You are on page 1of 9

A.

Pembagian Kala Persalinan


Pembagian fase/kala persalinan sebagai berikut:
1. Kala 1 Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)
2. Kala 2 Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)
3. Kala 3 Pengeluaran plasenta (kala uri)
4. Kala 4 Masa 2 jam setelah partus, terutama untuk observasi

Periode Tahap-tahap Persalinan Normal


Tahap Persalinan Nullipara Multipara
Kala 1 – fase laten Kurang dari 20 jam Kurang dari 14 jam
Fase aktif 5 – 8 jam 2 – 5 jam
Pembukaan serviks Rata-rata 1,2 cm/jam Rata-rata 1,5 cm/jam
Kala 2 Kurang dari 2 jam Kurang dari 1 jam
Kala 3 Kurang dari 30 menit Kurang dari 30 menit

B. Berlangsungnya Persalinan Normal


Persalinan Kala 1: Fase Pematangan/Pembukaan Serviks
Persalinan kala 1 dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang
teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran
darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. Persalinan kala 1 berakhir pada
waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat
diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I.
- Fase laten: pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
- Fase aktif: pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam.
Fase aktif terbagi atas:
a. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
c. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Peristiwa penting pada persalinan kala 1:
1. Keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous
plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat
terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput
ketuban dengan dinding dalam uterus.
2. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan
mendatar.
3. Selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban
pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).
Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda dengan
pada multipara :
1. Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan Pada
multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses
penipisan dan pembukaan.
2. Pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum
(inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah). Pada multipara,
ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk
seperti garis lebar).
3. Periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14 jam)
karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan
waktu lebih lama.
Penanganan Kala I
1. Menilai kondisi ibu meliputi : nilai keadaan umum dan kesadaran ibu, nilai TTV
2. Melakukan pemeriksan luar meliputi : lakukan pemeriksaan Leopold I-IV, lakukan
pemeriksaan bunyi jantung janin, tentukan kondisi janin ( janin di dalam atau diluar rahim,
jumlah janin, letak janin, presentasi janin, menilai turunnya kepala janin, menaksir berat
janin) dan tentukan his ( lama kontraksi (detik), simetri, dominasi fundus, relaksasi optimal,
interval (menit), dan intenitas kontraksi)
3. Melakukan pemeriksaan dalam meliputi : lakukan pemeriksaan vulva atau vagina, lakukan
pemeriksaan colok vagina, nilai kondisi janin (presentasi, turunnya presentasi sesuai bidang
Hodge, posisi, molase, kaput suksadeneum, bagain kecil disamping presentasi, dan anomaly
kongenital) dan nilai kondisi panggul dalam (promontorium, konjugata diagonalis, konjugata
vera, linea inominata, tulang sacrum, dinding samping, spina iskiadika, arcus pubis, cogsigis,
panggul patologi, kesimpulan panggul dalam).
4. Nilai adanya tumor jalan lahir
5. Tentukan imbang tetopelviks,
6. Tetapkan diagnosis in partu dan rencana persalinan.
7. Pantau kemajuan persalinan, kondisi ibu dan janin sesuai petunjuk partograf. Hasil
pemeriksaan dimasukkan ke lembar partograf. Bila kemajuan persalinan normal, lanjutkan
pemantauan hingga tercapai kala 2. Bila kemajuan persalinan tidak normal, tentukan
tindakan yang perlu dilakukan atau rujuk ibu ke sarana medis yang memadai.
8. Kosongkan kandung kemih dan rectum.
9. Pada kalai ini, ibu tidak diperbolehkan mengejan.

Set Partus steril yang harus disediakan adalah 2 pasang sarung tangan, 1 gunting episiotomy, 1
gunting tali pusat, 2 klem tali pusat, 1 pemecah ketuban, 1 benang/ pita tali pusat, 1 kain duk
steril, dan kasa steril.

Persalinan Kala 2: Fase Pengeluaran Bayi


Persalinan kala 2 dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir pada
saat bayi telah lahir lengkap. His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.
Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.
Peristiwa penting pada persalinan kala 2 adalah :
1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal: kepala) turun sampai dasar panggul.
2. Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat.
3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai
sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir
(episiotomi).
Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam. Gerakan utama pengeluaran janin
pada persalinan dengan letak belakang kepala:
1. Kepala masuk pintu atas panggul: sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas
panggul (sinklitismus) atau miring/membentuk sudut dengan pintu atas panggul
(asinklitismus anterior/posterior).
2. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat: 1) tekanan langsung dari his dari daerah
fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut
dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
3. Fleksi: kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter
oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang
kepala).
4. Rotasi interna (putaran paksi dalam): selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun
kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia
interspinarum dengan diameter biparietalis.
5. Ekstensi: setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah
simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut,
dagu.
6. Rotasi eksterna (putaran paksi luar): kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi
tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah
simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
7. Ekspulsi: setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah.
Selanjutnya lahir badan (toraks, abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan
belakang, tungkai dan kaki.
Penatalaksanaan persalinan Kala II
Ibu dipimpin mengejan saat ibu ingin terus-menerus mengejan, perineum teregang, anus terbuka,
dan tampak bagian mukosa anus, kepala bayi mulai crowning (kepala bayi tampak di vulva
dengan diameter 3-4 cm)
1. Lakukan episiotomy medialis / medio lateralis bila diperlukan. Episiotomi dilakukan pada
primipara atau multipara bila dinding introitus vagina kaku. Sebelumnya dilakukan anastesi
local infiltrasi di tempai episiotomy menggunakan lidokain 1 % 3-4 ml. Saat perineum sudah
sangat tipis atau diameter pembukaan vulva 4-5 cm bertepatan dengan his, lakukan
episiotomy dengan cara jari 2 dan 3 tangan kiri dirapatkan, dimasukkan anatar kepala janin
dan dinding vagina menghadap ke penolong. Pegang gunting episiotomy dengan tangan
kanan, masukkan secara terbuka dengan perlindung jari 2 dan 3.
2. Saat his, ibu diminta menarik nafas dalam dan menutup mulut rapat-rapat, kemudian
mengejan pada perut dengan kekuatan penuh.
3. Lahirkan kepala bayi dengan cara menahan perineum menggunakan ibu jari dan jari 2-3
tangan kanan yang ditutup kain duk steril dan menekan kea rah cranial. Tangan kiri menahan
defleksi maksimal kepala bayi dengan suboksiput sebagai hipomoklion, berturu-turut akan
lahir dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu. Bersihkan lendir di mulut dan hidung bayi
4. Biarkan kepala bayi mengadakan putaran paksi luar. Bila perlu, bantu putaran paksi luar.
5. Bila ada lilitan tali pusat pada leher bayi :
 Tali pusat kendor: longgarkan dan bebaskan tali pusat dengan bantuan jari penolong
 Tali pusat ketat: jepit tali pusat dengan klem di dua tempat dan tali pusat di potong di antara
dua klem tersebut dengan gunting tali pusat
- Lahirkan bahu bayi dengan cara tetap memegang kepala bayi secara biparietal
dan menarik cunam ke belakang untuk melahirkan bahu depan dahulu
kemudian kearah dapan untuk melahirkan bagian belakang
- Lahirkan badan bayi dengan tetap memegang kepala bayi secara biparietal,
melakukan tarikan searah legkung panggul sampai lahir seluruh badan bayi.
Bila terasa berat dapat dibantu dengan dorongan ringan pada fundus uteri oleh
asisten atau dengan cara mengait ketiak bayi dan menariknya secara perlahan.
- Letakkan bayi pada kain duk steril di atas perut ibuLakukan resusitasi bayi
baru lahir bila diperlukan dan tentukan nilai APGAR.
- Sesegera mungkin lakukan pembersihan mulut atau jalan nafas.
- Jepit tali pusat dengan klem Kohler I berjarak 5 cm dari perut bayi, tali pusat
dikosongkan dari darah dengan diurut kea rah plasenta, kemudian dijepit
dengan Klem Kohler II, jarak 1-2 cm dari klem Kohler I kea rah Plasenta. Tali
pusat digunting diantra 2 klem Kohler. Ikat tali pusat dengan benang 2 kali
berlawanan arah. Tali pusat dibalut dengan kasa steril yang dibasahi antiseptic
ringan.

Persalinan Kala 3 Fase Pengeluaran Plasenta


Persalinan kala 3 dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap dan berakhir dengan lahirnya
plasenta.
Kelahiran plasenta: lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran
plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya: mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan
perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau
mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi,
sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas pusat.
Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir (jika lepasnya plasenta terjadi sebelum
bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae - keadaan gawat darurat obstetrik).
Cara mengetahui lepasnya plasenta:
1. Perasat Kustner. Tangan kanan menegangkan tali pusat; tangan kiri menekan daerah di atas
simpisis. Bila tali pusat tidak masuk lagi ke dalam vagina berarti plasenta telah lepas.
2. Perasat Strassman. Tangan kanan mengangkat tali pusat; tangan kiri mengetok fundus uterus.
Bila terasa getaran pada tangan kanan, berarti plasenta belum lepas.
3. Perasat Klein. Ibu diminta mengejan, tali pusat akan turun. Bila berhenti mengejan, tali pusat
masuk lagi, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
4. Perasat Crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar palsenta lepas dari
dinding uterus. Perasat ini hanya digunakan dalam keadaan terpaksa

Persalinan Kala 4 Observasi 2 jam Pasca Persalinan


Sampai dengan 2 jam postpartum, dilakukan observasi. Ada 7 (tujuh) pokok penting yang
harus diperhatikan pada kala 4:
1. kontraksi uterus harus baik,
2. tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3. plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4. kandung kencing harus kosong,
5. luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6. resume keadaan umum bayi,
7. resume keadaan umum ibu.
Setelah lahirnya Plasenta:
1. Periksa kelengkapan plasenta dengan teliti apakah lengkap atau tidak untuk menghindari
perdarahan.
2. Periksa kontraksi rahim, bila kontraksi rahim tidak bagus dan konsistensi uterus lembek
bisa mengakibatkan perdarahan.
3. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan penolong secara melintang antara
pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau lebih bawah.
4. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
5. Periksa perineum dari perdarahan aktif. Periksa luka laserasi atau episiotomi, apakah
terawat dengan baik dan tidak ada hematome.
6. Evaluasi kondisi ibu secara umum. Pastikan Ibu dalam keadaan baik. Nadi dan Tekanan
Darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau mual.
7. Pastikan kondisi bayi dalam keadaan baik.
8. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan pada halaman
partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian.

C. 58 Langkah Persalinan Normal


1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
 Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
 Ibu merasa takanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
 Perineum tampak menonjol
 Vulva dan sfingter ani membuka
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan
dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia àtempat yang datar
dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
dari tubuh bayi.
 Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Pakai celemek plastik.
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan
air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk yang bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan
DTT atau steril) dan letakkan di partus set/wadah DTT atau steril (pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik).
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang
dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi dengan DTT.
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
 Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam larutan
klorin 0,5 %)
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. Bila selaput ketuban belum
pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik
dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan
dilepaskan.
10. Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas
normal (120 – 160x/menit).
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
11. Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu menemukan
posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif)
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung
dan memberi semangat pada ibu untuk meneran dengan benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin meneran dan
terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang
diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13. Laksanakan bimbingan meneran saat ibu marasa ada dorongan kuat untuk meneran.
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara baik dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya
tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisiberbaring
terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Berikan cukup asupan cairan per oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam)
meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida)
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm).
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan tangan yang dilapisi dnegan kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20. Seka dengan lembut muka, mulut, dan hidung bayi dengan kasa/kain bersih.
21. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong
diantara dua klem tersebut
22. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
23. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparetal. Anjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
24. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
25. Seteleh tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong,
tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara mata kaki dan
pegang masing-masing mata kaki ibu jari dan jari-jari lainnya).
26. Penilaian segera bayi baru lahir.
27. Keringkan tubuh bayi, bungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian tali pusat.
28. Jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah
distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2cm distal dari klem pertama.
29. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit dan lakukan pengguntingan
(lindungi perut bayi) tali pusat diantara 2 klem tersebut.
30. Ganti handuk yang basah dengan handuk/kain baru yang bersih dan kering, selimuti dan
tutup kepala bayi dan biarkan tali pusat terbuka. Tali pusat tidak perlu ditutup dengan kassa
atau diberi yodium tapi dapat dioles dengan antiseptik. Jika bayi mangalami kesulitan
bernafas, lihat penatalaksanaan asfiksia
31. Berikan bayi kepada ibunya dan anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan untuk memulai
pemberian ASI.
32. Letakkan kain bersih dan kering pada perut ibu, periksa kembali uterus untuk memastikan
tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
33. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik agar uterus berkontraksi baik.
34. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha atas bagian
distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
35. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
36. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simpisis untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat.
37. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yanglain
mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorsokranial) secara hati-hati (untuk mencegah
inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak
segera berkontraksi minta ibu, suami datau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi
puting susu
38. Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas. Minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke
arah atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
39. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan
putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta
pada tempat yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai serung tangan DTT
atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
40. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak
berkontraksi setelah 15 detik masase.
41. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian meternal maupun fetal dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukkan palsenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
42. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan panjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.
43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
44. Celupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, bilas
kedua tangan tersebut dengan air DTT dan keringkan dengan kain yang bersih dan kering.
45. Selimuti bayi dan tutupi bagian kepalanya dengan handuk atau kain bersih dan kering.
46. Minta ibu memulai pemberian ASI secara dini (30-60 menit setelah bayi lahir).
47. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untukpenatalaksanaan atonia uteri
48. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
49. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
50. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15menit selama 1jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30menit selama jam kedua pascapersalinan.
 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pascapersalinan
 Melakukan tindakan ynag sesuai untuk temuan yang tidak normal.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi (10
menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan
darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi
ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5 %.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 %, balikkan bagian dalam keluar
dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV
dan lakukan penimbangan bayi, beri tetes mata profilaksis dan vitamin K 0,

You might also like