Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
LUH PUTU NITA MELIANDARI
NIM. P07120213021
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV
2014
A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi
1. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh ( Andarmoyo, sulistyo, 2012).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP
(Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar
berfungsi secara optimal. Terapi oksigen merupakan salah satu terapi
pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen
adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium( Potter & Perry, 2006).
Anatomi Pernapasan
a. Hidung
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang
hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari tulang kartilago sebelah
bawah dan tulang hidung di sebelah atas ditutupi bagian luarnya
dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran
mukosa.Rongga hidung memanjang memanjang dari nostril pada
bagian depan ke apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring
bagian belakang.Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung.
Septum nasalis merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang
kartigo, biasanya membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi yang
lain, dan keduanya dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral
dari rongga hidung sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os
sphenoid.Konka superior, Inferior dan media (turbinasi hidung)
merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada
dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang
tersebut tertutup oleh membran mukosa. Sinus paranasal merupakan
ruang pada tulang kranial yang berhubungan melalui ostium ke dalam
rongga hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang
berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke dalam rongga hidung.
Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas konkha superior.
b. Faring,
Faring atau tenggorok merupakan struktur sperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Adenoid atau
tonsil faring terletk dalam langit-langit nasofaring . Fungsi faring
adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiration dan digestif
(Brunner & Suddarth. 2002)
c. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan
yamg dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan
ligamentum . Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi
epiglottis, lipatan dari epiglottis ariteroid dan piat intararitenoid, dan
sebelah tepi bawah kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi
yang menilabtaknsistem pernapasan yang meliputi pusat khusus
pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat respirasi di dalam batang
otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan rongga hidung
d. Trakea
Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk
oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di
antara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea
vertebra torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5 cm
dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam
dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka.
e. Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur
sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan
trakea dan berjalan ke bawah kearah tumpuk paru. Bagian bawah
trakea mempunyai cabang 2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis
pembatas.
f. Pulmo (Paru-paru)
Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang berada
didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura
viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic, dan berada dalam rongga
torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru
keabu-abuan dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang
masuk termakan oleh fagosit. Fungsi utama paru-paru adalah untuk
pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam menjalankan
fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi
ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan
mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi)( Syafudin,
2011)
Fisiologi Pernafasan
Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni : ventilasi, perfusi dan
difusi( Potter & Perry, 2006).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan
keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
throak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang
utama adalah diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah
proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar
500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi kare.na adanya
perbedaan tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmHg)
daripada tekanan atmofer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke
alveoli.
1) Kerja Pernapasan
Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan
dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentkan oleh
tingkat kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi
yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar,
interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau
congenital seperti kifosis atau fraktur iga.
Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi
jalan nafas, penyakit di jalan nafas kecil (seperti asma), dan edema
trakeal. Jika tahanan meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang
melalui jalan nafas anatomis menurun. Ekspirasi merupakan proses
pasif normal yang bergantung pada property recoil elastic dan
membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama sekaliVolume Paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi
pulmonary. Spirometer mengukur volume paru yang memasuki
atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume paru dapat
dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan
fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif. Jumlah
surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan
mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.
2) Tekanan
Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan
tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negative atau kurang dari
tekanan atmosfer yakni 760 mmHg pada permukaan laut. Supaya
udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus
lebih negative dengan gradient tekanan antara atmosfer dan alveoli
b. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi
yang mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung.
Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus.
Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru
bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang
besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi
penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar
dan kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan
membrane(Potter & Perry, 2006).
2. Epidemiologi
Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir
mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta
(3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang
dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia
neonatorum (27%) setelah (29%) (WHO, 2005). Menurut hasil riset
kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di
Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga
terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2.
Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel–sel tubuh yang selanjutnya
dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu selama kehamilan, atau
secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk,
penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-
lain. Pada gangguan yang terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan
oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan
berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi
Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas
pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :
a. Faktor fisiologis
Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter &
Perry, 2006)
4. Patofisologi
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor
(kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak
dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala
klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel
vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin,
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis
tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan
oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat
sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3)
otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Setalah
pelapasan toksik yang mengakibatkan regitasi otot rangka, sehingga
menurunkan ekspansi dada yang mengakibatkan peningkatan RR sehingga
terjadi gangguan oksigenasi.
Trauma pada tulang rangka yang multiple yang menyebabkan hail chest
sehingga menyebabkan pernapsan paradoksal terjadi gangguan oksigenasi
jika tidak terasai maka akan terjadi hipoksia tubuh mengonpensasi dengan
perpasan yang dalam dan freakuensi yang cepat serta dipnea.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan Pola Napas
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
3. Gangguan Pertukaran Gas
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. (NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. Airway Management
Batasan Karakteristik : jam diharapkan mampu mempertahankan □ Buka jalan nafas menggunakan head tilt chin lift
□ Batuk yang tidak efektif kebersihan jalan nafas dengan kriteria : atau jaw thrust bila perlu
□ Dispnea NOC : □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
□ Gelisah Respiratory status : Airway Patency □ Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
□ Kesulitan verbalisasi □ Respirasi dalam batas normal nafas buatan (NPA, OPA, ETT, Ventilator)
□ Mata terbuka lebar □ Irama pernafasan teratur □ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
□ Ortopnea □ Kedalaman pernafasan normal □ Bersihkan secret dengan suction bila diperlukan
□ Penurunan bunyi nafas □ Tidak ada akumulasi sputum □ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
□ Perubahan frekuensi nafas □ Batuk berkurang/hilang tambahan
□ Perubahan pola nafas □ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Sianosis □ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
□ Sputum dalam jumlah yang □ Monitor RR dan status oksigenasi (frekuensi,
berlebihan irama, kedalaman dan usaha dalam bernapas)
□ Suara nafas tambahan □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
□ Tidak ada batuk □ Berikan nebulizer jika diperlukan
Faktor yang berhubungan : Asthma Management
Lingkungan : □ Tentukan batas dasar respirasi sebagai
□ Perokok pembanding
□ Perokok pasif □ Bandingkan status sebelum dan selama dirawat di
□ Terpajan asap rumah sakit untuk mengetahui perubahan status
Obstruksi jalan nafas : pernapasan
□ Adanya jalan nafas buatan □ Monitor tanda dan gejala asma
□ Benda asing dalam jalan nafas □ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan usaha
□ Eksudat dalam alveoli dalam bernapas
□ Hiperplasia pada dinding bronkus
□ Mukus berlebih
□ Penyakit paru obstruksi kronis
□ Sekresi yang tertahan
□ Spasme jalan nafas
Fisiologis :
□ Asma
□ Disfungsi neuromuskular
□ Infeksi
□ Jalan nafas alergik
2 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. NIC
Batasan Karakteristik : jam diharapkan pola nafas pasien teratur Oxygen Therapy
□ Bradipnea dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
□ Dispnea NOC : □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Fase ekspirasi memanjang Respiratory status : Ventilation □ Siapkan peralatan oksigenasi
□ Ortopnea □ Respirasi dalam batas normal □ Monitor aliran oksigen
□ Penggunaan otot bantu pernafasan (dewasa: 16-20x/menit) □ Monitor respirasi dan status O2
□ Penggunaan posisi tiga titik □ Irama pernafasan teratur □ Pertahankan posisi pasien
□ Peningkatan diameter anterior- □ Kedalaman pernafasan normal □ Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul
posterior □ Suara perkusi dada normal (sonor) yang digunakan.
□ Penurunan kapasitas vital □ Retraksi otot dada □ Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
□ Penurunan tekanan ekspirasi □ Tidak terdapat orthopnea diberikan
□ Penurunan tekanan inspirasi □ Taktil fremitus normal antara dada kiri □ Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
□ Penurunan ventilasi semenit dan dada kanan □ Monitor tingkat kecemasan pasien yang
□ Pernafasan bibir □ Ekspansi dada simetris kemungkinan diberikan terapi O2
□ Pernafasan cuping hidung □ Tidak terdapat akumulasi sputum
□ Pernafasan ekskursi dada □ Tidak terdapat penggunaan otot bantu
□ Pola nafas abnormal (mis., irama, napas
frekuensi, kedalaman)
□ Takipnea
Brunner & Suddart (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC