You are on page 1of 9

BAB II

DATA LAPANGAN

2.1. GEOLOGI REGIONAL


2.1.1. Fisiografi
Cekungan Kutai merupakan cekungan berumur tersier terbesar dan
terdalam di Indonesia bagian timur. Cekungan Kutai mencakup daerah seluas
2
±60.000 km dan mengandung endapan sedimen berumur tersier dengan ketebalan
mencapai 15 km.
Bagian utara Cekungan Kutai dibatasi oleh Tinggian Mangkalihat, Zona
Sesar Bengalon dan Sangkulirang. Di sebelah selatan dibatasi oleh Tinggian
Meratus dan Zona Sesar Adang yang telah bertindak sebagai zona sumbu
cekungan sejak akhir Paleogen hingga sekarang. Di sebelah utara sampai ke barat,
Cekungan Kutai dibatasi oleh “Central Kalimantan Ranges” yang juga dikenal
sebagai Kompleks Orogenesa Kuching, berupa metasedimen Kapur yang telah
terangkat dan terdeformasikan. Di bagian timur Cekungan Kutai terbuka dan
menerus ke Selat Makasar. Gambar 2.1 menggambarkan fisiografi dan tatanan
regional Cekungan Kutai.

2.1.2. Stratigrafi Cekungan Kutai


Cekungan Kutai tersusun atas endapan-endapan sedimen berumur tersier
yang memperlihatkan hasil siklus transgresi dan regresi akibat perubahan suplai
sedimen dan fluktuasi muka air laut seperti diperlihatkan Gambar 2.2. Pada
gambar ini juga ditampilkan hasil studi berbagai perusahaan minyak dan gas di
Delta Mahakam mengenai korelasi marker regional dengan marker internal yang
dipakai dalam studi internal perusahaan serta interval umurnya. Sistem delta yang
berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara.

4
5

Gambar 2.1. Fisiografi dan tatanan regional Kalimantan Timur (Bachtiar, 2005)

Berdasarkan tektonostratigrafi Cekungan Kutai seperti diperlihatkan pada


Gambar 2.3, batuan tertua di Cekungan Kutai berupa batuan metamorf sebagai
batuan dasar yang berumur Paleozoikum dan Mesozoikum.
Di atas batuan dasar diendapkan Formasi Boh yang berupa serpih, batu
pasir halus, dan batu lanau dengan ketebalan 300 m. Di daerah Mangkalihat,
formasi ini berasosiasi dengan volkanoklastik dan aliran lava hingga mencapai
ketebalan 1.400 m. Pada eosen tengah, regresi kuat terjadi dan mengendapkan
endapan klastik berupa konglomerat dan batu pasir kasar yang disebut Formasi
Keham Halo. Ketebalan formasi ini 1.400 – 2.000 m di bagian barat cekungan,
sedangkan di utara cekungan di mana ditemukan sedimen klastik yang lebih halus
ketebalannya sekitar 400-600 m. Kedua formasi ini diendapkan bersamaan dengan
rifting cekungan. Selanjutnya Formasi Atan berupa suksesi serpih – mudstone
diendapkan pada kala Eosen Akhir – Oligosen Awal akibat transgresi. Ketebalan
formasi ini sekitar 200 – 400 m.
6

Endapan Oligosen Akhir – Miosen Tengah merupakan sebuah sekuen


yang terdiri dari siklus transgresi dan regresi, dimulai dari Formasi Marah yang
terdiri dari endapan klastik, di atasnya terdapat endapan serpih dan mudstone dari
Formasi amaluan, dan diikuti oleh endapan karbonat dari Formasi Maruat serta
Formasi Pulau Balang yang teridiri dari serpih, marl, dan batu lanau.
Formasi Marah secara tidak selaras terendapkan di atas Formasi Atan.
Ketidakselarasan ini diakibatkan terjadinya fasa tektonik kuat, yaitu pengangkatan
Kuching di sebelah baratlaut cekungan. Pada masa ini, wilayah Cekungan Kutai
Atas (Upper Kutai Basin) berupa daerah paralik, sedangkan wilayah Cekungan
Kutai Bawah (Lower Kutai Basin) berupa laut terbuka (open marine). Formasi
Marah terdiri dari endapan batu pasir, konglomerat, dan sisipan volkaniklastik
yang bersumber dari tinggian kuching. Ketebalan formasi ini kurang lebih 120 m.
Kehadiran endapan volkaniklastik membuktikan bahwa di wilayah Cekungan
Kutai Atas terjadi aktivitas volkanisme yang kemungkinan berkaitan dengan
subduksi Mersing dan kolisi Palawan di bagian utara Kalimantan akibat
pemekaran Laut Cina Selatan.
Formasi Pamaluan terdiri dari batu lanau dan serpih karbonan. Lingkungan
pengendapan formasi ini adalah neritik – bathial. Endapan formasi ini mencapai
ketebalan mebih dari 1.000 m dengan forminifera penunjukn umur N3-N5.
Di atas Formasi Pamaluan terdapat Kelompok Bebulu yang terdiri dari
Formasi Maruat dan Formasi Pulau Balang. Formasi Pulau Balang terdiri dari
perselingan batu pasir – batu lanau dengan pengaruh lingkungan neritik – delta.
Ketebalan formasi ini mencapai 1.500 m. Formasi Maruat terdiri dari bioklastik
kalkarenit dengan reef build-up lokal. Ketebalan Formasi ini mencapai 100-200 m
dan diendapkan pada lingkungan paparan karbonat dangkal.
Kelompok Balikpapan dibagi menjadi 2 formasi, yaitu Formasi mentawir
di sebelat barat dan Formasi Gelingseh di sebelah timur. Formasi Mentawir
diambil dari nama Sungai Mentawir di utara Balikpapan. Formasi ini didominasi
oleh batu pasir masif, terdapat perselingan dengan batu lempung, batu lanau, dan
lignit yang diendapkan pada lingkungan delta. Kisaran umur formasi ini N9-N13
dengan ketebalan mencapai 540 m. Formasi Gelingseh diambil dari nama Sungai
7

Gelingseh di dekat teluk Sangkulirang. Litologinya didominasi oleh batu lempung


pasiran, batu lempung, dan lapisan batu gamping tipis. Lingkungan pengendapan
formasi ini berupa neritik tengah – neritik luar. Ketebalan formasi ini mencapai
957 m.
Di atas kelompok Bebulu terdapat Formasi Klandasan. Beberapa penulis
menyebutkan formasi ini sebagai anggota dari Formasi Gelingseh, dengan nama
Klandasan Tongue Member, sehingga anggota ini termasuk ke dalam Kelompok
Balikpapan. Formasi ini mempunyai litologi berupa batu gamping masif
berselingan dengan napal.
Kelompok Kampung Baru diendapkan selaras di atas Formasi Klandasan.
Kelompok ini terdiri dari Formasi Tanjung Batu dan Formasi Sepinggan. Formasi
Tanjung Batu terletak di sebelah barat, sedangkan Formasi Sepinggan di sebelah
timur garis pantai aktual.
Formasi Tanjung Batu terdiri dari perselingan batu lempung, batu lanau,
batu pasir, dan batu bara. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah paralik
sampai delta dengan ketebalan mencapai 1.155 m. Semakin menuju batas
cekungan, formasi ini bergradasi menjadi facies karbonat yang termasuk ke dalam
Formasi Sepinggan. Formasi Sepinggan merupakan sekuen detaik yang terdiri
dari batu pasir yang menunjukkan distal delta, batu gamping, dan batu lempung,
dengan ketebalan mencapai 1.984 m.
Pengendapan Miosen Akhir ditandai dengan regresi kuat yang
mengindikasikan endapan klastik Formasi Kampung Baru yang terendapkan
secara tidak selaras. Formasi ini diendapkan pada lingkungan deltaik, dengan
didominasi litologi batu pasir. Lingkungan deltaik ini berlanjut hingga
pengendapan Kelompok Mahakam yang terdiri dari Formasi Handil Dua dan
Formasi Attaka. Formasi Handil Dua merupakan facies sandy delta yang terdiri
dari batu pasir dan batu lempung. Lingkungan pengendapannya adalah delta yang
didominasi oleh pengaruh fluvial dan pasang surut. Formasi Attaka diendapkan
pada lingkungan marine, yaitu neritik tengah sampai luar, dengan litologi berupa
batu lempung, batu pasir, dan batu gamping bioklastik. Kelompok Mahakam ini
diendapkan pada Pliosen sampai Resen dengan ketebalan mencapai 1.134 m.
8

Gambar 2.2 Kronostratigrafi Cekungan Kutai berdasarkan berbagai studi oleh perusahaan minyak di Delta Mahakam (TOTAL, 2004)
Keterangan : Interval umur pengendapan reservoir-reservoir penelitian
9

Gambar 2.3 Tektonostratigrafi Cekungan Kutai (Satyana, et.al. 1999)


10

Gambar 2.4 Struktur geologi Cekungan Kutai (TOTAL, 2004)


11

2.2. GEOLOGI LAPANGAN HANDIL


2.2.1. Stratigrafi Lapangan Handil
Lapangan Handil terletak di selatan Delta Mahakam modern, bagian
sumbu internal dari antiklinorium Samarinda (Gambar 2.5). Luas Handil sekitar
2
40 km . Sedimentasi reservoir-reservoir yang hadir umumnya menunjukkan
lingkungan pengendapan distributary channel atau mouth bar. Lingkungan ini
menunjukkan bahwa sedimen di Handil umumnya diendapkan pada lingkungan
delta plain hingga prodelta (Gambar 2.6). Ciri utama Lapangan Handil adalah
keberadaan batubara dan shale organik yang cukup melimpah, yang baik
digunakan sebagai marker untuk korelasi.
Sedimen di Handil diendapkan pada fasa progradasi kuat pada kala
Miosen tengah – akhir. Stratigrafi Lapangan Handil menunjukkan perubahan dari
lingkungan prodelta menjadi delta plain yang didominasi distributary channel.

Gambar 2.5 Lokasi Lapangan Handil di daerah Delta Mahakam (Total, 2004)
12

2.2.2. Struktur Lapangan Handil


Handil dipengaruhi oleh flower structure akibat transpresi kelurusan
Handil dan kelurusan Attaka. Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa Lapangan
Handil berada di antara kelurusan Handil (Handil lineament) dan kelurusan
Attaka (Attaka lineament). Kedua kelurusan ini merupakan sesar geser mengiri
yang menyebabkan Delta Mahakam, khususnya Lapangan Handil, mengalami
transpresi yang ditandai dengan berkembangnya sesar naik di sekitar Delta
Makaham dan membentuk flower structure.
Gambar 2.5 memperlihatkan bahwa Antiklinorium Samarinda yang
terbentuk pada kala Plio-Plistosen membagi Delta Mahakam menjadi tiga sumbu
antiklin utama, yaitu sumbu internal (internal axis), sumbu median (median axis),
dan sumbu eksternal (external axis). Lapangan Handil termasuk ke dalam sumbu
internal bersama Lapangan Tambora dan Lapangan Badak. Di sumbu median
terdapat Lapangan Tunu, Bekapai, dan Peciko. Di sumbu eksternal terdapat
Lapangan Sisi Nubi yang masih dalam eksplorasi. Antiklinorium Samarinda
menjadi perangkap struktur yang berkembang baik di Delta Mahakam.
Secara vertikal, antiklin terlipat hingga mencapai 1270 m. Sumbu antiklin
di Lapangan Handil berarah utara timur laut – selatan barat daya (NNE – SSW).
o o
Sayap-sayap antiklin memiliki kemiringan rata-rata 8 di sayap barat dan 10 di
sayap timur.
Sesar normal yang cukup besar (sesar mayor) berarah barat-timur
memotong antiklin Handil menjadi dua bagian, yaitu kompartemen utara dan
selatan. Keduanya memiliki luas area yang sama. Pada kompartemen selatan,
sesar-sesar minor berkembang paralel dengan arah sesar mayor. Sesar-sesar minor
ini merupakan sesar normal dan merupakan sintetik dan sesar normal yang besar
(sesar mayor). Sesar mayor memiliki throw yang sangat besar, yaitu 70-100 m,
o
dan kemiringan bidang sesar mencapai 70 . Sesar ini memisahkan kedua
kompartemen dalam kandungan hidrokarbon, dimana kontak fluida di
kompartemen selatan tidak sama dengan di kompartemen utara.

You might also like