You are on page 1of 3

2.

Mekanisme kerja dan neurokimiawi (2)


Amfetamine adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak langsung dengan aktivitas
sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip dengan katekolamin endogen seperti epinefrin,
norepinefrin dan dopamin. Efek alfa dan beta adrenergik disebabkan oleh keluarnya
neurotransmiter dari daerah presinap. Amfetamine juga mempunyai efek menghalangi re-uptake
dari katekolamin oleh neuron presinap dan menginhibisi aktivitas monoamine oksidase, sehingga
konsentrasi dari neurotransmitter cenderung meningkat dalam sinaps.
Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf pusat dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine
yaitu dopamin, norepinefrin dan serotonis atau ketiganya dari tempat penyimpanan pada presinap
yang terletak pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim
monoamine oxidase (MAO) pada ujung presinaps saraf.

Dari beberapa penelitian pada binatang diketahui pengaruh amfetamine terhadap ketiga biogenik
amin tersebut yaitu: (2)

Dopamin
Amfetamine menghambat re uptake dan secara langsung melepaskan dopamin yang baru disintesa.
Pada penelitian didapatkan bahwa isomer dekstro dan levo amfetamine mempunyai potensi yang
sama dalam menghambat up take dopaminergik dari sinaptosom di hipothalamus dan korpus
striatum tikus.

Norepinefrin
Amfetamine memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan pelepasan morepinefrin baru,
penambahan atau pengurangan karbon diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek
amfetamine pada pelepasan re uptake norepinefrin.

Serotonin
Secara umum, amfetamine tidak mempunyai efek yang kuat pada sistem serotoninergik. Menurut
Fletscher p-chloro-N-metilamfetamin mengosongkan kadar 5 hidroksi triptopfan (5-HT) dan 4
hidroksiindolasetik acid (5-HIAA), sementara kadar norepinefrin dan dopamine tidak berubah. Hasil
yang sama dilaporkan juga oleh Fuller dan Molloy, Moller Nielsen dan Dubnick bahwa devirat
amfetamine dengan electron kuat yang menarik penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi
sistim serotoninergik.
Aktivitas susunan saraf pusat terjadi melalui kedua jaras adrenergic dan dopaminergik dalam otak
dan masing-masing menimbulkan aktivitas lokomortor serta kepribadian stereotopik. Stimulasi pada
pusat motorik di daerah media otak depan (medial forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar
norepinefrin dalam sinaps dan menimbulkan euforia serta meningkatkan libido. Stimulasi pada
ascending reticular activating system (ARAS) menimbulkan peningkatan aktivitas motorik dan
menurunkan rasa lelah. Stimulasi pada sistim dopaminergik pada otak menimbulkan gejala yang
mirip dengan skizifrenia dari psikosa amphetamine.

III. PATOFISIOLOGI (2,5)

Penggunaan amfetamine kronis dan dosis tinggi menimbulkan perubahan toksik secara patofisiologi.
Efek toksik penggunaan amfetamine kronis dengan dosis tinggi terhadap:
a. Otak
Penggunaan amfetamine secara kronis dengan dosis tinggi akan menginduksi perubahan toksik pada
sistim monoaminergik pusat. Seiden dan kawan-kawan melakukan penelitian pada kera dengan
menyuntikkan sebanyak 8 kali/hari (dosis 3-6,5 mg/kg) selama 3-6 bulan. Setelah 24 jam pemberian
dosis terakhir memperlihatkan kekosongan norepinefrin pada semua bagian otak (pons, medula,
otak tengah, hipothalamus dan korteks frontal). Setelah 3-6 bulan suntikan terakhir, norepinefrin
masih tetap rendah di otak tengah dan korteks frontal. Sedangkan pada hipothalamus dan pons
kadar norepinefrin sudah meningkat.
Kadar dopamin terdepresi hanya pada darah, bagian otak lain tidak terpengaruh. Kondisi toksik
amfetamine ini juga mempengaruhi sistim serotoninergik, hal ini diperlihatkan dengan perubahan
aktivitas triptophan hidroksilase terutama pada penggunaan fenfluramin. Rumbaugh melaporkan
pada pemakaian amfetamine kronis dengan dosis tinggi mempengaruhi vaskularisasi otak. Penelitian
pada kera yang diberi
injeksi metamfetamin selama 1 tahun menunjukkan perubahan yang luas dari arteriola kecil dan
pembuluh kapiler. Selanjutnya dapat terjadi hilangnya sel neuron dan berkembangnya sel-sel glia,
satelit dan nekrohemorrhage pada serebelum dan hypothalamus.

b. Perifer
Efek yang menonjol adalah terhadap kerja jantung. Katekolamin mempengaruhi sensitivitas
miokardium pada stimulus ektopik, karena itu akan menambah resiko dari aritmia jantung yang
fatal. Efek perifer yang lain adalah terhadap pengaruh suhu (thermo-regulation). Amfetamine
mempengaruhi pengaturan suhu secara sentral di otak oleh peningkatan aktivitas hipothalamus
anterior. Penyebab kematian yang besar pada toksisitas amfetamine disebabkan oleh hiperpireksia.
Mekanisme toksisitas dari amfetamine terutama melalui aktivitas sistim saraf simpatis melalui
situmulasi susunan saraf pusat, pengeluaran ketekholamin perifer, inhibisi re uptake katekholamine
atau inhibisi dari monoamine oksidase. Dosis toksik biasanya hanya sedikit diatas dosis biasa.
Amfetamine juga merupakan obat/zat yang sering disalahgunakan.

Efek amfetamine yang berhubungan dengan penyalahgunaan dapat dibedakan dalam 2 fase: (2)

- Fase awal
Selama fase ini efek akut dari amfetamine ditentukan oleh efek farmakologinya (pelepasan dopamin)
dan akan menimbulkan:
o Euforia
o Energi yang meningkat
o Menambah kemampuan bekerja dan interaksi sosial
Efek ini timbul sesaat setelah mengkonsumsi

- Fase konsilidasi
Konsumsi yang lama dan intermiten, membuat individu akan meningkatkan dosis untuk
mendapatkan efek yang lebih besar. Pada pemakaian yang terus-menerus individu akan
meningkatkan frekuensi dan dosis zat untuk merasakan flash atau rush dari penggunaan
amfetamine.
Selama masa transisi penggunaan dosis tinggi, individu menggunakan amfetamine yang bereaksi
cepat, yaitu secara intravena atau dihisap. Pada fase ini individu mulai binge, yaitu pemakaian zat
secara berulangulang sesuai frekuensi perubahan mood. Binge ini dapat berlangsung dalam 12-18
jam tetapi dapat lebih panjang lagi mencapai 2 sampai 3 atau bahkan 7 hari.

You might also like