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang terbentuk secara
efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena
terjadinya eritropoeisis inefektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar,
setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg.
Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien (Bakta et
al, 2009)
Template
How To Diagnose,
Liat dari keluhan utama mengalami weakness atau kelemahan ditambah dengan keluhan lain adanya
menunjukkan ciri – ciri kurangnya oksigen dalam tubuh sehingga kebutuhan energy didalam tubuh kurang.
Ditunjang dengan hasil pemfis yaitu adanya peningkatan pada HR dan RR serta cheilitis ditambah hasil
lab menunjukkan adanya keabnormalan pada RBC, Ht dan Hb serta trombosit dan penurunan jumlah
serum besi merupakan tanda – tanda adanya anemia def besi pada mr. z ini.
Working Diagnose
Anemia Def Besi et causa infeksi cacing tambang
Diagnosis Banding
Epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.
Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan
remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang
9% remaja wanita kekurangan besi. Sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang
saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin
berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukkan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat pendarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon,divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
b. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
c. Saluran kemih: hematuria
d. Saluran napas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavalaibilitas)
besi yang tidak baik
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan
4. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue atau colitis kronik (Bakta et al, 2009)
Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan
besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh
penurunan feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoesis. Pada fase kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat
spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi
pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring
serta berbagai gejala lainnya (Bakta et al, 2009).
Tata Laksana
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi
adalah:
Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh
kembali.
Pemberian preparat besi untuk menggangti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy)
(Bakta et al,2009).
Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein
hewani
Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
Tranfusi darah : ADB jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse darah pada
anemia kekurangan besi adalah:
Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trisemester akhir atau preoperasi
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid (Bakta et al,2009).
Respons Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit
naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke -10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti
kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu (Bakta et al,2009).
Komplikasi
Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar. Jantung yang
membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal jantung.
Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.
Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar
Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan
kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun
Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung
dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum
menurun <50μg/dl, TIBC meningkat >350 μg/dl dan saturasi transferin <15%
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan inflamasi dan
keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka
12μg/dl.
Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan cara
imunologi adalah 4-9 μg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk membedakan
ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-
kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang
negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula
feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi (Bakta et al,2009).
Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan
pemberian preparat besi. (Supandiman, 2006). Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber
perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi
Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis
dari pasien (Supandiman, 2006).