You are on page 1of 15

Learning Issue

1. Definisi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama negara-negara tropic atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial
ekonomi (Bakta et al,2009).
2. Eritropoeitin
Eriptropoiesis diatur oleh hormone eritropoeitin. Hormon ini adalah suatu polipeptida yang sangat
terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino dengan berat molekul 30.400. Normalnya, 90% hormone
ini dihasilkan di sel intertisial peritubular ginjal dan 10%-nya di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan
yang sudah dibentuk sebelumnya dan stimulus untuk pembentukan eritropoeitin adalah tekanan oksigen
(O2) dalam jaringan ginjal. Karena itu produksi eriptropeitin meningkat pada anemia, jika karena sebab
metabolic dan structural, hemoglobin tidak dapat melepaskan O2 secara normal, jika O2 atmosfer rendah
atau jika gangguan fungsi jantung dan paru atau kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O 2 ke
ginjal. Eritropoeitin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk
eritropoiesis. BFUE dan CFUE lanjut yang mempunyai reseptor eritropoietin terangsang untuk berproliferasi,
berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglobin. Proporsi sel eritroid dalam sumsum tulang meningkat dan
dalam keadaan kronik, terdapat ekspansi eritropoiesis secara anatomik ke dalam sumsum berlemak dan
kadang-kadang ke lokasi ekstramedular. Pada bayi, rongga sumsum tulang dapat meluas ke tulang kortikal
sehingga menyebabkan deformitas tulang dengan penonjolan tulang frontal dan prostrusi maksila atau sel
limfoma non Hodgkin menjadi pola folikular atau difus. Molekul adhesi dapat juga menentukan apakah sel
bersirkulasi atau tidak dalam aliran darah, atau sel tetap dalam jaringan. Molekul adhesi tersebut sebagian
juga dapat menentukan apakah sel tumor rentan terhadap pertahanan imun tubuh atau tidak (Hoffbrand et
al,2005).
3. Hemoglobin
Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan
ke paru. Untuk mencapai pertukaran gas ini, eritrosit mengandung protein khusus yaitu hemoglobin. Tiap
eritrosit mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin. Tiap molekul hemoglobin (Hb)A pada orang
dewasa normal (hemoglobin yang dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri atas empat rantai
polipeptida α2β2, masing-masing dengan gugus hemenya sendiri (Hoffbrand et al, 2005).

4. Eritrosit
Untuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil,
eritrosit yang berdiameter 8µm harus dapat secara berulang melalui mikrosirkulasi yang diameter minimunya
3,5 µm, untuk mempertahankan hemoglobin dalam keadaan tereduksi (ferro) dan untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic walaupun konsentrasi protein (hemoglobin) tinggi didalam sel (Hoffbrand et
al, 2005).

5. Metabolisme Besi
Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin,
mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat bahan jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi
evolusi alat penyerapan besi dalam usus, sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal
dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan sebagian besar besi berasal dari sumber nabati, tetapi
perangkat absorbs besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi
(Bakta et al, 2009).
Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam plasma dan di dalam semua sel.
Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk ikatan
dengan hem yang berupa hemoprotein (seperti hemoglobin, mioglobin dan sitokron) atau berikatan dengan
sebuah protein (seperti transferin, ferritin dan hemosiderin). Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal
berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat
dalam hemoglobin sebanyak 1,5-3 g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan. Secara umum,
metabolisme besi ini menyeimbangkan antara absorbs 1-2 mg/hari. Kehamilan dapat meningkatkan
keseimbangan besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi per hari selama kelhamilan dan laktasi. Diet besi normal
tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi (Kartamihardja,2008).

6. Siklus Besi dalam Tubuh


Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap
usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat menetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara
1-2 mg, eksresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk
transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg
untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang terbentuk secara
efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena
terjadinya eritropoeisis inefektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar,
setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg.
Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien (Bakta et
al, 2009)

7. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi


Jika dilihat dari beratnya kekurangaan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3
tingkatan:

 Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu
 Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk
eritrropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik
 Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi (Bakta et al,2009).

8. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukkan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat pendarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
 Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon,divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
 Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
 Saluran kemih: hematuria
 Saluran napas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavalaibilitas)
besi yang tidak baik
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan
4. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue atau colitis kronik (Bakta et al, 2009)

9. Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan
besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh
penurunan feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoesis. Pada fase kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat
spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi
pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring
serta berbagai gejala lainnya (Bakta et al, 2009).

10. Gejala Anemia Defisiensi Besi


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar antara lain:
A. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi
apabila kadae hemoglobin turun dibawah 7-8 gr/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah
turun dibawah 7 gr/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva
dan jaringan dibawah kuku (Bakta et al, 2009).

B. Gejala Khas Defisiensi Besi


Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:

 Koilonychia; kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok
 Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
 Stomatitis angularis (cheilosis); adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan
 Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklhloridia
 Pica ; keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem dan lain-lain
(Bakta et al, 2009).

C. Gejala Penyakit Dasar


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi
besi tersebut (Bakta et al,2009).
11. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
a. Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan
kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun
b. Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung
dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum
menurun <50μg/dl, TIBC meningkat >350 μg/dl dan saturasi transferin <15%
c. Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan inflamasi dan
keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka
12μg/dl.
d. Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
e. Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan cara
imunologi adalah 4-9 μg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk membedakan
ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
f. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-
kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang
negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula
feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif
g. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi (Bakta et al,2009).

12. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama
adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point
anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah
memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukkan penyebab dari defisiensi besi
yang terjadi (Bakta et al, 2009).
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia
defisiensi besi sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fl dan MCHC <31% dengan salah
satu dari a,b,c, atau d.
a. Dua dari tiga parameter dibawah ini:
 Besi serum <50 mg/dl
 TIBC >350 mg/dl
 Saturasi transferin: <15%, atau
b. Feritin serum <20 mg/l, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir
hemosiderin) negatif, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi yang lain setara) selama 4 minggu
disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl (Bakta et al, 2009).

13. Diagnosis Dieferensial


Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti: anemia akibat penyakit
kronik, thalasemia, anemia sideroblastik (Bakta et al,2009).

14. Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi
adalah:
1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk menggangti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy)
(Bakta et al,2009).

A. Terapi Besi Oral


Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang
tersedia adalah ferrous sulphat ( sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah
tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi
elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal (Bakta et al,2009).
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate. Preparat besi oral
sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian
setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah
makan (Bakta et al,2009).
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar
hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan 100 sampai 200
mg (Bakta et al,2009).
B. Terapi Besi Parenteral
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500
sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus di bawah ini.
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian (Bakta et al,2009).
Pengobatan lain

 Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein
hewani
 Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
 Tranfusi darah : ADB jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse darah pada
anemia kekurangan besi adalah:
 Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung
 Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok
 Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trisemester akhir atau preoperasi
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid (Bakta et al,2009).
C. Respons Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit
naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke -10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti
kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu (Bakta et al,2009).
Analisis Masalah
a. Bagaimana Hubungan umur,jenis kelamin dengan penyakit yang dialami ?
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.
Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan
remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang
9% remaja wanita kekurangan besi. Sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang
saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin
berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
b. Apa etiologi dari weakness ?
Kelemahan pada Mr. Z dikarenakan menurunnya jumlah hb yang menurun akibat kurang nya pembentukan
darah dalam tubuh sehingga tubuh berkompensasi untuk mengurangi pemakaian pada organ yang tidak
penting dan mecukupi kebutuhan organ – organ penting seperti jantung, hati dan lainnya.
c. Apa etiologi dari palpitasi ?
Usaha tubuh untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam tubuh yang berkurang akibat hb menurun.
d. Apa etiologi dari Cephalgia ?
Kurangnya oksigen yang masuk ke otak akibat turun nya hb.
e. Bagaimana patofisiologi dari weakness ?
f. Bagaimana patofisiologi dari palpitasi ?
g. Bagaimana patofisiologi dari cephalgia ?
Ketiga patofisiologi diatas sama yaitu Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis
belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
a. Bagaimana hubungan keluhan yang dialami dengan kebiasaan mr.z ?
Hubungan antara keluhan dan kebiasaan dari Mr.Z ini bias jadi terkontaminasi nya makanan Mr.Z dengan
cacing tambang karena kebiasaan nya yang kurang higienis dalam sehari – hari. Kaitan antara infeksi dari
cacing tambang dan keluhannya yaitu sebagai berikut :
Siklus hidup cacing tambang :
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus.
Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm
x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf
S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale mempunyai
dua pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang
disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang
N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron,
bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di
tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.

Telur - larva rabditiform -larva filariform - menembus kulit - kapiler darah- jantung
kanan-paru -bronkus- trakea- laring- esopghagus- usus halus. Telur keluar bersama tinja, dalam
waktu 1 – 2 hari telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah
dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C. Larva rabditiform
makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari membesar sampai dua kali lipat
menjadi larva filariform, dapat tahan diluar sampai dua minggu, bila dalam waktu tersebut tidak
segera menemukan host, maka larva akan mati. larva filariform masuk kedalam tubuh host
melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan sampai ke jantung
kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke trakea dan
apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke usus halus (siklus ini
berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ?

General app : Pale, abnormal karena kekurangan hb dalam tubuh


Fatique, abnormal karena kekurangan hb tampak lemas kurang energy
HR : 114 x/minute abnormal kompensasi dari jantung memenuhi kebutuhan tubuh
RR : 30 x/minute abnormal
Temp : 36,6 C normal
BP ; 110/70 mmHg normal
Head : Cheilitis, abnormal karena kekurangan serum besi
: Papil atrophy, abnormal karena kekurangan serum besi

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ?

Hb 6,8g/dl, abnormal
Ht 20 vol%, abnormal
RBC 2.500.000/mm3 abnormal
WBC 7.000/mm3, normal
trombosit 480.000/mm3, abnormal
RDW 20%, abnormal (10 – 15)
MCV 60 fl, abnormal
MCH n:21 pg abnormal

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ?

Serum iron, menurun


TIBC, naik
Ferritin, menurun

b. Bagaimana metabolisme fe dalam tubuh ?

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap
usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat menetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara
1-2 mg, eksresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk
transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg
untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang terbentuk secara
efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena
terjadinya eritropoeisis inefektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar,
setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg.
Sehingga dengan demikian dapat dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien (Bakta et
al, 2009)
Template

How To Diagnose,

Liat dari keluhan utama mengalami weakness atau kelemahan ditambah dengan keluhan lain adanya
menunjukkan ciri – ciri kurangnya oksigen dalam tubuh sehingga kebutuhan energy didalam tubuh kurang.
Ditunjang dengan hasil pemfis yaitu adanya peningkatan pada HR dan RR serta cheilitis ditambah hasil
lab menunjukkan adanya keabnormalan pada RBC, Ht dan Hb serta trombosit dan penurunan jumlah
serum besi merupakan tanda – tanda adanya anemia def besi pada mr. z ini.

Working Diagnose
Anemia Def Besi et causa infeksi cacing tambang

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Anemia Thalasemia Anemia

Laboratorium defisiensi Besi Minor Penyakit Kronis

MCV Menurun Menurun N/Menurun

Fe serum Menurun Normal Menurun

TIBC Naik Normal Menurun

Saturasi transferin Menurun Normal Menurun

FEP Naik Normal Naik

Feritin serum Menurun Normal Menurun

Epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja.
Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan
remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang
9% remaja wanita kekurangan besi. Sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang
saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin
berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukkan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat pendarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon,divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
b. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
c. Saluran kemih: hematuria
d. Saluran napas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavalaibilitas)
besi yang tidak baik
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan
4. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue atau colitis kronik (Bakta et al, 2009)

Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan
besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh
penurunan feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoesis. Pada fase kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat
spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi
pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring
serta berbagai gejala lainnya (Bakta et al, 2009).

Tata Laksana
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi
adalah:
Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh
kembali.
Pemberian preparat besi untuk menggangti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy)
(Bakta et al,2009).

 Terapi Besi Oral


Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Preparat yang
tersedia adalah ferrous sulphat ( sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah
tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi
elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal (Bakta et al,2009).
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate. Preparat besi oral
sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian
setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah
makan (Bakta et al,2009).
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar
hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan 100 sampai 200
mg (Bakta et al,2009).

 Terapi Besi Parenteral


Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500
sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus di bawah ini.
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian (Bakta et al,2009).
Pengobatan lain

 Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein
hewani
 Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
 Tranfusi darah : ADB jarang memerlukan transfuse darah. Indikasi pemberian transfuse darah pada
anemia kekurangan besi adalah:
 Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung
 Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok
 Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trisemester akhir atau preoperasi
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid (Bakta et al,2009).
 Respons Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit
naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke -10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti
kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu (Bakta et al,2009).

Komplikasi

 Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung bisa membesar. Jantung yang
membesar lama-lama terganggu fungsinya, sehingga terjadilah gagal jantung.
 Gangguam kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat lahir rendah.
 Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.
 Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.
 Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada berdebar

Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:

 Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan
kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun
 Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung
dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum
menurun <50μg/dl, TIBC meningkat >350 μg/dl dan saturasi transferin <15%
 Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada keadaan inflamasi dan
keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka
12μg/dl.
 Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
 Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan cara
imunologi adalah 4-9 μg/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk membedakan
ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
 Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-
kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang
negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula
feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif
 Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi (Bakta et al,2009).
Prognosis

Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan
pemberian preparat besi. (Supandiman, 2006). Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber
perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi
Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis
dari pasien (Supandiman, 2006).

 Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia Defisiensi Besi. in Sudoyo


AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-4. internal publising FK UI
 Kartamihardja, Emmy., 2008. Anemia Defisiensi Besi. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
 Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis
Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory,Vol.12,No.1,Nov 2005:9-15.

You might also like