You are on page 1of 51

MAKALAH KEPERAWATAN MUSKULOSKLELETAL II

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
KELAINAN BENTUK TULANG BELAKANG
LORDOSIS, KIFOSIS, SKOLIOSIS

OLEH:
KELOMPOK 4
HERI KARTONI (131511123037)
ELISA YULIANTI (131511123033)
MOH ZEN ARIFIN (131511123039)
RUM SETYOWATI (131511123041)
NUR AFANDI (131511123043)
MASRIFAH (131511123045)
TUTUK NURWAHYUNI (131511123047)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayat-Nya, shalawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya. Syukur Alhamdullilah, kami telah berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Kelainan Bentuk Tulang Belakang; Lordosis, Kifosis, Skoliosis”. Dalam
penyelesaian makalah ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada dosen pembimbing yang sudah memberikan masukan demi
kelancaran penyusunan makalah ini. Teman-teman seperjuangan angkatan B18
yang telah memberikan kritik membangun demi terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari, bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kepada para pembaca yang budiman diharapkan
memaklumi adanya keberadaan penyusunan yang masih banyak kekurangannya.
Dalam kesempatan ini pula kami mengharapkan kesediaan pembaca untuk
memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat menyempurnakan isi
makalah ini dan dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan, khususya bagi
kami dan umumnya bagi para pembaca yang budiman.

Surabaya, September 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 3

1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5

2.1 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang ........................................................ 5

2.2 Lordosis .................................................................................................... 9

2.3 Kifosis .................................................................................................... 18

2.4 Skoliosis ................................................................................................. 30

2.5 Latihan Aktivitas Fisik ........................................................................... 40

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 46

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 46

3.2 Saran ....................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tulang belakang dibentuk dari tulang-tulang kecil (vertebra) yang
tersusun kokoh bersama diskus. Kolumna vertebra yang sehat ketika dilihat
dari samping akan menunjukkan sedikit kurva. Kurva tersebut membantu
tulang belakang menyerap beban pergerakan tubuh dan gravitasi
(WebMD.com, 2014).
Lordosis merupakan kurvatura masuk kedalam yang berlebihan dari
tulang lumbar yang terkadang dapat dilihat pada wanita hamil atau obesitas
atau individu dengan tumor abdominal (Black, 2014). Kiposis adalah suatu
lengkung anteroposterior tulang belakang dimana punggung menjadi terlalu
membungkuk, umumnya pada daerah toraks namun kadang pada daerah
torakolumbal atau sakral (Hagler, 2012). Seseorang dengan skoliosis
mempunyai kurva kolumna vertebralis kearah sisi tubuh. Kurva biasanya
berbentuk S atau C (WebMD.com, 2014).
Tingkat prevalensi Kifosis Scheuermann di Amerika sekitar 0,4%–
8%. Sedangkan sebuah studi oleh Ambrecht et al, ditemukan prevalensi
penyakit ini di Eropa sekitar 80% pada orang berusia 50 tahun keatas,
dengan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita (Medscape.com, 2016).
Sekitar 80% skoliosis adalah idiopatik, Skoliosis idiopatik dengan
kurva lebih dari 10 derajat dilaporkan dengan prevalensi 0,5-3 per 100 anak
dan remaja. Prevalensi dilaporkan pada kurva lebih dari 30 derajat yaitu 1,5-
3 per 1000 penduduk. Insiden yang terjadi pada skoliosis idiopatik infantil
bervariasi, namun dilaporkan paling banyak dijumpai di Eropa daripada
Amerika Utara, dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan
(Pediatrik.com, 2016).
Menurut ahli orthopedik dan rematologi RSU Dr. Soetomo
Surabaya, dr.Ketut Martiana Sp. Ort.(K), 4,1% dari 2000 anak SD hingga
SMP di Surabaya, setelah diteliti ternyata mengalami tulang bengkok.
Bahkan dan hasil rongten sebagai bentuk pemeriksaan lanjutan diketahui

1
yang kebengkokkannya mencapai 10 derajat sebanyak 1,8 %, sedangkan
yang lebih dari 10 derajat sebanyak 1% (Rahayu, 2008 dalam Rakhmad
Rosadi, 2009).
Kondisi patologis pada tulang belakang yang meliputi lordosis,
kifosis, dan skoliosis dapat menyebabkan gangguan citra tubuh, gangguan
rasa nyaman yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan otot-otot yang
melingkupinya. Bahkan bila derajad keparahan semakin tinggi, pasien
seringkali merasakan sakit yang hebat, dan mengalami gangguan mobilisasi,
sehingga tindakan penatalaksanaan tidak cukup dengan konservatif, tetapi
operatif.
Untuk itu, agar tidak terjadi peningkatan derajad keparahan pada
klien dengan gannguan tulang belakang tersebut maka penyusun merasa
perlu menyusun makalah ini untuk memperdalam konsep asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan tulang belakang (lordosis, kifosis
dan skoliosis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan lordosis, kifosis, dan skoliosis?
2. Apa klasifikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
3. Apa etiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
4. Apa manifestasi klinis dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
5. Apa patofisiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
7. Apa pemeriksaan diagnostik dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
8. Apa komplikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
9. Apa prognosis dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
10. Bagaimana WOC lordosis, kifosis, dan skoliosis?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan lordosis, kifosis, dan
skoliosis?

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Setelah pembelajaran keperawatan muskuloskeletal II mahasiswa
mampu memberi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal kelainan bentuk tulang belakang (Lordosis, Kifosis dan
Skoliosis)secara komprehensif

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasin pengertian lordosis, kifosis, dan skoliosis?
2. Mengidentifikasi klasifikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
3. Mengidentifikasi etiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari lordosis, kifosis, dan
skoliosis?
5. Mengidentifikasi patofisiologi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
7. Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik dari lordosis, kifosis, dan
skoliosis?
8. Mengidentifikasi komplikasi dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
9. Mengidentifikasi prognosis dari lordosis, kifosis, dan skoliosis?
10. Mengidentifikasi WOC lordosis, kifosis, dan skoliosis?
11. Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan lordosis,
kifosis, dan skoliosis?

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis pada pasien
dengan Lordosis, Kifosis dan Skoliosis, serta dapat menerapkan asuhan
keperawatan, khususnya untuk mahasiswa keperawatan.

3
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolak ukur sejauh mana mahasiswa
mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai
bahan pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.

3. Masyarakat umum
Masyarakat umum dapat mengambil manfaat dengan
mengetahui definisi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan
medis dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Lordosis, Kifosis
dan Skoliosis.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang


Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah
struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra
atau ruas tulang belakang. Diantara tiap ruas tulang pada tulang belakang
terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang tulang belakang
pada orang dewasa dapat mencapai 57 – 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas
tulang, 24 buah di antaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas
sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Pearce, 2005).
Tulang belakang dibentuk dari tulang-tulang kecil (vertebra) yang
tersusun kokoh bersama diskus. Kolumna vertebra yang sehat ketika dilihat
dari samping akan menunjukkan sedikit kurva. Kurva tersebut membantu
tulang belakang menyerap beban pergerakan tubuh dan gravitasi
(WebMD.com, 2014).
Vertebra dikelmpokkan dan dinamakan sesuai dengan daaerah yang
ditempatinya.
1. Tujuah vertebra servikal atau ruas tulang leher membentuk daerah
tengkuk.
2. Dua belas vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk
bagian belakan torax atau dada.
3. Lima vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
4. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum
atau tulang kelangkang.
5. Empat vertebra koksigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang
koksigeus atau tulang tungging.

Setiap vertebra terdiri atas dua bagian, yang anterior disebut badan
vertebra danyang posterior disebut arkus neuralis yang melingkari kanalis

5
neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang belakang) yang
dilalui sumsum tulang belakang (Pearce, 2005).

1. Vertebra Servikalis
Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling
kecil. Kecuali yang pertama dan kedua, yang berbentuk istimewa, maka
ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri; badannya kecil dan
persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping dibanding
depan ke belakang. Lengkungnya besar. Prosesus spinosus atau taju duri
di ujungnya memecah dua atau bifida. Prosesus transversanya atau taju
sayap berlubang lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri
vertebralis.
Vertebra servikalis ketujuan adalah vertebra pertama yang
mempunyai prosesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai
tuberkel pada ujungnya, membentuk gambaran yang jelas di tengkuk

6
bagian bawah. Karena ciri khusus ini maka tulang ini disebut vertebra
prominens.

2. Vertebra Torakalis
Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung lebih besar dari
servikal dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra
torakalis adalah sebagai berikut; badannya berbentuk lebar lonjong
dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga;
lengkungnya agak kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke
bawah, sedangkan prosesus transversus yang membantu mendukung iga
adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.
3. Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar.
Badannya sangat besar dibanding dengan badan vertebra lainnya.
Prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil.. Prosesus
spinosusnya panjang dan langsing. Ruas keliama membentuk sendi
dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.

4. Sakrum
Sarum atau atulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak
pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang
inominata (tulang koxa) dan membentuk bagian belakang dinding pelvis
(panggul). Dasar dari sakrum terletak diatas bersendi dengan vertebra
lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi
anterior dari basis sakrum membentuk promontorium sakralis. Dinding
kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Apeks dari
sakrum bersendi dengan tulang koksigeus. Disisinya sakru bersendi
dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakra-iliaka.

5. Koksigeus
Koksigeus atau tulang tungging terdiri atas empat atau lima vertebra
yang rudimenter yang bergabung menjadi satu.

7
6. Lengkung Kolumna Vertebralis
Kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung anteroposterior: lengkung
vertikal pada daerah leher melengkung ke depan, daerah torakal
melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan dan
daerah pelvis melengkung ke belakang.
Kedua lengkung yang menghadap posterior, yaitu yang terakal
dan pelvis disebut primer karena mereka mempertahankan lengkung
aslinya ke belakang dari tulang belakang yaitu bentuk “C” sewaktu janin
dengan kepala membengkok ke bawah sampai batas dada dan gelang
panggul dimiringkan ke atas ke arah depan badan.
Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunderlengkung
servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat
sekelilingnya sambil menyelidiki dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia
merangkak, berdiri dan berjalan dan mempertahankan tegak.

7. Sendi Kolumna Vertebralis


Sendi kolumna vertebra. Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang
rawan yang diletakkan di antara setiap dua vertebra, di kuatkan oleh
ligamentum yang berjalan di depan dan di belakang badan vertebra
sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot di seitap sisi membantu
dengan sepenuhnya kestablian tulang belakang.
Diskus intervertebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal dari
tulang rawan fibrosa yang terdapat di antara badan vertebra yang dapat
bergerak.
Gerakan sendi yang terbentuk antara cakram dan vertebra adalah
persendian dengan gerakan yang terbatas saja dan termasuk sendi jenis
simpisis, tetapi jumlahnya yang banyak memberi kemungkinan membengkok
kepada kolumnanya secara keseluruhan. Gerakannya yang mungkin adalah
flexi atau membengkok ke depan, extensi, membengkok ke depan,
membengkok lateral ke setiap sisi dan rotasi atau berputar ke kanan dan ke kiri.

8
8. Fungsi Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan
perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya
memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa patah.
Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakkan berat badan seperti waktu berlaru dan meloncat, dan
dengan demikian otak dan sumsum belakang terlindung terhadap
goncangan.
Kolumna vertebralis juga memikul berat badan, menyediakan
permukaan untuk kaitan otot dan mebentuk tapal batas posterior yang
kukuh untuk rongga badan dan memberi kaitan pada iga (Pearce, 2005).

2.2 Lordosis
a. Pengertian
Lordosis adalah kelainan pada tulang belakang yang
menyebabkan punggung penderita terlalu masuk pada daerah pinggang.
Lordosis disebabkan oleh sikap tubuh yang buruk, pembentukan tulang
punggung yang kurang sempurna sejak lahir dan beberapa faktor lain
(Middleditch, 2005).
Lordosis merupakan kurvatura masuk kedalam yang berlebihan
dari tulang lumbar yang terkadang dapat dilihat pada wanita hamil atau
obesitas atau individu dengan tumor abdominal (Black, 2014).

9
b. Etiologi
Faktor penyebab antara lain:
1. Jenis kelamin
Lordosis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama saat
dalam masa kehamilan. Pada saat hamil, hormon kehamilan
merupakan relaksan yang meregangkan otot dan sendi daerah
pinggul sehingga tulang punggung cenderung lebih melengkung ke
depan mengikuti beban dari bayi (Middleditch, 2005).
2. Posisi tubuh
Jika berdiri dalam waktu yang sangat panjang, maka akan
terjadi pergeseran pada tulang belakang bagian pinggang. Lordosis
akan lebih terlihat pada mereka yang memiliki otot pada bagian
pinggang lemah.
Posisi duduk yang salah dapat menyebabkan pertumbuhan
dan posisi tulang individu mengalami kelainan (Price, 2012).
3. Alas kaki
Alas kaki dengan hak tinggi akan meningkatkan resiko
lordosis. Hak tinggi akan menyebabkan pusat grafitasi tubuh
berpindah ke depan dan meningkatkan kelengkungan tulang
punggung (Middleditch, 2005).

10
4. Kegemukan
Kegemukan berpengaruh pada kurvatura lumbalis dalam
bidang sagital, yaitu timbulnya hiperlordosis. Hal ini karena pada
kegemukan ditemukan kelemahan otot abdominal yang akan
merubah garis gravitasi dan pusat gravitasi ke depan sehiingga
beban axial hanya terjadi pada kolumna vertebralis saja terutama
paada L5-S1 sehingga moment force yang berlebihan akan
meningkatkan kurva lordosis. Pada kegemukan juga terjadi
kelemahan otot gluteal yang meningkatkan sudut inklinasi pelvis
dan menambah kurva lordosis lumbal (Azwar, 2004 dalam Widodo,
2008).

Menurut WebMD.com, penyebab lordosis yaitu:


1. Achondroplasia, merupakan gangguan dimana tulang tidak tumbuh
secara normal, mengakibatkan perawakan pendek.
2. Spondylolisthesis, ysitu suatu kondisi dimana tulang slip ke depan,
biasanya di bagian punggung bawah.
3. Osteoporosis, dimana tulang menjadi rapuh dan mudah rusak.
4. Obesitas.
5. Kiposis.
6. Discitis, yaitu inflamasi diskus intervertebra yang paling sering
muncul karena infeksi.

c. Manifestasi Klinis
1. Postur tubuh Swayback, dengan bokong menjadi lebih menonjol.
2. Membentuk jarak yang jauh antara lantai dan pinggang bila
berbaring.
3. Nyeri punggung dan rasa tidak nyaman.
4. Mengalami masalah dalam gerakan.

11
d. Patofisiologi
Kurva anterior pada spinal lumbal yang melengkung berlebihan
pada saat pertumbuhan di dalam janin dapat memicu terjadinya
lordosis, diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika
usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas
fibrokartiago dnegan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4 –
L5 dan L5- S1 dapat menderita stess mekanis paling berat dan
perubahan degenerasi terberat apabila didukung oleh kesalahan
aktivitas dan cara duduk yang salah. Penonjolan faset dapat
mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis
spinalis, yang dapat menyebabkan nyeri menyebar sepanjang saraf
tersebut (Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010).
Lordosis yang ekstrim akan menyebabkan swayback, dimana
tulang belakang lumbosakral menunjukkan kifosis. Lordosis umumnya
berhubungan dengan bahu yang menururn, sudut pelvis yang menbesar
dan rotasi tungkai kearah medial. Hiperlordosis pada anak yang muda
dangadis pubertas merupakan masalah pencitraan tubuh yang diduga
berhubungan dengan pertumbuhan tulang belakang yang cepat dan
tidak berhubungan dengan jaringan lunak (Black, 2014).
Posisi duduk yang salah dapat menyebabkan pertumbuhan dan
posisi tulang individu mengalami kelainan. Kelainan tulang ini
disebabkan oleh kebiasaan duduk yang salah. Lordosis ini paling sering
terlewatkan diantara ketiga bentuk kelainan tulang punggung. Bahkan
lordosis ringan cenderung memberikan penampilan gagah. Namun
penderita lordosis ini akan sering mengalami sakit pinggang (Price,
2012).

12
e. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisik dengan uji Adam Forward Bend.
Klien diminta membungkuk kedepan dengan lengan ekstensi dan
lutut lurus. Setiap peningkatan dan penurunan lordosis dan kiposis
diamati dari samping.
2. Radiologi menggunakan Spine X-Ray, MRI atau CT Scan.
Untuk menilai derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai
maturitas skeletal dengan metode Risser.

f. Penatalaksanaan
Jika diperlukan terapi terdiri dari alat penguat, fusi spinal atau
osteotomi (Black, 2014).

1. Konservatif
Bagi kebanyakan orang, lordosis tidak menyebabkan
masalah kesehatan yang signifikan jika tidak ditangani. Namun,
karena tulang belakang bertanggung jawab untuk banyak gerakan
dan fleksibilitas maka sangat penting untuk menjaga tulang
belakang yang sehat. Peningkatan risiko masalah dengan tulang
belakang, pinggul korset, kaki, dan organ internal dapat terjadi
apabila penanganan tidak dilakukan.
1. Jika lordosis ringan, maka pengobatan biasanya tidak
diperlukan.
2. Jika pasien mengalami gejala atau ketidaknyamanan, maka
pasien dapat mengikuti program terapi fisik dimana latihan
bisa dilakukan, di bawah bimbingan terapis, untuk
memperkuat otot-otot dan meningkatkan jangkauan gerak.
3. Obat-obatan seperti NSAID atau penghilang rasa sakit dapat
digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau bengkak jika ada.
4. Menurunkan berat badan.

13
2. Operatif
Spinal instrumentasi, menggunakan kait, batang dan sekrup
atau kawat untuk memperbaiki kurva tulang (Spinal Fusion).
Artificial Disc Replacement, diskus yang degeneratif diganti.
Kiphoplasty, sebuah balon dimasukkan kedalam kolumna untuk
meluruskan dan mentabilkan dan mengurangi nyeri (WebMD.com,
2014).

g. Komplikasi
1. Cidera neurologis (4-5%)
2. Kebocoran cerebrospinal (samapai 7,4%)
3. Pseudoarthrosis (10-22%)
4. Koreksi yang inadekuat (5-11%).

h. Prognosis
Jika kelengkungan kurang dari 20%, biasanya tidak perlu
dilakukan pengobatan, tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan
secara teratur setiap 6 bulan. Pada anak-anak yang masih tumbuh,
kelengkungan biasanya bertambah sampai 25-30%, karena itu biasanya
dianjurkan untuk menggunakan brace (alat penyangga) untuk
membantu memperlambat progresivitas kelengkungan tulang belakang.
Prognosis pada umumnya baik pada kasus ringan dan dapat semakin
memburuk bila terdapat herniasi pada sumsum tulang belakang.

14
i. WOC

j. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data demografi.
Penyakit lordosis lebih sering ditemukan pada wanita, terutama
saat hamil.
b) Keluhan utama.
Gejala lordosis pada setiap orang berbeda, namun gejala yang
paling sering muncul adalah pantat penderitanya terlihat sangat
menonjol. Selain itu, penderitanya juga akan mengalami
gangguan neuromuskular, distrofi otot dan gangguan displasia
pinggul. Gejala lain yang sering dialami oleh seorang penderita
lordosis adalah terjadinya perubahan pada kandung kemih, rasa
sakit pada punggung, dan rasa nyeri pada kaki.
c) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan yang dirasakan, misalnya nyeri, karakteristik, sudah
berapa lama keluhan dirasakan, faktor pencetus dan pemberat,
penanganan yang telah dilakukan.

15
d) Riwayat perkembangan.
e) Riwayat pekerjaan.
Pekerjaan yang membutuhkan posisi berdiri lama dan atau yang
meningkatkan tekanan pada tulang belakang, menggunakan
sepatu hak tinggi dalam berkerja.
f) Kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan
Kebiasaan duduk dengan posisi yang salah.
g) Riwayat nutrisi.
Nutrisi yang cukup memberikan kekuatan pada tulang.
h) Riwayat kesehatan masa lalu.
Tanyakan adanya riwayat trauma, riwayat operasi berhubngan
dengan tulang belakang.
i) Riwayat psikososial spiritual.
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarganya maupun dalam masyarakat..
j) Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital. Postur tubuh saat berdiri, bentuk
tulang belakang daerah pinggang yang melengkung berlebihan
ke dalam, pantat menonjol, perut terlihat lebih maju. Observasi
klien saat berjalan untuk melihat adanya gerakan abnormal,
keterbatasan gerakan, ekspresi menahan nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri kronik b.d penekanan saraf spinal.
2) Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri.
3) Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk tubuh.

16
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri kronik Outcome: Manajemen nyeri:
b.d Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian
penekanan nyeri secara
saraf spinal Kriteria hasil: komperhensif termasuk
1. Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
nyeri; tahu penyebab, durasi, frekuensi,
mampu menggunakan kualitas, dan faktor
tehnik non presipitasi
farmakologi utk 2. Observasi reaksi non
mengurangi nyeri verbal dari
2. Melaporkan nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan 3. Kontrol lingkungan yang
manajemen nyeri dapat mempengaruhi
3. Mampu mengenali nyeri seperti suhu
nyeri; skala, rungan, pencahayaan,
intensitas, frekuensi dan kebisingan.
dan tanda nyeri. 4. Ajarkan tentang teknik
4. Tanda vital dalam non farmakologi seperti
rentang normal relaksasi nafas dalam,
relaksasi benson.
5. Tingkatkan istirahat.
6. Koloborasi pemberian
terapi non farmakologi.
2 Hambatan Outcomes: Ambulasi Excercise Therapy
mobilitas KriteriaHasil: 1. Bantu klien untu
fisik b.d 1. Mampu melakukan ambulasi awal untuk
nyeri mobilitas di sekitar mendorong mobilisasi
tempat tidur sesuai kemampuan klien
2. Tidak terdapat 2. Latih atau ajarkan
kontraktur dan atropi penggunaan alat bantu
3. Mampu melakukan berjalan jika diperlukan
latihan ROM secara 3. Bantu pasien untuk
pasif /aktif posisi atau pergerakan
4. Mampu melakukan secara optimal
latihan berjalan pada (Lakukan ROM pasif
jarak yang pendek atau aktif)
sampai sedang

17
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
3 Gangguan Outcome: Peningkatan harga diri:
citra tubuh Harga diri 1. Beri kesempatan klien
b.d bentuk mengungkapkan
tubuh yang Kriteria hasil: perasaannya.
abnormal 1. Mampu 2. Dukung upaya klien
berkomunikasi untuk memperbaiki
terbuka citra diriinya.
2. Memiliki kepercayaan 3. Dorong klien untuk
diri bersosialisasi dengan
3. Menunjukkan verbal orang lain.
yang menerima 4. Kaji adanya gangguan
kondisi citra diri (menghindari
4. Manjaga kontak mata kontak mata, ucapan
merendahkan diri
sendiri) setelah
intervensi.

2.3 Kifosis
a. Pengertian
Kiposis adalah suatu lengkung anteroposterior tulang belakang
dimana punggung menjadi terlalu membungkuk, umumnya pada daerah
toraks namun kadang pada daerah torakolumbal atau sakral (Hagler,
2012).
Kifosis adalah gangguan tulang belakang progresif dimana
punggung atas menunjukkan sebuah kelengkungan ke depan abnormal,
mengakibatkan kelainan tulang yang kadang-kadang digambarkan
sebagai bungkuk.

18
b. Klasifikasi
1. Kifosis kongenital
Pada beberapa kasus, tulang belakang tidak berkembang
dengan baik saat janin dalam kandungn. Tulang mungkin tidak
terbentuk sebagaimana mestinya. Beberapa tulang mungkin
menyatu. Kondisi ini dapat menyebabkan kifosis progresif ketika
anak tumbuh.

2. Kifosis postural
Kifosis postural adalah yang paling umum. Kifosis postural
sering berkaitan dengan posisi membungkuk yang jarang
menyebabkan nyeri. Kifosis postural biasanya terlihat selama masa
remaja, dan lebih umum pada anak perempuan.
Biasanya dapat sembuh dengan sendirinya maupun dengan
terapi fisik untuk membantu memperkuat otot-otot punggung dan
memperbaiki postur tubuh. Bungkuknya punggung tidak
menyebabkan komplikasi yang serius. Pembedahan jarang
diperlukan untuk kifosis postural.

19
3. Kifosis Shceuerman’s
Seperti halnya kifosis postural, kifosis Shceuerman’s sering
terlihat jelas selama masa remaja, namun pada kifosis
Shceuermann’s kelainan signifikan lebih parah dibanding kifosis
lainnya. Scheuermann menggunakan istilah osteokondritis karena
lempeng akhir epifisis vertebra mengalami osifikasi secara tak
beraturan (Apley, 1995).

c. Etiologi
Penyebab kiposis menurut WebMD.com:
1. Kelainan kongenital.
2. Posisi tubuh yang kurang baik.
3. Scheuermann’s desease.
4. Arthritis.
5. Osteoporosis.
6. Spina bifida.
7. Infeksi kolumna vertebra.
8. Tumor.

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 1.400 anak sekolah


di Spanyol menyebutkan banyak anak yang membawa tas punggung
mereka melebihi 10-15% berat badan, ini menempatkan mereka pada
resiko menderita gangguan tulang belakang. Hasilnya, 1 dari 4 siswa
mengalami keluahan saklit punggung lebih dari 15 hari dan 70% dari
siswa dengan sakit punggung didiagnosa skolios (Tempo.co, 2012).

d. Manifestasi Klinis
1. Kompensasi Lordosis
2. Lengkung torax meningkat pada posisi berdiri atau membungkuk
kedepan.
3. Sikap badan yang kurang baik / jelek.
4. Nyeri ringan pada apeks lengkung tulang belakang.

20
Pasien mungkin mengeluhkan nyeri punggung dan penat;
keluhan ini kadang-kadang meningkat setelah akhir masa pertumbuhan
dan dapat menjadi berat (Apley, 1995).
Gejala yang paling umum dari penyakit Scheuermann adalah
rasa sakit dan deformitas. Nyeri biasanya terjadi pada daerah apikal
setelah duduk untuk waktu yang lama dan karena gerakan. Nyeri juga
menurun ketika pertumbuhan berhenti (Yaman, 2014).

e. Patofisiologi
Pada orang muda sudut lengkung thorakal berkisar 10º-25º.
Nilai sudut ini bervariasi tergantung usia, jenis kelamin dan kondisi
patologis.
Pada postur kifosis dijumpai diskus mengalami pemipihan pada
bagian ventral dan pelebaran pada bagian dorsal, akibatnya nukleus
terdorong dan terjebak pada bagian dorsal, gerakan ekstensi terkunci
dan terjadi kontraktur pada posisi tersebut serta membuat iritasi pada
ligamen longitudinal posterior. Pada kapsul ligamen juga akan terjadi
pemanjangan pada satu sisi dan sisi lain terjadi pemendekan sehingga
memungkinkan terjadi ketegangan pada ligamen kapsul tersebut.
Suatu cacat pada lempeng-lempeng tulang rawan akan
menyebabkan ketegangan pada bagian anterior dari korpus vertebra.
Pergeseran traumatik dari lempeng epifisis terjadi pada anak-anak
karena bertambahnya kekuatan tulangnya selama pertumbuhan pada
masa pubertas. Mungkin terdapat juga osteoporosis vertebra dan diskus
dapat mengalami herniasi kedalam tulang yang rapuh (Apley, 1995).

f. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Juga dilakukan pemeriksaan neurologis untuk mengetahui adanya
kelemahan atau perubanan sensasi.

21
Rontgen tulang belakang dilakukan untuk mengetahui kondisi
kifosis. Pada foto lateral tulang belakang, ujung lempeng dari beberapa
vertebra yang berdekatan (biasanya T6-T10) tampak tak teratur atau
mengalami fragmentasi. Untuk menentukan derajad kemiringan
menggunakan pengukuran Cobb Angle. (Apley, 1995).

g. Penatalaksanaan
Pengobatan kifosis tergantung penyebab, kondisi dan
manifestasi klinis yang muncul. Pengobatan kifosis bawaan umumnya
dilakukan saat penderita masih balita. Pembedahan sebaiknya dilakukan
seawal mungkin untuk mencegah kondisi kifosis bertambah parah.
Kifosis postural bisa disembuhkan dengan berbagai tehnik
olahraga seperti berenang dengan gaya punggung atau dada.
Kurva sebesar 40º atau kurang hanya membutuhkan latihan
untuk memperkuat punggung dan latihan sikap tubuh. Kelengkungan
pada anak yang masih mempunyai masa pertumbuhan beberapa tahun
memberi respon yang baik terhadap pemakaian penyangga selama 12-
24 bulan (Apley, 1995).
Mengatasi osteoporosis diperlukan untuk mencegah terjadinya
fraktur pada kasus kiposis yang disebabkan oleh osteoporosis. Olah
raga, pengaturan pola makan dengan asupan nutrisi tinggi kalsium
dapat memperlambat atau menghentikan progresifitas osteoporosis.

22
Penatalaksanaan pada kasus kifosis meliputi (Hagler, 2012):
1. Bedrest pada matras keras (dengan atau tanpa traksi) dan dengan
brace untuk mengoreksi lengkung tulang belakang sampai proses
pertumbuhan selesai.
2. Menekan pelvik untuk mengurangi lumbar lordosis, meregangkang
kontraktur otot yang terjadi dan hiperekstensi thorax untuk
meluruskan lengkung kifosis.
3. Spinal arthrodesis (jarang diperlukan kecuali kiposis menyebabkan
kerusakan neurologik, lengkung tulang belakang lebih dari 60º,
atau nyeri punggung yang membandel dan melumpuhkan).
4. Fusi Spinal
Remaja yang lebih tua atau dewasa dengan kurva kaku lebih
dari 60º dapat membutuhkan koreksi dengan operasi. Pada pasien
yang kerangkanya sudah matur atau ada tanda-tanda paresis spastik
mengancam merupakan indikasi bedah gabungan anterior posterior
(Bradford (1980) dalam Apley, 1995).
Spinal instrumentasi, menggunahan kait, batang dan sekrup
atau kawat untuk memperbaiki kurva tulang (Spinal Fusion).
Artificial Disc Replacement, diskus yang degeneratif diganti.
Kiphoplasty, sebuah balon dimasukkan kedalam kolumna untuk
meluruskan dan mentabilkan dan mengurangi nyeri (WebMD.com,
2014).

23
Nursing Consideration:
1. Setelah pembedahan, cek neuromuskuler klien tiap 2-4 jam selama
48 jam, laporkan setiap ada perubahan. Rubah posisi dengan sering,
gunakan metode Logroll
2. Tawarkan analgetik 3-4 jam.
3. Pertahankan balance cairan dan monitor tanda ileus.
4. Pertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
5. Dorong suport dari keluarga.
6. Jika klien membutuhkan brace, cek kondisi brace setiap hari.
7. Lakukan perawatan kulit dengan teliti.
8. Sediakan suport emosional dan dorong komunikasi.
9. Libatkan klien dan keluarga dalam mengambil keputusan dan
perawatan.
10. Bantu dalam pengangkatan jahitan dan penggunaan balutan
(biasanya 10 hari post operasi).
11. Dukung ambulasi secara bertahap.

h. Komplikasi
1. Masalah body image.
2. Nyeri punggung yang parah dan melumpuhkan.
3. Penekanan rusuk pada paru-paru.

Komplikasi pada penderita yang menjalani prosedur operasi


(Scheuermann kifosis) terjadi lebih tinggi pada usia dewasa dibanding
usia yang lebuh muda. Komplikasi yang harus diantisipasi dan
diwaspadai yaitu (Medscape, 2014):
1. Kematian.
2. Kerusakan neurologis.
3. Kegagalan alat.
4. Pseudoarthrosis.
5. Komplikasi dari thoracotomy, chect-tube.

24
6. Blood clots.
7. Emboli paru.
8. Infeksi luka operasi.
9. Komplikasi karena anasthesi dan posisi.

i. Prognosis
Pada penggunaan brace, bila penggunaannya tepat dapat
memperbaiki 50% kerusakan. Namun bila brace bergeser, perbaikan
kurva tulang juga akan berangsur hilang. Berdasaarkan penelitian pada
120 penderita Scheuermann kifosis yang dilakukan penilaian selama 5
tahun, 69% kurve dapat bertahan paling kurang 3º. Bracing tidak
bermanfaat pada penderita kifosis dengan kurve lebih dari 74º.
Sepertiga penderita failed bracing dan memerlukan pembedahan.
Pembedahan yang dilakukan pada Scheuermann kifosis
diperkirakan dapat memperbaiki kifosi dan menghentikan progresifitas
kerusakan. Dalam berbagai laporan juga mengesankan bahwa
menghilangkan rasa nyeri dan mengembalikan aktivitas normal adalah
termasuk alasan dilakukannya pembedahan.

25
j. WOC

k. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data demografi.
Kifosis kongenital dan Scheuermann biasa ditemukan sejak
usia muda karena kelainan telah terjadi sejak dalam kandungan
dimana pembentukan tulang belakang tidak sempurna. Kifosis
postural terjadi secara sekunder dan biasanya terjadi pada usia
remaja dan dewasa.
b) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan biasanya nyeri punggung dan penat.
c) Riwayat penyakit sekarang

26
Nyeri dikaji (PQRST). Sudah berapa lama keluahan dirasakan,
progresifitas, dan usaha penanganan yang telah dilakukan.
d) Riwayat perkembangan.
Pada kifosis kongenital kelainan bentuk tubuh mungkin sudah
bisa terlihat. Saat kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan
tuang belakang janin sudah bisa dilihat dengan USG.
e) Riwayat pekerjaan.
Kifosis postural bisa terjadi sebagai komplikasi dari cedera
yang mungkin terjadi berhubungan dengan pekerjaan.
f) Kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan
Riwayat sering memikul beban berat dimasa lalu bisa menjadi
penyebab kifosis.
g) Riwayat nutrisi.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik, terutama kalsium dan
fosfor berperan penting untuk kekuatan tulang dan
keseimbangan tubuh.
h) Riwayat kesehatan masa lalu.
Pengalaman kecelakaan atau trauma fisik, penyakit yang
pernah diderita, seperti osteoporosis, riwayat pembedahan
tulang belakang merupakan hal penting yang berhubungan
dengan kejadian kifosis.
i) Riwayat psikososial spiritual.
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
keluarganya maupun dalam masyarakat.
j) Riwayat penyakit keluarga
Kifosis Scheuerman merupakan penyakit idiopatik dimana
penyebab utama belum diketahui secara jelas, namun ada
kemungkinan penyakit ini bisa diturunkan.
k) Pemeriksaan fisik

27
Meliputi pemriksaan tanda-tanda vital. Postur tubuh saat
berdiri, bentuk lengkung tulang punggung. Kaji juga
kemungkinan adanya kompensasi lordosis. Observasi klien
saat berjalan untuk melihat adanya gerakan abnormal,
keterbatasan gerakan.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri kronik b.d kekakuan dan penekanan saraf spinal.
b) Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri.
c) Gangguan citra tubuh b.d bentuk tubuh yang abnormal.
d) Ansietas b.d prosedur operasi.
e) Resiko infeksi b.d luka operasi.

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri kronik Outcome: Manajemen nyeri:
b.d penekanan Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian
saraf spinal nyeri secara
Kriteria hasil: komperhensif termasuk
1. Mampu lokasi, karakteristik,
mengontrol nyeri; durasi, frekuensi,
tahu penyebab, kualitas, dan faktor
mampu presipitasi
menggunakan 2. Observasi reaksi non
tehnik non verbal dari
farmakologi utk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri 3. Kontrol lingkungan yang
2. Melaporkan nyeri dapat mempengaruhi
berkurang dengan nyeri seperti suhu
manajemen nyeri rungan, pencahayaan,
3. Mampu mengenali dan kebisingan.
nyeri; skala, 4. Ajarkan tentang teknik
intensitas, non farmakologi seperti
frekuensi dan relaksasi nafas dalam,
tanda nyeri. relaksasi benson.
4. Tanda vital dalam 5. Tingkatkan istirahat.
rentang normal 6. Koloborasi pemberian
terapi non farmakologi.
Hambatan Outcomes: Excercise Ther apy
mobilitas fisik Ambulasi 1. Bantu klien untu

28
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
b.d nyeri ambulasi awal untuk
KriteriaHasil: mendorong mobilisasi
1. Mampu melakukan sesuai kemampuan
mobilitas di sekitar klien
tempat tidur 2. Latih atau ajarkan
2. Tidak terdapat penggunaan alat bantu
kontraktur dan berjalan jika diperlukan
atropi 3. Bantu pasien untuk
3. Mampu melakukan posisi atau pergerakan
latihan ROM secara secara optimal
pasif /aktif (Lakukan ROM pasif
4. Mampu melakukan atau aktif)
latihan berjalan pada
jarak yang pendek
sampai sedang
3 Gangguan Outcome: Peningkatan harga diri:
citra tubuh b.d Harga diri 1. Beri kesempatan klien
bentuk tubuh mengungkapkan
yang Kriteria hasil: perasaannya.
abnormal 1. Mampu 2. Dukung upaya klien
berkomunikasi untuk memperbaiki
terbuka citra diriinya.
2. Memiliki 3. Dorong klien untuk
kepercayaan diri bersosialisasi dengan
3. Menunjukkan orang lain.
verbal yang 4. Kaji adanya gangguan
menerima kondisi citra diri (menghindari
4. Manjaga kontak kontak mata, ucapan
mata merendahkan diri
sendiri) setelah
intervensi.
4 Ansietas b.d Ansietas teratasi, Anxiety reduction
prosedur
dengan kriteria hasil; 1. Gunakan pendekatan
operatif
yang menenangkan
1. Klien mampu
2. Identifikasi tingkat
mengidentifikasi,
kecemasan
mengungkapkan
3. Nyatakan dengan jelas
kecemasannya
harapan terhadap
2. Klien mampu
prilaku klien
menunjukkan
4. Pahami perspektif
tehnik mengontrol
klien terhadap situasi
cemas
stress
3. Ekspresi wajah
5. Jelaskan semua
dan bahasa tubuh
prosedur
menunjukkan
6. Dorong klien untuk
berkurangnya
mengungkapkan

29
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
kecemasan perasaan, ketakutan,
persepsi
7. Dengarkan dengan
penuh perhatian
8. Ajarkan tehnik
relaksasi
9. Kolaborasi untuk
farmakologi

5 Resiko infeksi Infeksi dapat dicegah, Infection control


b.d luka
dengan kriteria hasil; 1. Cusi tangan setiap
operasi
sebelum dan setelah
1. Klien bebas dari
melakukan tindakan
tanda-tanda infeksi
keperawatan
2. Jumlah keukosit
2. Pertahankan sterilitas
dalam batas
dalam perawatan luka
normal
operasi
3. Proses
3. Lakukan perawatan
penyembuhan luka
luka operasi
4. Observasi adanya
tanda-tanda infeksi
5. Tingkatkan intake
nutrisi
6. Monitor hitung
granulasit, WBC
7. Beri antibiotik sesuai
program

2.4 Skoliosis
a. Pengertian
Pada Skoliosis, tulang belakang melengkung kearah lateral.
Rotasi ini menyebabkan tulang rusuk menonjol disepanjang dada yang
tulang belakang dan pinggangnya asimetri. Skoliosis dapat terjadi pada
bagian mana saja, yang paling umum adalah tulang belakang bagian
thorax (Hagler, 2012).
Seseorang dengan skoliosis mempunyai kurva kolumna
vertebralis kearah sisi tubuh. Kurva biasanya berbentuk S atau C
(WebMD.com, 2014).

30
b. Klasifikasi
Menurut Hagler (2012), kalsifikasi skoliosis yaitu:
1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur
a) Non Struktural
Tulang belakang fleksibel. Bila klien dalam posisi
baring miring, tulang belakang menjadi lurus.
b) Struktural
Merupakan cacat tetap. Tulang belakang tidak menjadi
lurus bila klien dalam posisi baring miring.
Sebagian besar kasus tidak mempunyai penyebab yang
jelas (skoliosis idiopatik). Variasi yang lain adalah osteopatik
(akibat anomali tulang), neuropatik (berhubungan dengan
beberapa distrofi otot) dan berbagai kelompok penyakit
jaringan ikat (Apley, 1995).

2. Klasifikasi Berdasarkan Usia


a) Infantil
Skoliosis yang terjadi pada usia 1-3 tahun, lebih sering pada
anak laki-laki. Bisa sembuh spontan atau berlanjut dan
memerlukan perawatan.
b) Juvenil
Terjadi pada usia 3-10 tahun, dengan perbandingan kejadian
sama antara laki-laki dan perempuan. Gangguan ini biasanya
membutuhkan tindak lanjut jangka panjang hingga pada usia
puncak pertumbuhan.

31
c) Remaja
Skoliosis yang terjadi diatas usia 10 tahun.
d) Dewasa
Skoliosis yang terjadi diatas usia 18 tahun.

c. Etiologi
Penyebab Skoliosis menurut A. Graham Apley (1995):
1. Idiopatik.
Sekitar 80% dari semua kasus skoliosis adalah idiopatik.
Deformitas ini kadang-kadang bersifat familial.
2. Kongenital.
Anomali mencakup; hemivertebra, wedged vertebra, fusi
vertebra dan tiadanya rusuk atau rusuk menyatu. Anomali-anomali
kongenital ini dapat menyebabkan skoliosis struktural nyata sejak
kehidupan dini.
3. Kelainan neuromuskular.
Kelainan neuromuskular yang berhubungan dengan skoliosis
mencakup poliomyelitis, cerebral palsy, siringomielia, ataksia
Friedreich, dan yang paling jaran adalah penyakit motor neuron
bawah dan distrofi otot.
4. Penyakit jaringan ikat
Spasme otot disekitar kolumna vertebra atau gangguan pada
ligamen-ligamen penyangga mempengaruhi posisi kurva tulang
belakang, mungkin dipicu kebiasaan postur tubuh yang salah atau
duduk yang salah, juga kebiasaan memanggunl beban berat.

d. Manifestasi Klinis
1. Penampilan garis tengah tubuh tidak rata, kaki celana tidak sama
panjang, satu pinggul naik lebih tinggi dari yang lain.
2. Sakit punggung, kelelahan, dispnoe.
3. Riwayat keluarga dengan skoliosis.

32
e. Patofisiologi
Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau
sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang,
misalnya kaki yang pendek, kemiringan pelvis akibat kontraktur.
Spasme otot lokal yang berhubungan denga prolaps diskus lumbalis
dapat menyebabkan punggung miring.
Anomali mencakup; hemivertebra, wedged vertebra dan
tiadanya rusuk atau rusuk menyatu. Meskipun skoliasis kongenital
dapat menetap pada tingkat yang ringan, beberapa kasus berkembang
kearah deformitas yang berat, terutama yang disertai fusi vertebra
unilateral (batang tak bersegmen unilateral).

f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat kesehatan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik menggunakan prosedur Adam’s Forward
Bending Test.
3. Skoliometri.
4. Rontgent.

The Adam’s Forward Bending Test


Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pasien dari belakang
yaitu dengan menyuruhnya membungkuk 90° ke depan dengan lengan
menjuntai ke bawah dan telapak tangan berada pada lutut. Temuan
abnormal berupa asimetri ketinggian iga atau otot-otot paravertebra
pada satu sisi, menunjukan rotasi badan yang berkaitan dengan

33
kurvatura lateral. Skoliosis torakalis kanan akan menunjukkan lengkung
konveks ke kiri pada daerah torak yang merupakan tipe kurva idiopatik
yang umum. Deformitas tulang iga dan asimetri garis pinggang tampak
jelas pada kelengkungan 30° atau lebih.
Jika pasien dilihat dari depan asimetri payudara dan dinding
dada mungkin terlihat. Tes ini sangat sederhana, hanya dapat
mendeteksi kebengkokannya saja tetapi tidak dapat menentukan secara
tepat kelainan bentuk tulang belakang. Pemeriksaan neurologis (saraf)
dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau reflex.

g. Penatalaksanaan
1. Observasi bila kurva skoliosis ringan, dengan penilaian tiap 4-6
bulan apakah perkembangan skoliosis kearah tidak baik.
2. Penggunaan brace, dengan penyesuaian brace tiap 3 bulan.
3. Pembedahan bila tidak ada kemajuan perbaikan lengkung tulang
(biasanya >40º).
4. Immobilisasi pasca operasi dengan brace.
5. Latihan, terutama skoliosis dewasa.
6. Anti inflamasi non steroid, seperti Ibuprofen.

Program latihan, chiropractic treatment, electrical stimulasi dan


suplemen tidak terbukti dapat mencegah skoliosis bertambah parah. Hal

34
tersebut hanya mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas
(WebMD.com, 2014).
Fisiotherapi dengan Infra Red bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri, relaksasi otot, meningkatkan suplai darah,
menghilangkan sisa-sisa metabolisme (Sujatno (2002) dalam
Faturrahman, 2013).

h. Kompilkasi
Pembedahan yang dilakukan pada tulang belakang dapat
menimbulkan komplikasi yang serius. Komplikasi berupa nyeri dan
kerusakan setelahnya memerlukan pembedahan ulang/tambahan
(University of Meryland Med. Center, 2016).
Komplikasi yang dapat muncul setelah pembedahan:
1. Flat-back Deformity, yaitu suatu kondisi dimana tulang lumbal
kehilangan lengkungnya (datar) sehingga posisi saat berdiri seperti
bersandar kedepan.
2. Pseudoarthrosis, atau sendi palsu, yaitu kegagalan tersambungnya
fragmen tulang dimana tulang ditutupi jaringan fibrosa atau
fibrocartilage.

i. Prognosis
Prognosis adalah kunci untuk terapi, sasarannya adalah
mencegah deformitas yang berat. Umumnya, makin muda pasien dan
makin tinggi kurvanya, semakin buruk prognosisnya.

35
j. WOC

k. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data demografi.
Karena sebagian besar kasus dengan penyebab idiopatik dan
kongenital, penderita yang tercatat banyak yang berusia muda
bahkan belia.
b) Riwayat perkembangan.
Perkembangan tulang belakang dapat dilihat sejak dalam
kandungan. Secara sederhana orang tua dapat melihat
ketidaksimetrisan garis tubuh dari arah belakang, walaupun
pada kasus ringan kadang tidak terlihat. Semakin muda dan
semakin besar kurve skoliosis, semakin cepat progresifitas

36
kerusakan. Beberapa skoliosis kongenital juga disertai anomali
organ lain seperti jantung, ginjal dan sebagainya.
c) Riwayat kesehatan keluarga.
Sebagian besar kasus idiopatik. Skoliosis dapat diturunkan
secara familial.
d) Riwayat kesehatan dahulu.
Pernah menjalani pembedahan, khususnya berkaitan dengan
tulang belakang.
e) Riwayat kesehatan sekarang.
Nyeri dapat muncul atau juga tidak. Jika ada nyeri dikaji area,
penyebab/pencetus, seberapa kuat nyeri dirasakan. Juga perlu
dikaji apakah ada nyeri yang menjalar (disebabkan adanya
iritasi saraf spinal). Progresifitas perubahan bentuk tubuh dan
keluhan.
f) Riwayat psikososial spiritual.
Respon emosi klien dan keluarga terhadap penyakit yang
dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam keluarganya maupun dalam masyarakat.
g) Keluhan utama
Nyeri (apabila muncul), mungkin ada kelelahan dan sesak.
h) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dengan tehnik Adam Test. Temuan abnormal
berupa asimetri ketinggian iga atau otot-otot paravertebra pada
satu sisi, menunjukan rotasi badan yang berkaitan dengan
kurvatura lateral. Skoliosis torakalis kanan akan menunjukkan
lengkung konveks ke kiri pada daerah torak yang merupakan
tipe kurva idiopatik yang umum. Deformitas tulang iga dan
asimetri garis pinggang tampak jelas pada kelengkungan 30°
atau lebih.
Pemeriksaan persistem dapat ditemukan; disfungsi bowel atau
bladder menunjukkan kerusakan saraf spinal. Fungsi motorik

37
dapat terganggu sebagai akbat tekanan pada saraf spinal.
Pernafaasan terganggu bila ekspansi dada berkurang oleh iga
yang terdorong oleh skoliosis, penderita pun mudah lelah saat
beraktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri kronik b.d kekakuan dan penekanan saraf spinal.
b) Intoleransi aktivitas b.d dispnoe.
c) Gangguan citra tubuh b.d bentuk tubuh yang abnormal.
d) Ansietas b.d prosedur operatif.
e) Resiko infeksi b.d luka operasi.

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri kronik Outcome: Manajemen nyeri:
b.d Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian
penekanan nyeri secara
saraf spinal Kriteria hasil: komperhensif
1. Mampu termasuk lokasi,
mengontrol nyeri; karakteristik, durasi,
tahu penyebab, frekuensi, kualitas,
mampu dan faktor presipitasi
menggunakan 2. Observasi reaksi non
tehnik non verbal dari
farmakologi utk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri 3. Kontrol lingkungan
2. Melaporkan nyeri yang dapat
berkurang dengan mempengaruhi nyeri
manajemen nyeri seperti suhu rungan,
3. Mampu mengenali pencahayaan, dan
nyeri; skala, kebisingan.
intensitas, 4. Ajarkan tentang teknik
frekuensi dan non farmakologi
tanda nyeri. seperti relaksasi nafas
4. Tanda vital dalam dalam, relaksasi
rentang normal benson.
5. Tingkatkan istirahat.
6. Koloborasi pemberian
terapi non farmakologi.
2 Intoleransi Outcome: Manajemen energi:
aktifitas b.d Level kelelahan 1. Monitoring respon

38
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
dispnoe kardio-respirasi saat
Kriteria hasil: beraktivitas.
1. RR dalam rentang 2. Cegah aktivitas yang
normal (18-20 membuat lelah.
x/mnt). 3. Bantu klien membuat
2. Klien melaporkan jadwal istirahat.
tidak mmerasa 4. Rencanakan periode
lelah jika berjalan aktivitas ketika klien
lama mempunai energi
3. Klien tidak lebih, misalnya setelah
nampak lesu. istirahat, setelah
4. Keseimbangan makan.
antara aktivitas dan 5. Monitoring kualitas
istirahat. pola tidur klien.
5. Klien melaporkan
kualitas tidur dan
istirahat baik.
3 Gangguan Outcome: Peningkatan harga diri:
citra tubuh Harga diri 1. Beri kesempatan klien
b.d bentuk mengungkapkan
tubuh yang Kriteria hasil: perasaannya.
abnormal 1. Mampu 2. Dukung upaya klien
berkomunikasi untuk memperbaiki
terbuka citra diriinya.
2. Memiliki 3. Dorong klien untuk
kepercayaan diri bersosialisasi dengan
3. Menunjukkan orang lain.
verbal yang 4. Kaji adanya gangguan
menerima kondisi citra diri (menghindari
4. Manjaga kontak kontak mata, ucapan
mata merendahkan diri
sendiri) setelah
intervensi.
4 Ansietas b.d Ansietas teratasi, Anxiety reduction
prosedur
dengan kriteria hasil; 1. Gunakan pendekatan
operasi
yang menenangkan
1. Klien mampu
2. Identifikasi tingkat
mengidentifikasi,
kecemasan
mengungkapkan
3. Nyatakan dengan jelas
kecemasannya
harapan terhadap
2. Klien mampu
prilaku klien
menunjukkan
4. Pahami perspektif
tehnik mengontrol
klien terhadap situasi
cemas
stress
3. Ekspresi wajah
5. Jelaskan semua
dan bahasa tubuh
prosedur

39
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
menunjukkan 6. Dorong klien untuk
berkurangnya mengungkapkan
kecemasan perasaan, ketakutan,
persepsi
7. Dengarkan dengan
penuh perhatian
8. Ajarkan tehnik
relaksasi
9. Kolaborasi untuk
farmakologi

5 Resiko Infeksi dapat dicegah, Infection control


infeksi b.d
dengan kriteria hasil; 1. Cusi tangan setiap
luka operasi
sebelum dan setelah
1. Klien bebas dari
melakukan tindakan
tanda-tanda infeksi
keperawatan
2. Jumlah keukosit
2. Pertahankan sterilitas
dalam batas
dalam perawatan luka
normal
operasi
3. Proses
3. Lakukan perawatan
penyembuhan luka
luka operasi
4. Observasi adanya
tanda-tanda infeksi
5. Tingkatkan intake
nutrisi
6. Monitor hitung
granulasit, WBC
7. Beri antibiotik sesuai
program

2.5 Latihan Aktivitas Fisik


Beberapa gerakan latihan fisik untuk gangguan bentuk tulang belakang
(UNY, n.d.):
1. Neck, Back and Shoulder Flattener

Sasaran : Kifosis, lordosis.


Pelaksanaan : 1. Sikap awal telentang, lutut ditekuk,

40
lengan di samping dengan telapak tangan
ke bawah.
2. Tarik nafas, kembangkan dada, leher
menapak pada lantai dengan peregangan
pendek, dorong dagu ke dada.
3. Mengetahui punggung dan leher lurus
pada lantai, dan disertai pengeluaran
nafas.
4. Pinggang lurus pada lantai, luruskan kaki
perlahan, rasakan pinggang terangkat
sedikit menjauhi lantai. Secara normal
jarak pinggang dan lantai tidak terlalu
besar.

2. Breaking Chain

Sasaran : Kifosis, lordosis.


Pelaksanaan : 1. Berdiri membelakangi sudut (tembok)
kaki terpisah kurang lebih 6 inci, letakan
ke dua tangan bersama-sama di depan
dada dengan siku lurus terhadap bahu.
2. Seolah-olah memotong rantai dengan
kekuatan mendorong, tangan terkepal,
terpisah tertahankan, siku luruh terhadap

41
bahu, gerakkan bahu bersama-sama
dengan menarik nafas.
3. Lipat panggul dan tekan punggung
bagian bawah serapat mungkin dengan
dinding.
4. Tahan posisi ini 10 detik.
5. Rileks dan keluarkan nafas.
6. Latihan boleh dilakukan dengan posisi
duduk.

3. Abdominal Curl

Sasaran : Lordosis.
Pelaksanaan : 1. Sikap awal telentang, siku ditekuk
disamping tubuh 90º, lutut ditekuk.
2. Mulai dari kepala, tekuk tubuh perlahan
kedepan kurang lebih 45º, angkat
punggung sebagian dari lantai.
3. Kontrol dan luruskan perlahan-lahan.

4. Mad Cat

Sasaran : Lordosis.
Pelaksanaan : 1. Sikap awal merangkak.
2. Mendorong punggung keatas dengan otot
perut dan bokong, tundukkan kepala

42
sambil menarik nafas.

5. Knee-Chest Curl

Sasaran : Lordosis.
Pelaksanaan : 1. Sikap awal telentang, lutut ditekuk,
lengan disisi badan ditekuk dengan
telapak tangan keatas.
2. Dorong lutut menyentuh dada dengan
otot perut dan menekuk tulang
punggung.
3. Tahan dan luruskan kembali.

6. Four Count Wall Weight

Sasaran : Kifosis
Pelaksanaan : 1. Sikap awal berdiri menghadap beban,
pegang beban kearah depan, bahu lurus.
2. Pegang beban dengan jari, lengan lurus,
tahan betis, taarik beban ke samping
panggul.
3. Kembali, tarik beban kesamping luar,

43
bahu lurus.
4. Kembali, tarik bebal lurus keatas kepala.
5. Kembali dan ulangi.

7. Tense and Stretch

Sasaran : Skoliosis
Pelaksanaan : 1. Sikap awal berdiri tegak (menghadap
cermin)
2. Angkat tangan vertikal keatas kepala,
berlawanan arah dengan bentuk kurve
terbuka (lengan kanan bagi skoliasis kiri
C), putar ujung tangan kiri kearah luar
dan tekan dengan kuat sampai kesamping
badan.
3. Tahan 10 detik kemudian ambil posisi
biasa.
4. Ulangi latihan beberapa kali.

8. Elbow Side Falling

44
Sasaran : Skoliosis
Pelaksanaan : 1. Sikap awal menghadap kesamping
miring pada tulang punggung.
2. Tahanlah dengan lutut kearah dalam,
luruskan lengan yang berlawanan, bahu
tinggi, dan angkat panggul.
3. Turunkan panggul pada lantai.
4. Ulangi.

9. Horizontal Ladder

Sasaran : Kifosis, skoliosis


Pelaksanaan : 1. Sikap awal menggantung dengan
pegangan selebar bahu.
2. Menggantung dipertahankan.
3. Latihan dapat ditingkatkan dengan
berayun.

45
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tulang belakang mempunyai peranan yang sangat penting. Selain
membentuk struktur tubuh tulang belakang juga sebagai pendukung dalam
hal mobilisasi. Ada tiga macam gangguan pada tulang belakang yaitu
lordosis, kifosis, dan skoliosis. Ketiga gangguan tersebut beberapa
diantaranya tidak memerlukan penangan yang khusus, namun selama
prognosisnya memburuk maka akan sangat fatal terhadap kelangsungan
hidup penderita. Lordosis, kifosis, dan skoliosis dapat menyerang siapa saja,
mulai dari bayi, anak kecil, remaja, bahkan dewasa dan lansia.

3.2 Saran
Diharapkan perawat mampu mengelola pasien dengan gangguan
tulang belakang tersebut dengan baik. Kemampuan berpikir kritis yang baik,
peduli terhadap pasien, cerdas, dan mampu mengelola emosional pasien
merupakan sikap perawat yang perlu dikembangkan. Selain itu perawat juga
diharuskan mampu untuk melakukan 'screening' (pengkajian awal) pada
remaja agar tidak terjadi gangguan tulang belakang yang parah dikemudian
hari. Pendidikan pada masyarakat dan keluarga merupakan hal yang perlu
dalam pencegahan primer gangguan tulang belakang.

46
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G. (1995). Buku Ajar Orthopedi. (A. Kartini, Ed.) (7th ed.). Jakarta:
Widya Medika.
Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. (A. Suslia, Ed.) (8 Buku 1).
Singapore: Elsevier.
Faturrahman, A. (2013). Penatalaksanaan Fisiotherapy pada Skoliasis. Naskah
Publikasi. Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/26838/11/02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Hagler, D. (2012). Lippincott’s Visual Nursing-A Guide to Deseases, Skills and
Treatmens (2nd ed.). Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Medscape. (2014). Scheuermann Kyphosis. Retrieved September 25, 2016, from
emedicine.medscape.com/article/1266349-treatment#d9
Medscape.com. (2016). Scheuermann’s Desease. Retrieved from
http://emedicine.medscape.com/article/311959-overview
Middleditch, A. (2005). Functional Anatomy of The Spine (2nd ed.). Elsevier.
Pearce, E. C. (2005). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Pediatrik.com, J. (2016). Scoliasis, Gangguan Bentuk Tulang Punggung.
Retrieved September 25, 2016, from
https://jurnalpediatri.com/2016/03/06/skoliosis-gangguan-bentuk-tulang-
punggung/
Price, S. A. (2012). Patofisiologi (6 Vol 2). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia:
Lippncott Williams & Wilkin.
Tempo.co. (2012). Beban Ransel Sekolah Anak Picu Kelainan Tulang. Jakarta:
Tempo.co. Retrieved from
https://m.tempo.co/read/news/2012/04/09/060395763/beban-ransel-sekolah-
anak-picu-penyakit-tulang
University of Meryland Med. Center. (2016). Adult Scoliosis. Retrieved
September 25, 2016, from umm.edu/programs/spine/health/guides/adult-
scoliosis

47
UNY. (n.d.). 40 Macam Latihan Aktivitas Fisik Untuk Kondisi Khusus. Retrieved
from http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Komarudin, M.A./40
MACAM LATIHAN AKTIVITAS FISIK UNTUK.pdf
WebMD.com. (2014). Spine Curvature Disorders. Retrieved September 24, 2016,
from http://www.webmd.com/back-pain/guide/types-of-spine-curvature-
disorders
Widodo, W. S. (2008). Korelasi antara Kegemukan dengan Peningkatan Kurva
Lumbal Bidang Sagital. Jurnal Kes, 1 No. 2 i. Retrieved from
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/1467/jurnal kes vol
1 no 2 i 155-164.pdf?sequence=1
Yaman, O. (2014). Kyphosis: Diagnosis, Classification and Treatment Methods.
Turkish Neurosurgery, 24, 62–74. Retrieved from
http://www.turkishneurosurgery.org.tr/pdf/pdf_JTN_1284.pdf

48

You might also like