You are on page 1of 17

CASE REPORT SESSION

EPISTAKSIS ANTERIOR e.c HIPERTENSI GRADE II

Diajukan untuk memenuhi Laporan Kasus Internsip

Disusun Oleh:
dr. Nurul Iman

Pendamping:
dr. Yanti

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2018
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Tn. M

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Tundagan

No. RM : 01-08-****

ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 6 Januari 2018
Keluhan Utama : mimisan 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os mengeluh mimisan sejak 2 jam SMRS, mimisan hanya dari hidung kanan,
total darah keluar sekitar 30 – 50 cc perlahan. Mimisan cukup sulit dihentikan
karena hilang timbul, tapi tidak aktif. Pasien merasa darah mengalir ke tenggorokan.
Keluhan seperti ini pernah 1 tahun lalu dan 3 tahun lalu. Setiap setelah mimisan
diikuti keluhan BAB kehitaman. Mengeluh juga pusing dan mual, memiliki riwayat
hipertensi dan pengobatan tidak terkontrol dan riwayat merokok. Riwayat trauma
disangkal.

Riwayat penyakit dahulu


Keluhan sama 1 tahun dan 3 tahun lalu, hipertensi tidak terkontrol, jantung
disangkal, DM disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Keluhan sama disangkal, hipertensi disangkal, jantung disangkal, DM disangkal.

Riwayat pengobatan

Sebelumnya belum pernah di obati karena berhenti oleh sendirinya, untuk


hipertensi tidak terkontrol
Riwayat alergi
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi

Riwayat psikososial
Pasien sering makan goreng-gorengan, merokok setiap hari 1 – 1 ½ bungkus
perhari, sering minum kopi.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran : compos mentis

Tanda vital
Tekanan darah : 220/100 mmHg
Respirasi : 23x/mnt
Nadi : 82x/mnt reguler kuat angkat
Suhu : 36,8 oC
Kepala : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis (-)neg, sklera ikterik(-)neg, pupil bulat isokor
Hidung : darah (+) kering, deviasi septum (-)neg, polip (-)neg
Telinga : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
JVP : tidak meningkat
KGB : tidak teraba membesar

Thorax :
- aktif : tidak ada hemithorax yang tertinggal
- pasif : simetris
Pulmo : VBS +/+, Rhonki (-/-) neg/neg, wheezing (-/-) neg/neg
Cor : BJ I & II murni reguler, murmur (-) neg, gallop (-) neg
Abdomen : datar, bising usus + normal, nyeri tekan (-)neg, timpani
Ekstremitas : hangat, crt < 2 detik
Resume
Tn. M, 41 tahun, dengan keluhan epistaksis 2 jam SMRS, darah 30-50 cc.
Sebelumnya pernah keluhan sama 3 tahun dan 1 tahun lalu. Riwayat hipertensi tidak
terkontrol dan disertai melena, mual dan pusing. Merokok sehari 1 - 1 ½ bungkus
perhari. Pemfis : TD : 220/100 mmHg, hidung terdapat darah kering

Diagnosis
Klinis : Epistaksis Anterior
Etiologis : Hipertensi urgensi

Tatalaksana
- Asering / 8 jam
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Kalnex inj 3 x 500

Pro rawat inap

Follow Up

Sabtu sore Senin Selasa 9 januari


6 januari 2018 8 januari 2018
S keluhan pusing, lemas, Pusing, darah epistaksis (- Keluhan (-)
melena, darah epistaksis (- )neg, melena.
)neg, mual.
O TD : 180/90 TD : 170/90 TD : 160/90
Nadi : 80xmenit Nadi : 84xmenit Nadi : 70xmenit
RR : 22x/menit Darah kering di hidung RR : 20x/menit
Lab : normal kanan
A Epistaksis anterior e.c Epistaksis anterior e.c Epistaksis anterior e.c
hipertensi grade II hipertensi grade II hipertensi grade II
P Omeprazol 1 x inject Omeprazol 1 x inject Pasien pulang
Amlodipin 1 x 10 mg Amlodipin 1 x 10 mg Omeprazol 1 x 1 tab
Candesartan 1 x 8 mg Candesartan 1 x 8 mg Amlodipin 1 x 10 mg
Ramipril 1 x 2.5 mg Ramipril 1 x 2.5 mg Candesartan 1 x 8 mg
Kalnex 3 x 500 mg Kalnex 3 x 500 mg Ramipril 1 x 5 mg
Paracetamol 3x1 Paracetamol 3x1 Kalnex 3 x 500 mg
Cetirizine 1 x 10 mg BNS 3 x 1
BNS 3 x 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan
bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan
dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi
untuk mengobati epistaksis secara efektif.

ETIOLOGI

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa
hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach
(area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang
persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat
ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.

1) Lokal

a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret dengan
kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Selain
itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga
menyebabkan epistaksis.

b) Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma,
serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Pasien
ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal
dan/atau pembuluh darah paru.

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.


Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi perdarahan
hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan
terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.
Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan
trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa
septum dan kemudian perdarahan.

f) Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan
udaranya sangat kering.

2) Sistemik

a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP, diskrasia


darah, obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula
mempredisposisi epistaksis berulang.
b) Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik,
sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat
hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.

c) Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
d) Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-kadang
beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase
menstruasi.

e) Defisiensi Vitamin C dan K


f) Alkoholisme
g) Penyakit von Willebrand
LOKASI EPISTAKSIS

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar


ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan
posterior.

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber


perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoid
anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.

Epistaksis anterior

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat
menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular.

Epistaksis posterior
GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang
hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada
bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh mengorek
hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan mukosa hidung
berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat pengobatan atau
penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur
untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat
menyebabkan pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung
beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.
Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi pembekuan
secara bermakna.
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, speculum hidung
dan alat penghisap(bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kassa.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian
yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau
mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap
dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah
membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari
tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas
yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain
2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit
dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk
sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan
evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat
kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung
aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan
berupa:
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,
mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior harus
diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.

c) Pengukuran tekanan darah


Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI


Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.

e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.

Tampilan endoskopi epistaksis posterior

f) Skrining terhadap koagulopati


Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,
jumlah platelet dan waktu perdarahan.

g) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis.
PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang


penting dicari tahu adalah:

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.


2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung
depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan perdarahan,


mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu
kedaan umum pasien. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila
penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah
septum selama beberapa menit (metode Trotter).

Metode Trotter
c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi
dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk
membersihkan bekuan darah.
d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan
kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan
elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang
dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari
kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis
mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus
menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

Tampon anterior dan tampon rol anterior

f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon


Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah
benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus
menutup koana (nares posterior).
Teknik Pemasangan

Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior
sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter
kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan
kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung
kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon
ini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan
tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat
lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagi pada sisi lain
tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan
diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut
setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.

Tampon Bellocq

g) Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon
diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

Tampon posterior dengan Kateter Foley


h) Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi
ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
i) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi
dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.

KOMPLIKASI

Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air
mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui duktus
nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media,
haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan
melalui mulut terlalu kencang ditarik.

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang
turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan
akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah.

DIAGNOSIS BANDING

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar dari
hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis cranii yang
kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.

PENCEGAHAN

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara
lain :

1. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli, pada
kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes larutan ini dapat
mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu
biarkan sampai hangat kuku.
2. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
3. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkan
cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.
4. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
5. Bersin melalui mulut.
6. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
7. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin atau
ibuprofen.
8. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.
9. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan menyebabkan
iritasi.

PROGNOSIS

Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien
hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan
prognosisnya buruk.
BAB III
KESIMPULAN

Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suat penyakit, yang
disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat
ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan
menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam
memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam posisi yang
memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi


dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa
pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan
tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI, endoskopi, skrining
koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang dilakukan
pada epistaksis adalah:

a. Memencet hidung
b. Pemasangan tampon anterior dan posterior
c. Kauterisasi
d. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)

Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras ke dalam
hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras, bersin melalui mulut,
menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan, dan terutam berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam,
Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta, Penerbit EGC,
1997.
2. Warta Medika. Mimisan atau Epistaksis. Warta Medika [serial online] 2007 Jul 2 [cited
2009 Mar 4] Available from : http://www.wartamedika.com/2007/07/mimisan-atau-
epistaksis.html
3. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan.
Edisi Keempat, Jakarta FKUI, 2000, hal. 91, 127-131.
4. Wikipedia. Epistaxis. Wikipedia 2009 Feb 10 [cited 2009 Feb 28] Available from:
http://en.wikipedia.org/wiki/Epistaxis
5. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb 19
[cited 2009 feb 28] Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
6. Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [cited 2009 Mar 1] Available from:
http://fkuii.org/tiki-
download_wiki_attachment.php?attId=2175&page=LEM%20FK%20UII
7. Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007 Nov 28 [cited
Mar 2] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment
8. Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] cited 2009 Mar 4 Available from
:http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm
9. Freeman R. Nosebleed. Health Information Home [serial online] 2007 Feb 2 [cited 2009
Mar 4] Available from :
http://my.clevelandclinic.org/disorders/Nosebleed/hic_Nosebleed_Epistaxis.aspx

10. http://www.aafp.org/afp/ 20050115/305_f1.jpg


11. http://2.bp.blogspot.com/_xZs05pnMnmA/SDGr_fthRkI/AAAAAAAAAHE/LAPU-
ON5Ekg/s320/01e61e00.jpg
12. http://www.ghorayeb.com/EpistaxisPosteriorEndoscopicView.html
13. http://www.scribd.com

You might also like