You are on page 1of 8

Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

Ginjal

Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal
disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nerfon (tempatnya di glomerulus). Kemudian
mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ginjal menurun sampai 50 % fungsi tubulus berkurang
akibat kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria (biasanya
1+), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat (Priyoto, 2015).

2. Otot-otot kandung kemih menjadi lemah,

kapasitas menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin. Pembesaran prostat
+75 % dialami oleh pria berusia diatas 65 tahun (Priyoto, 2015).

3. Perubahan Aliran Darah Ginjal Pada Lanjut Usia

Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per menit darah dari 40%
hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di
glomerulus dengan GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal
dengan lebih dari 99% yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per
hari.

Dari beberapa penelitian pada lansia yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa setelah usia 20 tahun
terjadi penurunan aliran darah ginjal kira-kira 10% per dekade, sehingga aliran darah ginjal pada usia 80
tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari aliran darah ginjal terutama berasal dari
korteks. Pengurangan aliran darah ginjal mungkin sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah
jantung dan perubahan dari hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang berhubungan dengan
usia.

4. Perubahan Fungsi Ginjal Pada Lanjut Usia

Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang, sehingga merupakan predisposisi untuk
terjadinya gagal ginjal. Ginjal yang sudah tua tetap memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
cairan tubuh dan fungsi hemostasis, kecuali bila timbul beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal.

Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki usia 30 tahun dan 60 tahun,
fungsi ginjal menurun sampai 50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak
adanya kemampuan untuk regenerasi. Beberapa hal yang berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia
antara lain :

a. Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.


b. Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia
muda.

c. Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan produksi ureum yang menurun.
Kreatinin darah normal karena produksi yang menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang
paling tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan memeriksa Creatinine Clearance.

d. Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun sejak usia 30 tahun.

3. Perubahan laju Filtrasi Glomerulus Pada Lanjut Usia

Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi glomerulus (GFR). Pada usia lanjut
terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari
ukuran dan jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang menggunakan bermacam-macam
metode, menunjukkan bahwa GFR tetap stabil setelah usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian
menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73 m2/dekade.

Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kreatinin
serum. Produksi kreatinin sehari-hari (dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan
penurunan bersihan kreatinin.

4. Perubahan Fungsi Tubulus Pada Lanjut Usia

Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH) menurun sejalan dari usia 40 ke 90-an.
Umumnya filtrasi tetap ada pada usia muda, kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia
70, 80 dan 90 tahunan. Transpor maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH (paraaminohipurat) menurun
progresif sejalan dengan peningkatan usia dan penurunan GFR.

Penemuan ini mendukung hipotesis untuk menentukan jumlah nefron yang masih berfungsi, misalnya
hipotesis yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor
tubulus, tetapi berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas total untuk transpor menurun.

Transpor glukosa oleh ginjal dievaluasi oleh Miller, Mc Donald dan Shiock pada kelompok usia antara 20-
90 tahun. Transpor maksimal Glukosa (TmG) diukur dengan metode clearance. Pengurangan TmG
sejalan dengan GFR oleh karena itu rasio GFR : TmG tetap pada beberapa dekade.

Penemuan ini mendukung hipotesis jumlah nefron yang masih berfungsi, kapasitas total untuk transpor
menurun sejalan dengan atrofi nefron. Sebaliknya dari penurunan TmG, ambang ginjal untuk glukosa
meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Ketidaksesuaian ini tidak dapat dijelaskan tetapi mungkin
dapat disebabkan karena kehilangan nefron secara selektif.

5. Perubahan Pengaturan Keseimbangan Air Pada Lanjut Usia

Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada peningkatan usia maka pengaturan
metabolisme air menjadi terganggu yang sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh
menurun sejalan dengan peningkatan usia. Penurunan ini lebih berarti pada perempuan daripada laki-
laki, prinsipnya adalah penurunan indeks massa tubuh karena terjadi peningkatan jumlah lemak dalam
tubuh. Pada lanjut usia, untuk mensekresi sejumlah urin atau kehilangan air dapat meningkatkan
osmolaritas cairan ekstraseluler dan menyebabkan penurunan volume yang mengakibatkan timbulnya
rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus timbul terletak pada daerah yang
menghasilkan ADH di hypothalamus.

Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang bila dibandingkan dengan usia muda yang
menyebabkan konsentrasi urin juga berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk
mencairkan dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara intensif. Orang dewasa sehat
mengeluarkan 80% atau lebih dari air yang diminum (20 ml/kgBB) dalam 5 jam.

6. Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia

Saat usia lanjut pola eliminasi urine mengalami perubahan. Salah satunya dalam proses berkemih yaitu
lansia akan merasakan keluarnya urine beberapa tetes saat batuk maupun berlari. Seringkali lansia juga
mengalami kesulitan menahan urine sehingga urine keluar sesaat sebelum berkemih. Selain itu terjadi
penurunan kapasitas kandung kemih (N;350-400 ml), peningkatan volume residu (N:50 ml), peningkatan
kontraksi kandung kemih yang tidak disadari dan atrofi pada otot kandung kemih. Akibatnya terjadi
peningkatan inkotinensia urine (pelepasan urine secara tidak terkontrol).

Perubahan eliminasi urine pada lansia ini disebabkan karena melemahnya otot dasar panggul yang
berperan menjaga kandung kemih dan pintu saluran kemih. Hal itu menyebabkan timbulnya kontraksi
abnormal pada kandung kemih sehingga menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan
menyisakan urine di kandung kemih. Sisa urine yang cukup banyak di kandung kemih ini membuat
pengisian sedikit saja merangsang untuk berkemih.

Di sisi lain, faktor psikologi dan lingkungan juga turut mempengaruhi perubahan eliminasi urine pada
lansia. Faktor psikologis, sepeti stress membuat peningkatan urine pada lansia. Hal ini karena efek dari
hormone noreepinefrin yang mana mempengaruhi kontraksi otot polos yang cara kerjanya berlawanan
dengan asetilkolin. Sedangkan lingkungan yang meliputi perubahan cuaca dan iklim seperti cuaca dingin
membuat lansia lebih sering berkemih.

Syaifudin. Anatomi Fisiologi. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC

Tamher dan Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Dewi, Sofia Rosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Sleman: Deepublish

Sudoyo, Aru W, dkk. (2005). Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi Ke Empat Jilid I.Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Tamher, S., & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Perubahan Anatomi Fisiologi

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang berupa urine maupun
fekal (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Proses penuaan berdampak pada perubahan-perubahan dihampir semua organ tubuh termasuk pada
organ berkemih yang mengakibatkan orang usia lanjut lebih mudah mengalami gangguan di semua
sistem tubuhnya salah satunya pada sistem eliminasi. Gangguan sistem eliminasi terbagi atas gangguan
eliminasi urin dan gangguan eliminasi fekal. Gangguan eliminasi urin melibatkan organ tubuh yaitu
ginjal, sedangkan gangguan pada fekal terjadi akibat dari terganggunya sistem pencernaan yang akan
mengganggu dalam proses eliminasi.

1. Penuaan pada sistem Renal Dan Urinaria

Penuaan mempengaruhi sistem renal dan urinaria dalam berbagai cara. Pada lansia yang sehat,
perubahan terkait usia tidak terlihat jelas karena ginjal tetap mampu untuk memunuhi kebutuhan
normal. Namun, pada saat stress, seperti saat kebutuhan fisiologis secara tidak normal sangat tinggi
atau ketika terserang penyakit, penuaan pada sistem renal sangat rentan.

Namun, sistem urinaria berbeda. walaupun proses penuaan tidak langsung menyebabkan masalah
inkontinensia, kondisi yang sering terjadi pada lansia yang di kombinasikan dengan perubahan terkait
usia dalam sistem urinaria dapat memicu terjadinya inkontinensia. (Stanley dan Patricia,2006)

a. Struktur dan Fungsi Sistem Renal dan Urinaria

Sistem renal dan urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ureter, kandung kemih,
dan uretra terutama sebagai sistem penyimpanan dan transportasi untuk pengeluaran urine dari dalam
tubuh ketika telah dibentuk oleh ginjal. Ginjal secara fisiologis lebih

kompleks dan secara vital terlibat dalam penampilan fungsi hemoestatis yang sangat penting. Fungsi-
fungsi ini bermaksud mengeluarkan sampah yang di produksi dari tubuh; mengatur cairan dan elektrolit;
mempertahankan keseimbangan asam-basa; memproduksi renin, prostaglandin, dan eritropoietin;
memetabolisme vitamin D ke dalam bentuk aktifnya; dan mendegradasi insulin. Sistem urinaria
memberikan dua fungsi yang sangat kritis, yaitu penyimpanan pasif dan pengeluaran aktif urine. (Stanley
dan Patricia, 2006)
b. Perubahan terkait usia pada sistem renal

Unit fungsional dari ginjal adalah nefron. Pada dewasa muda, terdapat kurang lebih 2 juta nefron pada
korteks bagian luar dan bagian dalam medulla ginjal. Pada masa dewasa lanjut, jumlah ini sudah
berkurang setengahnya. Selain itu, nefron yang tersedia memiliki lebih banyak ketidaknormalan dari
pada yang ditemukan pada dewasa muda. Walaupun perubahan-perubahan ini tampak dramatis,
kenyataan bahwa individu yang sehat mampu untuk menyumbangkan sebuah ginjal tanpa konsekuensi
serius memberikan dasar perbandingan untuk kehilangan nefron yang normal pada lansia. (Stanley dan
Patricia, 2006)

c. Perubahan terkait usia pada sistem urinaria

Penyimpanan dan pengeluaran urine dalam interval yang sesuai adalah suatu proses koordinasi
volunteer dan involunter yang rumit. Kandung kemih diisi dengan urine yang dikeluarkan dari ureter
dengan kecepatan 2 ml/menit. Otot kandung kemih relaksasi untuk mengakomodasi peningkatan
volume ketika sfingter external dasar punggul konstriksi sehingga kebocoran tidak terjadi.

Perubahan yang pada umumnya menyertai penuaan, termasuk kapasitas kandung kemih yang lebih
kecil. Peningkatan volume residu dan kontraksi kandung kemih yang tidak disadari. Pada wanita lansia,
penurunan produksi estrogen menyebabkan atrofi jaringan uretra.

Pada pria lansia, hipertrofi prostat menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih dan uretra.
(Stanley dan Patricia, 2006)

d. Perubahan normal pada sistem renal dan urinaria akibat penuaan (Stanley dan Patricia, 2006)

1) Penebalan dasar membrane

2) Penurunan area permukaan glomerular

3) Penurunan panjang dan volume tubulus proksimal

4) Penurunan aliran vascular

5) Penurunan kapasitas kandung kemih

6) Peningkatan volume residu

7) Atrofi pada kandung kemih secara umum

8) Peningkatan kontraksi kandung kemih yang tidak di sadari


Anatomi Dan Fisiologi Eleminasi Urine Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi
organ eleminasi seperti ginjal, ureter, kandung kemih atau bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air
dari darah dalam bentuk urine kemudian masuk ke ureter lalu mengalir ke bladder. Dalam bladder urine
ditampung sampai mencapai batas tetentu atau sampai timbul keinginan berkemih, yang kemudian
dikeluarkan melalui uretra. Gambar 3. Sistem perkemihan (a) perempun, (b) laki-laki (DeLaune & Ladner,
2011) a. Ginjal (Kidney) Tahukah Anda bahwa ginjal bentuknya seperti kacang, terdiri dari 2, yaitu ginjal
kanan dan ginjal kiri dimana letak ginjal kanan lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Produk buangan
(limbah) merupakan hasil metabolisme yang terkumpul d b. Ureter Setelah urine terbentuk kemudian
akan dialirkan ke pelvis ginjal ke kandung kemih melalui ureter. Panjang ureter dewasa 25-30 cm dan
berdiameter 1,25 cm. Dinding ureter dibentuk dari 3 lapisan, yaitu lapisan dalam membran mukosa,
lapisan tengah otot polos yang mentransfor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltik yang
distimulasi oleh distensi urine dikandung kemih, lapisan luar jaringan fibrosa menyokong ureter. Adanya
obstruksi di ureter yang tersering adalah oleh karena batu ginjal, menimbulkan gerakan peristaltik yang
kuat sehingga mencoba mendorong dalam kandung kemih, hal ini menimbulkan nyeri hebat yang sering
disebut kolik ginjal. c. Kandung Kemih (Bladder) Kandung kemih tempat penampung 400 - 600 ml,
namun keinginan berkemih sudah dirasakan seseorang dewasa pada saat kandung kemih terisi urine
150 ml, walaupun pengeluaran urine pada normalnya jika sudah terisi sekitar 300 ml. Kandung kemih
terletak di dasar panggul dan merupakan otot yang dapat mengecil seperti balon, yang disebut otot
detrusor. Dalam keadaan penuh kandung kemih membesar yang terdiri dari dua bagian fundus dan
bagian leher terdapat spinter interna dikontrol saraf otonom yaitu sakral 2 dan 3. d. Uretra (Urethra)
Uretra merupakan saluran pembuangan urin keluar dari tubuh, kontrol pengeluaran dilakukan oleh
spinter eksterna yang dapat dikendalikan oleh kesadaran kita (termasuk otot sadar). Dalam kondisi
normal,aliran urine yang mengalami turbulasi membuat urine bebas dari bakteri, karena membran
mukosa melapisi uretra mensekresi lendir bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa
mencegah masuknya bakteri. Ukuran panjang uretra wanita sekitar 4 – 6,5 cm, sehingga seringkali
menjadi factor predisposisi teradiya infeksi saluran kemih (ISK), misalnya pielonefritis, ureteritir, dan IS
lainnya. sedangkan uretra pria panjangnya sekitar 20 cm. 3) Fisiologi Berkemih Kontrol saraf Pada Otot
Detrusor (pada kandung kemih) Otot detrusor merupakan otot polos kandung kemih dan termasuk otot
volunter sehingga memungkinkan orang dewasa dapat menunda atau menahan berkemih atau buang
air kecil (BAK) sampai waktu dan lokasi yang tepat secara sosial, misalnya di kamar mandi. Area spesifik
otak, sumsum tulang belakang, dan sistem saraf perifer memodulasi aktivitas refleks otot detrusor.
Kontrol saraf pusat kandung kemih dimulai di beberapa pusat modulasi di otak. Terjadinya lesi
neurologis di satu atau lebih dari area ini menyebabkan kontraksi detrusor hiperaktif dan menyebabkan
hilangnya kontrol kandung kemih. Area utama di otak yang memodulasi otot detrusor terletak di lobus
frontal, thalamus, hipotalamus, ganglia basalis, dan serebelum. Sistem limbik, yang mengendalikan
banyak aspek fungsi saraf otonom juga dapat mempengaruhi kontinensia. Pusat miksi, terletak di dekat
dasar otak, memiliki dua kelompok neuron yang menandai asal-usul buang air kecil (berkemih), evakuasi
urin dari kandung kemih. Pada bayi, eliminasi urin dikontrol sepenuhnya oleh pusat mikturisi, yang
mengosongkan kandung kemih ketika volume 'batas (treshold)' tertentu tercapai atau ketika kandung
kemih dirangsang dengan cara lain. Namun, pada orang dewasa, pusat mikturisi digerakkan oleh
beberapa pusat otak, dan BAK biasanya terjadi ketika seseorang ingin mengosongkan kandung kemih.
Traktus retikulospinalis di sumsum tulang belakang (spinal cord) mengirim pesan dari otak dan batang
otak ke saraf perifer kandung kemih. Pengisian kandung kemih dan penyimpanan urin dipengaruhi oleh
eksitasi sistem saraf simpatetik melalui serabut efferent, nukleus spinal simpatis pada segmen thorakal
ke-10 (T10) sampai lumbal ke-2 (L2). Eksitasi neuron-neuron ini melemaskan otot detrusor dan
mengkontraksi elemenelemen otot mekanisme sfingter. Pengosongan urin dilakukan melalui sistem
saraf parasimpatik. Eksitasi neuron yang terletak di segmen sakrum ke-2 (S2) sampai sakrum k4-4 (S4)
menyebabkan terjadinya proses berkemih (buang air kecil) oleh kontraksi otot detrusor dan relaksasi
elemen otot mekanisme sfingter. Dua saraf perifer mengirimkan pesan dari sistem saraf pusat ke otot
detrusor. Pleksus pelvis mengirimkan impuls parasimpatis ke otot polos detrusor. Perangsangan saraf
parasimpatik menyebabkan pelepasan neurotransmiter, asetilkolin, yang sehingga terjadi kontraksi sel-
sel otot detrusor. Substansi lain juga dapat mempengaruhi kontraksi otot detrusor, tetapi semua
mekanisme di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Syaraf hipogastrik inferior memberikan sebagian
besar sinyal simpatik pada dinding kandung kemih dan mekanisme sfingter. Pada otot detrusor, eksitasi
reseptor β-adrenergik menyebabkan pelepasan norepinefrin, yang menghambat kontraksi otot
detrusor. Selain itu, stimulasi reseptor α-adrenergik di leher kandung kemih, di uretra proksimal, dan di
uretra prostat pada pria menyebabkan kontraksi komponen otot pada mekanisme sfingter, sehingga
terjadi penutupan uretra yang menyebabkan kontinensia (kemih tertahan). Mekanismenya digambarkan
dalam gambar 4 berikut: Gambar 4. Pengaturan otot polos destrusor terhadap rangsang berkemih
(sumber: www.slideshare.net) Proses eleminasi urine ada dua langkah utama: Pertama, bila kandung
kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang dikirim ke
medulla spinalis diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Kedua, pusat miksi mengirim sinyal
ke otot kandung kemih (destrusor), maka spinter ekterna relaksasi berusaha mengosongkan kandung
kemih, sebaliknya bila memilih tidak berkemih spinter eksterna berkontraksi. Kerusakan pada medulla
spinalis menyebabkan hilangnya kontrol volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap
sehingga terjadinya berkemih secara tetap, maka kondisi ini disebut refleks kandung kemih. 4) Pola
Eleminasi Urine Seseorang berkemih sangat tergantung pada kondisi kesehatan individu dan jumlah
cairan yang masuk (intake), Normalnya dalam sehari sekitar 5 kali. Frekuensi untuk berkemih tergantung
kebiasaan dan kesempatan atau pola. Kebanyakan orang berkemih kira-kira 70% dari urine setiap hari
pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Jumlah urine
yang dikeluarkan tergantung pada: a) usia, Pada orang dewasa jumlah urine yang dikeluarkan sekitar
1.200 – 1.500 atau 150 sampai 600 ml / sekali miksi. Berat jenis plasma (tanpa protein) berkisar 1,015 -
1,020. Berat jenis plasma (tanpa protein) berkisar 1,015 -1,020, b) intake cairan, semakin banyak intake
cairan baik melalui minum maupun makanan yang banyak mengandung air maka akan meningkatkan
jumlah urine, dan c) status kesehatan, seperti misalnya seseorang yang mengalami gangguan pada
ginjalnya maka akan mempengaruhi produksi urin, pada gagal ginjal kronis akan terjadi oliguria bahkan
anuria, dan sebaliknya orang dengan diabetes akan mengalami poliuri. Normalnya urine berwarna
kuning terang yang merupakan pigmen oruchrome, namun warna dapat juga dipengaruhi pada: a)
intake cairan. Jika seseorang dalam keadaan dehidrasi maka kosentrasi urine menjadi lebih pekat dan
kecoklatan, b) penggunaan obat-obatan tertentu seperti multivitamin dan preparat besi menyebabkan
warna urine menjadi kemerahan sampai kehitaman. Urine berbau khas amoniak yang merupakan hasil
pecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan mempengaruhi bau urine. Untuk selanjutnya
saudara akan mempelajari tentang eliminasi fekal dan defekasi, 3. Eliminasi Fekal (bowel eliminasi)
Saudara, bahwa Proses eliminasi fekal normal sebenarnya tidak bisa dipahami secara lengkap, dimana
proses ini tergantung pada konsistensi feses (bahan feses), motilitas usus, kepatuhan dan kontraktilitas
rektum, serta fungsi sfingter anal. Selanjutnya supaya saudara lebih mudah untuk memahaminya,
berikut kita mulai dengan struktur anatomi sistem pencernaan 1. Anatomi Saluran Pencernaan
(Gastrointestinal=GI) Gambar 5. Saluran pencernaan (DeLaune & Ladner, (2011) Sistem GI (saluran
pencernaan) dimulai di mulut dan berakhir di anus. Usus kecil pada orang dewasa kira-kira 8 meter
panjangnya. Usus kecil terutama bertanggung jawab untuk pencernaan dan penyerapan nutrisi, vitamin,
mineral, cairan, dan elektrolit. Chyme pencernaan (campuran makanan dan sekresi yang dicerna
sebagian) berjalan melalui usus kecil dengan kombinasi kontraksi segmental dan gelombang peristaltik.
Zat yang ditoleransi dengan baik bergerak melalui usus relatif lambat; makanan atau obat-obatan yang
beracun atau mudah terbakar pada usus kecil dievakuasi dengan cepat. Usus kecil bergabung dengan
usus besar (usus besar) di katup ileocecal. Katup ini bekerja bersama dengan sfingter ileocecal untuk
mengontrol pengosongan isi dari usus kecil ke usus besar dan untuk mencegah regurgitasi chyme
pencernaan dari usus besar ke usus kecil (lihat Gambar 5). panjang Usus halus pada orang dewasa rata-
rata sekitar 5 meter yang terdiri atas enam segmen: sekum, kolon asendens, kolon transversum, kolon
desendens, kolon sigmoid, dan saluran anal. Fungsi utama usus besar adalah mengumpulkan,
memusatkan, mengangkut, dan menghilangkan bahan limbah (feses). sphincter anal terdiri dari otot
halus dan otot skeletal yang melapisi bagian distal dari lubang anus. Ia bekerja dengan anus untuk
menyimpan dan untuk menghilangkan feses di bawah kendali otot volunter. 2. Motilitas Usus dan
Accumodation Rektal Pemeliharaan fecal bergantung pada pengiriman reguler bolus kecil feses yang
disimpan di rektum sebelum eliminasi. Waktu transit dari konsumsi makanan ke bagian kotoran dari
usus bervariasi. Biasanya, setidaknya 80% dari asupan yang tidak diserap oleh tubuh dikeluarkan dari
usus dalam waktu 5 hari setelah konsumsi. Waktu transit dipengaruhi secara signifikan oleh jenis
makanan yang dicerna, asupan makanan berikutnya, olahraga, dan faktor-faktor terkait stres. Pengisian
rektum menyebabkan semakin besar rasa keinginan defekasi, yang disimpan sampai kesempatan yang
tepat untuk buang air besar, evakuasi tinja dari rektum. Orang merasa ingin defekasi apabila di rektum
diidentifikasi kurang lebih 150 mL Keinginan untuk buang air besar biasanya sementara, berkurang
sebagai rektum mengakomodasi volume lebih besar dari tinja. Ketika 400 mL atau lebih dari tinja
dikumpulkan di rektum, dorongan ini menjadi kuat, dan dorongan untuk buang air besar menjadi lebih
persisten. Apabila keinginan untuk buang air besar diabaikan maka dapat menyebabkan over distension
dari rektum dengan pengerasan feses dan konstipasi. Gambar 6. Spingter anal (DeLaune & Ladner,
(2011) Proses pergerakan makanan dari mulut sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12
– 20 jam, isinya menjadi makin lunak bahkan bila terlalu lama maka akan semakin padat karena air
diabsorpsi apabila tidak segera di keluarkan. Pada keadaan infeksi, reseksi bedah atau obstruksi dapat
mengganggu peristaltik absorpsi berkurang dan aliran kimus terhambat. Saat emosi sekresi mucus akan
meningkat berfungsi melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri, bila hal ini berlebihan akan
meningkatkan peristaltik berdampak pada penyerapan feses yang cepat sehingga faeses menjadi encer,
diare, absorpsi berkurang dan flatus

You might also like