You are on page 1of 8

JURNAL MKMI, Vol. 13 No.

2, Juni 2017

EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN AMPISILIN DAN


SEFOTAKSIM PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID

Cost-Effectiveness of Ampicillin and Cefotaxime Used


by Pediatric Patients with Typhoid Fever

Nurmainah, Siti Syabriyantini, Ressi Susanti


Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura
Pontianak, Indonesia
(syabriyantini@gmail.com)

ABSTRAK
Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pengobatan
demam tifoid dapat dilakukan dengan cara pemberian terapi antibiotik, yaitu ampisilin dan sefotaksim. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan efektivitas biaya penggunaan sefotaksim dan ampisilin pada pasien
anak demam tifoid di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya Tahun 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian secara potong lintang (cross sectional) yang
bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan basis data rekam medik pasien
demam tifoid yang dirawat inap di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya periode Januari sampai dengan Desember
2015. Data efektivitas dan biaya pengobatan demam tifoid dianalisis secara ACER dan ICER. Dari hasil analisis
data diperoleh nilai ACER pada penggunaan sefotaksim sebesar Rp.1.571.014,474 per efektivitas, sedangkan pada
penggunaan ampisilin sebesar Rp.2.629.026,316 per efektivitas. Nilai ICER diperoleh sebesar Rp.513.002,632 per
efektivitas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sefotaksim lebih cost effective dibandingkan ampisilin.
Kata kunci : Ampisilin, analisis efektivitas biaya, sefotaksim

ABSTRACT
Typhoid fever is an endemic disease which still has a high number of cases in Indonesia. Typhoid fever
treatment can be done by giving antibiotics therapy in the form of ampicillin and cefotaxime. This study was
conducted to compare the cost-effectiveness of ampicillin and cefotaxime use by pediatric patients with typhoid
fever in RST TK II Kartika Husada Kubu Raya in 2015. The method used in this study was observational research
with a descriptive cross-sectional research design. Data were collected retrospectively based on the medical records
of patients with typhoid feverwho were hospitalized in RST TK II Kartika Husada Kubu Raya during the period of
January to December 2015. The data showing typhoid fever treatment effectiveness and costs were analyzed using
ACER and ICER. Results of the data analysis using ACER showed that the use of cefotaxime was Rp.1.571.014,474
per effectiveness, while the used of ampicillin was Rp.2.629.026,316 per effectiveness.Meanwhile, the ICER value
was Rp.513.002,632 per effectiveness. This study concluded that cefotaxime is more cost effective than ampicillin.
Keywords : Ampicillin, cost-effectiveness analysis, cefotaxime

131
Nurmainah : Efektivitas Biaya Penggunaan Ampisilin dan Sefotaksim pada Pasien Anak Demam Tifoid

PENDAHULUAN ngobatan lain yaitu sefotaksim.9 Penelitian Gopal


Demam tifoid merupakan penyakit ende- et al., menyimpulkan bahwa sefotaksim memiliki
mik yang terdapat di negara berkembang. Di nega- sensitivitas yang lebih baik dibandingkan deng-
ra Sub Afrika kejadian demam tifoid sebesar 725 an ampisilin. Sefotaksim juga memiliki tingkat
kasus/100.000 orang; Asia Tenggara sebesar 204 kejadian resistensi yang lebih kecil dibandingkan
kasus/100.000 orang; Amerika Latin sebesar 105 ampisilin.10 Selain itu, lama rawat inap pada peng-
kasus/100.000 orang; dan Oceania sebesar 22 ka- gunaan sefotaksim juga lebih singkat dibanding-
sus/100.000 orang.1 Indonesia merupakan salah kan dengan penggunaan ampisilin. Lama rawat
satu negara yang terletak di kawasan Asia Teng- inap pada pasien anak demam tifoid dianggap
gara. Kejadian demam tifoid terus meningkat efektif apabila memenuhi target penggunaan anti-
setiap tahunnya. Menurut data Riskesdas 2007 biotik selama 4-14 hari. Disisi lain, biaya penggu-
bahwa kasus demam tifoid di Indonesia seba- naan sefotaksim diketahui lebih mahal dibanding
nyak 1.600 kasus.2 Sementara itu, berdasarkan Ris- penggunaan ampisilin.10 Oleh sebab itu, peneliti
kesdas 2010 jumlah kasus demam tifoid sebanyak tertarik untuk mengetahui perbandingan efektivi-
41.081 kasus.3 Artinya selama tiga tahun terakhir tas biaya penggunaan antibiotik ampisilin dan se-
telah terjadi peningkatan 25 kali lebih besar kasus fotaksim pada pasien anak demam tifoid di RST
demam tifoid. Demam tifoid disebabkan oleh bak- TK II Kartika Husada Kubu Raya tahun 2015.
teri Salmonella typhi (S. typhi). Gejala yang dira-
sakan seseorang pada minggu pertama setelah ter- BAHAN DAN METODE
infeksi S. typhi adalah menunjukkan gejala demam Penelitian ini merupakan penelitian obser-
seperti halnya gejala seseorang yang mengalami vasional dengan rancangan penelitian secara po-
flu. Namun demikian, pada minggu kedua, demam tong lintang (cross sectional). Penelitian ini dilak-
akan terus meningkat secara progresif dan mene- sanakan di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya
tap mencapai 39-400C.4 Untuk mengatasi demam dan dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu bulan
tifoid diperlukan pilihan terapi yang tepat berupa April-Juni 2016. Pengumpulan data dilakukan se-
terapi umum dan terapi pendukung. Terapi umum cara retrospektif berdasarkan basis data rekam me-
yang diberikan berdasarkan tatalaksana peng- dik pasien demam tifoid yang dirawat inap di RST
obatan demam tifoid adalah pemberian antibiotik TK II Kartika Husada Kubu Raya periode Januari
sedangkan terapi pendukung berupa rehidrasi oral sampai dengan Desember 2015. Basis data rekam
ataupun parenteral, antipiretik, dan pemberian nut- medik dilakukan validitas data dengan resep pa-
risi yang adekuat.5 sien demam tifoid. Validitas data yang dilakukan
Lini pertama pengobatan demam tifoid pada antara lain, nama pasien, umur, tanggal resep,
anak adalah penggunaan antibiotik kloramfenikol. nama obat, frekuensi dan dosis obat yang diberi-
Namun demikian, telah ditemukan adanya kasus kan. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara
resistensi kloramfenikol untuk demam tifoid. Re- purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi.
sistensi pada S. typhi untuk kloramfenikol dilapor- Adapun kriteria inklusi penelitian meliputi pasien
kan pertama kali terjadi di Inggris tahun 1950 dan demam tifoid yang menjalani rawat inap di RST
di India tahun 1972 yang telah di kenal sebagai TK II Kartika Husada Kubu Raya, pasien anak
multi-drug resistant (MDR) S. typhi. Perkembang- dengan umur 1-14 tahun, pasien yang tepat diag-
an selanjutnya, ditemukan resisten terhadap dua nosis melalui tes widal, dan pasien yang mendapat
atau lebih golongan antibiotik utama untuk pengo- pengobatan dengan antibiotik sefotaksim (iv) dan
batan demam tifoid seperti ampisilin, amoksilin, ampisilin (iv). Kriteria eksklusi penelitian yaitu
kotrimoksazol, dan fluorokuinolon.5,6,7 Namun de- meliputi pasien demam tifoid dengan penyakit
mikian, obat antibiotik tersebut masih diresepkan penyerta, pasien yang pindah atau pulang paksa,
oleh beberapa klinisi.5,8 dan data status pasien yang tidak lengkap, hilang
Perkembangan MDR S. typhi yang begitu serta tidak jelas terbaca.
cepat mengakibatkan mortalitas kasus demam ti- Data yang dikumpulkan dicatat pada lembar
foid pada anak meningkat. Untuk mengatasi per- pengumpul data. Data kuantitatif dalam penelitian
masalahan tersebut, maka diperlukan alternatif pe- ini berupa karakteristik subyek penelitian yaitu je-

132
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Angka kejadian demam
Karakteristik n % tifoid terbanyak terjadi pada usia 1-5 tahun se-
Usia besar 53%, sedangkan subyek yang berusia 6-10
1 - 5 tahun 16 53 tahun dan 11-14 tahun secara berturut-turut yaitu
6 - 10 tahun 9 30 sebesar 30% dan 17%. Hasil karakteristik subyek
11 - 14 tahun 5 17 berdasarkan jenis kelamin pasien anak demam ti-
Jenis Kelamin foid menunjukkan bahwa pasien perempuan seba-
Laki-Laki 15 50 nyak 50% dan laki-laki sebanyak 50%. Dari hasil
Perempuan 15 50 karakteristik subyek berdasarkan kelas perawatan,
Kelas Perawatan
diperoleh bahwa pasien anak demam tifoid paling
Kelas I 4 13
Kelas II 14 47
banyak di kelas perawatan II sebesar 47%. Di-
Kelas III 12 40 ikuti pasien di kelas perawatan III dan I yang
Frekuensi Tes Widal secara berturut-turut sebesar 40% dan 13%. Ha-
1 Kali 24 80 sil karakteristik subyek berdasarkan frekuensi uji
2 Kali 6 20 widal menunjukkan bahwa terdapat 80% pasien
anak demam tifoid melakukan uji widal 1 kali dan
nis kelamin pasien, umur pasien, jumlah pasien, 20% menjalani tes widal sebanyak 2 kali.
jenis antibiotik, dan frekuensi uji laboratorium Proses pengobatan pada pasien anak demam
yang disajikan dalam bentuk data persentase. Data tifoid di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya se-
kuantitatif dalam penelitian ini berupa lama rawat lain menggunakan antibiotik juga perlu mendapat-
inap dan data keuangan klaim kuitansi peng- kan terapi obat lain. Tampak pada Tabel 2, terapi
obatan berupa biaya penggunaan obat, biaya rawat obat lain yang digunakan diantaranya yaitu pem-
inap, biaya visite dokter, biaya jasa perawat, dan berian cairan infus sebanyak 100%, obat analge-
biaya laboratorium. Data dianalisis dengan rumus tik-antipiretik sebanyak 100%, antiulserasi seba-
Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) dan In- nyak 53%, multivitamin sebanyak 13%, antieme-
cremental Cost Effectiveness Ratio (ICER). Hasil- tik sebanyak 23%, suplemen sebanyak 23%, lak-
nya disajikan berupa data deskriptif. satif sebanyak 10% dan probiotik sebanyak 13%.
Selanjutnya dilakukan analisis efektivitas
HASIL biaya (Cost Effectiveness Analysis/CEA). Bebe-
Selama periode penelitian tersebut didapat- rapa tahapan yang dilakukan dalam analisis efekti-
kan sebanyak 30 sampel yang memenuhi kriteria vitas biaya, pertama membandingkan biaya total
inklusi dari 103 sampel. Hasil penelitian melipu- rata-rata dengan efektivitas. Biaya rata-rata total
ti data karakteristik pasien yang terdiri dari usia, dihitung dari biaya penggunaan obat, biaya visit
jenis kelamin, kelas perawatan, dan frekuensi uji dokter, biaya jasa perawat, biaya laboratorium,
widal. Adapun karakteristik subyek penelitian dan biaya rawat inap (secara lengkap dapat dili-

Tabel 2. Profil Penggunaan Obat Lainnya


No. Golongan Obat Nama Obat Jumlah %
1 Cairan Infus RL OGB 30 100
2 Analgesik – antipiretik Paracetamol 30 100
3 Antiulserasi Ranitidin 16 53
4 Multivitamin Opinacea ® 3 10
Elkana ® 1 3
5 Antiemetik Ondancentron 7 23
6 Suplemen Imunos ® 3 10
Zink 4 13
7 Laksatif Dulcolax ® 3 10
8 Probiotik Lacto-B ® 1 3
L-Bio ® 3 10

133
Nurmainah : Efektivitas Biaya Penggunaan Ampisilin dan Sefotaksim pada Pasien Anak Demam Tifoid

Tabel 3. Analisis Rata-Rata Biaya Pengobatan Demam Tifoid pada Kelompok Ampisilin dan
Sefotaksim
Biaya Rata-Rata
Variabel
Ampisilin Sefotaksim
1. Biaya Penggunaan Obat Rp 303,801.00 Rp 460,208.00
2. Biaya visit dokter Rp 145,384.00 Rp 166,176.00
3. Biaya Jasa Perawat Rp 71,923.00 Rp 75,294.00
4. Biaya laboratorium Rp 39,846.00 Rp 47,882.00
5. Biaya rawat inap Rp 438,076.00 Rp 444,411.00
Total Biaya Medik Rp 999,030.00 Rp 1,193,971.00

Tabel 4. Persentase Efektivitas Terapi Antibiotik pada Pasien Anak Demam Tifoid di RST TK II
Kartika Husada Kuburaya
Pasien yang memenuhi target Jumlah Pasien Efektivitas Terapi
Antibiotik
lama rawat inap (4-14 hari) (n=30) (%)
Ampisilin 5 13 38
Sefotaksim 13 17 76

Tabel 5. Hasil ACER


Total Rata-Rata Biaya Medik Efektivitas Terapi
Antibiotik ACER (Rp)
Langsung (Rp) (%)
Ampisilin 911.723 38 26.290
Sefotaksim 1.203.383 76 15.710

hat pada Tabel 3). Dari hasil perhitungan, biaya berdasarkan diagram efektivitas biaya (Gambar
total rata-rata terapi demam tifoid pada pasien 1).11 Penentuan posisi alternatif pengobatan dili-
yang menggunakan antibiotik sefotaksim sebesar hat dari biaya rata-rata total terapi dan efektivitas.
Rp.1.193.971,00 dan biaya total rata-rata tera- Alternatif terapi demam tifoid yang diinginkan
pi demam tifoid pada pasien yang menggunakan dalam penelitiaan ini adalah sefotaksim. Berdasar-
antibiotik ampisilin sebesar Rp.999.030,00. Efek- kan Gambar 1 terlihat posisi sefotaksim terletak
tivitas terapi dapat dilihat pada Tabel 4, bahwa pada kolom I yang artinya sefotaksim memiliki
efektivitas terapi dari penggunaan obat ampisilin efektivitas dan biaya yang tinggi dibandingkan
sebesar 38% sedangkan efektivitas dari penggu- dengan ampisilin, sehingga perlu untuk dilaku-
naan obat sefotaksim sebesar 76%. kan perhitungan rasio inkremental efektivitas bia-
Tahapan kedua dari CEA adalah menghitung ya (Incremental Cost-Effectiveness Ratio/ICER).
rasio efektivitas biaya (Average Cost-Effective- Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
ness Ratio/ACER) dari setiap kelompok ampisi- ICER adalah rata-rata biaya total sefotaksim di-
lin dan sefotaksim. Dari hasil perhitungan dengan kurangi rata-rata biaya total ampisilin dibagi
menggunakan rumus ACER (biaya total rata-rata dengan efektivitas sefotaksim dikurangi efektivi-
terapi/efektivitas), maka nilai ACER pada pasien tas ampisilin. Tampak pada Tabel 6 bahwa nilai
demam tifoid yang menggunakan obat sefotaksim ICER terapi ampisilin terhadap sefotaksim sebesar
sebesar Rp.1.571.014,474 sedangkan nilai ACER Rp.513.002,632 per efektivitas.
pada pasien yang menggunakan ampisilin sebesar Tahapan analisis yang terakhir dilakukan
Rp.2.629.026,316 (lebih jelas dapat dilihat pada adalah analisis sensitivitas. Tampak pada Tabel
Tabel 5). 7 bahwa setelah mengabaikan biaya rawat inap,
Tahapan ketiga dari analisis ini adalah pe- terlihat nilai ACER terapi sefotaksim sebesar
nentuan posisi alternatif pengobatan demam tifoid Rp.986.263,158 per efektivitas sedangkan ampisi-

134
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017

lin sebesar Rp.1.476.184,211 per efektivitas. terbatasnya jumlah sampel yang diperoleh selama
penelitian. Namun, beberapa penelitian menyim-
PEMBAHASAN pulkan bahwa pasien anak berjenis kelamin la-
Angka kejadian demam tifoid terbanyak ki-laki cenderung berisiko untuk mengalami
terjadi pada usia 1-5 tahun sebesar 53%. Hal ini demam tifoid dibandingkan perempuan. Hal ini
memperlihatkan usia di bawah 5 tahun lebih rentan disebabkan laki-laki memiliki aktivitas yang lebih
untuk mengalami demam tifoid dibandingkan de- tinggi dari perempuan dan kebiasan laki-laki yang
ngan usia ≥ 5 tahun, dikarenakan bahwa anak-anak kurang memperhatikan kesehatannya serta lebih
lebih menyukai bermain dan membeli jajanan di menyukai jajan di jalan yang higiennya tidak dapat
luar rumah yang higiennya tidak dapat dijamin. dijamin.13,14
Anak-anak tersebut lebih rentan terhadap penyakit Berdasarkan hasil karakteristik subyek
yang disebabkan oleh bakteri dibandingkan orang menurut kelas perawatan, bahwa yang paling do-
dewasa. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tu- minan digunakan oleh pasien anak demam tifoid
buh anak belum berfungsi secara sempurna, belum peserta BPJS Kesehatan adalah kelas perawatan II.
memperoleh berbagai antibodi yang diperlukan Hal ini menggambarkan bahwa penderita demam
untuk menangkal infeksi, dan akibat pola tingkah tifoid didominasi oleh masyarakat tidak mampu
laku anak yang lebih banyak berisiko terpapar secara ekonomi yang memanfaatkan pelayanan
bakteri.12 jaminan kesehatan serta ketersediaan kelas I yang
Pasien anak dengan jenis kelamin perem- minimum.
puan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan un- Hasil karakteristik subyek berdasarkan
tuk mengalami demam tifoid. Hal ini dikarenakan frekuensi uji widal menunjukkan bahwa terdapat

Efektivitas - Biaya Biaya lebih rendah Biaya sama Biaya lebih tinggi

A C
Efektivitas lebih rendah B
(Perlu perhitungan ICER) (Dominan)

Efektvitas sama D E F

I
G
Efektivitas lebih tinggi H (Perlu perhitungan ICER)
(Dominan)

Gambar 1. Diagram Efektivitas Biaya11

Tabel 6. Hasil ICER


Biaya Medik Langsung Efektivitas ICER
Pola terapi Antibiotik ∆C ∆E
(Rp) (%) ∆C/∆E
Ampisilin 999.030 38
204.353 38 5.377,71
Sefotaksim 1.203.383 76

Tabel 7. Simulasi terhadap Sensitivitas ACER Pasien Anak Demam Tifoid dengan Menggunakan
Sefotaksim dan Ampisilin
Total Rata-Rata Biaya tanpa Efektivitas
Antibiotik ACER awal ACER (Rp)
Biaya Rawat Inap (Rp) Terapi
Ampisilin 2.629.026,316 560.950 0,38 1.476.184,211

Sefotaksim 1.571.014,474 749.560 0,76 986.263,158

135
Nurmainah : Efektivitas Biaya Penggunaan Ampisilin dan Sefotaksim pada Pasien Anak Demam Tifoid

80% pasien anak demam tifoid melakukan uji terhadap ulkus peptikum adalah ranitidin. Raniti-
widal 1 kali. Jika dalam 1 kali pengujian sudah din efektif untuk menghilangkan gejala nyeri pada
memberikan hasil yang positif dengan ditandai episode akut dan mempercepat penyembuhan
adanya bakteri Salmonella typhi, maka pengujian ulkus dengan toksisitas relatif ringan.17,18
tes widal cukup untuk dilakukan hanya 1 kali. Na- Selanjutnya dilakukan analisis efektivitas
mun demikian, dari hasil penelitian yang diperoleh biaya (Cost effectiveness Analysis/CEA). Ber-
terdapat 20% pasien demam tifoid yang menjala- dasarkan hasil analisis tahap pertama diperoleh
ni tes widal sebanyak 2 kali. Hal ini dikarenakan biaya total rata-rata terapi demam tifoid pada pa-
rendahnya sensitivitas dan spesifisitas dari pengu- sien yang menggunakan antibiotik sefotaksim le-
jian. Tes ini dapat memberikan hasil negatif sam- bih tinggi dibandingkan dengan sefotaksim. Disisi
pai 30% dari pembuktian tes kultur yang positif lain, efektivitas dari terapi sefotaksim lebih tinggi
penyakit demam tifoid. Hal ini disebabkan karena dibandingkan dengan terapi ampisilin. Biaya total
pemberian terapi antibiotik sebelum pemeriksaan rata-rata pada pasien demam tifoid yang menggu-
sehingga dapat menimbulkan respon antibodi.14 nakan sefotaksim lebih tinggi dibandingkan ampi-
Berdasarkan tatalaksana pengobatan demam silin dikarenakan harga obat sefotaksim lebih ma-
tifoid anak, RST TK II Kartika Husada Kubu Raya hal dibandingkan ampisilin. Selain itu, kelas pe-
menggunakan terapi utama yaitu pemberian anti- rawatan juga menjadi faktor yang memengaruhi
biotik dan terapi pendukung. Terapi pendukung biaya perawatan. Pasien yang menggunakan sefo-
diberikan untuk mengurangi dan mengatasi gejala taksim lebih banyak memilih di rawat inap pada
serta keluhan-keluhan yang dirasakan pasien anak kelas perawatan I dan kelas perawatan II sehingga
demam tifoid. Semua pasien anak demam tifoid tarif yang dikeluarkan juga semakin besar. Dari
diberikan cairan infus. Cairan infus yang digu- segi efektivitas, sefotaksim diketahui lebih efek-
nakan adalah Ringer Laktat Obat Generik Berlogo tif dibandingkan ampisilin dalam mencapai target
(RL OGB). Cairan infus tersebut berguna sebagai waktu bebas demamnya selama 4-14 hari.19,20
cairan elektrolit yang menjaga keseimbangan air Penelitian yang dilakukan oleh Fithria
dan elektrolit atau bisa juga sebagai sumber ener- dkk., di Puskesmas Bancak Kabupaten Semarang
gi. Pada penderita demam tifoid harus mendapat- pada tahun 2014 mengemukakan bahwa lama pe-
kan cairan yang cukup, baik secara oral maupun rawatan yang paling singkat terdapat pada pasien
parenteral.15 dengan terapi seftriakson, kemudian diikuti amok-
Penggunaan obat analgetik antipiretik se- sisilin, sefotaksim, kloramfenikol, dan ampisillin.
besar 100%. Analgetika merupakan zat-zat yang Efektivitas sefotaksim yang lebih baik dibanding-
dapat mengurangi rasa nyeri tanpa menghilang- kan ampisilin disebabkan oleh sefotaksim memili-
kan kesadaran. Obat ini diresepkan pada anak ki spektrum kerja yang sangat luas. Aktivitas an-
dengan penyakit demam tifoid karena salah satu tibakteri sefotaksim lebih kuat dan efek samping-
gejala yang muncul pada pasien berupa demam nya relatif lebih rendah. Namun dari segi harga,
dan nyeri kepala. Analgetik antipiretik yang digu- sefotaksim diketahui memiliki harga lebih mahal
nakan adalah Parasetamol. Kadang-kadang ma- dibandingkan ampisillin.21 Dari hasil perhitungan
salah pencernaan terjadi ketika pasien mengalami rasio efektivitas biaya (Average Cost-Effectiveness
demam tifoid dengan menunjukkan adanya mual, Ratio/ACER) memperlihatkan terapi sefotaksim
muntah, nyeri diperut, keluhan konstipasi maupun memiliki efektivitas biaya lebih rendah dibanding-
obstipasi dan kemudian disusul dengan episode di- kan dengan terapi ampisilin. Artinya, penggunaan
are.6,16 Pemberian obat laksatif untuk mengurangi sefotaksim untuk terapi demam tifoid lebih cost
gejala konstipasi. Selain itu, untuk memperbaiki effective dibandingkan dengan penggunaan ampi-
gejala mual/muntah pada pasien diberikan terapi silin. Hal yang sama juga disimpulkan oleh peneli-
simptomatik yaitu antiemetik. Pemberian antiul- tian Susono dkk., bahwa sefotaksim cost effective
serasi digunakan untuk menghilangkan gejala sebagai terapi demam tifoid anak.22
nyeri perut yang dialami pasien. Salah satu anta- Hasil penentuan posisi alternatif peng-
gonis reseptor H-2 yang paling banyak digunakan obatan demam tifoid berdasarkan diagram efekti-
pada kelompok anak sebagai pengobatan standar vitas biaya (Gambar 1) diketahui posisi sefotak-

136
JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017

sim terletak pada kolom I yang artinya sefoktaksim fective dibandingkan dengan penggunaan ampi-
memiliki efektivitas dan biaya yang tinggi diban- silin yaitu sebesar Rp.2.629.026,316 per efektivi-
dingkan dengan ampisilin. Setelah diketahui posi- tas pada pasien anak demam tifoid di RST TK II
si sefotaksim berada di kolom I maka perlu untuk Kartika Husada Kubu Raya. Biaya tambahan yang
dilakukan perhitungan rasio inkremental efektivi- dikeluarkan rumah sakit jika terjadi perpindahan
tas biaya (Incremental Cost-Effectiveness Ratio/ terapi dari penggunaan ampisilin ke sefotaksim
ICER). ICER digunakan untuk mendeterminasi sebesar Rp.513.002,632 untuk setiap peningkatan
biaya tambahan untuk setiap pertambahan efektivi- efektivitas. Adapun saran dari penelitian ini, yaitu
tas dari suatu terapi. Nilai ICER yang diperoleh se- perlu dilakukannya penelitian mengenai analisis
besar Rp.513.002,632 per efektivitas. Nilai ICER efektivitas biaya penggunaan antibiotik dengan
tersebut memperlihatkan bahwa adanya tambahan parameter hasil laboratorium dari uji widal pada
biaya yang diperlukan jika akan dilakukan per- pasien demam tifoid.
pindahan terapi dari ampisilin ke sefotaksim. Jika
rumah sakit menginginkan peningkatan efektivitas DAFTAR PUSTAKA
penyembuhan demam tifoid per pasien dengan 1. Geoffrey CB, Christa LFW, Robert EB. Ty-
menggunakan sefotaksim, maka rumah sakit ha- phoid fever and paratyphoid fever: Systematic
rus mengeluarkan biaya sebesar Rp.513.002,632. review to estimate global morbidity and mor-
Namun demikian, dalam pengambilan keputusan tality for 2010. J Glob Health. 2012 Jun;2(1):
pemilihan penggunaan antibiotik pada pasien anak 010401.
demam tifoid dapat dikembalikan lagi kepada ke- 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Keseha-
bijakan pihak rumah sakit yang disesuaikan de- tan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departe-
ngan anggaran rumah sakit tersebut. men Kesehatan RI; 2008.
Tahapan analisis selanjutnya adalah dilaku- 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Keseha-
kan analisis sensitivitas. Cara menganalisis sensi- tan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departe-
tivitas yaitu menghitung ulang (ACER) dari ma- men Kesehatan RI; 2010.
sing-masing output setiap alternatif dengan 4. Karyanti MR. Pemeriksaan Diagnostik Terki-
melakukan simulasi dengan mengeluarkan satu ni untuk Demam Tifoid. Dalam Hardinegoro
atau lebih variabel biaya sehingga nilainya dapat SR, Kadim M, Devaera Y, Idris AS, Ambar-
berubah. Pengeluaran satu variabel biaya dilaku- sari CG. Update Management of Infectious
kan pada biaya rawat inap pasien. Dari hasil ana- Disease and Gastrointestinal Disorders. Jakar-
lisis sensitivitas menunjukkan sefotaksim lebih ta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
cost effective dibandingkan ampisilin dengan RSCM; 2012. h. 1-8.
melihat nilai ACER dari penggunaan sefotak- 5. Prayitno A. Pilihan Terapi Antibiotik untuk
sim lebih rendah (Rp.986.263,158 per efektivi- Demam Tifoid. Dalam Hardinegoro SR, Ka-
tas) dibandingkan dengan nilai ACER ampisilin dim M, Devaera Y, Idris AS, Ambarsari CG.
(Rp.1.476.184,211 per efektivitas). Dari hasil Update Management of Infectious Disease
analisis sensitivitas yang dilakukan secara ber- and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: De-
makna menunjukkan penggunaan sefotaksim le- partemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM;
bih cost effective dibandingkan ampisilin dalam 2012. h. 9-15.
terapi demam tifoid anak. 6. Juwono R, Prayitno A. Terapi Antibiotik. Da-
lam Aslam M, Tan CK, Prayitno A. Farma-
KESIMPULAN DAN SARAN si Klinik Menuju Pengobatan Rasional dan
Berdasarkan hasil penelitian, persentase Penghargaan Pasien. Jakarta: PT. Elex Media
efektivitas lama rawat inap pasien demam tifoid Komputindo Kelompok Gramedia; 2003. h.
yang memenuhi target pengobatan selama 4-14 321.
hari pada penggunaan antibiotik sefotaksim sebe- 7. Andi Evi Erviani. Analisis Multidrug Resis-
sar 76% dan ampisilin sebesar 38%. Penggu- tensi terhadap Antibiotik pada Salmonella ty-
naan antibiotik sefotaksim dengan biaya sebesar phi dengan Teknik Multiplex PCR. Biogene-
Rp.1.571.014,474 per efektivitas lebih cost ef- sis. 2013 Jun;1(1):51-60.

137
Nurmainah : Efektivitas Biaya Penggunaan Ampisilin dan Sefotaksim pada Pasien Anak Demam Tifoid

8. Musnelina L, Afdhal AF, Gani A, Andayani Vaccines and Biologicals; 2003. h. 11-16.
P. Pola Pemberian Antibiotik Pengobatan 16. Depkes RI. Pedoman Pengendalian Demam
Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit Fat- Tifoid. Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL;
mawati Jakarta 2001-2002. Makara Kesehat- 2006.
an. 2004 Jun;8(1):27-31. 17. Sumarmo SPS, Herry Garna, S Hadinegoro.
9. Chowta MN, Chowta NK. Study of Clinical Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan
Profile and Antibiotic Response in Typhoid Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI;
Fever. Indian J Med Microbiol. 2005 Apr; 2002. h. 367-375.
23(2):125-127. 18. Noval A. Peran Antagonis Reseptor H-2 da-
10. Gopal M, Arumugam S, Gnadesikan S, Ra- lam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari Pedi-
mesh S. Studies on Antimicrobial Susceptibi- atri. 2002 Maret;3(4):222-226.
lity Pattern of Salmonella typhi Isolates from 19. Scioli C, Giusti G, Balestrieri G. Comparison
Chennai, India. Int J of Pharma and Bio Sci. of Ampicillin and Chloramphenicol in Treat-
April-Juni 2011;2(2):B-435 - B-442. ment of Typhoid Fever. Postgrad Med J. 1964
11. Kemenkes RI. Pedoman Penerapan Kajian Des; 40:87-91.
Farmakoekonomi. Jakarta: Kementerian Ke- 20. Park SC, Lee CH, Kim SY, Park CH, Kim TW,
sehatan Republik Indonesia; 2012. Seok SE, et al. Clinical Trial of Cefotaxime in
12. Shea K, Florini K, Barlam T. When Wonder Patients with Typhoid Fever. Clin Ther [Ab-
Drugs Don’t Work: How Antibiotic Resis- stract]. 1985;7(4):448-451.
tance Threatens Children, Seniors, And The 21. Fithria RF, Damayanti K, dan Fauziah RP.
Medically Vulnerable. Washington, DC: Envi- Perbedaan Efektivitas Antibiotik pada Terapi
ronmental Defense; 2002. Demam Tifoid di Puskesmas Bancak Kabupa-
13. Maria H, Lannywati G. Hubungan Faktor De- ten Semarang Tahun 2014. Semarang: Fakul-
terminan dengan Kejadian Tifoid di Indonesia tas Farmasi Universitas Wahid Hasyim; 2015.
Tahun 2007. Media Peneliti dan Pengemban- 22. Susono RF, Sudarso S, Galistiani GF. Cost
gan Kesehatan. 2009;XIX(4):65-173. Effectiveness Analysis Pengobatan Pasien
14. Okky P. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pediatrik Menggunakan Ce-
Demam Tifoid pada Penderita yang Dirawat di fotaxime dan Chloramphenicol di Instalasi
Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekar-
Kesehatan Masyarakat. 2013;2(1). jo. Jurnal Pharmacy [Abstrak]. 2014 Jul;
15. WHO. The Diagnosis, Treatment, and Preven- 11(01).
tion of Thypoid Fever. Geneva: Department of

138

You might also like