You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KONSEP DIRI

A. Pengertian
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsp diri
berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan
orang lain ( Suliswati, dkk, 2005 ).
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan
yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berbentuk waktu lahir tetapi
dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri dengan orang
terdekat dan dengan realitas kehidupan ( Stuart, 2006 ).
Gangguan harga diri atau harga diri rendah adalah perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan (
Sujono dan Teguh, 2009 ).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Townsend, 1998).
Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri
dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult
& Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya, percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan (Budi Ana Keliat, 1999).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah
adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
kesesuaian antara perilaku dengan ideal diri berupa perasaan negatif terhadap
kemampuan diri.

B. Komponen konsep diri


1. Gambaran diri / Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara
konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman – pengalaman baru
(Suliswati, dkk, 2005 ).
Sikap seseorang terhadap tubuhnya baik secara sadar atau tidak sadar.
Persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan serta potensi
tubuh saat ini dan masa lalu. Jika individu menerima dan menyukai dirinya, merasa
aman dan bebas dari rasa cemas disebut self esteem meningkat (Kusumawati dan
Hartono, 2010).
2. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku
berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginnkan / disukainnya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih.
Ideal diri, akan mewujudkan cita – cita atau pengharapan diri berdasarkan norma –
norma sosial di masyarakat tempat individu tersevut melahirkan penyesuaian diri (
Suliswati, dkk, 2005 ).
3. Harga diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri
yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai
orang yang penting dan berharga ( Stuart, 2006 ).
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga
diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai.
Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami
kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan ( Suliswati, dkk, 2005 ).
4. Performa peran
Serangkain pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan.
Peran yang diambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu ( Stuart,
2006 ).
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam
kelompok sosialnya ( Suliswati, dkk, 2005 ).
5. Identitas pribadi / identitas diri
Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama
artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja ( Stuart, 2006 ).
Identitas diri adalah kesadran tentang diri sndiri yang dapat diperoleh
individu dariobservasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa
dirinya berdeba dengan orang lain ( Suliswati, dkk, 2005 ).
C. Tanda dan gejala
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah (Stuart, 2006)
mengemukakan 20 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah
yaitu:
1. Mengkritik diri sendiri dan orang
2. Penurunan produktivitas
3. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
4. Gangguan dalam berhubungan
5. Rasa diri penting yang berlebihan
6. Perasaan yang tidak mampu
7. Rasa bersalah
8. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
9. Perasaan negatif tentang tubuhnya sendiri
10. Ketegangan peran yang dirasakan
11. Pandangan hidup yang pesimis
12. Keluhan fisik
13. Pandangan hidup yang bertentangan
14. Penolakan terhadap kemampuan personal
15. Destruktif terhadap diri sendiri
16. Pengurangan diri
17. Menarik diri secara sosial
18. Penyalahgunaan zat
19. Menarik diri dari realitas dan khawatir

Berdasarkan komponen konsep diri ( Suliswati, dkk, 2005 ) :


1. Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh :
a Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu
b Menolak bercermin
c Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh
d Menolak usaha rehabilitasi
e Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat
f Menyangkal cacat tubuh
2. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah :
a Mengkritik diri sendiri
b Merasa bersalah dan khawatir
c Merasa tidak mampu
d Menunda keputusan
e Gangguan berhubungan
f Menarik diri dari realita
g Merusak diri
h Membesar – besarkan diri sebagai orang penting
i Perasaan negatif terhadap tubuh
j Ketegangan peran
k Pesimis menghadapi hidup
l Keluhan fisik
m Penyalahgunaan zat
3. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas :
a. Tidak melakukan kode moral
b. Kepribadian yang bertentangan
c. Hubungan interpersonal yang eksploratif
d. Perasaan hampa
e. Perasaan mengambang tentang diri
f. Kekacauan identitas seksual
g. Kecemasan yang tinggi
h. Ideal diri tidak realistis
i. Tidak mampu berempati terhadap orang lain
4. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi :
a. Afektif :
(1) Kehilangan identitas diri
(2) Merasa asing dengan diri sendiri
(3) Perasaan tidak nyata
(4) Merasa sangat terisolasi
(5) Tidak ada perasaan berkesinambungan
(6) Tidak mampu mencari kesenagan
b. Persepsi :
(1) Halusinasi pendengaran / penglihatan
(2) Kekacauan identitas seksual
(3) Sulit membedakan diri dengan orang lain
(4) Gangguan citra tubuh
(5) Menjalani kehidupan seperti dalam mimpi
c. Kognitif :
(1) Bingung
(2) Disorientasi waktu
(3) Gangguan berpikir
(4) Gangguan daya ingat
(5) Gangguan penilaian
d. Perilaku :
(1) Pasif
(2) Komunikasi tidak sesuai
(3) Kurang spontanitas
(4) Kurang pengendalian diri
(5) Kurang mampu membuat keputusan
(6) Menarik diri dari hubungan sosial
D. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Biologi :
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti : suhu
dingin atau panas, suara bising, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan
yg tidak memadai dan pencemaran (polusi) udara atau zat kimia.
b. Psikologi
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah
konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.
c. Sosio kultural
Stereotipi peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya,
tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial (
http://digilib.unimus.ac.id diunduh 10 Mei 2012 ).
d. Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
(1) Kehilangan / kerusakkan bagian tubuh ( anatomi / fungsi ).
(2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh ( akibat pertumbuhan dan
perkembangan atau penyakit ).
(3) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi
tubuh.
(4) Prosedur pengobatan seperi radiasi, kemoterapi, transplantasi.
e. Faktor predisposisi gangguan harga diri
(1) Penolakan dari orang lain.
(2) Kurang penghargaan.
(3) Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti,
terlalu dituntut dan tidak konsisten.
(4) Persaingan antar – saudara.
(5) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
(6) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
f. Faktor predisposisi gangguan peran
(1) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan
situasi dan keadaan sehat – sakit.
(2) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
(3) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan
peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai.
(4) Peran yang terlalu banyak.
g. Faktor predisposisi gangguan identitas diri
(1) Ketidakpercayaan orang tua pada anak.
(2) Tekanan dari teman sebaya.
(3) Perubahan struktur sosial.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari
luar individu ( internal or external sources ) yang terdiri dari :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak
adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan
hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ada 3 jenis
transisi peran :
(1) Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma – norma budaya, nilai – nilai,
serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
(2) Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti
kelahiran atau kematian.
(3) Transisi peran sehat – sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh :
(a) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
(b) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
(c) Prosedur medis dan perawatan.

E. Rentang respon konsep diri

Keterangan:
1. Aktualisasi diri : Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata sukses dan diterima.
2. Konsep diri : Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.
Harga diri rendah adalah menolak sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggung jawab atas kehidupan sendiri akibat gagal menyesuaikan tingkah laku
dengan cita-cita.
3. Kerancuan identitas : Kegagalan aspek individu mengintegrasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial, kepribadian
dewasa yang harmonis.
4. Depersonalisasi : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri.
(Stuart, 2006).

F. Mekanisme koping
Individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda untuk mengatasi stres.
Proses koping terhadap stres menjadi pedoman untuk mengatasi reaksi stres. Koping
sebagai proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara
tuntutan-tuntutan ( baik tuntutan itu yang berasal dari individu maupun tuntutan yang
berasal dari lingkungan ) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi penuh stres ( Gustiarti, 2002 ).
Mekanisme koping terdiri dari pertahanan jangka pendek atau jangka panjang
serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam
menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Mekanisme koping pada klien dengan
gangguan konsep diri dibagi dua yaitu :
1. Koping jangka pendek
a. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri (
misalnya : konser musik, bekerja keras, dan obsesi nonton televisi ).
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara ( misalnya : ikut
serta dalam kelompok sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau genk ).
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau menigkatkan perasaan diri tak
menentu ( misalnya : olah raga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes
untuk mendapatkan popularitas ).
d. Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar
dari hidup yang tidak bermakna saat ini ( misalnya penyalahgunaan obat ).
2. Koping jangka panjang
Mekanisme jangka panjang meliputi :
a. Penutupan identitas merupakan adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh
orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri
individu.
b. Identitas negatif merupakan asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego termasuk
penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan ( displacement ),
splitting, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan amuk ( Stuart, 2006 ).
3. Mekanisme pertahanan ego, yang sering dipakai :
a. Fantasi, kemampuan mengguanakan tanggapan – tanggapan yang sudah ada
(dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
b. Disosiasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus
c. Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar
d. Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang
lain
e. Displacement, mengeluarkan perasaan – perasaan yang tertekan pada orang
yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN KONSEP DIRI

A. Pengkajian
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan
oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang
sering kontak dengan tubuh. Pada klien yang dirawat dirumah sakit umum, perubahan
citra tubuh sangat mungkin terjadi.
Stressor pada tiap perubahan yaitu:

1. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit


2. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah
pemasangan infuse.
3. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan
pemasanagn alat di dalam tubuh.
4. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
5. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
6. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah,
pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan
tanda vital, dll).

Gangguan konsep diri yaitu:


1. Gangguan Identitas diri : Gangguan identitas adalah kekaburan / ketidakpastian
memandang diri sendiri. Penuh dengan keraguan, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
a. Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
(1) Tidak ada percaya diri
(2) Sukar mengambil keputusan
(3) Ketergantungan
(4) Masalah dalam hubungan interpersonal
(5) Ragu / tidak yakin terhadap keinginan
(6) Projeksi ( menyalahkan orang lain )
b. Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
(1) Gangguan identitas personal
(2) Perubahan penampilan peran
(3) Ketidakberdayaan
(4) Keputusasaan
c. Kepribadian Yang Sehat:
Individu dengan kepribadian yang sehat akan mengalami hal – hal berikut ini
:
(1) Citra tubuh yang positif dan sesuai
(2) Ideal diri yang realistic
(3) Konsep diri yang positif
(4) Harga diri yang tinggi
(5) Penampilan peran yang memuaskan
(6) Rasa identitas yang jelas
2. Gangguan harga diri ( Self-Esteem) : Gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
(1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
(2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
(3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
b. Kronik, yaitu perasan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negarif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan
jiwa.

Gangguan gejala yang dapat dikaji :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
3. Gangguan peran : Gangguan penampilan peran adalah berubah atau terhenti fungsi
peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus
hubungan kerja.
Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial klien
berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :
a. Peran dalam keluarga
b. Peran dalam pekerjaan/sekolah
c. Peran dalam berbagai kelompok.
Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama dirawat
dirumah sakit. Atau setelah kembali dari rumah sakit, klien tidak mungkin
melakukan perannya yang biasa.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji :

a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran


b. Ketidakpuasan peran
c. Kegagalan menjalankan peran yang baru
d. Ketegangan menjalankan peran yang baru
e. Kurang tanggung jawab
f. Apatis/bosan/jenuh dan putus asa

Masalah keperawatan yang mungkin muncul :

a. Perubahan penampilan peran


b. Gangguan harga diri rendah
c. Keputusasaan
d. ketidakberdayaan
4. Gangguan ideal diri: Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi,
sukar dicapai dan tidak realistis. Ideal diri yang samar dan tidak jelas dan
cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat dirumah sakit karena sakit fisik
maka ideal dirinya dapat terganggu. Atau ideal diri klien terhadap hasil
pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji :


a. Mengungkapkan keputusasaan akibat penyakitnya , misalnya : saya tidak
bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi peragawati karena bekas
operasi di muka saya, kaki saya yang dioperasi tidak dapat main bola.
b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misalnya : saya pasti bisa
sembuh padahal prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan
sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi
sekolah.

B. Diagnosa Keperawatan

Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial,


dan akan dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan
diagnosa aktual. Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan
citra tubuh yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang
berhubungan dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998).
Adapun Diagnosa yang mungkin Muncul diantaranya:

1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh


2. Isolasi social : menarik diri
3. Deficit perawatan diri

C. Intervensi Keperawatan

Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah


meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh, menerima
perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi
kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat
mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998).

Diagnose I : gangguan citra tubuh

SP Pasien

Tujuan Umum : Kepercayaan diri klain kembali normal

Tujuan khusus :

1. Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .


2. Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
3. Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
4. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Intervensi

1. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan
dan harapan yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.
2. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
3. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
4. Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.
5. Gunakan protese, wig, kosmetik atau yg lainnya sesegera mungkin, gunakan
pakaian yang baru.
6. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
7. Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
8. Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah kepada pembentukan
tubuh yang ideal.
9. Lakukan interaksi secara bertahap
10. Susun jadual kegiatan sehari-hari.
11. Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat dalamkeluarga dan sosial.keluarga
dan sosial.
12. Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran
pentingbaginya.
13. Beri pujian thd keberhasilan pasienmelakukan interaksi.

SP keluarga

Tujuan umum : Kluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien

Tujuan khusus :

1. Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.


2. Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.
3. Keluarga mengetahui cara mengatasi.
4. Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuhmasalah
gangguan citra tubu.
5. Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuhcitra tubuh.
6. Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanKeluarga mampu mengevaluasi
kemampuanpasien dan memberikan pujian ataspasien dan memberikan pujian
ataskeberhasilannya.keberhasilannya.

Intervensi

1. Jelaskan dengan keluarga ttg ggn citra tubuh yang tjd pada pasien.
2. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.
3. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.
4. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
5. Menfasilitasi interaksi dirumah.
6. Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.
7. Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
D. Evaluasi Keperawatan
1. Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien telah menurun
dalam sifat, jumlah, asal atau waktu ?
2. Apakah perilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri dan
persetujuan diri yang lebih besar ?
3. Apakah sumber koping pasien sudah dikaji dan dikerahkan secara adekuat ?
4. Apakah pasien sudah meluaskan kesadaran diri dan eksplorasi serta evaluasi diri
?
5. Apakah pasien menggunakan respon koping yang adaptif ?
6. DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A, dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keliat, B.A, dkk. 1992. Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail Wiscarz dan Sandra J. Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa edisi : 3. Jakarta:
EGC.
Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan, Cetakan pertama. Jakarta : EGC.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

You might also like