You are on page 1of 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teoritis


2.1.1 Teori Sinyal
Informasi merupakan suatu dasar bagi seorang investor untuk dapat

mengambil keputusan. Informasi menjadi sangat berharga ketika informasi

tersebut bersifat handal dan cepat sehingga para investorpun akan mampu

membuat keputusan dengan tepat. Semua informasi yang dilempar oleh

perusahaan akan ditangkap oleh para investor dengan cepat, baik informasi

tersebut bersifat buruk (bad news) ataupun informasi yang bersifat baik (good

news).
Menurut Maria Immaculatta (2006) kualitas keputusan investor

dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporan

keuangan. Kualitas informasi tersebut bertujuan untuk mengurangi asimetri

informasi yang timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan

prospek perusahaan di masa mendatang dibanding pihak eksternal perusahaan.

Teori signal juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (prinsipal),

dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan

kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-

pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang

disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain

yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan (Jama’an, 2008).


2.1.2 Efficient Market Hypothesis (EMH)
Pasar modal yang efisien dapat berupa efisiensi dalam operasional, dimana

pasar beroperasi dengan biaya rendah. pasar modal efisien dalam hal alokasi,

dimana sumber daya dialokasikan pada tempat yang memiliki return yang tinggi,

1
pasar modal efisien dalam hal informasi, dimana harga bergerak mencerminkan

semua informasi yang tersedia.


Telah banyak orang yang melakukan penilitian dan mencoba merumuskan

konsep pasar efisien. Dalam perkembangannya, definisi pasar efisien didasarkan

pada beberapa variabel yang berbeda-beda. Variabel itu antara lain: nilai instrinsik

sekuritas, akurasi harga sekuritas (Fama), distirbusi informasinya (Beaver), dan

proses dinamik (Jones).


Pasar efisien berdasarkan nilai intrinsik sekuritas berhubungan dengan

informasi laporan keuangan yang berasal dari praktek analis sekuritas yang

mencoba menemukan sekuritas-sekuritas dengan harga yang kurang benar

(mispriced). Sekuritas:sekuritas yang dianggap kurang benar (mispriced)

merupakan sekuritas-sekuritas yang harganya menyimpang dari nilai intrinsiknya

atau nilai fundamentalnya. Untuk konteks seperti ini,maka efisiensi pasar (market

efficiency) diukur dari seberapa jauh harga-harga sekuritas menyimpang dari nilai

intrisiknya (Beaver, 1989). Dengan demikian suatu pasar yang efisien menurut

konsep ini dapat didefinisikan sebagai pasar yang nilai-nilai sekuritasnya tidak

menyimpang dari nilai-nilai intinsiknya.


Pasar efisien berdasarkan akurasi harga sekuritas jika harga-harga sekuritas

mencerminkan secara penuh informasi yang tersedia. Pasar efisien berdasarkan distribusi

informasinya jika dan hanya jika harga-harga sekuritas bertindak seakan-akan

setiap orang mengamati sistem informasi tersebut. Pasar dikatakan efisien dalam

proses dinamik jika mempertimbangakan distribusi informasi yang tidak simetris

dan menjelaskan bagaimana harga-harga akan menyesuaikan karena informasi

tidak simetris tersebut.

2
Jogiyanto (2000) meninjau efisiensi pasar modal dari dua segi, yaitu segi

ketersediaan informasi saja atau dari segi dari kecanggihan para pelaku pasar

modal dalam mengambil keputusan. Menurutnya pasar efisien yang ditinjau dari

sudut informasi saja disebut dengan informationally efficient market, sedangkan

pasar efisien yang ditinjau dari sudut kecanggihan pelaku pasar dalam

pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang tersedia disebut dengan

decisionally efficient market. Ide dari pengujian pasar yang efisien dituangkan

dalam suatu hipotesis yang disebut dengan hipotesis pasar efisien atau efficient

market hypothesis (EMH).

2.1.3 Mengapa Pasar bisa menjadi efisien


Membahas pasar efisien, pasti menimbulkan pertanyaan mengapa harus

ada konsep pasar efisien dan mungkinkah pasar efisien ada dalam kehidupan

nyata. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kondisi-kondisi berikut idealnya

harus terpenuhi (Gumanti, 2002):


1. Banyak terdapat investor rasional dan berorientasi pada maksimisasi

keuntungan yang secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis,

menilai, dan berdagang saham. Investor- investor ini adalah price taker,

artinya pelaku itu sendiri tidak akan dapat mempengaruhi harga suatu

sekuritas.
2. Tidak diperlukan biaya untuk mendapatkan informasi dan informasi

tersedia bebas bagi pelaku pasar pada waktu yang hampir sama (tidak jauh

berbeda).
3. Informasi diperoleh dalam bentuk acak, dalam arti setiap pengumuman

yang ada di pasar adalah bebas atau tidak terpengaruh dari pengumuman

yang lain.

3
4. Investor bereaksi dengan cepat dan sepenuhnya terhadap informasi baru

yang masuk di pasar, yang menyebabkan harga saham segera melakukan

penyesuaian.

Kondisi-kondisi di atas mungkin terkesan kaku atau akan sulit untuk dapat

dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari. Harus diakui bahwa akan sulit sekali untuk

mewujudkan kondisi sebagaimana diatas. Walaupun demikian perlu

dipertimbangkan seberapa dekat kondisi-kondisi tersebut dengan kenyataan yang

ada di pasar satu per satu. Investor pasti senantiasa memperhatikan pergerakan

harga di pasar. Artinya, baik investor individual maupun institusi mengikuti

pergerakan pasar tiap saat secara seksama, dan selalu siap untuk melakukan

traksaksi beli atau jual manakala menurut perhitungan akan didapat hasil yang

menguntungkan. Dengan kata lain, investor yang secara cepat dapat mengetahui

potensi adanya nilai tambah akan dapat memperoleh keuntungan dengan

menggunakan pilihan strategi yang tepat.


Walaupun untuk mendapatkan informasi diperlukan pengorbanan (tidak

gratis), untuk institusi di dunia bisnis, pencarian berbagai jenis informasi sudah

merupakan sesuatu yang biasa dan urusan biaya adalah sesuatu yang wajar dan

banyak pelaku lain yang memperolehnya secara gratis (walaupun mungkin

investor dikenai biaya broker atau jasa lainnya). Informasi yang ada dapat dengan

mudah diperoleh dan hampir setiap saat sama seperti halnya informasi yang

disampaikan lewat radio, televisi, atau alat komunikasi khusus yang tersedia bagi

investor yang rela untuk membayar untuk mendapatkannya. Fleksibilitas dan

4
bervariasinya sumber dan jenis informasi memungkinkan investor untuk

mendapatkan informasi secara gratis.


Informasi diperoleh dalam bentuk acak dan bebas yang setiap saat dapat

muncul. Artinya, hampir semua investor tidak dapat memprediksi kapan

perusahaan akan mengumumkan perkembangan baru yang penting, kapan perang

akan terjadi, kapan pemogokan tenaga kerja akan terjadi, kapan nilai tukar mata

uang akan turun atau naik, atau kapan pemimpin negara akan mengalami serangan

jantung dan mati mendadak. Walaupun ada ketergantungan terhadap beberapa

informasi sepanjang waktu, tetap saja bahwa pengumuman suatu peristiwa,

misalnya adanya corporate actions, adalah independen dan dapat muncul setiap

saat, dengan kata lain acak.


Bila kondisi keempat terpenuhi, jelas bahwa hasil yang dapat diduga

adalah investor akan dengan segera melakukan penyesuaian setiap saat ada

informasi baru masuk ke pasar.

Lagi pula, perubahan harga adalah independen dan tidak terpengaruh oleh

harga yang lain dan harga bergerak dalam bentuk acak (random walk). Artinya,

harga hari ini tidak terpengaruh oleh harga kemarin, karena harga yang terbentuk

hari ini terjadi berdasarkan pada informasi baru yang masuk ke pasar dan diterima

di pasar. Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa jika ke empat kondisi ideal

yang disyaratkan terpenuhi, maka terwujudlah suatu pasar efisien.


2.1.4 Bentuk Pasar Efisien

Fama (1970) membagi pengujian efisiensi pasar menjadi tiga kategori

yang dihubungkan dengan bentuk-bentuk efisiensi pasarnya sebagai berikut :

5
1) Efisiensi bentuk lemah (weak form tests), dimana informasi telah dibentuk

dari harga dimasa lalu. Dengan demikian, pada pasar modal yang efisien

dalam bentuk lemah, strategi perdagangan berdasarkan trend atau

hubungan harga historis tidak dapat menghasilkan abnormal return bagi

investor secara konsisten. Harga-harga saham akan memgikuti random

walk, artinya tidak ada korelasi antara perubahan harga yang terjadi.

Harga-harga sekuritas berfluktuasi secara random dan tidak dapat

diprediksi sebelumnya.
2) Efisiensi bentuk setengah kuat (semi-strong tests) yaitu, harga sekuritas

sudah mencerminkan secara jelas semua informasi yang telah tersedia,

misalnya pengumuman pendapatan tahunan, pemecahan saham, dll.

Dengan demikian pada pasar yang efisien dalam bentuk setengah kuat,

semua harga sekuritas sudah mencerminkan informasi masa lalu, sekarang,

dan masa depan yang bisa diperoleh dari informasi-informasi yang

terpublikasi. Informasi yang dipublikasi dapat berupa sebagai berikut :


a) Informasi yang dipublikasikan hanya mempengaruhi harga sekuritas

dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut. Informasi

yang dipublikasikan ini merupakan informasi dalam bentuk

pengumuman oleh perusahaan emiten yang berhubungan dengan

peristiwa yang terjadi di perusahaan emiten. Contoh : pengumuman

pembagian deviden, pengumuman merger dan akuisisi.


b) Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga-harga

sekuritas sejumlah perusahaan. Informasi yang dipublikasikan ini

dapat berupa peraturan pemerintah atau peraturan dari regulator yang

hanya berdampak pada harga-harga sekuritas perusahaan –perusahaan

6
yang terkena regulasi tersebut. Contoh : adanya regulasi untuk

meningkatkan kebutuhan cadangan (reserved requirement) yang harus

dipenuhi oleh semua bank-bank. Informasi ini akan mempengaruhi

secara langsung harga sekuritas tidak hanya sebuah bank, tetapi

mungkin semua emiten di dalam industri perbankan,


c) Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga-harga

sekuritas semua perusahaan yang terdaftar di pasar saham. Informasi

ini dapat berupa peraturan pemerintah atau peraturan dari regulator

yang berdampak pada semua perusahaan emiten. Dalam pasar ini,

pemodal tidak memperoleh abnormal return dengan memanfaatkan

informasi publik ini. Contohnya: peraturan akuntansi untuk

mencantumkan laporan arus kas yang harus dilakukan oleh semua

perusahaan. Regulasi ini akan berdampak pada semua perusahaan.


1) Efisiensi pasar bentuk kuat (strong-form efficiency), yaitu harga-harga

sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang

tersedia termasuk informasi yang privat. Maka tidak ada seorangpun

investor atau grup dari investor yang dapat memperoleh abnormal return

karena mempunyai informasi privat dalam efisiensi pasar bentuk kuat ini.
2.1.5 Anomali Pasar Modal
Meskipun hipotesis pasar efisien telah menjadi satu konsep yang dapat

diterima dibidang keuangan, namun studi selanjutnya mengenai perilaku harga

saham menemukan adanya suatu kejadian atau penyimpangan yang bertentangan

dengan hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah yang menyebabkan return bergerak

menjadi tidak random yaitu anomali pasar. Jones (1996) dalam Jogiyanto (2000)

mendefinisikan anomali pasar sebagai teknik atau strategi yang tampaknya

7
bertentangan dengan pasar efisien dan penyebab dari kejadian itu tidak dapat

dengan mudah dijelaskan.


Beberapa anomali yang menarik perhatian di bidang keuangan, antara lain

dibedakan menjadi empat macam kategori, yaitu : anomali peristiwa atau kejadian

(event anomalies), anomali perusahaan (firm anomalies), anomali akuntansi

(accounting anomalies), anomali musiman (seasonal anomalies).

Tabel 2.1
Jenis Anomali

No Kelompok Jenis Khusus Keterangan

1. Anomali Peristiwa Semakin banyak analis


1. Analysts' merekomendasikan untuk membeli
Recomendation suatu saham, semakin tinggi peluang
harga akan turun.

Semakin banyak saham yang dibeli


oleh insiders, semakin tinggi
2. Insider Trading
kemungkinan harga akan naik.

Harga sekuritas cenderung naik


setelah perusahaan mengumumkan
3. Listings akan melakukan pencatatan saham di
bursa.

4. Value Line Harga sekuritas akan terus naik


setelah Value Line menempatkan
Ratings Changes rating perusahaan pada urutan tinggi.

2. Anomali Perusahaan Return pada perusahaan kecil


cenderung lebih besar walaupun
1. Size
sudah disesuaikan dengan resiko.

Return pada close-end funds yang


2. Closed-end Mutual dijual dengan potongan cenderung
Funds lebih tinggi.

Perusahaan yang tidak diikuti oleh


banyak analis cenderung
3. Neglect
menghasilkan return lebih tinggi.

4. Institutional Perusahaan yang dimiliki oleh sedikit


Holdings institusi cenderung memiliki return

8
yang lebih tinggi.

3. Anomali Akuntansi Saham dengan P/E ratio rendah

1. P/E cenderung memiliki return yang lebih


tinggi.

Saham dengan capaian earnings lebih


tinggi dari yang diperkirakan
2. Earnings Surprise cenderung mengalami peningkatan
harga.

Jika rasionya rendah cenderung


3. Price/Sales
berkinerja lebih baik.

Jika rasionya rendah cenderung


4. Price/Book
berkinerja lebih baik.

Jika yield-nya tinggi cenderung


5. Devidend Yield
berkinerja lebih baik.

Saham perusahaan yang tingkat


6. Earnings pertumbuhan earnings-nya meningkat
Momentum cenderung berkinerja lebih baik.

4. Anomali Musiman Harga sekuritas cenderung naik di


bulan Januari, khususnya di hari-hari
1. January
pertama.

Harga sekuritas cenderung naik pada


2. Week-end hari Jumat dan turun hari Senin.

Harga sekuritas cenderung naik di 45


menit pertama dan 15 menit terakhir
3. Time Of Day
perdagangan.

Harga sekuritas cenderung naik di


4. End of Month hari-hari akhir tiap bulan.

Saham perusahaan dengan penjualan


musiman tinggi cenderung naik
5. Seasonal
selama musim ramai.

Adanya return positif pada hari


6. Holidays terakhir sebelum hari libur.

Sumber : Gumiati dan Utami (2012)


Beberapa penelitian terdahulu yang menguji adanya anomali di pasar modal.
1. January Effect

9
January effect adalah suatu kondisi anomali yang terjadi di pasar modal

dimana pada bulan Januari terjadi kecenderungan rata-rata pengembalian

bulanan saham pada bulan ini lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan

lainnya. Kecenderungan itu biasanya lebih terlihat pada saham dengan nilai

kapitalisasi yang kecil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rozeff dan

Kinney (1976) dalam Dzabarov dan Ziemba (2011) menemukan bahwa

return saham di NYSE pada awal bulan lebih tinggi dibanding dengan sebelas

bulan lainnya dalam 1904-1974. Rata-rata return pada bulan Januari selama

periode 70 tahun hampir sama besar dengan penggabungan semua return

pada bulan yang lain.


Keim (1983) mendokumentasi adanya size effect per bulan menggunakan

data 1963-1979. Dia menemukan bahwa setengah dari tingkat keuntungan

pertahun terjadi di bulan Januari. Officer (1975) dalam Haugen (1993)

melakukan penelitian di Bursa Saham Australia dan menemukan hasil yang

signifikan mengenai return bulan Januari yang lebih tinggi meskipun akhir

tahun fiskal untuk perusahaan Australia adalah bulan Juni, sehingga Officer

menyimpulkan bahwa pajak tidak dapat menjelaskan adanya efek Januari ini.
2. Day Of The Week Effect

The day of the week effect merupakan perbedaan return antara hari Senin

dengan hari-hari lainnya dalam seminggu secara signifikan (Damodaran,

1996). Menurut Cahyaningdiyah (2005) The day of the week effect adalah

suatu fenomena yang merupakan bentuk anomali dari teori pasar modal yang

efisien. Menurut fenomena ini, return harian rata – rata tidak sama untuk

semua hari dalam satu minggu, sementara menurut teori pasar yang efisien

10
return saham akan tidak berbeda berdasar perbedaan hari perdagangan.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan juga mengungkapkan penjelasan

yang mungkin mengenai fenomena Monday effect. Monday effect merupakan

bagian dari the day of the week effect. Menurut Mehdian dan Perry (2001)

dalam Antariksa (2005) The Monday effect adalah suatu seasonal anomaly

(anomali musiman) atau calendar effects (efek kalender) yang terjadi pada

pasar finansial yaitu ketika return saham secara signifikan negatif pada hari

Senin.

Banyak penelitian sebelumnya juga menemukan adanya return yang

negatif terjadi pada hari pertama dalam minggu perdagangan antara lain

penelitian Cross (1973), Board dan Sutcliffe (1998), Chang et al. (1993),

Coutts dan Hayes (1999), Al-Loughani dan Chappell (2001) dalam Holden,

et al. (2001). Penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Ho (1986) di Bursa

Efek Singapura dari 1975-1984 menemukan bahwa return paling rendah

terjadi pada hari Senin dan return paling tinggi terjadi pada hari Jumat.
Menurut penelitian yang dilakukan Gibbons dan Hess (1981) dengan

menggunakan data harian selama 17 tahun (1962-1978) di Bursa Saham New

York, menemukan bahwa return pada hari Senin lebih rendah dibanding

dengan hari lainnya yaitu sebesar -33,5 %, sedangkan return yang positif

terjadi pada hari perdagangan Rabu dan Jumat. Sementara itu, hasil penelitian

Kim (1988) di Bursa Efek Korea Selatan dan Jepang menemukan bahwa

return pada hari Selasa menunjukan hasil negatif yang signifikan dan lebih

rendah dari hari perdagangan lainnya.


3. Winner Loser Anomali

11
Dalam Market Overreaction Hyphothesis menyatakan bahwa saham-

saham yang memiliki abnormal return yang rendah (loser) pada suatu periode

waktu akan mengalami pembalikan pada periode berikutnya, dan saham-

saham yang memiliki abnormal return yang tinggi (winner) akan cenderung

menurun pada periode waktu yang mendatang. Enny (2003) dalam

penelitiannya mengenai winner-loser anomaly memaparkan bahwa penelitian

mengenai winner-loser anomaly pertama kali ditemukan oleh DeBondt dan

Thaler (1985) yang kemudian diidentifikasi oleh Rosenberg, Reid dan

Lanstein (1985), Howe (1986), Brown dan Harlow (1988), serta Lehman

(1990).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti di pasar modal luar negeri

menyimpulkan bahwa adanya anomali winner-loser disebabkan oleh over

reaction pasar, dimana para pelaku pasar cenderung menetapkan harga

saham terlalu tinggi sebagai reaksi terhadap informasi yang dinilai baik, dan

sebaliknya harga saham akan dinilai rendah sebagai reaksi terhadap informasi

buruk. Ketika pasar menyadari telah bereaksi berlebihan, maka akan terjadi

pembalikan harga saham, sehingga saham yang termasuk dalam kategori

winner akan turun nilainya sedangkan saham loser akan naik nilainya.
Namun, hasil penelitian Enny (2003) pada Bursa Efek Jakarta selama

periode penelitian dari Desember 1995 hingga Desember 2000 tidak

menemukan adanya ”gejala pembalikan” yang diindikasikan adanya reaksi

yang berlebihan dari pasar, sehingga hasil penelitiannya menyimpulkan

bahwa anomali winner-loser tidak terjadi di Bursa Efek Jakarta.

4. Monthly Effect

12
Efek bulanan ini menunjukan tingkat return yang berbeda pada bulan

tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Boudreaux (1995) melanjutkan

penelitian Jaffe dan Westerfield (1985) dengan menggunakan indeks saham

CIP yang mewakili 65% dari total nilai pasar dari semua saham yang

diperdagangkan dimasing-masing negara, antara lain Denmark, Jerman,

Perancis, Norwegia, Spanyol, Swiss dan Malaysia/Singapura menunjukkan

bahwa hasil yang signifikan terjadi di pasar Denmark, Jerman dan Norwegia,

sementara hasil yang negatif terjadi di pasar Malaysia/Singapura.


Selain itu, adanya anomali Rosh Hashanah yang berkaitan dengan tahun

baru umat Yahudi. Pada tahun 2009, pasar ditutup dari tanggal 18 September

dan dibuka pada 28 September untuk hari perdagangan. Hal ini nampaknya

berkaitan dengan kepercayaan investor Yahudi bahwa mereka seharusnya

menjual portofolio mereka selama hari libur tersebut sehingga perhatian

mereka dapat berfokus pada pelayanan. Hasil penelitian ini menunjukkan

adanya anomali yang ditandai dengan selisih nilai saham saat pasar ditutup

pada tanggal 18 September dan 25 September, yaitu -2.34%. Penelitian efek

bulanan lain yang dilakukan oleh Bialkowski, Etebari dan Wisniewski (2009)

selama Bulan Ramadan di 14 negara yang dominan Muslim selama periode

dari 1989-2007 menunjukkan return saham lebih tinggi 9 kali lipat (38.1%

dibanding 4.3%) selama bulan Ramadan dibanding dengan sisa bulan lainnya.
Di Inggris tradisi ”Sell in May and Go Away” menunjukkan harga umum

jatuh antara Bulan Mei dan Agustus. Kemungkinan penjelasan lain untuk

setiap efek yang bervariasi antara lain adanya bulan tertentu dalam setiap

tahun misalnya hari libur, jumlah hari kerja pada satu bulan, pengumuman

13
laba yang periode tertentu, tenggat waktu pajak, dan lain-lain yang mungkin

mempengaruhi hasil return yang diperoleh.


5. Monday Effect
Merupakan kondisi anomali dimana terjadi kecenderungan pada hari Senin

pengembalian saham cendrung lebih rendah dibandingkan dengan hari

lainnya sementara pada hari Jum’at pengembalian saham cendrung lebih

tinggi dibanding hari lainnya. Hal ini menurut Lakonishok dan Maberly

(1996) disebabkan karena hasrat investor individual pada hari senin untuk

menjual saham lebih tinggi dibanding hasrat untuk membeli sehingga

menyebabkan harga saham cendrung rendah pada hari tersebut dibanding

hari-hari lainnya. Sebaliknya pada hari Jum’at hasrat untuk membeli

cendrung lebih tinggi dibanding hasrat untuk menjual dan hal ini mendorong

pergerakan harga saham kearah yang positif yang tentunya mengakibatkan

pengembalian saham pada hari ini menjadi lebih tinggi dibanding hari-hari

lainnya.
Monday effect merupakan bentuk penyimpangan yang terjadi pada hari

Senin, dimana return saham akan cenderung bergerak ke arah negatif secara

signifikan. Dalam penelitian Budileksmana (2005) menjelaskan bahwa

penelitian mengenai Monday effect pertama kali dilakukan oleh Fields (1931),

yang kemudian dilanjutkan oleh French (1980), Lakonishok dan Maberly

(1990), Kamara (1997), Jaffe, Westerfield dan Ma (1989), Abraham dan

Ikenberry (1994), Wang, Li dan Erickson (1997), Mehdian dan Perry

(2001) serta Sun dan Tong (2002), dengan hasil penelitian yang

membuktikan bahwa return pada hari Senin adalah berbeda dengan return

pada hari-hari lainnya.

14
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budileksmana (2005) menunjukkan

bahwa return pasar di Bursa Efek Jakarta pada hari Senin adalah relatif

dapat diprediksi dan mempunyai return yang negatif. Penelitian tersebut

mengkonfirmasi hasil penelitian yang dilakukan oleh Tahar dan Indrasari

(2004) serta mendukung hasil penelitian mengenai Monday Effect lain yang

diteliti di pasar modal Amerika Serikat.


6. P/E Effect
Kondisi anomali ini terjadi ketika perusahaan dengan Price Earnings

Ratio yang rendah justru menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang Price Earnings Rationya tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Basu (1983) menunjukkan adanya

kecenderungan ini. Hal ini diduga berhubungan dengan risiko setiap saham,

dimana terjadi trade off antara risk and return Untuk perusahaan dengan P/E

ratio yang rendah berarti risiko yang harus ditanggung inverstor cendrung

tinggi dan risiko yang tinggi tentunya juga harus dibarengi dengan return

yang juga tinggi, kondisi inilah yang diperkirakan menyebabkan perusahaan

dengan P/E ratio rendah justru menghasilkan pengembalian saham yang lebih

tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Basu pada tahun 1977 dan 1983 dengan

merangking PER (price/earning ratio) dan membandingkan hasil dari grup

PER rendah selama 12 bulan setelah terjadi pembelian sekuritas menunjukkan

bahwa sekuritas dengan PER rendah menghasilkan return yang lebih tinggi

dibanding dengan sekuritas dengan PER tinggi.


Dalam pasar modal yang efisien, seharusnya informasi mengenai PER ini

tidak memungkinkan investor untuk mendapatkan abnormal return, karena

15
informasi PER ini merupakan suatu informasi yang tersedia bagi para

investor untuk menilai suatu sekuritas. Namun, kenyataannya investor

mendapatkan abnormal return, sehingga hal ini dianggap sebagai anomali

yang terjadi di pasar modal


7. Size Effect
Size effect menjelaskan bahwa saham dengan kapitalisasi pasar kecil

(small firm) cenderung menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi

dibandingkan saham dengan kapitalisasi pasar yang besar. Dari beberapa

penelitian yang telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa selama beberapa

periode tingkat pengembalian rata-rata dan tingkat pengembalian yang

disesuaikan untuk beta saham dari perusahaan kecil justru lebih baik

dibanding tingkat pengembalian rata-rata saham perusahaan besar. Menurut

Banz (1981) hal ini dikarenakan ukuran juga bisa dipakai untuk menerangkan

pengembalian saham seperti halnya beta.


Anomali ini ditemukan oleh Banz pada tahun 1981. Hasil penelitiannya

meemukan bahwa perusahaan-perusahaan NYSE yang berukuran kecil

memberikan return yang lebih besar dibandingkan dengan return yang

diberikan oleh perusahaan besar (Jogiyanto, 2000), sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Kim dan Park (1994) dengan menggunakan data dari indeks

Nikkei (Jepang) dan Financial Times (Inggris) mempresentasikan suatu bukti

baru mengenai efek hari libur di Inggris serta dalam penelitian ini juga

mencatat adanya efek ukuran perusahaan yang terjadi dalam pasar ini.
8. Week Four Effect
Pada beberapa penelitian ditemukan juga bahwa Monday effect yang

terjadi hanya terkonsentrasi pada minggu keempat dan kelima setiap

bulannya. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah Week-four Effect.

16
Sedangkan return hari Senin pada minggu pertama sampai minggu ketiga

dianggap tidak signifikan negatif atau sama dengan nol.


Week-four Effect merupakan suatu fenomena yang mengungkapkan bahwa

Monday Effect hanya terjadi pada minggu keempat untuk setiap bulannya.

Sedangkan return hari Senin pada minggu pertama sampai minggu ketiga

dianggap tidak signifikan negatif atau sama dengan nol. Sejumlah studi yang

menghasilkan bukti empiris telah dilakukan untuk menguangkap adanya

return negatif pada perdagangan hari Senin. Lakonishok dan Maberly

menemukan bahwa investor institusional melakukan sedikit transaksi pada

hari Senin dibanding investor individual yang lebih banyak transaksi

(Lakonishok dan Maberly 1990)


Fenomena Week-four Effect ini berhasil diungkap oleh Wang,Li dan

Erickson. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa Monday Effect

signifikan terjadi pada minggu keempat dalam setiap bulan, sedangkan return

Senin minggu pertama sampai ketiga secara statistik tidak berbeda dengan nol

(Wang,Li dan Erickson, 1997). Hal ini berarti bahwa return hari Senin negatif

yang terbesar terjadi pada minggu keempat. Penelitian tersebut dilakukan

terhadap indeks return saham (NYSE-AMEX, S&P composite index, serta

Nasdaq dengan periode penelitian 1962-1993. Abraham dan Ikenberry

menemukan bahwa keseluruhan rata-rata return Senin adalah negative dan

secara substansial merupakan konsekuensi dari informasi yang diumumkan

pada sesi perdagangan sebelumnya. Tekanan penjualan dari investor individu

pada hari Senin secara substansial lebih tinggi jika didahului oleh return

negatif yang terjadi pada hari Jum’at. Hal ini menunjukkan bahwa ada

17
korelasi antara return hari Jum’at dan Senin (Abraham dan Ikenberry 1994).

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sun dan Tong menguatkan hasil

penelitian Wang, Li dan Erickson. Pada penelitian ini digunakan CRSP value

weigted return dan ditemukan bahwa return hari Senin negatif terkonsentrasi

pada minggu keempat yaitu antara tanggal 18 s/d 26 setiap bulannya (Sun dan

Tong 2002). Hal ini berkaitan dengan tuntutan likuiditas investor individu.

Hal ini disebut dengan fenomena weekfour effect.


9. Rogalski Effect

Rogalski effect merupakan suatu fenomena yang ditemukan oleh seorang

peneliti yang bernama Rogalski pada tahun 1984. Rogalski (1984) dalam

Cahyaningdyah (2005) mengemukakan adanya hubungan yang menarik

antara day of the week effect dengan January effect. Rata – rata return Senin

dalam bulan Januari adalah positif sementara return Senin dibulan lainnya

adalah negatif. Ini menunjukkan fenomena Monday effect menghilang pada

bulan Januari sebagai akibat adanya kecenderungan return bulan Januari yang

lebih tinggi dibanding return bulan lainnya.

Iramani dan Mahdi (2006) dipasar modal Amerika dikatakan bahwa return

pada bulan Januari lebih tinggi daripada return bulan lainnya, sehingga

fenomena tersebut dikatakan sebagai January effect. Cahyaningdyah (2005)

di pasar modal Indonesia, khususnya Bursa Efek Jakarta, January effect

adalah fenomena yang tidak relevan. Beberapa penelitian yang dilakukan

untuk menguji eksistensi January effect di BEJ tidak menemukan adanya

return yang cenderung lebih tinggi pada bulan Januari sehingga mereka

menyimpulkan tidak ada fenomena January effect di BEJ. Iramani dan Mahdi

18
(2006) Rogalski effect dapat diartikan sebagai suatu fenomena dimana return

negatif yang biasa terjadi pada hari Senin (Monday Effect) menghilang pada

bulan tertentu. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan return yang lebih

tinggi pada bulan tersebut dibanding dengan bulan-bulan lainnya.

2.1.6 Anomali Hari Libur


Telaah teoritis dan beberapa penelitian empiris telah mencoba mengaitkan

antara peristiwa hari libur tertentu dengan kinerja pada bursa efek. Dampak dari

peristiwa hari tertentu tersebut dinamakan efek liburan. Untuk mengetahui

pengaruh dari peristiwa hari libur tertentu terhadap kinerja bursa, faktor yang

dipertimbangkan, yaitu perkembangan transaksi perdagangan, nilai maupun

perkembangan harga saham. Perkembangan faktor-faktor itu dibandingkan selama

periode waktu pra libur dan pasca libur. Jika ada perbedaan yang signifikan antar

waktu itu, maka dirumuskan peristiwa hari libur tertentu mempunyai pengaruh

signifikanterhadap kinerja bursa. (Chris, 2009).


Hasil penelitian menunjukan kinerja bursa sebelum libur dapat terkena

efek positif dan negatif. Terjadi efek positif apabila pasca libur diprediksikan

perkembangan bursa akan membaik. Dengan demikian pembelian saham akan

banyak dilakukan sebelum hari libur. Para investor akan ketinggalan kereta bila

membeli saham dilakukan bursa pasca libur. Demikian pula akan terjadi efek

negatif bila terjadi keadaan yang sebaliknya, yaitu sebelum libur, bursa efek sepi

dari pembeli.
Beberapa peneliti mengungkapkan hal itu akan tergantung tergantung

mood dari para investor, apakah mereka pada keadaan mood tinggi (highest mood)

atau dalam keadaan mood rendah (lowest mood). Jika investor dalam keadaan

mood tinggi, maka mereka akan berselera dan bersemangat bertransaksi.

19
Sebaliknya jika dalam keadaan mood rendah mereka tidak akan bergairah dalam

bertransaksi.
Telaah teori pada keuangan keperluan (behavior finance) menjelaskan,

keputusan investor sangat mungkin didasarkan atas perilaku yang bias, emosi

maupun mood. John R Nofsinger menjelaskan mood masyarakat (social mood)

akan mewarnai mood para investor. Jika masyarakat umumnya merasa optimistis

dalam melihat keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka para investor di pasar

modal juga akan cenderung optimistis dan dalam keadaan mood tinggi.

Sebaliknya jika mood masyarakat pesimistis, maka investor akan cenderung

pesimistis dan dalam keadaan mood rendah. Mood menggambarkan karakter yang

sedang melekat pada diri investor. (Wahyudi, 2008).


Pengujian awal tentang efek liburan di lakukan di NYSE, AMEX dan

NASDAQ dengan menggunakan indeks saham dengan nilai berbobot untuk

periode 1963-1986 dan 1973-1986. Hari perdagangan dalam periode sampel di

bagi menjadi 3 sub: hari perdagangan sebelum dan sesudah hari libur biasa serta

seluruh perdagangan lainnya. Berdasarkan data imbal hasil pasar harian, mereka

menghitung imbal hasil rata-rata harian untuk hari perdagangan sebelum hari libur

biasa (pre holiday) dan hari perdagangan setelah hari libur biasa (post holiday).
Imbal hasil rata-rata harian untuk hari perdagangan setelah dikeluarkan

hari perdagangan sebelum dan sesudah hari libur biasa dan libur perdagangan

(ordinary day). Mereka menemukan bahwa imbal hasil rata-rata sebelum regular

holidays terjadi di pasar modal Amerika Serikat. Tidak seperti bentuk imbal hasil

sebelum hari libur, imbal hasil rata-rata setelah hari libur tidak menunjukkan

bentuk yang berbeda.

20
Berdasarkan Roll (1983), imbal hasil tinggi yang disebabkan oleh January

Effect dimulai akhir hari perdagangan bulan Desember, yaitu hari sebelum hari

libur. Sesuai Pettengill (1989) dan Ariel (1990), dengan mengeluarkan hari

perdagangan sebelum dan sesudah Tahun Baru dari sampel reguler holidays,

penelitian ini akan menguji apakah ada tidaknya manifestasi January Effect

terhadap Holidays Effect.


Di Amerika Serikat, sepertiga imbal hasil lebih dari indeks akan didapat

pada saat hari-hari perdagangan sebelum hari libur yang terjadi pada saat pasar

ditutup (Ariel, 1990). Lakonishok dan Smidt (1988), menemukan bahwa kira-kira

50 persen capital gain dari DJIA terjadi pada sepuluh hari libur setiap tahun.

Karena itu, dapat dipercaya bahwa efek liburan adalah salah satu anomali yang

terjadi di pasar modal.

2.2 Penelitian terdahulu dan pengembangan Hipotesis


1. Penelitian terdahulu tentang the holiday effect serta perumusan hipotesis
Fields (1934) merupakan orang yang pertama kali mengemukakan bahwa

efek hari libur ini merupakan salah satu anomali yang paling tua dan konsisten

dalam semua peraturan seasonal yang lain. Fields (1934) menemukan bahwa

terdapat proporsi tertinggi pada pemilihan hari perdagangan saham sebelum hari

libur. Meril (1966) juga menemukan bukti bahwa frekuensi yang tidak

proporsional pada keunggulan Dow Jones Industrial Average pada hari sebelum

libur selama periode 1987 sampai dengan 1965. Menurut Brockman dan

Michayluk (1998) serta Vergin dan McGinnis (1999), bahwa penjelasan mengenai

efek hari libur yang paling menjanjikan adalah terletak pada psikologi investor.

Hipotesa ini menunujukkan bahwa investor cenderung membeli saham sebelum

21
hari libur karena “semangat tinggi’ maupun “euforia hari libur”. Hanya saja,

hipotesis ini sulit untuk diuji secara langsung.


Studi mengenai hari libur sudah sangat banyak dilakukan antara lain

dilakukan oleh Lakonishok dan Smidt (1998) yang mendefinisikan delapan hari

libur umum pada saat pasar ditutup, yaitu dengan menggunakan rata-rata industri

Dow-Jones dari tahun 1897-1986, dan menemukan bahwa rata-rata tingkat return

sebelum hari libur adalah 0.22%, dibandingkan dengan tingkat return harian

kurang dari 0.01%. Ini berarti bahwa return sebelum hari libur sekitar 22 kali

lebih besar daripada return dihari biasa, dengan sekitar 63.9% dari total return

menjadi positif pada hari sebelum hari libur.


Penelitian mengenai hari libur yang coba dilakukan di benua asia antara

lain pernah dilakukan oleh Ziemba (1991) yang dilakukan di jepang dengan

menggunakan data harian pada saham Nikkei dari bulan Mei 1949 ketika pasar

dibuka setelah perang dunia kedua hingga 1988, dan menemukan bukti bahwa

terdapat adanya pre holiday effect yang ditandai dengan tingkat return yang lima

kali lebih besar dari pada tingkat return yang lima kali lebih besar daripada

tingkat return rata-rata non preholiday, yakni 0.246% dibanding 0.0489%. Kim

dan Park (1994) menemukan efek hari libur di Amerika Serikat dengan

menggunakan indikator pasar di Bursa efek New York, AMEX dan NASDAQ dari

tahun 1963-1987 sedangkan Brockman dan Michayluk (1998) menggunakan

indikator pasar di Bursa Efek New York, AMEX dan NASDAQ dari tahun 1987-

1993. Selain itu Kim dan Park (1994) menggunakan data dari indeks Nikkei

(Jepang) dan Financial Times (Inggris), yang juga mengkonfirmasi penelitian

sebelumnya oleh Cadsby dan Ratner (1992) untuk temuannya di Jepang,

22
mempresentasikan suatu bukti baru mengenai efek hari libur yang terjadi di

Inggris. Selain itu, Kim dan Park (1994) juga mencatat adanya indikasi efek

ukuran perusahaan (size-firm effect) yang terjadi dalam pasar ini. Sedangkan

untuk penelitian yang lebih luas, Agrawal dan Tandon (1994) pernah menguji

kekuatan sebelum hari libur ditujuh belas pasar nasional. Dan hasil penelitian ini

menunjukkan nilai yang signifikan sebelum hari libur yaitu sebesar 65% dari

sampel pasar.
Penelitian mengenai hari libur juga pernah dilakukan oleh Marret dan

Worthington (2007) yang melakukan penelitian dengan menggunakan sampel

penelitian pada perusahaan yang terdaftar pada bursa efek Australia (ASX) mulai

dari Senin, 9 September 1996 hingga Jumat, 10 November 2006. Dari penelitian

tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat efek hari libur di tingkat pasar Australia

dengan return sebelum hari libur yang lima kali lebih besar dari return pada hari

lain serta adanya efek ukuran perusahaan (firm size effect) dengan return sebelum

hari libur pada saham kapitalisasi kecil yang sepuluh kali lebih besar daripada

return di hari perdagangan lain. Pada pasar tingkat menengah, efek sebelum hari

libur hanya terjadi pada perusahaan industri ritel.

Penelitian lainnya yang coba dilakukan oleh Bhana (1994) di benua Afrika

dengan menggunakan indeks bursa efek Johannesburg (JSE) dari tahun 1975-1990

menemukan bukti bahwa terdapat return rata-rata yang tinggi yang diperoleh

sebelum hari libur, yaitu sebesar lima kali dari return pada hari perdagangan

biasa. Untuk penelitian yang dilakukan di Benua Asia, antara lain dengan

menggunakan sampel Bursa Efek Kuwait oleh Al-saad (2005) membedakan

indeks saham menjadi dua periode waktu yaitu sebelum invasi (1984-1990) dan

23
setelah invasi (1993-2000). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak adanya

efek hari libur di Bursa Efek Kuwait dimana hasil yang diperoleh tidak konsisten

dengan hasil penelitian yang diperoleh di negara maju dan beberapa pasar

berkembang lainnya. Sedangkan pengujian untuk dua periode yang berbeda

menunjukkan adanya return yang signifikan lebih tinggi setelah periode

pembebasan serta adanya return yang lebih tinggi setelah hari libur pada periode

pembebasan.

Untuk penelitian yang dilakukan di Indonesia belum adanya bukti yang

cukup kuat untuk menjelaskan efek hari libur ini. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Agung Hendrawan (2004) dengan menggunakan indeks LQ-45 di

Bursa Efek Jakarta, menyimpulkan bahwa tidak adanya indikasi bahwa index

return dipengaruhi oleh preferensi hari sebelum libur, maupun setelah hari libur

terhadap perdagangan hari biasa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sufany

(2010) dengan menggunakan indeks sektoral saham perusahaan yang terdaftar

pada Bursa Efek Indonesia selama periode Januari 2007 hingga Oktober 2009

juga menyimpulkan bahwa return indeks sektoral tidak dipengaruhi oleh

preferensi hari libur nasional baik sebelum hari libur nasional maupun setelah hari

libur nasional terhadap perdagangan hari biasa.

Chomariah (2004) juga melakukan pengujian mengenai Holiday Effect

dengan menggunakan IHSG manufaktur BEJ dari 1996-2003. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hari perdagangan sebelum libur tidak berpengaruh terhadap

return saham, namun hari perdagangan setelah hari libur memiliki pengaruh yang

negatif terhadap return saham. Sedangkan untuk hari libur yang digeser pada

24
akhir pekan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap return saham pada hari

perdagangan sebelum hari libur, namun tidak terdapat pengaruh yang signifikan

terhadap hari perdagangan setelah hari libur terhadap return saham. Dalam

penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan pada

hari perdagangan setelah hari libur Senin dan Selasa.

Tabel 2.2
Rangkuman Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Nama Peneliti Tahun Hasil penelitian
Penelitian
1 Analisis perbedaan Hendrawan, 2001 Tidak terdapat
tingkat Tomi perbedaan yang
pengembalian rata- signifikan antara
rata saham tingkat pengembalian
sebelum dan rata-rata saham
setelah hari-hari sebelum dan setelah
libur nasional di hari libur nasional
BEI

2 Penelitian holiday Hendrawan, 2004 Tidak ada indikasi


effect terhadap Agung bahwa imbal hasil
imbal hasil di BEI dipengaruhi oleh
preferensi hari sebelum
dan setelah hari libur
nasional terhadap
perdagangan biasa
3 Pengujian day of Helen 1999 Tidak terjadi Monday
the week effect Effect atau imbal hasil
pada Bursa Efek hari atau imbal senin
Indonesia. lebih tinggi dari hari
lain maupun weekend
Effect atau imbal hasil
hari jum’at lebih
rendah dari hari lain.
4 Anomali hari Pangaribuan, 2003 1. Anomali DOTW
dalam seminggu Christian pada tingkat imbal
(day of the week hasil IHSG
anomaly) tingkat menghilangkan
imbal hasil dan tingkat resiko
votalitas tingkat dimasukkan dalam
imbal hasil IHSG estimasi tingkat
di BEI imbal hasil
2. Adanya anomali
DOTW pada tingkat
votalitas imbal hasil
harian IHSG
3. HPE bentuk lemah

25
terbukti secara
empiris di BEI
5 Analisis size dan B. 1999 Secara historis investor
january effect di Dhamarsusila, dapat memperoleh
BEI periode tahun ida tingkat imbal hasil
1993-1996 yang lebih tinggi dari
investasi yang
dilakukannya jika
pemegang saham yang
memiliki kapitalisasi
pasar kecil dan
memperdagangkan
pada bulan Desember
di BEI
6 Day of the week Binarto, Ikhsan 2005 Tidak terjadi anomali
effect terhadap namun hanya dalam
daily market return periode tertentu dan
di BEJ periode BEJ secara keseluruhan
tahun 1983-2004 periode tidak efisien
dalam bentuk lemah
karena baik RIHSG dan
RLQ-45 berpola tidak
random
Sumber : Balbina M. dan Martin N.C (2002)
Tabel 2.3
Rangkuman Penelitian Terdahulu
NEGARA/ TUJUAN
NO. REFERENSI HASIL PENELITIAN
DATA / PERIODE PENELITIAN
1. Arsad dan Inggris. Indeks FT Untuk meneliti 1,2,3 Pada hari Senin, Rabu,
Coutts (1997) 30 dari Juli 1935- hari sebelum dan Kamis,dan Jumat, rata-rata
Des 1994. setelah hari libur return lebih tinggi
dengan melihat hari mengikuti hari libur. Pada
dalam seminggu. hari Selasa, rata-rata
return lebh rendah
mengikuti hari libur.
Return sebelum dan
setelah hari libur lebih
tinggi dibandingkan
dengan return hari biasa.
2. Mills dan Inggris. Indeks FT- Penelitian untuk Indeks return rata-rata:
Coutts (1995) SE 100, FT-SE Mid mengetahui hari pada hari sebelum hari
250, dan FT-SE 350 sebelum hari libur libur adalah sekitar 7 kali
dan 29 industri dari dan hari lebih besar daripada hari
Jan 1986- Okt perdagangan perdagangan biasa; sektor
1992. lainnya. finansial dan konsumsi
lebih tinggi sebelum hari
libur. Sedangkan industri
dan lainnya lebih rendah
sebelum hari libur.
3. French (1980) AS. Indeks Perbandingan Return rata-rata pada hari
Komposit S&P dari return rata-rata pada Senin. Rabu, Kamis, dan
tahun 1953-1977. hari perdagangan Jumat adalah lebih tinggi
sebelum hari libur mengikuti hari libur,
dan setelah hari sedangkan return rata-rata

26
libur, dengan pada hari Selasa adalah
melihat hari dalam lebih rendah mengikuti
seminggu. hari libur.
4. Lakonishok AS. DJIA dari Penelitian untuk Return rata-rata sebelum
dan Smidth Jan1897-Jun1986. melihat return hari libur adalah
(1988) sebelum dan mendekati 23 kali lebih
setelah hari libur besar dari hari biasa.
serta pada hari 63,9% dari positif return
perdagangan pada hari sebelum hari
lainnya. libur (97-86)
5. Ariel (1990) AS. Indeks harian Penelitian untuk Return rata-rata EW dan
CRSP VW dan EW hari sebelum hari VW sebelum hari libur
dari 1963-1982. libur dan hari adalah 8.9% dam 14 %.
perdagangan Lebih besar daripada hari
lainnya (63-82, 63- biasa (perbedaan
72, 73-82). signifikan). EW dan VW:
Pengujian setelah return sebelum hari libur
hari libur dari 83- berbeda secara signifikan
86. Grafik untuk dengan return hari
return rata-rata: lainnya; VW: return
1,2,3 hari sebelum setelah hari libur (dengan
hari libur dan 1,2 1 Jan) signifikan berbeda
hari setelah hari dengan hari lainnya. 83-
libur: return per- 86: adanya return positif
jam DJIA; 63-82. yang signifikan. DJIA:
return sebelum hari libur
yang tinggi, terutama
menjelang akhir hari.
6. Nopphon Thailand. Indeks Untuk melihat Dalam penelitian ini
Tanggjitprom SET dari 1994- return sebelum hari dikatakan bahwa The
(2010) 2009. libur dan volatilitas Holiday Effect tergantung
di Bursa Efek pada berapa jumlah hari
Thailand. pada setiap periode hari
libur. Hasil penelitian
membuktikan bahwa
return sebelum hari libur
dan volatilitas cenderung
lebih tinggi. Lebih lanjut,
bahwa pada periode hari
libur yang panjang
cenderung menunjukkan
return sebelum hari libur
yang lebih tinggi
7. Viki Hari Indonesia. Indeks Untuk mengetahui Bahwa tidak terdapat
Chandra LQ-45 di BEI dari return saham sehari pengaruh yang signifikan
Siregar (2009) 2004-2008. sebelum dan sehari antara satu hari sebelum
setelah hari libur dan setelah hari libur
terhadap hari nasional terhadap return
perdagangan saham dibanding dengan
lainnya, hari perdagangan lainnya.
8. Bhana N. AFSEL. Indeks JSE Untuk meneliti Adanya return rata-rata
(1994) dari 1975-1990. dampak dari efek yang tinggi yang diperoleh
sebelum hari libur sebelum hari libur, yaitu
nasional terhadap lima kali dari return pada
return saham. hari biasa.

27
9. Abu-Rub dan Palestina. Indeks Untuk menguji Hasil penelitian
Sharba (2010) PSE dari 1/1/2006- dampak dari libur menunjukkan bahwa; ada
1/1/2010 nasional, libur perbedaan dalam
keagamaan serta perdagangan antara hari
libur akhir pekan libur keagamaan dan libur
terhadap harga akhir pekan, dimana
saham perdagangan return rata-rata libur akhir
yang terdaftar di pekan lebih rendah
Bursa Efek daripada libur keagamaan
Palestina (24.29) : tidak adanya
perbedaan perdagangan
antara hari libur
keagamaan dan hari libur
non-keagamaan serta hari
libur akhir pekan dengan
hari libur non-
keagaamaan. Hasil
lainnya: bahwa harga
perdagangan sebelum hari
libur keagamaan dan non-
keagamaan lebih tinggi
dibanding setelah hari hari
libur.
10. Al-saad Kuwait. Indeks Untuk membuktikan Hasil penelitian yang
(2005) KSE dua periode; keberadaan dari The diperoleh menunjukkan
sebelum invasi Holiday Effect di bahwa tidak adanya efek
(1984-1990) dan Bursa Efek Kuwait. hari libur di KSE dimana
setelah invasi tidak konsisten dengan
(1993-2000) hasil yang diperoleh di
negara maju dan beberapa
pasar berkembang lainnya.
Sedangkan pengujian
untuk dua periode yang
berbeda menunjukkan
adanya signifikan return
yang lebih tinggi paska
periode pembebasan serta
adanya return yang lebih
tinggi setelah hari libur
pada periode pembebasan.
11. Hendrawan Indonesia. Indeks Untuk mengetahui Hasil pengujian tidak
A. (2004) LQ-45 BEJ ada tidaknya memberikan indikasi
holiday effect pada bahwa adanya pre holiday
BEJ. effect maupun post
holiday effect terhadap
hari perdagangan biasa.
Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang
signifikan baik pada nilai
rata-rata return saham
maupun varians antara
return saham sebelum hari
libur nasional maupun
setelah hari libur nasional

28
terhadap hari perdagangan
biasa.
12. Syahril Hamid Indonesia. IHSG Untuk menguji Dari hasil pengolahan data
(2003) BEJ dari 1992-2002 perngaruh hari dengan teknik regresi atas
perdagangan variabel dummy diperoleh
sebelum libur dan hasil bahwa ada pengaruh
setelah hari libur signifikan antara hasil
terhadap return perdagangan sebelum hari
pasar. libur terhadap return
pasar, sedangan hari
perdagangan setelah hari
libur tidak ada pengaruh
signifikan.
13. Chomariah Indonesia.IHSG Pengaruh hari libur Hasil penelitian
Siti (2004) manufaktur BEJ nasional terhadap menunjukkan bahwa hari
dari 1996-2003. return saham di perdagangan sebelum libur
Bursa Efek Jakarta. tidak berpengaruh
terhadap return saham,
namun hari perdagangan
setelah hari libur memiliki
pengaruh yang negatif
terhadap return saham.
14. Marret dan Australia. Indeks Untuk menguji Hasil penelitian
Worthington ASX 1996-2006 keberadaan Holiday menunjukkan bahwa
(2007) Effect di Bursa Efek return pada hari
Australia dan return perdagangan sebelum hari
industri.. libur adalah lima kali lebih
tinggi daripada hari
perdagangan biasa. Dan
penelitian ini tidak
menemukan bukti apapun
mengenai return setelah
hari libur.
15. Cao XiaoLi, New Zealand. Untuk menguji efek Hasil penelitian
Premachandra Indeks NZSE40 ukuran perusahaan menunjukkan bahwa Pre-
, Bhabra, Yih dan NZSE50 dari serta efek sebelum Holiday Effect masih
Pin Tang 1967-2006; untuk hari libur di Bursa terjadi di New Zealand,
(2009) melihat efek ukuran Efek New Zealand. bahkan lebih meningkat.
perusahaan : Analisis ini menunjukkan
NZX10 (Large Cap bahwa return rata-rata
Index), NZX Mid sebelum hari libur paling
Cap (Mid Cap tinggi terjadi sebelum hari
Index) Natal, diikuti oleh hari
dan the NZX Small Paskah. Sedangkah return
Cap Index. pada hari sebelum hari
libur Buruh adalah yang
paling rendah dibanding
dengan return pada hari
perdaganga biasa. Hasil
penelitian lain yaitu bahwa
efek sebelum hari libur
hanya terjadi pada
perusahaan dengan Indeks
saham kecil, dibanding
dengan yang perusahaan

29
yang memiliki indeks
saham medium dan besar.
Sumber : Balbina M. dan Martin N.C (2002)

2.1.2 Perumusan Hipotesis

Hipotesis H1 ini mencoba untuk menguji apakah terdapat fenomena efek

hari libur (libur nasional dan libur keagamaan) di Bursa Efek Indonesia dengan

melihat return saham pada satu atau dua hari setelah hari libur yang lebih tinggi

dan signifikan dibanding dengan return sebelum hari libur. Adapun hipotesis H1

adalah :

H1 : Adanya fenomena efek hari libur (libur nasional dan libur

keagamaan) yang terjadi di Bursa Efek Indonesia yang ditunjukkan

oleh nilai return setelah hari libur yang lebih tinggi dibanding

dengan return sebelum hari libur.

Hipotesis kedua ingin melihat efek libur (libur nasional atau libur keagamaan)

yang akan memberikan return tertinggi. Adapun hipotesis H2 adalah :

H2a : Efek libur nasional memberikan return lebih tinggi dibanding efek

libur keagamaan.

H2b : Efek libur keagamaan memberikan return lebih tinggi dibanding efek

libur nasional.

30
31

You might also like