You are on page 1of 63

LAPORAN KEGIATAN UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PENYULUHAN “HIPERTENSI”

Oleh :

dr. Galih Suharno

Pendamping :

dr. H. Sartono, MM

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS PEMARON

2018
2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang sering disebut silent


killer karena pada umumnya pasien tidak mengetahui bahwa mereka menderita
penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Selain itu penderita
hipertensi umumnya tidak mengalami suatu tanda atau gejala sebelum terjadi
komplikasi (Chobanian dkk., 2004).
Penderita hipertensi di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 77,9 juta
atau 1 dari 3 penduduk pada tahun 2010. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030
diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun
2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari
bahwa bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan
52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik <140
mmHg dan diastolik <90 mmHg) dan 47,5% pasien yang tekanan darahnya tidak
terkontrol. Persentase pria yang menderita hipertensi lebih tinggi dibanding
wanita hingga usia 45 tahun dan sejak usia 45-64 tahun persentasenya sama,
kemudian mulai dari 64 tahun ke atas, persentase wanita yang menderita
hipertensi lebih tinggi dari pria (Go dkk., 2014).
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terbesar penyebab
morbiditas dan mortalitas pada penyakit kardiovaskular (Kearney dkk., 2005).
Sejak tahun 1999 hingga 2009, angka kematian akibat hipertensi meningkat
2
sebanyak 17,1% (Go dkk., 2014) dengan angka kematian akibat komplikasi
hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2013).
Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal
ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat
(James dkk., 2014). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan
74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan
darah >140/90 mmHg (Go dkk., 2014). Hipertensi menyebabkan kematian pada
45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita penyakit stroke
pada tahun 2008 (WHO, 2013). Selain itu, hipertensi juga menelan biaya yang
tidak sedikit dengan biaya langsung dan tidak langsung yang dihabiskan pada
tahun 2010 sebesar $46,4 milyar (Go dkk., 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi
yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya
sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes
RI, 2013b). Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa
hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat inap
terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38% pria dan
57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes
DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta
sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis
3
dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari
hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati
urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau
riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013b).
Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi dan komplikasi yang dapat
terjadi jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat, maka penggunaan obat yang
rasional pada pasien hipertensi merupakan salah satu elemen penting dalam
tercapainya kualitas kesehatan serta perawatan medis bagi pasien sesuai standar
yang diharapkan. Penggunaan obat secara tidak rasional dapat menyebabkan
timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, memperparah penyakit, hingga
kematian. Selain itu biaya yang dikeluarkan menjadi sangat tinggi (WHO, 2004).
Pertimbangan di atas tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap rasionalitas penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi. Penelitian dilakukan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa adanya peningkatan
jumlah kasus hipertensi pada tahun 2013 dibanding dengan tahun 2012. Pada
tahun 2013, hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab rawat inap
terbesar di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan menempati urutan
ketiga penyebab rawat inap pada penyakit tidak menular. Hal ini berbeda dari
tahun 2012, dimana hipertensi tidak termasuk dalam 10 penyakit penyebab rawat
inap terbesar di rumah sakit tersebut. Pertimbangan lainnya bahwa Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah merupakan rumah sakit swasta tipe B (Madya) di
Yogyakarta.
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Stroke.

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gambaran klinis


dan komplikasi Stroke

c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan

penanganan Stroke.

1.2.2. Tujuan Khusus

Memenuhi tugas laporan program dokter internship di


Puskesmas Pemaron

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat


mengenai penyakit stroke antara lain pengertian stroke, gambaran
klinis, serta komplikasi stroke sehingga dapat melakukan
pencegahan dan penanganan terhadap penyakit stroke.
1.3.2 Bagi Tenaga Medis

Menjadi fasilitator informasi kesehatan dan motivator


kesadaran masyarakat tentang stroke meliputi pengertian, tanda dan
gambaran klinis, komplikasi serta pencegahan dan penanganan
stroke.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upaya Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah upaya mempengaruhi masyarakat agar


menghentikan perilaku berisiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku
yang aman atau paling berisiko rendah. Program Promosi Kesehatan tidak
dirancang “di belakang meja”. Supaya efektif, program harus dirancang
7
berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat sasaran setempat.

Program promosi menekankan aspek “bersama masyarakat”. Maksudnya


adalah (i) bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting
dalam kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan,
perlukan, dan inginkan, (ii) bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan
alternatif yang menarik untuk perilaku yang berisiko, serta (iii) bersama dengan
masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan memantau
7
dampaknya secara terus-menerus.

2.2 Media Promosi Kesehatan

8
1. Definisi Media/ Alat Peraga
Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai
alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau
dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebar-luasan informasi.
Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan
tulis dengan foto dan sebagainya.
8
2. Jenis Media/ Alat Peraga

Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar :

- Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya, baik hidup maupun mati.
Termasuk dalam macam alat peraga antara lain :
5

 Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dsb.

 Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti 4

cacing dalam botol pengawet, dll.

 Sampel, yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan


seperti oralit, dll.

- Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan
bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan.
Hal ini karena menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal
ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat
dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, palstik,
dan lain-lain.

- Gambar, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan yang masing-


masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

- Gambar alat optic, seperti foto, slide, film, dll.

2.3 Penyerapan Materi dalam Promosi Kesehatan

Seseorang belajar melalui panca inderanya. Setiap indera ternyata berbeda


pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang. Oleh karena itu seseorang dapat
mempelajari sesuatu dengan baik apabila ia menggunakan lebih dari satu indera.

2.4 Metode Penyuluhan


Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan
8
kesehatan adalah :

1) Metode Ceramah

Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,


pengertian, atau pesan secara lisan kepada kelompok sasaran sehingga
memperoleh informasi tentang kesehatan.

2) Metode Diskusi Kelompok

Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang


suatu topik pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin
diskusi yang telah ditunjuk.
6

3) Metode Curah Pendapat

Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di amna setiap anggota


mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh
masing-masing peserta, dan evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan
kemudian.

4) Metode Panel

Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau


peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan
seorang pemimpin.

5) Metode Bermain Peran

Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan


tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai
bahan pemikiran oleh kelompok.

6) Metode Demonstrasi

Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide, dan prosedur


tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan
bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat
peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar
jumlahnya.

7) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan
topic yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.

8) Metode Seminar

Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas


suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.

2.5 Stroke

2.5.1 Definisi Stroke

Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah gangguan


fungsi otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis fokal
7

maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
9
menyebabkan kematian akibat gangguan peredaran darah atau lesi vaskular.
Penyakit-penyakit dengan lesi vaskular di otak dikenal sebagai penyakit
10
serebrovaskular atau disebut juga dengan stroke.

2.5.2 Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar


10
penyebab kematian di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker.
Kematian akibat stroke meningkat secara linier progresif pada tekanan darah
sistolik 115 mmHg dan diastolik 75 mmHg keatas. Setiap kenaikan sistolik 20
mmHg dan diastolik 10 mmHg terjadi peningkatan risiko kematian dua kali
11
lipat. Hipertensi yang terkontrol dapat menurunkan risiko terjadinya stroke baik
12
stroke pertama maupun stroke berulang.

Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun


2013 melaporkan prevalensi stroke di Indonesia adalah 12,1 permil berdasarkan
13
gejala dan diagnosis tenaga kesehatan.

2.5.3 Klasifikasi Stroke

Secara garis besar klasifikasi stroke dapat dibagi menjadi dua kategori
14
utama yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.

2.5.3.1 Stroke Iskemik


Stroke iskemik terjadi bila pembuluh darah yang memasok darah ke otak
15
tersumbat. Sekitar 87% kasus stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik
sering terjadi pada usia 50 tahun keatas dan terjadi pada malam dan pagi hari.
Stroke iskemik dapat dibagi menjadi:

1) Transient Ischaemic Attack (TIA), apabila defisit neurologis membaik dalam


waktu kurang dari 24 jam.

2) Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND), apabila defisit neurologis


membaik dalam waktu 24 jam atau lebih.
8

3) Stroke in Evolution, apabila defisit neurologis berkembang menjadi gangguan


yang lebih berat.

4) Complete Stroke, apabila defisit neurologis menetap dan ireversibel.

Stroke iskemik disebabkan oleh berbagai macam hal mulai dari kelainan
16
vaskular, kelainan jantung dan kelainan darah. Penyebab stroke iskemik pada
umumnya berkaitan dengan trombus dan embolus yang menyebabkan terjadinya
sumbatan pembuluh darah sehingga parenkim otak mengalami iskemik.

2.5.3.2 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan pecahnya pembuluh


darah di dalam atau disekitar parenkim otak sehingga menghentikan suplai darah
ke jaringan yang dituju. Selain itu, darah yang menggenangi parenkim tersebut
akan mengganggu dan mematikan fungsinya. Stroke hemoragik sering terjadi
pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah aktifitas fisik atau keadaan
psikologis. Perdarahan yang terjadi biasanya perdarahan intraserebral dan
17
perdarahan subarahnoid.

Peningkatan tekanan intrakranial yang mengiringi stroke hemoragik


menimbulkan sakit kepala dan muntah-muntah beserta penurunan derajat
kesadaran. Namun gejala-gejala tersebut terkadang dapat juga dijumpai pada
stroke iskemik. Satu-satunya cara akurat untuk mendiferensiasi stroke iskemik dan
18
stroke hemoragik adalah dengan pemeriksaan CT scan dan pungsi lumbal.
15
Stroke hemoragik memiliki angka kejadian sekitar 13% dari semua kasus stroke.
Terdapat dua jenis stroke hemoragik:

1) Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan primer yang berasal dari


16
pembuluh darah parenkim otak. Perdarahan di dalam otak bisa disebabkan oleh
trauma atau cedera otak, dan kelainan pembuluh darah seperti aneurisma atau
angioma. Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi tersebut,
9

perdarahan intraserebral paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggiyang


tidak terkontrol dan bersifat kronis. Meskipun perdarahan intraserebral hanya
menyumbang persentase kejadian sekitar 10% dari semua jenis stroke, akan tetapi
19
angka kematian akibat perdarahan intraserebral adalah 60-90%. Perdarahan
intraserebral menghasilkan keluaran yang lebih buruk hingga 5 tahun setelah
20
serangan dibandingkan stroke iskemik.

2) Perdarahan Subarahnoid

Perdarahan subarahnoid adalah perdarahan dalam ruangan subarahnoid,


yaitu ruangan di antara piamater dan arahnoideamater yang terdapatpada jaringan
selaput otak (meninges). Perdarahan subarahnoid bisa disebabkan oleh pecahnya
aneurisma, malformasi arteriovena, trauma, infeksi, neoplasma, maupun sekunder
dari perdarahan intraserebral. Penyebab paling umum perdarahan subarahnoid
adalah pecahnya aneurismasakular yaitu sekitar 75% kasus perdarahan
16
subarahnoid. Stroke ini merupakan satu-satunya jenis stroke yang lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

2.5.4 Faktor Risiko Stroke

Stroke dapat disebabkan oleh berbagai risiko baik yang dapat diubah
maupun tidak dapat diubah. Faktor-faktor tersebut dapat berdiri sendiri maupun
terjadi bersamaan. Yang termasuk faktor-faktor yang tidak dapat diubah antara lain
jenis kelamin, usia, ras dan genetik. Sedangkan yang termasuk factor-fakor yang
dapat diubah antara lain riwayat stroke, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, transient ischemic attack, penyakit karotis, hiperkolesterolemia,
kontrasepsi oral, hiperurisemia, peninggian hematokrit, antibodi fosfolipid,
21
hiperhomosisteinemia dan peninggian kadar fibrinogen.

2.5.4.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Jenis kelamin

Menurut jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung memiliki risiko stroke


lebih besar dibandingkan perempuan dengan perbandingan 1,3:1 kecuali
10

setelah mencapai usia 35-45 tahun, dan pada usia diatas 85 tahun lebih banyak
diderita perempuan.

2) Usia

Berdasarkan faktor usia, semakin bertambahnya usia semakin meningkat


pula risiko terjadinya stroke dimana setiap 10 tahun setelah usia 55 tahun
22
risiko terjadinya stroke menjadi dua kali lipat.
3) Ras

Penduduk Afrika-Amerika dan Hispanic-Amerika berisiko stroke lebih

tinggi dibandingkan Eropa-Amerika. Pada penelitian penyakit aterosklerosis


22
pada kulit hitam terjadi 38% serangan stroke dibandingkan kulit putih.

4) Genetik

Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ada peningkatan


risiko stroke untuk pria yang ibunya meninggal karena stroke dan wanita yang
23
memiliki riwayat keluarga stroke. Pada studi Framingham analisis keturunan
menyatakan bahwa riwayat stroke baik dari ayah maupun ibu dikaitkan
24
dengan peningkatan risiko stroke. Selain itu, terdapat jenis stroke bawaan
seperti Cerebral Autosomal Dominant Ateropathy with Subcortical Infarc and
Leukoensephalopathy (CADASIL) yang telah diketahui lokasi kelainan
25
gennya yaitu pada kromosom 19q12.
2.5.4.2 Faktor risiko yang dapat diubah

1) Hipertensi

Dalam tinjauan sistematis dari 18 studi, 52% pasien dengan stroke


dilaporkan terjadi hipertensi pada saat diterima di rumah sakit. Walaupun
kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan tekanan darah tinggi bervariasi,
tekanan darah sistolik berkisar 150-200 mmHg dan diastolik 90-115 mmHg.
Dalam salah satu studi terbesar di Amerika Serikat, National Hospital
Ambulatory Medical Care Survey, tekanan darah sistolik >140 mmHg diamati
pada 63% dari 563.704 pasien dewasa stroke, diastolik >90
11

mmHg pada 28%, dan MAP 107 mmHg pada 38%. Dalam International
Stroke Trial, sebanyak 17.398 pasien yang diambil secara acak dalam waktu
48 jam setelah timbul stroke (waktu rata-rata 20 jam) dari 467 rumah sakit di
36 negara. Didapatkan rata-rata tekanan darah sistolik 160,1 mmHg, dan 82%
pasien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi berdasarkan kriteria WHO
26
(tekanan darah sistolik >140 mm Hg).

Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa tekanan darah akan

meningkat secara spontan pada kasus stroke akut. Peningkatan tekanan darah
semakin parah pada pasien dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya.
Tekanan darah akan menurun pada beberapa hari pertama dan minggu setelah
timbul stroke tanpa intervensi farmakologis. Sepertiga pasien mengalami
penurunan tekanan darah yang signifikan dalam beberapa jam pertama
timbulnya gejala stroke. Penanganan dengan menurunkan tekanan darah pada
stroke akut dapat menghindari efek buruk dari tingginya tekanan darah, tetapi
hal ini juga dapat menyebabkan hipoperfusi serebral dan memperburuk stroke
27
iskemik.

Berdasarkan studi observasional dengan melibatkan lebih dari satu juta


orang, kematian akibat stroke meningkat secara linier progresif pada tekanan
darah sistolik 115 mmHg dan diastolik 75 mmHg keatas. Setiap kenaikan
sistolik 20 mmHg dan diastolik 10 mmHg terjadi peningkatan risiko kematian
dua kali lipat.13 Hipertensi yang terkontrol dapat menurunkan risiko
terjadinya stroke baik stroke pertama maupun stroke berulang.13 Hipertensi
sering di jumpai pada pasien stroke fase akut. Banyak studi menunjukkan
adanya hubungan antara hipertensi pada stroke (iskemik maupun hemoragik)
saat fase akut dengan kematian dan kecacatan.
Hubungan tersebut menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada
level tertentu berkaitan dengan tingginya angka kecacatan dan kematian. Akan
tetapi, pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa prognosis
12

yang buruk pada stroke tidak selalu bergantung dari tingginya tekanan darah
28
baik sistolik maupun diastolik pada saat serangan stroke.

JNC VII menyatakan bahwa setiap kenaikan sistolik dan atau diastolik 10
mmHg diatas tekanan darah 115/75, terdapat peningkatan 10% risikovaskular
untuk penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular dan penyakit
pembuluh darah perifer. Selain itu, JNC VII juga mencatat bahwa sebagian
besar kasus stroke iskemik terjadi pada individu dengan status prehipertensi
29
dan hipertensi derajat 1.

Sebagian besar pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah


sistolik diatas 140 mmHg. Dari data penelitian Blood Pressure in Acute Stroke
Collaboration (BASC) tahun 2001 dan International Stroke Trial (IST) tahun
2002, 70-94% pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah pada
jam pertama setelah terjadinya serangan stroke, dan 22,5-27,6% diantaranya
mengalami kondisi krisis hipertensi dengan peningkatan tekanan darah sistolik
diatas 180 mmHg. Sekitar 50% diantaranya memiliki riwayat hipertensi
sebelum mengalami serangan stroke.

2) Diabetes mellitus

Berdasarkan studi dari hasil otopsi, penderita diabetes mellitus berisiko


terhadap infark lakunar dan cerebral small vessel disease. Pada studi
epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes merupakan faktor risiko bagi
stroke iskemik. Patogenesis dimulai dari berlebihnya reaksi glikasi dan
oksidasi, disfungsi endotelial, peningkatan agregasi trombosit, defisiensi
30
fibrinolisis dan resistensi insulin.
Pada percobaan hewan tikus, stroke iskemik yang terjadi dalam diabetes
mellitus akan memicu terjadinya stroke hemoragik yang disertai dengan
peningkatan enzim MMP-9 di otak yang akan memperburuk kondisi
31
leukoaraiosis.
13

3) Hiperkolesterolemia

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan menginduksi terbentuknya


plak. Plak yang terdapat di dalam dinding arteri terbentuk oleh low density
lipoproteins (LDL) dan trigliserida yang terakumulasi bersama deposit lain
seperti kalsium, jaringan ikat dan sebagainya. Plak tersebut dapat
mempersempit diameter lumen arteri dan menghambat aliran darah ke otak
sehingga dapat menyebabkan stroke. Kadar kolesterol tinggi dalam darah
meningkatkan risiko penyakit jantung dan aterosklerosis, yang juga
32
merupakan faktor risiko stroke.

Berdasarkan studi Framingham, setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg%


meningkatkan angka stroke 25%, sedangkan kenaikan high density
lipoproteins (HDL) 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke 47%.
Begitu juga dengan kenaikan trigliserid akan meningkatkan terjadinya
22
stroke.

4) Hiperhomosisteinemia

Hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko indipenden untuk terjadi


infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer. Homosistein
meningkatkan risiko trombosis dengan cara menurunkan aktifitas AT-III,
menurunkan kadar faktor V dan VII, inhibisi aktivasi protein C, penurunan
33
ikatan tPA. Homosistein juga diketahui dapat menurunkan sintesis NO.

5) Obesitas
Obesitas merupakan keadaan di mana Body Mass Index (BMI) lebih dari
atau sama dengan 30,0. Obesitas memberi risiko dua kali lipat terjadinya
stroke. Sebagian besar penderita obesitas sering disertai dengan kelainan
lainnya seperti hipertensi, intoleransi glukosa, dan serum lipid aterogenik.
Obesitas dapat menyebabkan stroke melalui salah satu atau kombinasi
22
kelainan tersebut.
14

6) Merokok

Perokok memiliki faktor risiko stroke 2-3 kali dibandingkan dengan yang
bukan perokok dan risiko tersebut baru akan hilang setelah berhenti merokok
21
5-10 tahun.

7) Penyakit karotis

Penyakit karotis biasanya berhubungan dengan penyempitan arteri karotis,


hampir lebih dari 70% merupakan akibat dari plak aterosklerosis dimana
meningkatkan risiko terjadinya stroke. Kejadian stenosis karotis meningkat
berdasarkan usia. Risiko stroke menjadi lebih dari dua kali lipat untuk orang
dengan stenosis karotis. Tingkat stroke pada orang yang di diagnosis dengan
34
stenosis karotis asimtomatik adalah sekitar 1-2% per tahun.

8) Kontrasepsi oral

Preparat kontrasepsi oral dengan konten estrogen >50 mg sangat terkait


dengan risiko stroke sedangkan sebuah studi dari dosis rendah kontrasepsi oral
(<50 mg estrogen) diungkapkan sangat rendah bahkan tidak terdapat
peningkatan risiko stroke pada lebih dari 3,6 juta perempuan pertahun
35
pengamatan.

9) Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah konsentrasi monosodium urat dalam plasma melebih


batas kelarutan yaitu lebih dari 7 mg/dl untuk laki-laki dan lebih dari 6 mg/dl
untuk perempuan.36 Berdasar studi meta analisis, hiperurisemia meningkatkan
37
risiko terjadinya stroke dan penyakit kardiovaskular.

10) Peninggian kadar fibrinogen

Peningkatan kadar fibrinogen plasma meningkatkan risiko


terjadinyapenyakit jantung koroner, stroke, kematian vaskular dan kematian
38
nonvascular.
15

2.5.5 Patofisiologi Stroke

2.5.5.1 Stroke Iskemik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak, pada


umumnya oleh karena trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri
menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan
otak. Sedangkan emboli disebabkan oleh trombus atau fragmen yang berjalan
menuju arteri serebral dan menyebabkan terjadinya oklusi. Terjadinya obstruksi
pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba dan berkembang cepat
yang menimbulkan gangguan neurologis fokal hingga kematian bagian otak
tersebut.

1) Trombus

Trombus adalah bekuan darah yang menempel dinding vaskuler, proses


terbentuknya trombus disebut dengan trombosis. Trombus mulai terbentuk karena
permukaan tempat darah mengalir yaitu endotel mengalami kerusakan yang
dikenal sebagai disfungsi endotel. Adanya disfungsi endotel ini akan mengundang
trombosit untuk melakukan adhesi dan selanjutnya dengan bantuan faktor-faktor
pembekuan darah akan terjadi agregasi trombosit dan terbentuklah bekuan darah
yang komponen utamanya berupa trombosit. Adanya trombus yang masih melekat
pada dinding ini akan mengakibatkan gangguan aliran karena trombus tersebut
berpotensi untuk membesar dansewaktu-waktu trombus tersebut dapat terlepas
dari tempat perlekatannya dan berjalan mengikuti aliran darah yang disebut
sebagai embolus. Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama
makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
darah ini menyebabkan iskemia. Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah
39
yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
16

2) Embolus

Embolus adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat
dalam sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah dan berasal
dari suatu tempat lain pada sirkulasi darah. Embolus 95 % berasal dari trombus.
Embolus akan menimbulkan gangguan apabila diameter pembuluh darah yang
dilalui lebih kecil daripada diameter embolus tersebut sehingga terjadilah oklusi
pembuluh darah secara mendadak. Apabila embolus sudah menyumbat arteri ke
otak, maka aliran darah akan terhenti danmengakibatkan infark jaringan otak.
39
Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.

2.5.5.2 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan stroke perdarahan yang disebabkan


pecahnya pembuluh darah di dalam atau disekitar parenkim otak sehingga
menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah yang
17
menggenangi parenkim tersebut akan mengganggu dan mematikan fungsinya.
Stroke hemoragik banyak disebabkan oleh aneurisma yang pecah. Pecahnya
aneurisma berhubungan dengan ketegangan dinding aneurisma yang bergantung
16
pada diameter dan perbedaan tekanan didalam dan diluar aneurisma.

Ketika pembuluh darah otak pecah akan menyebabkan ekstravasasi darah


ke substansi atau ruangan subarahnoid dan menimbulkan perubahan komponen
intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial yang bila berlanjut nantinya akan menyebabkan herniasi otak
sehingga bisa menyebabkan kematian.

Disamping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang


subarahnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak
ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
17

2.5.6 Gambaran Klinis

Stroke dapat mengakibatkan gangguan pada beberapa bagian otak


sehingga membuat seseorang mengalami disabilitas. Pengaruh stroke terhadap
seseorang tergantung pada:

1) Bagian otak yang terkena stroke,

2) Seberapa berat stroke yang terjadi,

3) Usia, kondisi kesehatan, dan kepribadian penderitanya.

40
Beberapa gambaran klinis akibat stroke yang sering dijumpai adalah:

1) Kelumpuhan satu sisi tubuh, yang merupakan salah satu akibat stroke yang
paling sering terjadi. Kelumpuhan biasanya terjadi di sisi yang berlawanan
dari letak lesi di otak, karena adanya pengaturan representasi silang oleh otak.
Misalnya, penderita tidak bisa mengangkat tangan dan kaki.

2) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.

3) Gangguan penglihatan yang sering berupa defisit lapangan pandang yang


dapat mengenai satu atau kedua mata.

4) Afasia, ialah kesulitan berbicara ataupun memahami pembicaraan. Stroke


dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berbicara atau berbahasa,
membaca, dan menulis atau untuk memahami pembicaraan orang lain.
Gangguan lain dapat berupa disatria, yaitu gangguan artikulasi kata-kata saat
berbicara.

5) Gangguan persepsi dimana penderita stroke tidak dapat mengenali obyek-


obyek yang ada di sekitarnya atau tidak mampu menggunakan benda tersebut.

6) Gangguan sensibilitas pada daerah yang dipersarafi oleh bagian otak yang
mengalami stroke. Penderita tidak merasakan adanya sensasi pada kulit
tubuhnya misalnya ketika penderita berjalan kemudian sandal terlepas tanpa
dirasakan.
18

7) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap


(stupor), koma, pusing, dan gangguan berupa disorientasi.

8) Penderita stroke sering mengalami kelelahan dan akan membutuhkan tenaga


ekstra untuk melakukan hal-hal yang biasa dikerjakan saat penderita masih
sehat. Kelelahan juga dapat terjadi akibat penderita kurang beraktivitas atau
terlalu lama beristirahat, kurang asupan nutrisi atau mengalami depresi.

9) Depresi dapat terjadi pada penderita stroke, tetapi hal ini masih menjadi
perdebatan apakah depresi yang terjadi merupakan akibat langsung dari
kerusakan otak pada stroke atau merupakan reaksi psikologis terhadap dampak
stroke yang dialaminya. Dalam kondisi seperti ini sangat dibutuhkan
dukungan dari keluarga.

10) Stroke dapat membuat penderitanya mengalami ketidakstabilan emosi


sehingga sering menunjukkan respon emosi yang berlebihan atau tidak sesuai.

11) Gangguan memori biasanya terjadi pada penderita stroke yakni kesulitan
dalam mempelajari dan mengingat hal baru atau tertentu.

12) Perubahan kepribadian dimana kerusakan otak dapat menimbulkan gangguan


control emosi positif maupun negatif yang mempengaruhi perilaku dan cara
penderita berinteraksi dengan lingkungannya.

13) Nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggng, mual, muntah serta
fotofobia. Gambaran klinis ini sering ditemukan pada stroke hemoragik baik
intraserebral maupun subaraknoid.

2.5.7 Komplikasi Stroke


Sekitar 15%-20% pasien stroke bisa datang dengan komplikasi atau
mengalami perburukan keadaan dimana hal ini berpengaruh terhadap
41
meningkatnya morbiditas dan mortalitas, diantaranya:

1) Gagal Nafas

Gagal nafas dapat terjadi sebagai akibat langsung dari lesi stroke pada
batang otak yang mengatur sistem respirasi, bersamaan dengan hilangnya
19

tonus otot faring baik saat batuk, menelan, maupun refleks muntah yang
sebenarnya juga memiliki peran fisiologis bagi system respirasi.

2) Peningkatan Suhu Tubuh (Demam)

Demam merupakan kondisi yang cukup sering terjadi pada fase awal
setelah serangan stroke iskemik. Penyebab demam biasanya terjadi oleh
karena infeksi sistemik, tetapi pada beberapa pasien stroke dengan demam
penyebabnya tidak diketahui. Kondisi demam berkaitan secara signifikan
dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi.

3) Pneumonia dan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Insiden pneumonia pada stroke antara 5%-22%. Pneumonia sering terjadi


dalam 48-72 jam pertama pasca stroke iskemik dan mengakibatkan sekitar
15% - 25% kematian terkait stroke. Pneumonia yang berkaitan dengan stroke
merupakan akibat aspirasi yang disebabkan oleh deficit neurologik, seperti
penurunan kesadaran, gangguan refleks protektif atau disfagia. Infeksi Saluran
Kemih (ISK) juga sering didapatkan pada pasien stroke oleh karena pasien
menggunakan kateter dalam waktu yang cukup lama dan adanya imobilisasi.

4) Edema Serebri

Saat aliran darah melewati daerah jaringan otak yang infark, sel-sel mati
tersebut membengkak sehingga menyebabkan peningkatan massa dalam otak.
Edema serebi timbul dalam beberapa jam setelah onset stroke akut dan
mencapai puncak dalam 2-5 hari. Kondisi pembengkakan ini dapat merusak
dan mengubah struktur otak, meningkatkan tekanan intrakranial, dan sekitar
2%-3% dari kasus menyebabkan herniasi dan kematian.

5) GCS Rendah

Derajat kesadaran penderita stroke dapat diketahui melalui pengukuran


skor Glasgow Coma Scale (GCS). GCS juga membantu dalam memprediksi
outcome penderita yakni mortalitas pada stroke akut. Penderita dengan skor
GCS <1-8 menunjukkan angka mortalitas yang lebih tinggi dibanding
penderita dengan skor GCS >9.
20

6) Deep Vein Thrombosis (DVT)

Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi medis umum tetapi
merupakan komplikasi stroke yang serius dan dapat menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas selama periode penyembuhan stroke akut. Pasien
usia lanjut dengan kelumpuhan pada ekstremitas bawah, imobilitas fisik,
hiperkoagulabilitas darah, merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
perkembangan DVT.

2.5.8 Penatalaksanaan Stroke Pra Rumah Sakit

2.5.8.1 Deteksi

Tujuan penatalaksanaan stroke adalah menurunkan tingkat kesakitan serta


kematian karena stroke, karenanya pengenalan secara dini mengenai tanda dan
gejala stroke memegang peranan penting dan menjadi kunci utama dalam
penanganan stroke yang paripurna. “time is brain” dan “golden period”
merupakan konsep utama tata laksana stroke. Idealnya pasien stroke sudah
mendapatkan tata laksana dalam tiga jam sejak gejala pertama dikenali. Data yang
ada menunjukkan, terutama di negara-negara maju, pasien yang datang dalam
42
golden period 3 jam tersebut berkisar antara 19-60%.

Sekitar 83,9% terlambatnya penanganan disebabkan oleh keterlambatan


pra rumah sakit ini. Beberapa penyebab keterlambatan tersebut seperti misalnya
menyepelekan tanda-tanda dini stroke menempati urutan pertama penyebab
keterlambatan pra hospital ini, yaitu sekitar 62,3%. Beberapa kasus terlambat
datang karena berharap gejala dan tanda akan menghilang (2,7%), Pasien yang
tinggal sendiri pun menyumbang angka keterlambatan sekitar 7,1%. Sedangkan
pasien yang tinggal jauh dari sarana kesehatan serta ketiadaan sarana transportasi
42
turut berkontribusi dalam keterlambatan ini.

Mengenali tanda-tanda stroke merupakan hal penting karena kemungkinan


seseorang untuk bertahan dari serangan stroke lebih tinggi jika segera ditangani
42
oleh tenaga kesehatan. Berikut adalah gejala stroke:
21

1) Kelemahan tiba-tiba pada wajah, lengan, atau tungkai salah satu sisi tubuh

2) Mati rasa pada wajah, lengan atau tungkai salah satu sisi tubuh

3) Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan

4) Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata

5) Kesulitan berjalan, pusing berputar, hilang keseimbangan

6) Sakit kepala berat mendadak tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau
pingsan.

Pengenalan dini untuk masyarakat awam terhadap adanya tanda dan gejala
stroke dengan cepat dapat menggunakan Cincinnati Prehospital Stroke Scale
(CPSS) yang meliputi fascial droop (salah satu sisi wajah tidak dapat digerakkan
seperti sisi satunya), arm drift (salah satu lengan sulit atau tidak dapat
digerakkan), dan speech (bicara pelo, sulit atau tidak dapat berbicara,
mengguankan kata-kata yang salah), atau FAST (Face, Arm, Speech, Time). Time
yang dimaksud adalah segera menghubungi pusat layanan gawat darurat untuk
42
transportasi ke sarana kesehatan.

Di Indonesia pengenalan tanda dan gejala dini prehospital stroke dapat


disimpulkan menjadi “segera rawat di rumah sakit” (senyum mencong, gerakan
tangan/ kaki lumpuh, suara pelo, rasa baal sesisi tubuh atau di sekitar mulut,
penglihatan ganda/ hilang penglihatan tiba-tiba, keseimbangan terganggu/
42
kesadaran menurun, muntah, sakit kepala).
2.5.8.2 Transportasi/ Ambulans

Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka selayaknya segera


panggil ambulans gawat darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting
dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke. Semua
tindakan dalam transportasi pasien hendaknya berpedoman kepada protokol. Staf
ambulans berperan dalam menilai apakah pasien dicurigai menglami stroke akut
dengan mengevaluasi melalui metode FAST atau CPSS dan jika pemeriksaannya
42
positif, segera menghubungi petugas terkait di rumah sakit terdekat.
22

Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans yaitu petugas yang terlatih,
mesin EKG, peralatan dan obat-obat resusitasi dan gawat darurat, oksigen
transport, obat-obat neuroprotektor, telemedisin (alat komunikasi audiovisual),
42
pemeriksaan kadar gula darah, kadar saturasi oksigen.

Petugas tersebut juga harus memiliki kemampuan untuk memberikan


tindakan stabilisasi dan resusitasi. Pasien yang mengalami koma dan hipoventilasi
42
atau mengalami aspirasi mungkin perlu dipertimbangkan untuk intubasi.

Pasien dapat dipasang kateter intravena (infus) dan diberikan cairan


intravena selain glukosa setelah diperiksa kadar gula darahnya, kecuali bila pasien
tersebut hipoglikemia. Pasien dapat pula diberikan oksigen demi menjamin
saturasi di atas 95% dan menghindari hipoksia. Jangan menurunkan tekanan darah
42
kecuali pada kondisi khusus.
BAB III

KEGIATAN

3.1 Intervensi

1) Bentuk kegiatan : penyuluhan dengan menggunakan pamflet dan tanya jawab


2) Sasaran : ibu-ibu kader Desa Padasugih
3) Materi :
- Definisi Stroke
- Klasifikasi Stroke
- Faktor Risiko Stroke
- Patofisiologis Stroke
- Gambaran Klinis Stroke
- Komplikasi Stroke
- Penanganan Stroke
4) Pelaksanaan :
- Hari/ Tanggal : Rabu, 11 Juli 2018
- Tempat : rumah Ny. Winendi, kader Desa Padasugih
- Waktu : 11.00 s.d. selesai

3.2 Monitoring

Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan


atas objektif program. Dalam hal ini dilakukan penilaian terhadap tercapainya
tujuan kegiatan. Monitoring apat dilakukan dengan bekerjasama dengan tenaga
kesehatan.

Monitoring kuantitatif dapat dilakukan dengan pendataan terhadap jumlah


kasus stroke yang terjadi di fasilitas kesehatan Puskesmas Pemaron. Sedangkan
secara kualitatif, monitoring dapat dilakukan dengan pernyataan acak maupun
diskusi kelompok terarah mengenai peningatan pengetahuan dan kesadaran
23
24

masyarakat terhadap materi penyuluhan yang telah disampaikan. Monitoring juga


dapat dilakukan dengan memperhatikan perubahan perilaku masyarakat.

3.3 Evaluasi

Evaluasi adalah secara sistematis menginvestigasi program dengan cara


menilai konstribusi program terhadap perubahan. Dalam hal ini dapat digali lebih
lanjut masalah-masalah yang belum teratasi melalui pertanyaan acak maupun
diskusi kelompok serta dilakukan analisis penyelesaian masalaha sehingga tujuan
kegiatan tercapai dengan sempurna.

Secara umum kegiatan berlangsung lancer, sasaran dapat menerima dengan


baik materi yang disampaikan. Penyuluhan dengan menggunakan pamphlet
dengan tulisan sederhana dan gambar yang mendukung dapat memudahkan
sasaran memahami materi yang disampaikan. Adapun Tanya jawab sangat
membantu dalam memberikan pemahaman yang lebih baik bagi sasaran. Dalam
hal ini antusiasme sasaran sangat baik, sasaran aktif mendengarkan materi yang
disampaikan. Adapun evaluasi dalam hal ini adalah waktu yang sempit sehingga
mengurangi kesempatan untuk berdiskusi dan bertanya. Dengan memberikan jeda
dalam setiap materi, dengan selingan canda atau informasi ringan yang terkait
topik, akan menciptakan suasana santai yang kondusif sehingga sasaran siap
menerima materi berikutnya.
25

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke
diklasifikasikan dalam 2 macam yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang terkena stroke terdiri dari 2
yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.

Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbesar di dunia setelah


penyakit jantung, Setiap 1 dari 7 orang yang meninggal di Indonesia disebabkan
karena stroke. sehingga masih diperlukan upaya peningkatan kualitas kesehatan
dan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit dan
puskesmas termasuk peningkatan sarana dan prasarana penunjang diagnostic dan
penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan.

4.2 Saran

4.2.1 Bagi Masyarakat


Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,
sehingga manfaat langsung akan dicapai apabila masyarakat tergerak untuk
mengenali faktor risiko stroke, gambaran klinis, dan komplikasi stroke sehingga
masyarakat mau dan mampu meningkatkan pola hidup sehat untuk mencegah
penyakit stroke.
26

4.2.2 Bagi Tenaga Media 25

Penyuluhan agar dapat dilakukan di beberapa fasilitas kegiatan masyarakat


lainnya agar semakin banyak masyarakat yang mendapatkan informasi. Agar
dilakukan berkesinambungan dengan kegiatan penyuluhan kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Batticaca F. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan


[internet]. Jakarta; Salemba Medika. 2009: 56. [cited 2015 Jan 20. Available
from:https://books.google.co.id/books?id=AKDNoVXFVnEC&pg=PA183&d
q=batticaca+stroke+adalah&hl=en&sa=X&ei=fpLpVNXSB82KuATlhYDYA
w&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=batticaca%20-%20stroke
%20adalah&f=false.

2. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.


Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment-European Stroke Initiative
Recommendations [internet]. 2003;16:311-337 [cited 2014 Nov 23]. Available
from:http://www.congrex-
switzerland.com/fileadmin/files/2013/esostroke/pdf/EUSI2003_Cerebrovasc_
Dis.pdf.

3. Stroke Association. Stroke of The Nation: Stroke Statistics [internet]. 2015

[updated 2015 Jan; cited 2015 Jan 20]. Available


from:http://www.stroke.org.uk/sites/default/files/State%20of%20the%20Natio
n_2015_0.pdf.

4. Misbach J, Ali W. Stroke in Indonesia: A First Large Prospective Hospital-


Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia [internet]. 2001
[cited 2015 Feb 23]. 8(3): 245. Available from: Journal of Clinical
Neuroscience.

5. Garland A, Fransoo R, Olafson K, et al. The Epidemiology and Outcomes of


Critical Illness in Manitoba. Manitoba Centre for Health Policy, University of
Manitoba. 2012 [updated 2012 Apr; cited 2014 Feb 23]. Available from:
http://mchpappserv.cpe.umanitoba.ca/deliverablesList.html.

6. Rahayu S. Hubungan Frekuensi Stroke dengan Fungsi Kognitif di RSUD


Arifin Achmad [dissertation]. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Riau; 2014.

7. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. EGC. Jakarta : 2009.

27
28

8. Sukidjo N. Metode Penelitian Kesehatan. PT.Rineka Cipta. Jakarta : 2005.

9. Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC, Mary GG, Allen DH, et al.
American Heart Association/American Stroke Association. An Updated
Definition of Stroke for the 21st Century: A statement for Healhtcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke
Association. AHA Journal Stroke. 2013; 44: 2064-2089.

10. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.
BAB 9, Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf; hal. 269.

11. Joint National committee VII Prevention, Detection, Evaluation, and


Treatment of High Blood Pressure, USA. US Department of Health and
Human Services, Agustus 2004. [dikutip pada tanggal 10 Oktober 2014].
Diakses dari: http://www.nhlbi.nih.gov

12. Rizaldy P. Analisis Situasi Pengendalian Tekanan Darah Untuk Prevensi


Stroke Sekunder. Cermin Dunia Kedokteran. 2008; 165(35): 328-330.

13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Lembaga Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Nasional. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional (RISKESDAS), 2013. Republik Indonesia: Kementerian Kesehatan;
2013.

14. Gofir A. Manajemen stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press; 2009.


Definisi Stroke, Anatomi Vaskularisasi Otak dan Patofisiologi Stroke; hal. 19-
43.
15. American Heart Association. Stroke and High Blood Pressure. 2014. [dikutip
pada tanggal 20 Januari 2015]. Diakses dari: http://www.heart.org

16. Dewanto, G, Suwono, WJ, Riyanto, B, Turana, Y. Panduan Praktis Diagnosis


dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. 2007. Stroke, Stroke Iskemik
dan Stroke Hemoragik; hal. 24-31.

17. Batticaca, FB. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika; 2008. BAB 4, Asuhan Keperawatan
Klien dengan Stroke; hal. 58.

18. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.
BAB 9, Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf; hal. 291.
29

19. Qodriani, TK. Hubungan Antara Rasio Kadar LDL/HDL kolesterol dengan
Kejadian Stroke Iskemik Ulang di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret. 2010.

20. Bhalla A, Wang Y, Rudy A, Wolfe CD. Differences in Outcome and Predictors
Between Ischemic and Intracerebral Hemorrhage. American Heart
Association/American Stroke Association. AHA Journal Stroke. 2013; 44:
2174-2181.

21. Peter K. Physical Activity and Cardiovascular Disease Prevention. Canada:


Jones and Bartlett Publishers. 2010. Chapter 8, Epidemiology of
cardiovascular disease; hal. 206-207.

22. Junaidi, I . Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta: Buana Ilmu Populer.
2000.

23. Welin L, Svardsudd K, Wilhelmsen L, Larsson B, Tibblin G. Analysis

of Risk Factors for Stroke in A Cohort Of Men Born In 1913. N Engl

J Med. 1987; 317: 521-526.

24. Kiely DK, Wolf PA, Cupples LA, Beiser AS, Myers RH. Familial Aggregation
of Stroke: The Framingham Study. Stroke. 1993; 24: 1366-1371.

25. Russel R. Atheroclerosis an inflammatory disease. N Engl J Med. 1999;


340(2): 115-126.
26. Adnan IQ. Acute Hypertensive Response in Patients With Stroke
Pathophysiology and Management. American Heart Association. Circulation.
2008; 118: 176-187.

27. Broderick J, Sander C, Edward F, Daniel H, Carlos K, Derk K, et al.


Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in
Adults. American Heart Association/American Stroke Association. AHA
Journal Stroke. 2007; 38: 2001-2023.

28. Leonardi JB, Phillips SJ, Bath PM, Sandercock PA. Blood Pressure and
Clinical Outcomes in the International Stroke Trial. American Heart
Association/American Stroke Association. AHA Journal Stroke. 2002; 33:
1315-1320.
30

29. National Institute of Health. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure, USA. US Departement of Health and Human Services,
August 2004.

30. Lukovits TG, Mazzone TM, Gorelick TM. Diabetes Mellitus and
Cerebrovascular Disease. Pub Med. Neuroepidemiology. 1999; 18(1): 1-14.

31. Jieli C, Xu C, Alex Z, Yisheng C, Cynthia R, Michael C. White Matter


Damage and the Effect of Matrix Metalloproteinases in Type 2 Diabetic Mice
After Stroke. Pub Med. Stroke. 2011; 42(2): 445–452.

32. American Heart Association/American Stroke Association. Atherosclerosis


and Stroke. 2014. [dikutip pada tanggal 19 November 2014]. Diakses dari:
http://www.strokeassociation.org

33. Brenner D, Labreuche J, Pico F, Scheltens P, Poirier, Cambien F, et al. The


renin-angiotensin-aldosterone system in cerebral small vessel disease. J
Neurol. 2008; 255(7): 995-1000.

34. Newman, MF, Fleisher, LA, Fink, MP. Perioperative Medicine: Managing for

Outcome. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. Chapter 8, Central nervous


system risk assessment; hal. 72.

35. Aminoff, MJ. Neurology and General Medicine. New York: Churchill
Livingstone; 2008. Chapter 61, Stroke is a complication of general medical
disorder; hal. 1172.
36. Misnadiarly. Rematik: Asam Urat - Hiperurisemia, Arthritis Gout.

Jakarta: Pustaka Obor Populer. 2007. Asam Urat; hal. 10.

37. Kim SY, Guevara JP, Ki KM, Choi HK, Heitjan DF, Albert DA, et al.
Hyperuricemia and risk of stroke: A systematic review and meta-analysis.
American College of Rheumatology. 2009; 61(7): 885–892.

38. Danesh J, Lewington S, Thompson SG, Lowe GD, Collins R, Kostis JB, et al.
Plasma fibrinogen level and the risk of major cardiovascular diseases and
nonvascular mortality: an individual participant meta-analysis. In JAMA: the
journal of the American Medical Association. 2005; 294(14): 1799-1809.
31

39. Maas MB, Safdieh JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16

40. Garland A, Fransoo R, Olafson K, et al. The Epidemiology and Outcomes of


Critical Illness in Manitoba. Manitoba Centre for Health Policy, University of
Manitoba. 2012 [updated 2012 Apr; cited 2014 Feb 23]. Available from:
http://mchpappserv.cpe.umanitoba.ca/deliverablesList.html.

41. Zazulia A. Critical Care Management of Acute Ischemic Stroke [internet].


2009:15[cited 2015 Jan 20]. Available from: American Academy of
Neurology.

42. Antara A. Tatalaksana Stroke Pra Rumah Sakit: “Time Is Brain”. 2006. [cited

2018 July 29]. Available from

:/http://rsud.karangasemkab.go.id/artikel/Tatalaksana_Stroke_Iskemik_Pre_H
ospital.pdf
Pemaro menderita kelumpuhan atau
n
kematian.

PENYULUHAN
Stroke adalah suatu
STROKE

keadaan yang timbul


karena

gangguan peredaran
darah

di otak yang
menyebabkan

terjadinya kematian
Oleh : jaringan

dr. Candra CG
otak sehingga

mengakibatkan
seseorang
Puskesm
as
- Merokok
Faktor Risiko Yang Tidak
Dapat Diubah - KB pil

- Jenis kelamin

- Usia

- Ras
Stroke terdiri dari 2 macam :

- Genetik

- Stroke Iskemik
Faktor Risiko Yang Dapat
disebabkan oleh sumbatan Diubah
pada pembuluh darah otak

- Hipertensi
- Stroke Hemoragik

- Diabetes mellitus
disebabkan karena

- Kolesterol tinggi
pembuluh darah di otak

- Obesitas
pecah
Gambaran Klinis Stroke : 1. Gagal nafas

1) Kelemahan tiba-tiba pada wajah,


2. Pneumonia
lengan, atau tungkai salah satu sisi
tubuh
3. ISK
2) Mati rasa pada wajah, lengan
atau tungkai salah satu sisi
4. DVT
tubuh

3) Kesulitan berbicara atau


memahami pembicaraan

4) Kesulitan melihat dengan satu


mata atau kedua mata

5) Kesulitan berjalan, pusing


berputar, hilang keseimbangan

6) Sakit kepala berat mendadak tanpa


penyebab jelas, dan hilang kesadaran
atau

pingsan.

Komplikasi Stroke :
- Catat waktu serangan

- Idealnya pasien stroke sudah mendapatkan tata laksana dalam


tiga jam sejak gejala pertama dikenali.

Penanganan Pra Rumah Sakit :

1. Mengenali tanda-tanda stroke

2. segera panggil
ambulans gawat darurat

3. Yang harus diperhatikan :

- Jangan terlambat membawa


ke rumah sakit yang tepat.

- Jangan memberikan cairan


n pola dan gaya hidup
Pencegahan : sehat

2. Mengonsumsi makanan
1. T
yang bergizi
e
r
3. Hindari makanan yang banyak
a
mengandung garam, yang
p diawetkan, dibakar,bahan
k makanan yang mangandung
a bahan pengawet

4. Olahraga secara teratur

5. Hindari stress

6. Rutin secara berkala ke


puskesmas atau ke dokter
7. Lakukan gerakan rutin pada
kedua tangan dan kaki

You might also like