You are on page 1of 7

JURNAL MKMI, Vol. 12 No.

2, Juni 2016

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DECOMPRESSION SICKNESS PADA


MASYARAKAT NELAYAN PESELAM TRADISIONAL
PULAU SAPONDA

Risk Factors of Decompression Sicknessin Traditional Divers of a Fishing


Community in Saponda Island

Jusmawati1, A. Arsunan Arsin2, Furqaan Naiem3


1
Staf Kantor Kesehatan Pelabuhan Kota Kendari
2
Bagian Epidemiologi FKM Unhas
3
Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Unhas
(jusmawatia@yahoo.com)

ABSTRAK
Salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan peselam adalah Decompression Sickness (DCS). Tujuan pe-
nelitian adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian DCS pada masyarakat nelayan peselam tradisional Pulau
Saponda Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik
dengan rancangan case control study. Populasi penelitian adalah seluruh nelayan tradisional di Pulau Saponda
Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Kasus adalah nelayan tradisional yang mengalami DCS sesuai
diagnosa dokter, sedangkan kontrol adalah nelayan tradisional yang tidak mengalami DCS sesuai diagnosa dokter.
Jumlah sampel sebanyak 174 orang (87 kasus dan 87 kontrol). Pengambilan sampel secara purposive sampling.
Analisis data menggunakan komputer program SPSS dengan uji odds rasio dan regresi logistik berganda. Hasil
penelitian menunjukkan kejadian DCS lebih banyak pada usia <16 tahun atau >35 tahun (59,8%), frekuensi
menyelam >2 kali (62,1%), kedalaman menyelam >10 m (88,5%), lama menyelam >60 menit (69,0%), dan mem-
punyai riwayat penyakit (78,2%). Penelitian menyimpulkan usia, frekuensi menyelam, kedalaman menyelam,
lama menyelam dan riwayat penyakit merupakan faktor risiko kejadian DCS. Variabel yang paling berisiko terha-
dap DCS adalah kedalaman menyelam.
Kata kunci : DCS, riwayat penyakit, lama, kedalaman

ABSTRACT
One condition that is often associated with divers is Decompression Sickness (DCS). The objective of this
study was to determine the risk factors of DCS in traditional divers of a fishing community at Saponda Island,
Konawe Regency, Southeast Sulawesi Province. This study is an observational analytical study with a case control
study design. The population was the traditional fishermen in Saponda Island, Konawe Regency, Southeast Su-
lawesi Province. Cases were traditional fishermen who experienced DCS based on physician’s diagnosis, while the
control group was traditional fishermen who did not experience DCS based on physician’s diagnosis. In total, this
study involved 174 individuals (87 cases and 87 controls). Sampling used purposive sampling. Data analysis were
conducted using SPSS with the odds ratio test and multiple logistic regression. Findings of this study indicate that
DCS occured more often inindividuals aged<16 years or>35 years (59,8%), frequency of diving>2 times (62,1%),
diving depth >10 m (88,5%), length of diving time>60 minutes (69,0%), and has past medical history (78,2%). The
study concluded that age, diving frequency, diving depth, diving time, and past medical history are risk factors of
DCS. Diving depth was identified as the primary risk factor of DCS.
Keywords : DCS, past medical history, long time, depth

63
Jusmawati : Faktor Risiko Kejadian Decompression Sickness pada Masyarakat Nelayan Peselam Tradisional

PENDAHULUAN 83 orang mengalami nyeri sendi, nyeri otot, 58


Salah satu penyakit yang erat kaitannya orang mengalami sakit kepala, 8 orang mengalami
dengan peselam adalah Decompression Sickness lumpuh, 4 orang mengalami pendarahan hidung
(DCS) atau penyakit dekompresi. Decompression dan terdapat 1 orang yang meninggal.6 Nelayan
sickness adalah sindrom yang berhubungan de- di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mengalami ka-
ngan pembentukan dan peningkatan ukuran ge- sus barotrauma (41,4%) dan penyakit dekompresi
lembung ketika tekanan parsial gas inert dalam yang biasa menyerang peselam (6,9%). Nelayan
darah dan jaringan melebihi tekanan ambien. di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat menderi-
Gelembung gas menyebabkan kompresi jaringan ta nyeri persendian (57,5%) dan gangguan pen-
mekanis ke pembuluh darah vena dengan volume dengaran ringan sampai ketulian (11,3 %).4
gelembung berkembang, menciptakan iskemia ja- Faktor risiko utama decompression sick-
ringan, dan edema.1 ness adalah kedalaman menyelam, durasi, tingkat
Decompression sickness terjadi karena saat pendakian, dan menyelam berulang. Faktor risiko
menyelam, terjadi peningkatan tekanan, sehingga lain melibatkan suhu rendah, paparan ketinggian,
udara yang kita hirup (oksigen dan nitrogen) lebih paten foramen ovale, jenis kelamin perempuan,
banyak dari biasanya. Peningkatan oksigen yang usia tua, obesitas, konsumsi alkohol, dehidrasi, se-
dihirup akan berdampak positif bagi metabolisme belumnya menderita decompression sickness, dan
tubuh, tetapi gas nitrogen tidak digunakan oleh olahraga berat).1 Penelitian lain menyatakan faktor
tubuh. Akibatnya, gas nitrogen akan terakumula- yang terkait decompression sickness peselam, an-
si di dalam tubuh peselam sesuai dengan propor- tara lain umur penyelam, kedalaman penyelaman,
si, durasi menyelam dan kedalaman penyelaman. masa kerja peselam, frekuensi naik turun penyela-
Nitrogen yang sudah terakumulasi didalam tubuh man dan penggunaan kompresor sebagai alat ban-
akan dilepas dalam bentuk gelembung udara. Aki- tu nafas saat menyelam, pemeriksaan kesehatan
bat dari penurunan maupun perubahan tekanan se- peselam.2,7
cara drastis karena tekanan yang tiba-tiba menurun Penelitian lain menyatakan faktor yang ter-
tidak cukup untuk mempertahankan kelarutan gas kait decompression sickness peselam, antara lain
sehingga timbul gelembung. Gelembung ini dapat umur peselam, kedalaman penyelaman, masa
menyebabkan emboli yang akan menyumbat ali- kerja peselam, frekuensi naik turun penyelaman
ran darah maupun sistem syaraf tubuh manusia.2 dan penggunaan kompresor sebagai alat bantu
Nelayan peselam tradisional umumnya nafas saat menyelam pemeriksaan kesehatan pe-
melakukan pekerjaan secara turun-temurun, tanpa selam.2,7-10 Untuk menghindari penyakit dekom-
dibekali ilmu kesehatan dan keselamatan penye- presi, saat seseorang menyelam sebaiknya untuk
laman yang memadai. Keterampilan menyelam naik ke permukaan harus dilakukan secara perla-
diperoleh secara alami, yaitu dengan meniru cara han-lahan dengan tidak tergesa-gesa karena dapat
menyelam peselam yang lebih tua atau yang le- memberikan tekanan udara yang sangat besar apa-
bih senior.3 Umumnya penyelaman yang dilaku- bila naik dengan cepat dan tergesa-gesa sehingga
kan nelayan peselam tradisional adalah penyela- menimbulkan penyakit dekompresi. Penelitian ini
man tahan napas dan penyelaman dengan meng- bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian
gunakan suplai udara melalui kompresor udara. decompression sickness pada masyarakat nelayan
Hal ini dapat meningkatkan risiko terkena penya- peselam tradisional Pulau Saponda Kabupaten
kit dekompresi.4 Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dampak yang paling fatal dari penyakit DCS
adalah kelumpuhan pada peselam hingga meng- BAHAN DAN METODE
akibatkan penurunan produktifitas secara massal, Jenis penelitian ini adalah observasional
morbiditas berat, cacat seumur hidup dan bahkan analitik dengan rancangan kasus kontrol.11 Peneli-
kematian.5 Data Kesehatan Peselam Tradisional tian ini dilaksanakan di Pulau Saponda Kabupaten
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2015, meng- Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara dari tanggal
gambarkan bahwa terdapat 285 orang peselam 14 Februari sampai dengan 16 Maret 2016. Po-
yang mengalami gangguan kesehatan diantaranya pulasi penelitian adalah seluruh nelayan peselam

64
JURNAL MKMI, Vol. 12 No. 2, Juni 2016

tradisional di Pulau Saponda Kabupaten Konawe laman menyelam risiko tinggi (>10 meter) (93,7%)
Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel terdiri dari karena ikan karang banyak berada pada kedalaman
kasus dan kontrol. Kasus adalah nelayan tradisio- lebih dari 10 meter. Dalam sekali menyelam le-
nal yang mengalami DCS sesuai dengan hasil diag- bih banyak menyelam selama ≤60 menit (79,9%).
nosa dokter, sedangkan kontrol adalah nelayan tra- Umumnya responden tidak mempunyai riwayat
disional yang tidak mengalami DCS sesuai dengan penyakit (51,7%) (Tabel 2).
hasil diagnosa dokter. Penarikan sampel menggu- Responden yang mempunyai usia risiko
nakan purposive sampling dengan besar sampel tinggi lebih banyak mengalami DCS (59,8%) se-
174 orang (terdiri dari : 87 kasus dan 87 kontrol). dangkan usia risiko rendah lebih banyak tidak
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mengalami DCS (48,3%). Hasil uji odds rasio
menggunakan kuesioner. Analisis data yang dilaku- (OR) menunjukkan usia merupakan faktor risiko
kan adalah univariat dengan frekuensi, bivariat kejadian DCS. Responden yang mempunyai usia
dengan chi square, Odds Rasio (OR) dan multi- berisiko berpeluang mengalami DCS sebesar 1,4
variat dengan regresi logistik berganda. Penya- kali dibandingkan usia tidak berisiko. Hasil uji
jian data dalam bentuk tabel dan disertai narasi. chi square diperoleh nilai p=0,285 (p>0,05). Hal

Tabel 1. Distribusi Kejadian DCS Berdasarkan Karakteristik di Pulau Saponda


Decompression sickness (DCS)
Total
Karakteristik Kasus Kontrol
n % n % n %
Kelompok Umur (tahun)
20 - 29 13 14,9 22 25,3 35 20,1
30 - 39 43 49,4 37 42,5 80 46,0
40 - 49 26 29,9 23 26,4 49 28,2
50 - 59 4 4,6 5 5,7 9 5,2
60 - 69 1 1,1 0 0,0 1 0,6
Pendidikan
Tidak Sekolah 14 16,1 9 10,3 23 1 3,2
SD 64 73,6 67 77,0 131 75,3
SLTP 9 10,3 9 10,3 18 10,3
SLTA 0 0,0 2 2,3 2 1,1
Sumber : Data Primer, 2016

HASIL ini berarti usia tidak berhubungan dengan keja-


Sebagian besar responden berusia 30–39 dian DCS. Responden yang mempunyai frekuen-
tahun sebanyak 80 responden (46,0%). Respon- si menyelam berisiko lebih banyak mengalami
den yang menderita decompression sickness lebih DCS (62,1%) sedangkan frekuensi menyelam
banyak berusia 30-39 tahun (49,4%) dan paling risiko rendah lebih banyak tidak mengalami DCS
sedikit yang berusia 60-69 tahun (1,1%). Umum- (75,9%). Hasil uji OR diperoleh frekuensi menye-
nya responden mempunyai tingkat pendidikan SD lam merupakan faktor risiko kejadian DCS. Hasil
(75,3%) dan paling sedikit yang mempunyai pen- uji chi square diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05).
didikan SLTA (1,1%). Responden yang menderita Hal ini menunjukkan frekuensi menyelam ber-
DCS lebih banyak mempunyai tingkat pendidikan hubungan dengan kejadian DCS. Responden
SD (73,6%) dan paling sedikit yang mempunyai yang mempunyai frekuensi menyelam berisiko
tingkat pendidikan SLTP (10,3%). Responden berpeluang mengalami DCS sebesar 5,7 kali di-
yang tidak menderita DCS lebih banyak mempu- bandingkan responden yang mempunyai frekuensi
nyai tingkat pendidikan SD (77,0%) (Tabel 1). menyelam tidak berisiko. Responden yang mem-
Sebagian besar responden mempunyai usia punyai kedalaman menyelam berisiko lebih ba-
risiko tinggi menderita DCS (55,7%), frekuensi nyak mengalami DCS (98,9%) sedangkan yang
menyelam risiko rendah (≤ 2 kali) (56,9%). Keda- mempunyai kedalaman menyelam risiko rendah

65
Jusmawati : Faktor Risiko Kejadian Decompression Sickness pada Masyarakat Nelayan Peselam Tradisional

Tabel 2. Distribusi Variabel Penelitian Hasil uji statistik dengan regresi logistik
Variabel n=174 % berganda diperoleh variabel yang berhubungan
Faktor usia dengan DCS secara simultan adalah kedalaman
Risiko tinggi (<16/> 35 tahun) 97 55,7 menyelam, lama menyelam dan riwayat penya-
Risiko rendah (16 - 35 tahun) 77 44,3 kit (p<0,05). Variabel yang paling berisiko terha-
Frekuensi menyelam dap terjadinya decompression sickness adalah
Risiko tinggi (> 2 kali ) 75 43,1 kedalaman menyelam (OR=46.3), hal ini berarti
Risiko rendah (≤ 2 kali) 99 56,9 responden yang mempunyai kedalaman menye-
Faktor kedalaman menyelam lam berisiko berpeluang 46,3 kali mengalami
Risiko tinggi (>10 meter) 163 93,7 DCS dibandingkan yang mempunyai kedalaman
Risiko rendah (≤10 meter) 11 6,3
menyelam tidak berisiko (Tabel 4).
Faktor lama menyelam
Risiko tinggi (> 60 menit) 35 20,1
Risiko rendah (≤ 60 menit) 139 79,9 PEMBAHASAN
Faktor riwayat penyakit Penelitian ini menyimpulkan umur,
Risiko tinggi 84 48,3 frekuensi, kedalaman dan lama menyelam serta
Risiko rendah 90 51,7 riwayat penyakit merupakan faktor risiko ter-
Sumber : Data Primer, 2016 jadinya DCS. Faktor yang paling berisiko terha-
dap terjadinya DCS adalah kedalaman menyelam.
lebih banyak tidak mengalami DCS (11,5%). Umur saat menyelam sangatlah berpengaruh pada
Kedalaman menyelam merupakan faktor risiko kesehatan seorang peselam karena umur merupa-
kejadian DCS. Responden yang mempunyai keda- kan gambaran kesehatan fisik yang dimiliki ma-
laman menyelam berisiko berpeluang mengalami nusia. Umur yang masih muda belum siap organ
DCS sebesar 11,2 kali dibandingkan kedalaman dan fungsi tubuhnya untuk menerima beban kerja
menyelam tidak berisiko. Hasil uji chi square di- yang berat sehingga sangat berisiko jika melaku-
peroleh nilai p=0,005 (p<0,05). Hal ini menunjuk- kan pekerjaan yang belum sesuai dengan porsinya.
kan kedalaman menyelam berhubungan dengan Makin tua umur seseorang maka proses perkem-
kejadian DCS. Responden yang mempunyai lama bangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi
menyelam berisiko lebih banyak mengalami DCS pada umur tertentu, bertambahnya proses perkem-
(31,0%) sedangkan lama menyelam risiko rendah bangan mental ini tidak secepat ketika berumur
lebih banyak tidak mengalami DCS (90,8%). belasan tahun.
Lama menyelam merupakan faktor risiko kejadian Penelitian ini sesuai dengan penelitian
DCS. Responden yang mempunyai lama menye- yang menyatakan faktor risiko DCS adalah usia
lam berisiko berpeluang mengalami DCS sebesar tua, obesitas konsumsi alkohol, dehidrasi, sebe-
4,4 kali dibandingkan lama menyelam tidak be- lumnya menderita DCS, dan olahraga berat.1 Fak-
risiko. Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,000 tor yang terkait dengan DCS pada peselam antara
(p<0,05). Hal ini menunjukkan lama menyelam lain umur peselam. Batas umur yang ideal untuk
berhubungan dengan kejadian DCS. Responden melakukan kegiatan penyelaman adalah 16-35
yang mempunyai riwayat penyakit berisiko le- tahun, kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 ta-
bih banyak mengalami DCS (78,2%) sedangkan hun memiliki risiko penyelaman lebih tinggi. Se-
yang tidak mempunyai riwayat penyakit berisiko makin dalam lokasi penyelaman dari permukaan
lebih banyak tidak mengalami DCS (81,6%). Ri- air, maka semakin besar pula tekanan yang akan
wayat penyakit merupakan faktor risiko kejadian diterima.12,13 Penelitian lain menyatakan umur ti-
DCS. Responden yang mempunyai riwayat pe- dak berhubungan dengan gangguan pendengaran
nyakit berisiko mengalami DCS sebesar 15,9 kali pada nelayan peselam.14
dibandingkan responden yang tidak mempunyai Frekuensi menyelam mempengaruhi keja-
riwayat penyakit. Hasil uji chi square diperoleh dian dekompresi pada peselam. Hal ini disebab-
nilai p=0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ri- kan kadar nitrogen yang terkandung dalam darah
wayat penyakit berhubungan dengan kejadian belum normal, tetapi harus kembali terpapar ni-
DCS (Tabel 3). trogen. Secara teoritis, nitrogen yang terkandung

66
JURNAL MKMI, Vol. 12 No. 2, Juni 2016

Tabel 3. Besar Risiko Variabel Penelitian terhadap Kejadian DCS di Pulau Saponda
Decompression sickness (DCS) OR
Total
Variabel Kasus Kontrol p (95%CI)
n % n % n %
Faktor Usia
Risiko tinggi 52 59,8 45 51,7 97 55,7 0,285 1,4
Risiko rendah 35 40,2 42 48,3 77 44,3 (0,8-2,5)
Frekuensi Menyelam
Risiko tinggi 54 62,1 21 24,1 75 43,1 0,000 5,7
Risiko rendah 33 37,9 66 75,9 99 56,9 (2,7-9,9)
Kedalaman Menyelam
Risiko tinggi 86 98,9 77 88,5 163 93,7 0,005 11,17
Risiko rendah 1 1,1 10 11,5 11 6,3 (1,40-89,27)
Lama Menyelam
Risiko tinggi 27 31,0 8 9,2 35 20,1 0,000 4,4
Risiko rendah 60 69,0 79 90,8 139 79,9 (1,9-10,5)
Riwayat Penyakit
Risiko tinggi 68 78,2 16 18,4 84 48,3 0,000 15,9
Risiko rendah 19 21,8 71 81,6 90 51,7 7,6-33,4
Sumber : Data Primer, 2016

dalam darah akibat penyelaman akan kembali nor- berhubungan dengan kejadian dekompresi pada
mal setelah 24 jam setelah menyelam. Bila nitro- peselam.1,7-10,14
gen belum normal dalam tubuh dan harus terpapar Makin dalam menyelam, akan mendapat-
lagi maka akan menimbulkan chokes atau bends kan tekanan makin besar, berarti makin besar pen-
yang akan berakibat parah. Semakin sering sese- garuhnya pada kesehatan peselam. Tubuh manu-
orang menyelam maka kondisi tubuh juga akan se- sia yang mendapat tekanan air di kedalaman akan
makin berkurang diakibatkan tubuh manusia tidak menyesuaikan dengan tekanan ini. Bila tubuh ti-
bisa berada terus-menerus di dalam air. dak dapat menyesuaikan dengan tekanan tersebut
Frekuensi menyelam berhubungan de-ngan maka dapat terjadi squeese/trauma. Squeese/trau-
kondisi tubuh peselam, jika kondisi tubuh baik ma umumnya dapat terjadi pada penyelaman 10
memungkinkan untuk menyelam dengan frekuen- meter dan dekompresi dapat terjadi pada penye-
si lebih banyak, tetapi jika kondisi tubuh tidak baik laman 12.5 meter. Makin dalam menyelam, makin
maka jangan memaksakan untuk menyelam. Na- tinggi tekanan, makin banyak pula gas N2 yang
mun, pada kenyataan lebih banyak peselam yang larut dalam jaringan tubuh. Sewaktu peselam naik,
mengalami gangguan kesehatan bila menyelam tekanan akan berkurang dan terjadi pengeluaran
>2 kali dalam sehari. Oleh sebab itu, sebaikn- gas N2. Bila peselam naik perlahan, pengeluaran
ya peselam tidak melakukan penyelaman >2 kali gas N2 akan melalui paru. Bila peselam naik ter-
dalam sehari. Penelitian ini sesuai dengan pe- lalu cepat, disamping pengeluaran gas N2 melalui
nelitian yang menyatakan frekuensi menyelam paru, gas N2 juga keluar di dalam jaringan atau

Tabel 4. Analisis Regresi Logistik Berganda Faktor Risiko DCS di Pulau Saponda
95,0% CI for Exp (B)
Variabel B Wald p Exp(B)/OR
Lower Upper
Frekuensi 0,867 3,615 0,057 2,381 0,974 5,822
Kedalaman 3,835 7,538 0,006 46,311 2,997 715,717
Lama 2,978 12,370 0,000 19,642 3,737 103,238
Riwayat 3,010 45,181 0,000 20,284 8,433 48,786
Constant -15,479 30,345 0,000 0,000
Sumber : Data Primer, 2016

67
Jusmawati : Faktor Risiko Kejadian Decompression Sickness pada Masyarakat Nelayan Peselam Tradisional

cairan darah dalam bentuk gelembung, maka ter- kinan peselam terkena DCS yang akan membuat
jadilah dekompresi.15 peselam berhalunisasi dan seperti merasa mabuk
Ketika menyelam pada kedalaman yang le- kemudian tahap berikutnya akan membuat tidak
bih semakin besar tekanan parsial gas, yang me- sadarkan diri. N2 yang terlalu banyak terakumula-
ngarah pada peningkatan pembentukan gelem- si di tubuh akan mengganggu pasokan O2 ke jari-
bung/ekstraksi ke dalam jaringan. Jika tetap di ngan otak yang akan menyebabkan peselam seper-
kedalaman, maka gelembung gas yang dikeluar- ti orang mabuk dan berhalunisasi.
kan juga akan berlebih.16 Meningkatnya kedala- Selama ini waktu acuan para peselam kom-
man dapat memperburuk gejala dekompresi yang presor adalah lebih cenderung mengukur pada tar-
disertai kebingungan, koordinasi terganggu, ku- get hasil tangkapan. Waktu penyelaman bukanlah
rangnya konsentrasi, halusinasi dan ketidaksada- ukuran nelayan, asal dirasa tubuhnya masih mam-
ran. Nitrogen telah terbukti memberikan kontri- pu memburu ikan, maka nelayan akan terus beker-
busi langsung hingga 6% kematian pada peselam ja sampai target hasil tangkapan terpenuhi. Apa-
dan langsung berhubungan dengan insiden akibat bila peselam merasa udara yang dihirup semakin
kedalaman menyelam.5 tipis atau tidak ada sama sekali karena selang ter-
Tingginya tingkat kedalaman menyelam lipat, macet atau matinya mesin pemompa, maka
para peselam tradisional mengingat tangkapan dalam situasi ini, nelayan akan naik ke permukaan
mereka yang hidup di dasar laut yaitu ikan, teri- dengan cepat tanpa mengindahkan safety stop, dan
pang. dan lobster, hasil tangkapan nelayan pese- tentu akan membahayakan keselamatan. Kondisi
lam tersebut diperoleh sebelumnya dengan pe- ini akan menyebabkan terjadinya DCS.
masangan alat penangkap ikan yang dikenal oleh Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat dengan sebutan “bubu”. Kebanyakan responden lebih banyak mempunyai riwayat
peselam melakukan penyelaman untuk memasang penyakit kurangnya kebugaran fisik dan ISPA
alat penangkap ikan menggunakan kompressor dan lainnya adalah sakit kepala. Riwayat pe-
sampai dengan kedalaman hampir mencapai 50 nyakit merupakan faktor risiko terjadinya DCS.
meter. Responden yang mempunyai riwayat penyakit
Penelitian yang sejalan adalah peneli- berisiko berpeluang mengalami DCS sebesar 15,9
tian yang menyatakan faktor risiko terjadinya kali dibandingkan responden yang tidak mempu-
DCS adalah kedalaman menyelam.1 Semakin da- nyai riwayat penyakit. Kejadian tak terduga saat
lam lokasi penyelaman dari permukaan air, maka menyelam, cadangan fungsional berkurang, dan
semakin besar pula tekanan yang akan diterima.7 yang sudah ada penyakit medis meningkatkan
Semakin lama seseorang bekerja sebagai peselam risiko kecelakaan menyelam.17 Dampak yang pa-
maka semakin besar kemungkinan terpapar oleh ling fatal dari penyakit DCS adalah kelumpuhan
lingkungan hiperbarik yang dapat menimbulkan pada peselam hingga mengakibatkan penurunan
gangguan kesehatan hingga kelumpuhan (para- produktifitas secara massal dan tak jarang ber-
lysis). Masa kerja dapat menentukan lamanya pa- lanjut pada kematian.18 DCS dapat menyebabkan
paran seseorang terhadap faktor risiko, semakin morbiditas berat, cacat seumur hidup, dan bahkan
lama paparan berdasarkan masa kerja akan sema- kematian.5 Untuk menghindari penyakit dekom-
kin besar kemungkinan seseorang mendapatkan presi saat seorang peselam pada kedalaman yang
faktor risiko tersebut.4 sangat dalam sebaiknya untuk naik ke permukaan
Nelayan peselam tradisional di Pulau harus dilakukan secara perlahan-lahan. Apabila
Saponda menggunakan kompressor untuk mem- naik dengan cepat dan tergesa-gesa dapat mem-
bantu pernapasan peselam dalam air. Penyelaman berikan tekanan udara yang sangat besar terhadap
dengan menggunakan kompresor, akan sangat pembuluh darah sehingga menimbulkan penyakit
membahayakan keselamatan nyawa peselam, uda- dekompresi. Selain itu frekuensi menyelam mak-
ra yang dihirup oleh peselam tergantung kepada simal dua kali saja sehari.
kestabilan mesin kompresor yang di atas kapal.
Lama penyelaman menggunakan kompresor ban KESIMPULAN DAN SARAN
yang tidak terukur, akan memperbesar kemung- Penelitian ini menyimpulkan usia (OR=1,4),

68
JURNAL MKMI, Vol. 12 No. 2, Juni 2016

frekuensi (OR=5,7), kedalaman (OR=11,2) dan yanti E. Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan
lama menyelam (OR=4,4) serta riwayat penya- Penyelam Tradisional dan Faktor-faktor yang
kit (OR=15,9) merupakan faktor risiko terjad- mempengaruhi di Kabupaten Seram, Maluku.
inya DCS. Faktor yang paling berisiko terhadap 2010
terjadinya DCS adalah kedalaman menyelam 9. Amir DP. Wahyu A. Wahyuni A. Faktor yang
(OR=46,3). Saran kepada peselam yang sudah ber- Berhubungan dengan Penyakit Dekompresi
usia lebih dari 35 tahun agar mengurangi frekuen- pada Penyelam Tradisional di Pulau Lae-Lae
si dan lama menyelamnya, yang sering menyelam [Skripsi]. Makassar : Universitas Hasanuddin;
(>2 kali/hari) sebaiknya mengurangi frekuensi 2013
menyelam, peselam sebaiknya menyelam ≥10 10. Alaydrus MA, Usbud M, Yulianto A, Julianto
meter disesuaikan dengan lama menyelam sesuai GE. Study Of General Paralysis In Fishermen
dengan prosedur penyelaman yang benar, pese- Divers Barrang Lompo Island Land Districts
lam yang mempunyai riwayat penyakit harus rajin Of Ujung Tanah Makassar City. International
memeriksakan kesehatannya dan memperhatikan Journal Of Technology Enhancements And
frekuensi menyelam dan petugas kesehatan harus Emerging Engineering Research, 2011;2(9):1.
lebih aktif lagi menanggulangi kejadian kelumpuh- 11. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif,
an dan memberi lebih banyak penyuluhan kepada Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta:2013
nelayan peselam. 12. Alaydrus A. Study of General Paralysis in
Fishermen Divers Barrang Lompo Island
DAFTAR PUSTAKA Land Districts of Ujung Tanah Makassar City.
1. Young II. & Byeong JY. Underwater and Hy- International Journal of Research, 2014;1(8),
perbaric Medicine as a Branch of Occupation- 15-24.
al and Environmental Medicine. Lee and Ye 13. Ruslam RD. Rumampuk JF. & Danes VR.
Annals of Occupational and Environmental Analisis Gangguan Pendengaran pada Penye-
Medicine. 2013; 25:39 Page 2 of 9. lam di Danau Tondano Desa Watumea Ke-
2. Amir H, et.al. Delayed Recompression camatan Eris Kabupaten Minahasa Provinsi
for DCS: Retrospective Analysis. Insti- Sulawesi Utara 2014. Jurnal e-Biomedik.
tute of Hyperbaric Medicine. Israel. PloS 2015;3(1).
ONE.2015;10(4): e0124919. 14. Richard WS. The Relationship of Deconges-
3. Dharmawirawan DA. & Moedjo R. Identifika- tant Use and Risk of DCS ; A Case-Control
si Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Study of Hawaiian Scuba Divers. Hawaii J
pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami. Med Public Health. 2014; Feb; 73(2): 61–65
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2012; 15. Siswanto A. Lingkungan Hiperbarik. Balai
6(4). Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jawa Timur:
4. Prasetyo AT. Soemantri JB. & Lukmantya L. 2008
Pengaruh Kedalaman Dan Lama Menyelam 16. Jennifer H. The Risks of Scuba Diving: A
Terhadap Ambang-Dengar Penyelam Tra- Focus on Decompression Illness. Hawai‘I
disional Dengan Barotrauma Telinga. Oto Rhi- Journal of Medicine & Public Health. 2014;
no Laryngologica Indonesiana. 2012; 42(2). 73(11):2.
5. James EC. Moving in extreme environments: 17. Lars E, & Dieter L. Diving Medicine in Clin-
inert gas narcosis and underwater activities. ical Practice. Department of Anesthesiology
BioMed Central.2015; London. and Intensive Care Medicine, University of
6. Dinas Kesehatan Propinsi Sultra. Profil Kese- Bonn: Dr. med. Eichhorn. Deutsches Ärzteb-
hatan Profinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014. latt International | Dtsch Arztebl Int. 2015;
Kendari. 2015 112: 147-58
7. Virgiawan D. Fungsi Pendengaran Para Penye- 18. Aditya B. Keselamatan Penyelaman. Sorowa-
lam Tradisional di Desa Bolung Kecamatan ko Diving Club: 2008
Wori Kabupaten Minahasa Utara. 2010.
8. Paskarini I, Tualeka AR, Ardianto DY. Dwi-

69

You might also like