You are on page 1of 9

DEPRESI (GANGGUAN AFEKTIF)

A. Definisi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan
sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi
dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Depresi
merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan
mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau
nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi

B. Epidemiologi
Populasi dewasa dengan depresi sangat berbeda dari populasi dewasa tanpa gejala
depresi. Populasi dengan depresi terdiri dari dewasa muda dengan jumlah yang cukup
besar, wanita, dan single serta seseorang dengan pendapatan rendah, dibandingkan
dengan populasi tanpa depresi. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi
meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan
gender saat anak-anak 1:1, dengan peningkatan resiko depresi pada wanita setelah
pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2. Hal ini berhubungan
dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan estradiol dan testosteron
saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang berhubungan dengan perkembangan
kedewasaan pada wanita. 7 Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44
tahun, dan puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah
keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup pada wanita lebih
tinggi, kematian pasangan mungkin juga menyebabkan angka yang tinggi untuk
wanita tua mengalami depresi.
C. Etiologi
1. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-pasien den
gangangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine neurotransmitter
seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin merupakan teori utama yang
menyebabkan gangguan

2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
a) Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan penelitian
dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor 2
adrenergik dan penurunan respon α terhadap antidepressan berperan dalam terjadinya
gangguan depresi
b) Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan depres, dan
beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau megakhiri hidupnya mempunyai
kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar serotonin yang rendah dan
konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada platelet . Penggunaan obat-obatan
yang bersifat serotonergik pada pengobatan depresi dan efektifitas dari obat-obatan
tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu teori yang berkaitan antara gangguan
depresi dengan kadar serotonin
c) Gangguan neurotransmitter lainnya
Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada
korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan
yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine neurotransmitter.
Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan prekursor untuk pembentukan
Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien yang menderita gangguan depresi
d) Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam gangguan
mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-
hormon penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi
fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam
mengungkapkan perasaan senang. 3 komponen penting dalam sistem neuroendokrin
yaitu : hipotalamus, kelenjar pituitari, dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam
feedback biologis yang secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks
serebral
e) Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan,
positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI) telah
menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan gangguan mood.
Area-area tersebut adalah korteks prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior,
dan amygdala. Adanya reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray
matter pada korteks prefrontal, secara partikular pada bagian kiri, ditemukan pada
individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar

D. Faktor Resiko
 Jenis Kelamin
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang mengatakan
bahwa perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan faktor psikososial
berperan penting dalam gangguan depresi mayor ini
2. Umur
Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap
populasi mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7% mengalami
gangguan mood sebelumnya.
E. Diagnosis
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III
a. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
 Afek depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraanBerkurang energi yang menuju
meningkatnya
 keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan aktivitas menurun.
b. Gejala lainnya :
 Konsentrasi dan perhatian kurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Gangguan tidur
 Nafsu makan berkurang
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang kurangnya dua minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
d. Kategori diagnosis episode depresif ringan , sedang, dan berat hanya digunakan
untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasi pada salah satu diagnosis gangguan depresi berulang.
1) Episode Depresif Ringan
Pedoman diagnosis:
 Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti
tersebut diatas
 Ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya
 Tidak boleh ada gejala yang berat
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar dua
minggu
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
 Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik
2) Episode Depresi Sedang
Pedoman diagnosis :
 Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada
episode ringan
 Ditambah sekurang-kurangnya ada tiga (dan sebaiknya empat) dari gejala
lainnya
 Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar dua minggu
 Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga
 Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik
3) Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnosis :
 Semua gejala utama depresi harus ada
 Ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnyadan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
 Bila ada gejala penting (misalya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejala secara rinci. Sehingga penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
 Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang- kurangnya dua
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari
dua minggu
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

4) Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Pedoman diagnosis :
 Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut episode depresif berat
tanpa gejala psikotik
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
memperlihatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran atau daging busuk.
 Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan secara biologis
a. Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi dengan mekanisme
mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di sinaps atau dengan cara
megubah reseptor-reseptor dari neurotransmitter norephinefrin dan seroonin. Obat ini
sangat efektif, terutama dalam mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60%
pada individu yang mengalami depresi. Tricyclic antidepressants yang sering
digunakan adalah imipramine, amitryiptilene, dan desipramine
b. Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah Monoamine
Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors menigkatkan ketersediaan neurotransmitter
dengan cara menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim yang
normalnya akan melemahkan atau mengurangi neurotransmitter dalam sambungan
sinaptik MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic Antidepressants tetapi lebih jarang
digunakan karena secara potensial lebih berbahaya
c. Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related Drugs
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan Tricyclic
Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek yang lebih langsung dalam
mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI lebih cepat mengobati gangguan
depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien yang menggunakan
obat ini akan mendapatkan efek yang signifikan dalam penyembuhan dengan obat ini.
Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih
aman digunakan dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan yang keempat SSRI
juga efektif dalam pengobatan gangguan depresi mayor yang disertai dengan
gangguan lainnya seperti: gangguan panik, binge eating, gejala-gejala pramenstrual
d. Terapi Elektrokonvulsan
Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari pengobatan biologis.
ECT bekerja dengan aktivitas listrik yang akan dialirkan pada otak. Elektroda-
elektroda metal akan ditempelkan pada bagian kepala, dan diberikan tegangan sekitar
70 sampai 130 volt dan dialirkan pada otak sekitarsatu setengah menit. ECT paling
sering digunakan pada pasien dengan gangguan depresi yang tidak dapat sembuh
dengan obat-obatan, dan ECT ini mengobati gangguan depresi sekitar 50%-60%
individu yang mengalami gangguan depresi

2. Pengobatan secara psikologikal

a. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time limited yang berfokus
pada penanganan struktur mental seorang pasien. Struktur mental tersebut terdiri ;
cognitive triad, cognitive schemas, dan cognitive errors
b. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien dengan gangguan depresi
dengan cara membantu pasien untuk mengubah cara pikir dalam berinteraksi denga
lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam jangka
waktu yang singkat, sekitar 12 minggu.

c. Terapi Interpersonal
Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal
seorang individu, yang dapat memicu terjadinya gangguan mood Terapi ini berfungsi
untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami gangguan, dan para terapis
dan pasien saling bekerja sama untuk menangani masalah interpersonal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1 Sadock BJ, Sadock VA, 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis edisi2.EGC, Jakarta.
2 Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit
FKUI, Jakarta.
3 Ganong, W. F., 2000. Fisiologi Kedokteran, terjemahan Adrianto, P.,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4 Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih
bahasa:
5 Setiawan, I. dan Santoso, A., Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta
6 Mardjono,M.2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
7 Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.
8 Japardi, Iskandar.2002. Gangguan Tidur. Fakultas USU.

You might also like