You are on page 1of 17

PENDAHULUAN

Fluor albus atau keputihan atau leukorea adalah sekret vagina yang
berwarna keputihan yang biasa terjadi pada semua usia dan wanita pada waktu
tertentu. Walaupun beberapa sekret vagina merupakan hal yang fisiologis dan
hampir selalu ada, tetapi ketika jumlahnya menjadi banyak dan abnormal, dapat
disertai darah atau menggumpal-gumpal, menyebabkan iritasi, dan memiliki bau
yang menusuk, maka hal tersebut merupakan keadaan patologis. Sekret yang
disertai dengan iritasi pada vulva umumnya disebabkan oleh infeksi pada vagina
atau serviks. Penyebab lain yaitu tumor uterus, stimulasi estrogenik atau psikis,
trauma, benda asing, penggunaan cairan pembersih yang berlebihan, dan atrofi
vulvovaginal (hipoestrogenisme).1
Sekresi vagina yang fisiologis paling banyak mengandung mukus serviks
(transudat dari epitel skuamous vagina) dan eksfoliasi dari sel skuamosa. Jumlah
kecil lainnya merupakan hasil produk metabolik dari mikroflora, eksudat dari
kelenjar keringat sebasea, kelenjar bartolini, kelenjar skene, dan sangat sedikit
cairan dari endometrial dan cairan dari oviduktal atau tuba fallopi. Jika ada sedikit
stimulasi hormonal pada pubertas dan post-menopause, sekresi vagina hanya
sedikit dan traktus genitalis kurang resisten terhadap infeksi. Keadaan fisiologis
meningkatkan jumlah mukus serviks dan sekret vagina yang terjadi akibat
stimulasi seksual atau emosional, ovulasi, kehamilan, dan produksi estrogen yang
banyak pada tumor ovarium.1

ETIOLOGI
Pada wanita dewasa, fluor albus bisa menjadi hal yang fisiologis maupun
patologis. Flour albus cukup umum pada usia reproduktif terutama pada wanita
dengan kegiatan seksual aktif dan pada mereka yang higenitas kewanitaannya
jelek. Hal yang fisiologis disebabkan oleh adanya rangsangan seksual,
premenstrual, atau karena kehamilan. Sedangkan yang patologis dikategorikan
menjadi infeksius dan noninfeksius. Noninfeksius disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain zat pembersih, benda asing, keganasan, alergi, malnutrisi, stres,

1
kehamilan yang sering, higiene yang buruk, insersi AKDR, aborsi, dan memiliki
pasangan seksual multipel.2
Flora normal vagina termasuk Lactobacili, beberapa bakteri gram (+) dan
(-), bakteri aerob dan anaerob. Pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob dan
produksi aminopeptidase akan menyebabkan bau yang aneh pada keputihan.3
Organisme yang paling umum menyebabkan flour albus diantaranya
Trichomonas vaginalis (protozoa), Candida (ragi), Gardnerella, dan Chlamydia
(bakteri). Cacing (misalnya, Oxyuris) dapat menyebabkan flour albus pada anak-
anak. Flour albus tidak terjadi pada kasus gonore atau tuberkulosis. Infeksi akibat
organisme-organisme tersebut pada umumnya disebabkan oleh penularan melalui
hubungan seksual. Sebagian besar penyakit menular seksual ini bersifat
asimptomatik.1
1. Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis adalah penyebab tersering dari abnormalitas
flour albus pada wanita usia subur, tapi bisa juga ditemui pada wanita
menopause, dan sangat jarang terjadi pada anak-anak.4
Bakterial vaginosis adalah diagnosis klinis yang menggambarkan
suatu pertumbuhan berlebih (100-1000 kali lipat) dari fakultatif tertentu
bakteri anaerob yang berasal dari flora endogenous vagina. Bakterial
vaginosis juga dikenal sebagai vaginitis bakteri, vaginitis non spesifik,
Haemophilus vaginalis, dan Gardnerella vaginalis. Spesies bakteri yang
biasa yang terlibat adalah spesies Bacteriodes, Petostreptococcus spesies,
Garnerella vaginalis, Mycoplasmahominis, dan anggota Entero-
bacteriaceae. Meskipun tanpa gejala pada sekitar setengah dari pasien,
bakterial vaginosis terjadi pada 10%-25% pasien ginekologi dan
kebidanan umum. Insiden bakterial vaginosis lebih tinggi (2/3) pada
pasien dengan Penyakit Menular Seksual.1
Pada bakterial vaginosis terjadi pertumbuhan berlebih dari
organisme anaerobik pada vagina yang menggantikan Lactobacillus dan
meningkatkan pH vagina. Bacterial vaginosis dapat muncul dan hilang
secara spontan walupun bukan dianggap sebagai penyakit menular

2
seksual, namun selalu berkaitan dengan aktivitas seksual. Teori yang
menjelaskan tentang munculnya infeksi dan rekurensi penyakit ini yaitu
hilangnya flora normal vagina akibat cairan pembersih vagina atau
berubahnya pH vagina akibat hubungan seksual. Selain itu, flora normal
juga dapat diserang oleh virus tipe tertentu seperti Human
Immunodeciency Virus dan virus hepatitis sehingga jumlahnya berkurang
dan memfasilitasi untuk pertumbuhan berlebih organisme anaerob.4
2. Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis vulvovaginalis disebabkan oleh pertumbuhan berlebih
Candida albicans pada 90% wanita dan jenis patogen lain seperti Candida
glabrata dan Candida tropicalis yang merupakan flora normal pada usus
dan juga ditemukan pada kulit perineum, sehingga vagina sering
terkontaminasi oleh jamur ini. Sekitar 75% wanita akan terinfeksi jamur
ini minimal sekali seumur hidup. Candida albicans juga ditemukan pada
25% wanita yang tidak memiliki gejala. Infeksi kandida terjadi ketika
jumlah flora normal vagina mengalami penurunan jumlah misalnya
Lactobacillus. Hal ini bisa terjadi hingga lebih dari 40% selama kehamilan
karena perubahan hormonal.4
Candida albicans merupakan fungi dimorfik yang memiliki
blastospora yang bertugas untuk transmisi dan kolonisasi yang
asimptomatik dan mycelia yang meningkatkan kolonisasi dan
memfasilitasi invasi ke jaringan. Daerah pruritus dan inflamasi yang luas
sering disertai dengan minimal invasi terhadap sel epitel saluran kemih
bagian bawah yang diduga akibat toksi ekstraseluler. Pasien simptomatis
biasanya memiliki jumlah mikroorganisme ini >104/mL, sedangkan yang
asimptomatis <103/mL. Faktor predisposisi munculnya gejala pada
kandidiasis vulvovaginalis yaitu penggunaan antibiotik, kehamilan, dan
diabetes melitus. Kehamilan dan diabetes berkaitan dengan penurunan
secara kualitiatif imunitas yang dimediasi sel (cell mediated immunity),
sehingga menyebabkan risiko infeksi kandidiasis.5,6

3
3. Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
protozoa Trichomonas vaginalis. Organisme ini bersifat anaerobik yang
dapat hidup pada pH 3,5-8. Penyakit ini juga dapat menular secara non-
seksual melalui lingkungan yang lembab misalnya pada handuk atau kain
yang lembab. Tetapi, parasit ini ternyata sensitif terhadap lingkungan yang
kering dan oksigen di atmosfir. Jadi ketika parasit meninggalkan tubuh
manusia maka tidak akan bertahan dalam waktu beberapa jam. Sehingga
dugaan terkuat dari penularan Trikomonas vaginalis adalah melalui
aktivitas seksual.3
Trikomonas vaginalis biasanya merupakan penyakit menular
seksual yang menyebabkan 20-25% dari vaginitis infeksius dengan angka
tiga juta kasus pertahun di Amerika Serikat. Sumber penularan lebih
sering dari pasangan laki-laki yang menyimpan flagellata dalam preputium
atau di dalam uretra yang tidak bergejala. Walau demikian, 25% dari
wanita yang terinfeksi Trikomonas vaginalis juga asimptomatik, walau
beberapa dengan frekuensi berkemih yang sering dan dispareunia.
Vaginitis oleh karena Trikomonas vaginalis biasanya diikuti oleh servisitis
bakterial kronis. 1,6

EPIDEMIOLOGI
Bakterial vaginosis adalah penyebab paling umum dari keputihan dan
bau, tetapi lebih dari 50% dari wanita dengan bakterial vaginosis bersifat
asimtomatik. Lebih sering ditemukan pada wanita yang memeriksa jenis lain dari
vaginitis. Frekuensi tergantung pada tingkat sosial ekonomi populasi, telah
disebutkan bahwa 50% wanita yang aktif secara seksual terinfeksi Gardnerella
vaginalis, tetapi hanya sebagian kecil yang bergejala.2
Kandidiasis vulvovaginalis dapat terjadi pada hampir semua wanita
minimal sekali seumur hidup, paling sering terjadi pada usia reproduktif dengan
estimasi antara 70-75% dimana 40-50% dengan rekurensi. Banyak studi
menunjukkan bahwa kandidiasis vulvovaginalis merupakan diagnosis yang sering

4
pada wanita usia muda dan hanya 15-30% wanita yang simptomatis mengunjungi
dokter.2
Laporan untuk prevalensi trikomoniasis bervariasi secara meluas,
tergantung kepada teknik diagnosis dan studi pada populasi tertentu. Pada
umumnya, prevalensi berkisar antara 5% sampai 74% pada wanita dan 5-29%
pada pria dengan angka tertinggi pada klinik penyakit menular seksual dan
populasi yang beresiko tinggi.2

PATOGENESIS
Fluor albus dapat disebabkan oleh banyak hal, fluor albus fisiologis dapat
ditemukan dalam beberapa situasi berikut, bayi baru lahir sampai kira-kira umur
10 hari karena pengaruh estrogen dari plasenta ke uterus dan janin dalam vagina,
sebelum menarche karena pengaruh dari hormon estrogen dan dapat hilang
dengan sendirinya, wanita dewasa yang terangsang dengan mengeluarkan
transudasi pada dinding vagina.2
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah sekret vagina
dapat dianggap normal, tapi perubahan itu selalu diartikan sebagai infeksi pada
pasien, terutama yang disebabkan oleh jamur. Beberapa wanita juga memiliki
keputihan dalam jumlah yang banyak. Dalam kondisi normal, cairan dari vagina
mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terpisah dan lendir serviks, yang
akan bervariasi karena faktor usia, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil
KB.2,6
Lingkungan vagina yang normal ditandai oleh adanya keseimbangan
antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lainnya, estrogen,
glikogen, pH vagina dan metabolit lainnya. Lactobacillus acidophilus
menghasilkan peroksida endogen yang merupakan racun bagi bakteri patogen.
Adanya efek estrogen pada epitel vagina yang memproduksi glikogen,
lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina
rendah 3,8 - 4,5 dan pada tingkat ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri
lain.2

5
Fluor albus patologis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual
(Chlamydia trachomatis, Neisseria Gonorrhoeae, Trichomonas Vaginalis),
infeksi lain seperti kandidiasis vulvovaginalis (Candida albicans), bakterial
vaginosis (Gardnerella vaginalis), dan akibat benda asing dan proses keganasan.
Penyebab paling sering dari fluor albus patologis adalah karena proses infeksi.
Sekret vagina mengandung leukosit, berwarna kuning kehijauan, lebih tebal, dan
berbau khas.2

GEJALA KLINIS
1. Bakterial Vaginosis
Gejala utama dari bakterial vaginosis adalah bersifat relatif basa,
berbau busuk (fishy odor) pada tes KOH, berwarna abu-abu (gelap atau
kusam), berair, sekret homogen yang lebih buruk selama menstruasi dan
setelah hubungan seksual. Pruritis vulva merupakan gejala yang kurang
sering.1

Gambar 3. Sekret pada bakterial vaginosis


(dikutip dari kepustakaan 7)

2. Kandidiasis Vulvovaginalis
Gejala infeksi Candida Albicans biasanya lebih gatal dibandingkan
dengan Trikomoniasis tetapi tidak ada atau kurang sensasi rasa terbakar.
Gejala yang sering yaitu sekret vagina, gatal pada vulva, rasa terbakar, dan
dispareunia. Gejala pada umumnya muncul pada fase pre-menstruasi,

6
tetapi 20% wanita dengan kandidatidak bergejala (asimptomatis). Tidak
seperti vaginitis bakterial atau protozoal, infeksi kandida bukan
merupakan penyakit menular seksual. Kondisi yang dapat meningkatkan
risiko kandidiasis yaitu diabetes melitus, penggunaan kontrasepsi oral,
penggunaan antibiotik, dan wanita hamil. 1
Sekret vagina akibat infeksi kandida yaitu bergumpal-gumpal
seperti keju, biasanya tidak berbau, warna putih, sering berupa kumpulan-
kumpulan eksudat, dan beberapa bisa sampai ke mukosa serviks dan
vagina. Dapat terjadi edema dan eritema pada vulva dan vagina. Sekret
pada infeksi kandida memiliki pH antara 4-5. Mencampur sekret dengan
larutan KOH 10%-20% kemudian diperiksa dibawah mikroskop akan
tampak mycelia dan hifa, dengan respon leukosit sedang. Jika dibutuhkan
kultur maka membutuhkan medium Nickerson dan Sabouraud. 1

Gambar 2. Mukosa vagina dengan sekret putih bergumpal-gumpal


(dikutip dari kepustakaan 7)

3. Trikomoniasis
Infeksi trikomonas pada umumnya bermanifestasi sebagai vaginitis
difus dengan melibatkan vulva. Infeksi Trichomonas vaginalis ditandai
dengan keluhan gatal yang bermanifestasi dengan edema dan eritema.
Bintik-bintik merah (strawberry patches) yang jarang berdarah, dapat
menyebar hingga ke permukaan vagina dan portio serviks. Uretra dan

7
kandung kemih dapat terkena infeksi sekunder. Flour albus tipis, berwarna
kuning-hijau, dan kadang-kadang berbusa, dengan bau busuk. PH flour
albus 5 - 6,5.1

Gambar 3. Sekret berbusa dan strawberry servix pada trikomoniasis


(dikutip dari kepustakaaan 14)

DIAGNOSIS
1. Bakterial Vaginosis
Kriteria diagnosis Bakterian Vaginosis yaitu:5
- Bau amis vagina, yang terutama terlihat coitus berikut, dan keputihan
yang hadir.
- Sekresi vagina berwarna abu-abu dan ada selaput di dinding vagina.
- PH sekresi lebih tinggi dari 4,5 (biasanya 4,7-5,7).
- Mikroskopi dari sekresi vagina menunjukkan peningkatan jumlah sel
clue, dan leukosit yang seharusnya tidak ada. Dalam kasus-kasus
lanjutan dari BV, lebih dari 20% dari sel-sel epitel adalah sel clue.
- Penambahan KOH pada sekresi vagina (tes Whiff), akan melepaskan
bau amis.

8
Gambar 4. Sel Clue (dikutip dari kepustakaan 7)

2. Kandidiasis Vulvovaginalis
Kriteria diagnosis kandidiasis yaitu:4
- Sekret bervariasi, mulai dari cair hingga kental homogen
- pH vagina biasanya normal (<4,5)
- Tes Wiff negatif
- Tampak bentuk spora atau mycelia pada pemeriksaan KOH

Gambar 5. Candida Albicans pada larutan KOH menunjukkan pseudohifa dan


blastokonia/sel yeast (dikutip dari kepustakaan 7)

9
3. Trikomoniasis
Kriteria diagnosis Trikomonas yaitu:4
- Trichomonas vaginitis dikaitkan dengan keputihan yang banyak,
bernanah, berbau busuk, yang bisa disertai dengan pruritus vulva.
- Pada pasien dengan infeksi yang lebih parah, tampak eritema pada
vagina dan colpitis macularis (strawberry cervix).
- PH sekresi vagina biasanya lebih tinggi dari 5,0.
- Pemeriksaan mikroskopi dari sekresi terlihat motil trichomonas dan
meningkatnya jumlah leukosit.
- Tes bau (whiff) mungkin positif.

Gambar 6. Trikomonas pada larutan salin (panah biru)


(dikutip dari kepustakaan7)

Gambar 6. Trichomonas vaginalis dari kultur in vitro dengan pewarnaan Giemsa


(dikutip dari kepustakaan 7)

10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari tahu ada tidaknya tanda-tanda
infeksi, yaitu peningkatan leukosit.
2. Pemeriksaan urinalisis dan bakteriologi
Pada urinalisis dilakukan pemeriksaan sedimen urin berupa leukosit, bila > 5
leukosit/LPB artinya ada proses peradangan yang sedang terjadi. Pemeriksaan
bakteriologi dilakukan dengan memperhitungkan berapa banyak kuman yang
didapat rata-rata per ml urin. Jika kuman berjumlah antara 10.000-100.000
dalam 1 ml urin berarti terjadi proses infeksi
3. Sitologi vagina
Pada pemeriksaan ini menggunakan sampel secret vagina yang dimasukkan ke
cairan khusus sehingga sel pengganggu lainnya dapat dihilangkan, lalu
kemudian diproses dengan prosesor otomatis untuk menghasilkan preparat
(usapan sel pada kaca benda). Pemeriksaan ini sebagai deteksi awal adanya
kelainan pada sel leher rahim.
4. Kultur sekret vagina
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui jenis kuman/bakteri penyebab
fluor albus yang patologis. Dimana pengobatan biasa tidak membuat fluor
albus berkurang atau sembuh. Sehingga dengan adanya kultur, selain untuk
mengetahui penyebab pasti infeksi juga akan dapat memberikan terapi yang
tepat untuk jenis bakteri/kuman penyebabnya. Bahan yang diperiksa berupa
cairan/lender dari vagina dengan cara vaginal swab.
5. Ultrasonografi (USG) abdomen
Untuk mengetahui adanya kelainan yang terletak pada cavum abdomen,
termasuk adanya infeksi pada panggul (Pelvic Inflammatory Disease). PID
merupakan kumpulan peradangan saluran genital bagian atas untuk beberapa
organism yang dapat menyerang endometrium, tuba fallopi, dan ovarium.
Selain itu usg juga dapat untuk menentukan adanya kehamilan. Dimana

11
kehamilan dapat menyebabkan produksi fluor albus meningkat, yang juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
6. Vaginoskopi
Dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau tidak sembuh dengan
pengobatan, terutama jika terdapat secret berdarah yang berbau busuk. Benda
asing yang paling sering menyebabkan hal tersebut adalah tissue toilet.
7. Pemeriksaan PH vagina
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui PH dalam vagina yang
normalnya adalah bersifat asam (3,8-4,5). Pengukuran PH vagina
menggunakan kertas lakmus. Jika PH bergeser ke arah basa, bisa menjadi
sumber infeksi kuman-kuman tertentu.
8. Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH
Pemilaian swab dengan larutan garam fisiologis dan KOH yaitu cairan
diperiksa dengan melarutkan sampel dengan 2 teteslarutan garam fisiologis
diatas objek glass, sampel lain dengan KOH. Penutup objek glassditutup dan
diperiksa dibawah mikroskop.
9. Pulasan dengan pewarnaan gram
Pulasan sekret vagina dengan menggunakan pewarnaan gram. Pemeriksaan
dilakukan untuk identifikasi bakteri berdasarkan bentuk, ukuran, dan
morfologi secara seluler dari reaksi pulasan.
10. Metilen blue
Pemeriksaan dilakukan jika pasien dicurigai terjadi fistula vesikovaginal yang
dapat menyebabkan urin dapat keluar melalui saluran vagina tanpa disadari.
Sehingga dapat menyebabkan infeksi pada vagina. Pemeriksaan dilakukan
dengan menempatkan beberapa kassa di vagina, lalu kandung kemih diisi
dengan metilen blue melalui kateter sebanyak 30-50 cc. Lalu 3-5 menit
kemudian kassa dalam vagina di periksa. Jika terdapat rembesan metilen blue
berarti terjadi fistula
11. Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mendeteksi kanker serviks dengan cara melihat langsung

12
serviks setelah memulas serviks dengan larutan asam asetat 3-5 % secara
inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat menggunakan kapas lidi,
sekitar 1-5 menit akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat
diamati secara langsung. Bila warna serviksberubah menjadi keputih-putihan,
kemungkinan positif terhadap kanker, jika tidak berarti hasilnya negatif.
Syarat melakukan pemeriksaan IVA adalah sudah pernah melakukan
hubungan seksual, tidak sedang haid atau hamil. Skrining pada setiap wanita
minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas memungkinkan lakukan
tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan
IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5
tahun
12. Pap smear
Pap smear adalah tesskrining untuk kanker serviks juga dapat digunakan untuk
skrining infeksi human papilloma virus (HPV) yang subklinis. Jadi tindakan
berupa pengambilan sekret dari leher rahim dengan menggunakan sikat kecil
atauswab secara inspekulo. Sel dari Pap smear kemudian diperiksa dibawah
mikroskopis untuk melihat sel yang abnormal, atau sel yang mengalami
perubahan yang disebabkan oleh infeksi HPV. Pap smear sangat penting
dalam mendeteksi kanker serviks pada tahap awal. Syarat melakukan
pemeriksaan papsmear sama dengan halnya pemeriksaan IVA. Menurut
American Cancer Society pap smear dilakukan setahun sekali bagi wanita
antara umur 40-60 tahun dan juga bagi wanita di bawah 20 tahun dengan
aktifitas seksual aktif.
13. Biopsi
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia
untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat
benjolan pada bagian tubuh yang tidak diketahui penyebabnya. Pada kasus
ginekologi biopsi endometrium biasa dilakukan untuk membantu menentukan
penyebab dari beberapa abnormal hasil pap smear. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara mikrokuretase dengan alat seperti pipelle, alat kuret, alat
elektronik hisap (vabra aspirasi).

13
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan fluor albus tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur,
bakteri, parasit, ataupun suatu keganasan. Penentuan diagnosis diawali dengan
anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisis. Pemeriksaan penunjang awal yang
paling sering dilakukan adalah pemeriksaan IVA, papsmear, dan biopsi. Jika pada
pemeriksaan tersebut didapatkan adanya lesi-lesi prakanker ataupun kanker, maka
tindakan selanjutnya adalah melalukan rujukan kepada dokter spesialis. Namun
jika didapatkan hasil negatif atau tidak adanya tanda-tanda lesi pra kanker,
pemeriksaan lain bisa dilakukan untuk menentukan penyebab dari fluor albus,
seperti penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan
KOH, pewarnaan gram, PH vagina, dan pemeriksaan lainnya.

Berikut ini adalah pengobatan dari penyebab paling sering:1,2,5,7


1. Bakterial Vaginosis
Topikal (intravagina)
- Metronidazole gel (0,75%) 1 kali sehari selama 5 hari, atau
- Clindamycin cream (2%) 1 kali sehari selama 7 hari.
Sistemik
- Metronidazole 400-500 mg 2 kali sehari selama 5-7 hari, atau
- Metronidazole 2 g dosis tunggal, atau
- Tinidazole 2 g dosis tunggal, atau
- Clindamycin 300 mg 2 kali sehari selama 7 hari
2. Kandidiasis Vulvovaginalis
Topikal (intavaginal)
- Nytatin 100.000 IU sekali sehari selama 14 hari
- Mikonazol nitrat 2% 1 x sehari selama 7 – 14 hari
- Clotrimazole tablet vaginal 500 mg dosis tunggal atau 200 mg sekali
sehari selama 3 hari.
- Miconazole ovule vaginal 1200 mg dosis tunggal atau 400 mg sekali
sehari selama 3 hari.

14
Sistemik
- Fluconazole 150 mg dosis tunggal
- Itraconazole 200 mg 2 kali sehari
3. Trikomoniasis
Topikal
- Metronidazole tablet vaginal 500 mg setiap malam selama 3-7 hari
Sistemik
- Metronidazole 2 g dosis tunggal, atau 2 kali 500 mg selama 7 hari
- Tinidazole 2 kali 500 mg selama 5 hari

Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor albus),


sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin. Untuk keputihan yang
ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan
seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama masih dalam
pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim
sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya keputihan yaitu
dengan:
1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup,
hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
2. Setia kepada pasangan.
3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap
kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan
yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan
untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri
berkembang biak.
4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah
depan ke belakang.
5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat
mematikan lactobacillus. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum
menggunakan cairan pembersih vagina.

15
6. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada
daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
7. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti
meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas
kloset di WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum
menggunakannya.

KESIMPULAN
Fluor albus atau keputihan atau leukorea biasa terjadi pada semua usia dan
wanita pada waktu tertentu, dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Flour
albus cukup umum pada usia reproduktif terutama pada wanita dengan kegiatan
seksual aktif dan pada mereka yang higenitas kewanitaannya jelek. Hal yang
fisiologis disebabkan oleh adanya rangsangan seksual, premenstrual, atau karena
kehamilan. Sedangkan yang patologis dikategorikan menjadi infeksius (zat
pembersih, benda asing, keganasan, alergi, malnutrisi, stres, higiene yang buruk)
dan infeksius berupa infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur.
Deteksi dini sangat diperlukan untuk mencegah berkembangnya keadaan
menjadi lebih buruk. Pemeriksaan penunjang juga sangat dibutuhkan agar
pemberian terapi dilakukan secara tepat. Selain itu menghindari factor risiko
terjadinya fluor albus yang patologis juga sangat membantu. Seperti tidak
menggunakan zat kimia sebagai pembersih dan menjaga higenitas daerah
kewanitaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Pernoll Martin. Disorder of the Vulva and Vagina. Dalam: Obstetrics &
Gynecology. Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2001; P. 571-576
2. Monalisa, Abdul Rahman, Muh Dali. Clinical Aspects Fluor Albus Of
Female And Treatment. Makassar: Department of Dermatovenerology
Medical Faculty of Hasanuddin University; 2012; P.19-28
3. Ghotbi, Beheshti, Amirizade. Cause Of Leukorrhea in Fasa. Southern Iran:
Shiraz E-Medical journal; 2007; P.58-62
4. Sherrad J, G Donders, D White. European (IUSTI/WHO) Guidline on The
Management of Vaginal Discharge. Eropa: Departement of Obstetric and
Gynecology; 2011, P.421-425
5. Berek, Jonathan S. Genitourinary Infections and Sexually Transmitted
Diseases. Dalam: Berek & Novak’s Gynecology. 14th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins: 2007; p 543-548
6. Chaudhary Varsha, et al. Clinico-Microbiological profile of Women with
Vaginal Discharge in a Tertiary Care Hospital of Northern India.
International Journal of Medical Science and Public Health; 2012; p75-80
7. Plourd DM. Practical Guide to Diagnosing and Treating Vaginitis.
MedGenMed 1(2), 1999. [formerly published in Medscape Women's
Health eJournal 2(1), 1997]. Available at:
http://www.medscape.com/viewarticle/408848.

17

You might also like