You are on page 1of 17

SEPSIS

1. DEFINISI SEPSIS
Sepsis adalah sindrom klinik oleh karena reaksi yang berlebihan dari respon dari respon
imun tubuh yang distimulasi mikroba/bakteri baik dari dalam dan luar tubuh. Dipandang
dari imunologi sepsis adalah reaksi hiperreaktivitas. Definisi untuk sepsis dan gagal
organ serta petunjuk penggunaan terapi inovatif pada sepsis berdasarkan Bone et al.
Systemic inflamatory Respone Syndrome adalah pasien yang memiliki dua atau lebih
sebagai berikut:
1. Suhu >38oC atau < 36 oC
2. Denyut Jantung > 90 denyut/menit
3. Respirasi > 20/menit atau Pa CO2 < 32 mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau 10 % sel imatur (band)

Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan
positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak harus positif .
Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri,
tidak harus terdapat bakteremia (keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan
darah).

2. ANGKA KEJADIAN SEPSIS


1. Sepsis adalah salah satu alasan paling umum untuk masuk unit ICU di seluruh dunia
2. Selama dua dekade terakhir, kejadian sepsis di Amerika Serikat telah tiga kali lipat
dan sekarang merupakan penyebab utama kematian kesepuluh.
3. Pasien rwat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2009 sebanyak 28.385 orang
4. Total pasien yang meninggal 2.288 orang atau 8,06% dari jumlah total pasien rawat
inap.
5. Penderita sepsis 597, angka kejadian sepsis di RSUD dr. Moewardi 2,1%
3. DERAJAT SEPSIS
1. SIRS ditandai dengan ≥ 2 gejala sbb:
- Hipertermia/hipotermia (>38,3oC/ < 35,6 oC)
- Takipneu (resp >20/mnt)
- Takikardi (pulse >100/mnt)
- Leukositosi >12000/mm atau Leukopenia < 4000/mm
- Sel imatur > 10%
2. SEPSIS
Infeksi disertai SIRS
3. SEPSIS BERAT
Sepsis yang disertai MODS/MOF (Multiple organ disfungsi syndrome/ Multi organ
Failure), hipotensi, oliguri bahkan anuri
4. Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan hipotensi (tek.sistolik < 90 mmHg atau penurunan tek sistolik > 40
mmHg)
5. Syok Septik
Syok septik adalah sibset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan dan disertai
hipoperfusi jaringan.
Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria dan perubahan akut pada status mental. Pada
International Sepsis Definition Conference (ISDC) (2001) menambahkan beberapa
kriteria diagnosis baru dari yang sebelumnya untuk sepsis. Dimana bagian yang
terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekular yaitu PCT dan CRP,
sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah
implementasi dari suatu sistem tingkatan Predisposition, Insult Infection, Response,
and Organ Disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum
berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan resiko yang individual.
Gambar 1. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ
pada sepsis (PIRO)

4. ETIOLOGI SEPSIS
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan presentase 60-70%
kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun yang
terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Sel tersebut akan terpacu untuk
melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah
lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan
komponen utama membran terluar dari bakteri gram positif. LPS merangsang peradangan
jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid S dalam LPS
bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci,
Streptococci dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka
kejadian 20% sampai 40% dari keseluruhan kasus, Selain itu jamut oportunistik, virus
(Dengue dan Herpes) atau protozoa dilaporkan dapat menyebabkan sepsi, walaupun
jarang. Peptidoglikan merupakan komponen dinsing sel dari smeua kuman, pemberian
infus substansi ini pada binatang akan memberikan gejala mirip pemberian endotoksin.
Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin yang
dihasilkan oleh berbagai macam kuman, misalnya alfa hemolisin (S. aureus, E.coli
haemolisin (E.coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.
Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif
dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanya. LPS dapat langsyng mengaktifkan
sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala
septikemia, LPS sendiri tidak mempunyai sipat toksiskm tetapi merangsang pengeluaran
mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan
polipeptida yang disebut faktor nekrosis tumor dan interleukin, IL-6 dan IL-8 merupakan
mediator kunci da sering meningkat sangat tinggi pada penderita imunocompromise yang
mengalami sepsis.
5. PATOFISIOLOGI SEPSIS
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang berat. Hal ini
dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan berlangsung terus menerus
dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena proses ini menggambarkan penyebaran
infeksi melalui pembuluh darah dan dikatakan peradangan karena semua tanda respon
sepsis adalah perluasan dari peradangan biasa. Ketika jaringan terinfeksi, terjadi
stimulasi perlepasan mediator-mediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin
terbagi dalam proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti
TNF, IL-1,interferon γ yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-
reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau
represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan
untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan.
Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas menjadi
respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial, disfungsi
mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi dan kerusakan organ
akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari kelebihan respon antiinfalmasi
adalah alergi dan immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain
sehingga menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang merusak.
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika bakteri gram
negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan
lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah
penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar
didalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi
dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator. Jika penyebabnya adalah
bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka dapat berperan sebagai superantigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing
cell yang kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility
Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1
dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor. Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi
terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1
yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF
(Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4,
IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-
1β yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel
endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan
merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan
neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang
beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga
endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa
superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga
mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan
terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah
menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan
organ multipel. Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8,
IL-6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi
pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil
metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam
amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan
dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan
mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan melebihi batas
kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri
sehingga menambah kerusakan jaringan dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang
meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.
6. GEJALA KLINIS
Umumnya klinis pada sepsis tidak spesifik, biasanya hanya didahului oleh tanda-tanda
non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise,
gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru-paru,
traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan sistem saraf pusat. Gejala
sepsis tersebut akan semakin berat pada pendeita usia lanjut, penderita diabetes, kanker,
gagal organ utama yang sering diikuti dengan syok.

7. DIAGNOSIS
Pengenalan dini dan teliti dari tanda dan gejala sepsis diharuskan dalam
penerimaan pasien. Faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, ras, status
imunocompromised dan pemakaian alat-alat invasif atau kondisi lain yang dapat
menyebabkan kolonisasi bakteri. Temuan klinis dan laboratorium sangat penting. Demam
adalah salah satu tanda infeksi walaupun hipotermia dapat terjadi pada pasien-pasien
tertentu. Tanda-tanda nonspesifik lainnya seperti takipneu dan hipotensi sebaiknya juga
diperiksa. Penyebab infeksi juga dicari dengan pemeriksaan klinis yang cermat dan dapat
dilengkapi dengan pemeriksaan x-ray, CT scan, USG atau yang lainnya. Adanya
gangguan organ dan beratnya gangguan juga harus diperiksa.
DATA LABORATORIUM
8. TERAPI

Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari organisasi
internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci berdasarkan evidence-based
dan rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis dan syok septik. Penanganan berdasarkan
SSC:
1. Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)
Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam setelah pasien
didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi sebelum pasien masuk di
ICU. Identifikasi awal dan resusitasi yang menyeluruh sangat mempengaruhi outcome.
Dalam 6 jam pertama “Golden hours” merupakan kesempatan yang kritis pada pasien.
Resusitasi segera diberikan bila terjadi hipotensi atau peningkatan serum laktat >
4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga mencakup
pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab infeksi.
Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi cairan tidak
dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka dapat diberikan
vasopressor. Target terapi CVP 8-12mmHg, MAP ≥ 65mmHg, produksi urin ≥ 0,5
cc/kg/jam, oksigen saturasi vena kava superior ≥ 70% atau saturasi mixed vein ≥ 65%.
Terapi Inotropik dan Pemberian PRC
Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infus cairan dan/atau pemberian PRC
dapat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30% diinginkan untuk menjamin oxygen delivery.
Meningkatkan cardiac index dengan pemberian dobutamin sampai maksimum 20ug/kg/m
dapat dipertimbangkan seperti pada tabel 2.
Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian
antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti bahwa
pemberian antibiotik yang adekuat dalam jam pertama resusitasi mempunyai korelasi
dengan mortalitas.
Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi
Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi
dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen
jaringan nekrotik atau melepas alat yang potensial terjadi infeksi.

2. Sepsis Management Bundle (24 h bundle)


Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon terhadap hemodinamik
pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis rendah (<300mg/hari) dapat
dipertimbangkan pada pasien syok septik dengan hipotensi yang tidak respon terhadap
resusitasi cairan dan vasopressor.
Ventilasi Mekanik
Lung Protective strategies untuk pasien dengan ALI/ARDS yang menggunakan
ventilasi mekanik sudah diterima secara luas. Volume tidal rendah (6cc/kg) dan batas
plateau pressure ≤ 30 cmH2O diinginkan pada pasien dengan ALI/ARDS. Pola
pernapasan ini dapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia permisif. Pemberian PEEP
secara titrasi dapat dicoba untuk mencapai sistem pernapasan yang optimal.
Kontrol Gula Darah
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di ICU dengan
menggunakan terapi insulin intensif. Peneliti menemukan target GD < 180mg/dl
menurunkan mortalitas daripada target antara 80-108mg/dl. Banyaknya episode
hipoglikemia ditemukan pada kontrol GD yang ketat. Rekomendasi SSC adalah
mempertahankan gula darah < 150 mg/dl.
Recombinant Human-Activated Protein C (rhAPC)
Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko kematian yang
rendah atau pada anak-anak. SSC merekomendasikan pemberian rhAPC pada pasien
dengan risiko kematian tinggi (APACHE II ≥ 25 atau gagal organ multipel).
Pemberian Produk Darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 g/dl. Direkomendasikan
target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis dewasa. Tidak menggunakan FFP untuk
memperbaiki hasil laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal kecuali
ditemukan adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif. Pemberian trombosit
dilakukan bila hitung trombosit < 5000/mm3 tanpa memperhatikan perdarahan.
9. KOMPLIKASI

1. MODS (disfungsi organ multipel)


Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan perfusi jaringan
yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan fungsi ginjal dimana
pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam pathogenesis ini.

Gambar 9. Sepsis menyebabkan MODS 16

Gambar 3. MODS karena sepsis


2. KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata)
Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata disebabkan oleh
faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah dijelaskan pada patogenesis
sepsis diatas.
a. Disungsi hati dan jantung, neurologi
b. ARDS
Kerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran darah kapiler
dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan edema interstitial dan
alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam mirosirkulasi paru menyebabkan kerusakan
pada membran kapiler alveoli. Edema pulmonal akan mengakibatkan suatu hipoxia arteri
sehingga akhirnya akan menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome.

Gambar 11. Patofisiologi sepsis menyebabkan ARDS

o Gastrointestinal :
Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan terpasang
intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam saluran
pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia nosokomial
akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat menyebabkan penekanan
pada barier normal dari usus, yang akan menyebabkan bakteri dalam usus
translokasi ke dalam sirukulasi (mungkin lewat saluran limfe).

o Gagal ginjal akut


Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal. vaskular dan
sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang
menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal.
Gambar 4. Patogenesis sepsis
menyebabkan gagal ginjal akut

o Syok septik
o Sepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah dilakukan
terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi
perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi
jaringan sehingga terjadi hipovelemia relatif.
Hipotensi disebabkan karena Endotoksin dan sitokin (khususnya IL-1, IFN-γ, dan
TNF-α) menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang menginduksi influx kalsium ke dalam
sitoplasma sel endotel, kemudian berinteraksi dengan kalmodulin membentuk NO dan
melepaskan Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF) yang meyebabkan
hiperpolarisasi, relaksasi dan vasodilatasi otot polos yang diduga menyebabkan hipotensi.
SUMBER
Setiati, Siti dkk. 2014. Buku ajar penyakit dalam jilid I edisi 4. Interna Publishing;Jakarta.

You might also like