You are on page 1of 34

EPILEPSI

DISUSUN OLEH

(KELOMPOK 5)
IKRIMAH SYAM
TEZA AINUN RAISY
JUMASING
VILDA AMALIA
SYAHRA RAMADHANI
M. RIJAL
MUH ALI BUGIS

DOSEN

Megawati Sibulo, S.Kep.,NS.,M.Kep.SP,KMB

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya serta sholawat kepada Rosulullah Saw, sehingga kami berhasil

menyelesaikan makalah ini dengan judul “Epilepsi”.

Makalah yang kami susun ini berisi mengenai konsep medis dan

keperawatan penyakit epilepsi yang berasal dari berbagai literatur yang telah kami

kumpulkan. Kami menyadarai bahwa kami membutuhkan saran dari pembaca


mengenai isi makalah kami ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Samata, 18 September 2018

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi

B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Manifestasi klinis

E. Pemeriksaan Penunjang

F. Penatalaksanaan

G. Komplikasi

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi adalah kompleks gejala yang terdiri dari beberapa gangguan

fungsi otak yang didirikan dengan kejang berulang, Epilepsi mungkin disertai

dengan hilangnya kesadaran, pergerakan berlebihan, atau kehilangan tonus

otot atau pergerakan otot atau pergerakan otot dan gangguan perilaku, alam

perasaan, sensasi, dan persepsi.(Brunner & suddarth,2010).

Epilepsi merupakan penyaikt yang sudah lama dikenal oleh masyarakat,

hal ini dapat dilihat dari banyaknya istilah yang muncul di masyarakat seperti

sawan, ayan, celengan, sebagian masyarakat masih menilai bahwa penyaik

epilepsi adalah penyakit gangguan halus, merupakanoenyakit turunan,

penyakit tunan sehingga menjadi stigma bagi penderitanya. Epilepsi berasal

dari kata epilapsia yang berati kejang.

Diperkirakan penderita epilepsi di Indonesia terdapat 900.000-1.800.000

orang (Tjahjadi dkk dalam Harsono, 20013), insiden yang paling sering

dialami adalah pada masa anak-anak, 70% kasus epilepsi terjadi sebelum usia

20 tahun.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai

berikut.

1. Bagaimanakah pengertian dari Epilepsi ?

2. Bagaimanakah konsep medis dari Epilepsi?

3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Epilepsi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian Epilepsi.

2. Menjelaskan konsep medis Epilepsi.

3. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan Epilepsi.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menambah wawasan pengetahuan dan keilmuan mengenai penyakit

Epilepsi.

2. Sebagai bahan referensi.


BAB II
KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Epilepsi (bahasa yunani) yang berarti jatuh diatas tanah adalah serangan

berkala yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak

secara berlebihan.(Ariani,2013)

Epilepsi adalah kompleks gejala yang terdiri dari beberapa gangguan fungsi

otak yang didirikan dengan kejang berulang, Epilepsi mungkin disertai dengan

hilangnya kesadaran, pergerakan berlebihan, atau kehilangan tonus otot atau

pergerakan otot atau pergerakan otot dan gangguan perilaku, alam perasaan,

sensasi, dan persepsi.(Brunner & suddarth,2010).

Epilepsi didefinisikan sebagai sindrom kumpulan gejala dan tanda-tanda

klinis yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak secara intermiten yang

terjadi akibat lepasnya muatan listrik upnormal atau berlebihan dari neuron-

neuron paroksismal dengan berbagai macam etiologi. (Tarwoto,2013)


B. Klasifikasi

Kejang epilepsi diklasifikasikan berdasrkan onsetnya atau awaitan

dikategorikan menjadi kejang umum dan kejang fokal.

1. Kejang Umum adala kejang yang menunjukkan sikronisasi kerterlibatan

semua bagian otak pada kedua hemister. Kejang umum biasanya disertai

adanya penurunan kesadaran pada saat terjadi serangan. Yang termasuk

dalam kejang umum adalah petit mll (Absen), Grand mall (tonik klonik),

mioklonik, dan atonik.


a. Petit Mall (absen)

Kejang petit mall biasanya muncul setelah 4 tahun. Pada kejang petit

mall pasien mengalami kehilanagan kesadaran sesaat (bengong) tanpa

disertai gerakan motorik involunter yang aneh. Pasien terkadan berhenti

berbicara saat melakukan percakapan atau diat saat bekerja dengan

pikiran kosong dan kemudian melanjutkan aktivitas kembali. Serangan

ini terjadi selama beberapa detik dan dapatbterjadi beberapakali dalam

sehari. Biasanyan terjadi pad anak-anak dan menghilang waktu rmaja

atau berganti menjadi tonik-klonik.

b. Grand Mall (tonik-klonik)

Merupakan serangan yang melibatkan ekstensi klonik. Biasanya

serangan ini adanya aura seperti sensai penglihatan atau pendengaran

yang dikuti kehilanagan kesadaran secara mendadak. Pada saat

serangan ini ditandai dengan adanya kekakuan ekstremitas, lidah dapat

tergigit, mulut berbusa, inkontenensia urin dan alvi, dan kehilanaga

kesadaran yang mendadak. Setelah serangan pasien mengalami nyeri

otot, lemah dan letih, mengantuk dan tidur dalam jangka waktu lama,

paien biasanya lupa apa yang terjadi.

Proses terjadinya kejang tonik klonik:

1) Adanya aura atau tidak terjadi aura

2) Terjadi penurunan kesadaran

3) Oasa phase tonik, anggota bada menjadi kaku, jika pasien berdiri

akan jatuh, pernapasan pasien mungking terganggu sementara

sehingga dapat terjadi sianosis. Rahang terkatup kuat dan tangan

mengepal., kekakuan otot pernapasan menimbulkan suara respirasi

seperti menangis. Kekakuan otot menngyunyah dapat


mengakibatkan trauma lidah, kekakuan otot pernapasan mata dapat

terbuka dengan pupil dilatasi. Phase tonik terjadi selama 10-30 detik

yang diakhiri dengan adanya pernapasan yang dalam. Kemudian

memasuki phase klonik

4) Phase klonik (klonjotan), pada phase ini pasien terjadi gerakan

anggota tubuh kemudian relaksai otot-otot tubuh khususnya pada

ekstermitas. Biasanya mengalami inkontenensia, keluar air ludah

atau liur yang berbusa atau buih serta terkadang lidah tergigit. Phase

klonik berlangsung selama 30-60 detik

5) Phase tonik-klonik berakhir antara 2-5 menit, setelah relaksasi

pasien tidak berespons sama sekali untuk beberapa saat. Pasien

dapat bangunsebentar kemudian akan tertidur sekitar 30 menit

sampai beberapa jam. Keadaan tidur ini diikuti oleh perasaan lemah

umum, depresi, bingung atau nyeri kepala. Paien juga

mengalaminamnesia pada episode kejang,

c. Mioklonik

Serangan ini ditandai dengan adanya kontraksi kelompok otot tertentu

secara singkat dan dpat dikontrol, pasiean dapat terjatuh pada saat

kejang, teteap mengalami kesadaran dan biasnya terjadi pada pagi hari.

d. Atonik

Dahulu disebut akinetik. Pasien mngala,i kehilanagn tonus tubuh dan

kehilanag kesadaran, sangat singkat sehingga tertjatih dengan tiba-tiba ,

dan lemas pada lutut.

2. kejang fokal atau parsial adalah kejang yang menunjukkan gambaran klinis

tentang awitan fokal dari sebagian atau satu hemisfer cerebral. Kejang

parsial dibagi atas :


a. Kejang parsial sederhana

Dulu disebut epilepsi jakson, pasien sadar akan apa yang terjadi, tapi

tidak mampu mengendalikannya. Gejala kejang ini bisa hnaya sensori,

motorik, automatik atau ketiganaya tergantung dari area yang terkena.

Gerakan di mulai dari sudut mulut, klonik dari jari tangan, kemudian

menjalar ke lengan bawah atau selluruh ttubuh, gerakan kepala atau

leher menengok ke satu sisi, adanya halusinasi. Epilepsi jakson

umumnya disebabkan karena penyakit otak organik seperti tumor pada

kortek motorik.

b. kejang parsial kompleks

pda kejang parsial kompleks didapat adanya gangguan kesadaran

misalnya adanya gangguan kognitif, afektif, psikosensori dan

psikomotor. Gejala kejang ini adanya disfasia, deja-vu (kenal dengan

peristiwa-peristuwa yang sebelumnya belumpernah dialaminya,

jamais-vu (tidak kenal dengan peristiwa yang pernah dialaminya),

adanya halusiansi, otomatisme (gerakan mengunyah-unyah, menelan).

(Tarwoto, 2013)

Berdasarkan penyebabnya epilepsi terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Epilepsi idiopatik :

a. penyebabnya tidak diketahui

b. Dugaan gangguan keseimbangn kimiawi sel-sel otak

2. Epilepsi sistematik

a. Penyebabnya diketahui

b. Akibat trauma, tumor otak, stroke, infeksi otak

c. Kelainan bawaan pada otak, dll. (Ariani, 2013)


C. Etiologi

Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat

mencedarai sel-sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Apabila

faktor-faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada disebut sebagai

epilepsi idiopatik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui

faktor penyebabnya. (Harsono,2008). Sementara epilepsi yang faktor-faktor

penyebabnya diketahui disebut dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008).

Pada epilepsi simtomatik yang disebut juga dengan epilepsi sekunder ini

gejala yang timbul ialah sekunder atau akibat dari adanya kelainan pada

jaringan otak. Penyebab yang spesifik dari epilipsi diantaranya yaitu :

a. Kelainan yang terjadi selama perkmbangan janin/kehamilan seperti ibu

menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak janin, mengalami infeksi,

minum alkohol, atau mengalami cedera dan mendapat terapi radiasi

b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia, kerusakan

karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak bayi

c. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

d. Tumor otak

e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

f. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.

g. Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan

neurofibromatosis

h. Kecendurangan timbulnya epilepsi yang diturunkan

Selain itu terdapat pula epilepsi yang dianggap kriptogenik. Yang

termasuk epilepsi epilepsi kriptogenetik adalah sindrom west, sindrom

lenox gestut dan epilepsi mioklonik. .(Brunner & suddarth,2010)


D. Patofisiologi

Sistem saraf merupakan cummunication network (jaringan komunikasi),

otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh lain melalui sel-sel saraf

(neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik dan

dibawa neuro transmitter seperti GABBA (gamma aminobutric acid glutamat).

Melalui sel-sel saraf ke organ tubuh lainnya. Faktor-faktor penyebab epilepsi

diatas mengganggu sisitem ini sehingga menyebabkan ketidakseimbangan

aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan salah

satu ciri dari epilepsi ( Harsono, 2007) Bangkitan epilepsi berasal dari

sekelompok sel neuron yang abnormal diotak yang melepas muatan secara

berlebihan dan hipersinkron. Sekelompok sel ini disebut fokus epileptik. Lepas

muatan ini kemudian menyebar melalui jalur-jalur fisiologi anatomis dan

melibatkan daerah sekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi

dialam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita

ketahui bersama bahwa aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam

ruang ekstra seluler dan didalam intraseluler dan oleh gerakan masuk ion-ion

menerobos membran neuron. Pada kejadian epilepsi ion-ion tersebut

terkoordinasi baik sehingga dapat timbul loncatan muatan. Akibat loncatan

muatan neuron yang tidak terkoordinasi baik sekelompok neuron akan

mengalami abnormal depolarisasi yang berkepanjangan berkenan dengan

cetusan potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik yang

abnormal ini kemudian mangajak neuron-neuron sekitarnya sehingga

menimbulkan serangkain gerakan yang melibatkan otot dan menimbulkan

kejang. Spasme otot terjadi hampir pada semua bagian termasuk otot mulut

sehingga penderita mengalami ancaman paa lidah. Kelainan sebagian besar


dari neuron otak yang diakibtkan gangguan listrik juga mengakibatkan

penurunan kesadaran tiba-tiba sehingga berisiko cedera karena benturan benda

sekitar atau terkena benda yang berbahaya seperti api, listrik, atau benda lain

(Riyadi,2009)

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi dari epilepsi, yaitu: (Tarwoto, 2013)

1. Kejang Parsial (lokal, fokal)

a. Kejang Parsial Sederhana : kejang parsial dengan kesadaran tetap

normal

1) Dengan gejala motorik:

a) Fokal motorik tidak menjalar: kejang terbatas pada satu bagian

tubuh saja

b) Fokal motorik menjalar : kejang dimulai dari satu bagian tubuh

dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi

Jackson.

c) Versif : kejang disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.

d) Postural : kejang disertai dengan lengan atau tungkai kaku

dalam sikap tertentu

e) Disertai gangguan fonasi : kejang disertai arus bicara yang

terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

2) Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; kejang disertai

halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan

bangkitan yang disertai vertigo.

a) Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-

tusuk jarum.

b) Visual : terlihat cahaya


c) Auditoris : terdengar sesuatu

d) Olfaktoris : terhidu sesuatu

e) Gustatoris : terkecap sesuatu

f) Disertai vertigo

3) Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi

epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi

pupil).

4) Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

a) Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku

kata, kata atau bagian kalimat.

b) Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti

sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya.

Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu,

merasa seperti melihatnya lagi.

c) Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

d) Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

e) Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil

atau lebih besar.

f) Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang

bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.

b. Kejang Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1) Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran :

kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.

a) Dengan gejala parsial sederhana {a1). - a4).} : gejala-gejala

seperti pada golongan {a1). - a4).} diikuti dengan

menurunnya kesadaran.
b) Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang

timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah,

menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,

menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan,

mengembara tak menentu, dll.

2) Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran

menurun sejak permulaan kesadaran.

a) Hanya dengan penurunan kesadaran

b) Dengan automatisme

3) Kejang Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

(tonik-klonik, tonik, klonik)

a) kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi

bangkitan umum.

b) Kejang parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial

kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.

2. Kejang Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)

a. Kejang lena (absence)

Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka

tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada

reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama

¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.

b. Lena tak khas (atipical absence)

Gangguan tonus yang lebih jelas serta permulaan dan

berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

c. Kejang Mioklonik
Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,

dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali

atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua

umur.

d. Kejang Klonik

Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam,

lambat, dan di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama

sekali pada anak.

e. Kejang Tonik

Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya

menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi

lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.

f. Kejang Tonik-Klonik

Kejang ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang

terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali

dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan.

Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku.

Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikuti kejang-

kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti

sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya.

Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut

menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien

kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti

pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan

kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar

dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.


g. Kejang atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas

sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau

menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada

anak.

h. Kejang Tak Tergolongkan

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa

gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti

berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti

sederhana.

Fase serangan kejang

1. Fase Prodromal

Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan alam rasa

(mood), tingkah laku

2. Fase Aura

Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan,

pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak

menentu.

3. Fase Iktal

Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal.

Tanda lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat,

tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil,

stridor, hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun.

4. Fase Post Iktal


Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah,

sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Computer Thomography (CT) Scan: adanya perubahan struktur otak

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI): adanya perubahan struktur otak

3. Serebral Angiography: kemungkinan abnormalitas vaskular

4. Elektroencephalogram (EEG): adanya gelombang paku (spike),

gelombang paku lambat (spike and slow wave ), polispike and wave.

5. Test urine untuk menentukan kadar obat

6. Kimia darah: hipoglikemia, tidak seimbangnya eletrolit, meningkatnya

BUN, kadar alcohol darah

7. Pemeriksaan neurotrasmitter seperti GABA (Tarwoto, 2013)

G. Komplikasi

1. Trauma muskuloskeletal

2. Aspirasi

3. Status epileptikus

4. Hipoksia cerebral

5. Kematian (Tarwoto, 2013)

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan penyakit epilepsi menurut

Mumenthakr dan Matrk (2006)

1. Non farmakologi

a. Pendidikan kesehatan
b. Hindari faktor pencetus serangan (tidur teratur, dan tidak
mengkomsumsi alcohol)
c. Berikan pengobatan dan lakukan serum obat,tujuan pengobatan adalah
menyembuhkan atau mengatasi gejala-gejala dan mengurangi efek

samping pengobatan obat, setiap obat epilepsi memiliki efektifitas

yang terbatas untuk mengatasi masalah epilepsi yang berbeda,

sehingga apa bila pilihan tidak tepat akan menimbulkan toksikasi.

2. Farmakologi

Prinsip pengobatan farmakologis pasien dengan epilepsi adalah:

1) Tegakkan diagnosa dengan mengklasifikasikan jenis kejang


2) Pilih obat pilihan utama sesuai dengan jenis kejang
3) Tingkatkan dosis secara lambat sampai mencapai dosis terapi, tentukan
efek samping

4) Jika respon buruk maka ganti dengan obat pengganti secara bertahap
5) Jika perbaikan hanya sebagian mungkin di perlukan obat lain
6) Atur dosis obat agar sesuai kadar plasma
7) Jika teratasi rujuk ke de dokter spesialis epilepsi
8) Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi
sudah dipastikan, terdapat minimum 2x bangkitan dalam setahun

selain itu pasien dan keluarganya harus diberi penjelasan mengenai

tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.

9) Terapi dimulai dengan monoterapi


10) Pemberian diberikan dari dosis rendah dan dinaikan sampai dosis

efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

11) Apabila digunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol

bangkitan maka ditambahkan OAE kedua apabila sudah mencapai

dosis terapi, maka OAE pertama itu diturunkan secara perlahan.


12) Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan jika terbukti

bangkitan tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

(Nurarif & kusuma, 2015)

a) Fenitoin (PHT)

Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang

terangsang dan mengurangi amplitudo dan kenaikan maksimal dari

aksi potensial saluran Na peka voltase fenitoin dapat merintangi


masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan neurotransmitter.11

b) Karbamazepin (CBZ)

Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin

dapat memperpanjang inaktivasi saluran Na .juga menghambat

masuknya Ca ke dalam membran sinaptik.

c) Fenobarbital (PB)

Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai

hipnotik, sedatif dan anastetik. Fenobarbital bekerja memperkuat

hambatan GABAergik dengan cara mengikat ke sisi kompleks

saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular,

fenobarbital memperpanjang potensial penghambat postsinaptik,

bukan penambahan amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu

buka jalur Cl- dan menambah lamanya letupan saluran Cl- yang

dipacu oleh GABA. Seperti fenitoin dan karbamazepin,

fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur oleh

Na . Fenobarbital mengurangi pelepasan transmitter dari terminal

saraf dengan cara memblokade saluran Ca peka voltase.11

d) Asam valproat (VPA)


VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat

GABA-transaminase dan suksinik semialdehide dehidrogenase,

enzim pertama dan kedua pada jalur degradasi, dan aldehide

reduktase. VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan

menghambat letupan frekuensi tinggi dari neuron. VPA

memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron

thalamus.

e) Gabapentin (GBP)

Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat

saluran Na peka voltase, dapat menambah pelepasan GABA.

f) Lamotrigin (LTG)

Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.

g) Topiramate (TPM)

Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari

GABA.

h) Tiagabine (TGB)

Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir

uptake-nya. Selain pemilihan dan penggunaan optimal dari AED,

harus diingat akan efek jangka panjang dari terapi farmakologik.

Karbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidone, dan asam

valproat dapat menyebabkan osteopenia, osteomalasia, dan fraktur.

Fenobarbital dan primidone dapat menyebabkan gangguan jaringan

ikat, mis frozen shoulder da kontraktur Dupuytren. Fenitoin dapat

menyebabkan neuropati perifer. Asam valproat dapat

menyebabkan polikistik ovari dan hiperandrogenisme.


13) Pembedahan:

a) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial,

abses, kista, atau anomaly vaskuler.

b) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik

dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang

terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan

kelainan neurologis yang signifikan. (Brunner & Suddarth, 2013)

I. Prognosis

Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis

epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum

obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-

70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat,

sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat.

Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun

serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.

Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun

atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental


mempunyai prognosis relatif jelek.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Identitas atau biodata terdiri dari tinggi atau kesiapan psikis. Pendidikan

untuk mengetahui wawasan dan pengetahuan, agama untuk

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, pekerjaan untuk

mengetahui status sosial ekonomi dan alamat untuk mengetahui

komunitasnya.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Didapatkan dengan pengkajian dari penyakit saat ini, riwayat kesehatan

keluarga. Pada pengkajian riwayat penyakit saat ini diperoleh dengan

pengumpulan data yang penting dan berkaitan tentang awitan gejala.

Perawat menentukan kapan gejala timbul, apakah gejala selalu timbul

atau hilang dan timbul. Perawat juga menanyakan tentang durasi gejala.

Pada bagian tentang riwayat penyakit sat ini perawat mencatatkan

informasi spesifik seperti letak, intentitas dan kualitas gejala.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

Diperoleh dengan pengkajian tentang riwayat masa lalu sehingga

memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan klien.

Perawat mengkaji apakah klien dirawat dirumah sakit atau pernah

menjalani operasi juga penting dalam merencanakan asuhan keperawatan

adalah deskripsi tentang alergi termasuk alergi terhadap makanan, obat-

obatan atau polutan. Juga terdapat pada format pengkajian. Perawat juga

mengidentifikasi kebiasaan dan pola gaya hidup. Penggunaan tembakau,


alkohol, kafein, obat-obatan atau medikasi yang secara rutin digunakan

dapat membuat klien berisiko terhadap penyakit yang menyerang napas,

paru-paru, jantung, sistem saraf, atau berfikir dengan membuat catatan

tentang tipe kebiasaan juga frekuensi dan durasi penggunaan akan

memberikan data yang penting.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adalah untuk mendapatkan data tentanghubungan kekeluargaan langsung

dan hubungan darah. Sasarannya adalah untuk menentukan apakah klien

beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial dan untuk

mengidentifikasi area tentang promosi kesehatan dan pencegahan

penyakit. Riwayat keluarga juga memberikan informasi tentang struktur

keluarga, interaksi dan fungsi yang mungkin berguna dalam

merencanakan asuhan, keperawatan.

5. Riwayat kejang

 Berapa sering terjadi kejang

 Riwayat kejang demam

 Berapa lam kejang berlangsung

 Apakah sebelium kejang ada tanda-tanda awal

 Apa yang dilakukan pasien setelah kejang

6. Riwayat penggunaan obat

 nama obat yang dipakai

 dosis obat

 berapa kali minum obta

 kapan putus obat


B. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

a. KU / kesadaran

b. Tanda Vital :Nadi, Pernafasan

c. Adakah gerakan-gerakan automatisme, mengedip-edipkan mata

d. Mata : abnormal posisi mata, perubahan pupil

e. THT : Apnea, cyanosis

f. Saliva yang banyak

g. Leher

h. Abdomen

i. Ekstremitas

2. Status Neurologis

a. Reflek fisiologis

b. Reflek patologis

Pengkajian fisik pada kasus ini difokuskan pada sistem persyarafan

dan sistem neurologis wab terhadap banyak fungsi, termasuk

stimulus sensori, organisasi proses berfikir, kontrol bicara dan

penyimpanan memori. Kebutuhan dasar menurut Virgina

Handerson memberikan kerangka kerja dalam melakukan asuhan

keperawatan diantaranya:

1. Kebutuhan akan Nutrisi

2. Kebutuhan Eliminasi

3. Gerak dan Keseimbangan Tubuh

4. Kebutuhan Istirahat Tidur

5. Kebutuhan Berpakaian

6. Mempertahankan Temperatur Tubuh


7. Kebutuhan Akan Personal Higine

8. Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman

9. Berkomunikasi Dengan Orang Lain Dan Mengekspresikan

Emosi, Keinginan Rasa Takut Dan Pendapat.

10. Pengkajian fungsi neurologis.

Pada pengkajian fisik juga dapat ditemukan data-data lain diantaranya :

a. Aktivitas atau istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan, umur , keterbatasan dalam

beraktivitas

Tanda : perubahan tonus otot, kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Sirkulasi

Gejala : Hipertensi, peningkatan nadi,sianosis

c. Integritas Ego

Gejala : Stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan

keadaan

Tanda : Pelebaran rentang respon emosional

a. Eliminasi

Gejala : Inkontensia episodik

Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih, otot relaksasi yang

mengakibatkan interkontensia.

b. Makanan

Gejala : Sertifitas terhadap makanan,mual muntah.

Tanda : Kerusakan jaringan lunak atau gigi, hiperplasia.

c. Neorosensori

Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang yang berulang,

pingsan,pusing, riwayat trauma kepala.


Tanda : Karakteristik kejang :

1) Fase prodoumal : adanya perubahan pola pada rekreasi emosi

atau respon afectif yang tak menentu.

2) Keadaan umum : tonik klonik, kekakuan,penurunak kesadaran.

3) Kejang parsial : pasien tetap sadar dengan aksi mimpi,

melamun, jalan-jalan.

4) Status epiletilikus : aktivitas kejang yang terjadi terus menerus

dengan spontan gejala putus anti konvulsan tiba – tiba dan

fenomena metabolik lain.

d. Nyeri atau Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala, nyeri otot,nyeri abnormal.

Tanda : Sikap dan tingkah laku perubahan tonus otot.

e. Pernafasan

Gejala : Gigi mengatup,siasonis pernapasan dan turun cepat,

peningkatan sekresi mukus.

f. Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, fraktur

Tanda : Tauma pada jaringan lunak, penurunan kekuatan otot

g. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah dalam hubungan inter personal dalam keluarga

dan lingkungan sosialnya.

C. Diagnosa

1. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

2. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol

(gangguan keseimbangan)
3. Ketidakefetifan bersihan jalan nafas b.d sumbatan lidah di

endotrakea, peningkatan sekresi saliva

4. Cemas berhubungan dengan kejang, komplikasi kejang dan

penerimaan terhadap lingkungan

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pertama kali

terdiagnosa epilepsi, seringnya aktifitas kejang dan status

perkembangan usia.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

b.d kurang pemanjaan, kesalahan interpretasi , kurang

mengingat.

D. Intevensi

Dx 1 : Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Data pendukung :

 Riwayat kejang

 Aktifitas kejang

 Pengunaan obat anti kejang

Kriteria hasil :

 Pasien bebas dari kejang

 Mempertahankan integritas fisik

 Tidak terjadi trauma fisik

 Tidak terjadi hipoksia dan aspirasi

Intervensi :

1) Pertahankan posisi lebih rendah

Rasional : meminimalkan resiko jika pasien jatuh

2) Berikan pagar pengaman pada tempat tidur

Rasional : mencegah pasien jatuh dari tempat tidur


3) Sebelum kejang lakukan persiapan : spatel lida,

oksigen, suction dekat tempat tidur

Rasional : merespon cepat jika pasien terjadi kejang

4) Monitor aktifitas kejang

Rasional : mengetahui jenis epilepsi dan penganan lebih

lanjut

5) Selama kejang : pertahankan jalan nafas pasiem,

lindungi kepala, pasang spatel jika memungkinkan,

longgarkan pakaian jaga privasi pasien tubuh yang

terjadi kejang

Rasional : mencegah hipoksia, aspirasi, trauma kepala,

dan keselamatan pasien

6) Catat frekuensi waktu, bagian tubuh yang terjadi kejang

Rasional : membantu mengindentifikasi jenis kejang

dan manifestasi yang terjadi

7) Setelah kejang : pertahankan kepatenan jalan nafas,

suction jika perlu, miringkan pasien, monitor tanda-

tanda vital, status neurologi, berikan oksigen sesuai

program, orientasikan pada lingkungan, berikan posisi

nyaman menjaga kebersiha mulut

Rasional : mencegah hipoksia dan aspirasi, memonitor

respon fisiologi setelah kejang dan memberi rasa

nyaman pada pasien

8) Laporkan kepada dokter jika kejang tanpa periode

kesadaran

Rasional : penanganan lebih lanjut


DX 2 : Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan

keseimbangan)

Intervensi:

1. Pastikan kebutuhan oral/trachealsuctioning

2. Berikan o2

3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam

4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction

6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

7. Monitor status hemodinamik

8. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab

9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

10. Monitor respirasi dan status o2


11. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan secret

DX 3 : Ketidakefetifan bersihan jalan nafas b.d sumbatan lidah di endotrakea,


peningkatan sekresi saliva

Intervensi :

1. Pastikan kebutuhan oral/trachealsuctioning

2. Berikan o2

3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam

4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction

6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

7. Monitor status hemodinamik

8. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab


9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

10. Monitor respirasi dan status o2


11. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan secret

DX 4 :Cemas berhubungan dengan kejang, komplikasi kejang dan

penerimaan terhadap lingkungan

Data pendukung :

 Pasien mengatakan sering kejang takut terulang kembali

 Ekspresi wajah sedih

 Meningkatnya denyut jantung, nadi, pernapasan, tekanan darah

 Keluar keringat dingin

 Pandangan pasien menyempit

 Sulit tidur

 Lebih sensitif tanda-tanda emosional lain

 Gemetar/tremor

Kriteria hasil :

 Pasien dapat mengungkapkan kecemasan dan apa syang sedang

difikirkan

 Pasien dapat meningkatkan koping yang efektif dalam

menghadapi epilepsinya

Intervensi :

1). Kaji status emosional terus-menerus, penampilan dan tingkah

laku untuk menetapkan reaksi terhadap diagnosa

Rasional : mengindetifikasi respon emosional pasien

2). Berikan kesepatan pada pasien untuk diskusi terbuka untuk

perasaan, sikap dan kepercayaan pasien


Rasional : membuka diri dan meningkatkan kepercayaan kepada

perawat

3). Validasi tentang kecemasaan pasien dan indentifikasi metode

koping yang tepat untuk pasien

Rasional : membantu mengidentifikasi kecemasannya sendiri dan

memecahkan masalahnya sendiri

4). Lakukan intervensi khusus sesuai dengan masalah yang

dihadapi pasien berikan respon yang positif terhadap pasien

Rasional : membantu menurunkan masalah dan adabtasi pasien

DX 5 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pertama kali

terdiagnosa epilepsi, seringnya aktifitas kejang dan status

perkembangan usia

Data pendukung :

 Pasien mennyakan tentang epilepsi

 Pasien menolak tindakan perawatan

 Pasien tidak koperatif dalam perawatan

Kriteria hasil :

 Pasien mendiskusikan faktor yang dapat menimbulkan kejang

 Pasien mengungkapkan secara verbal pengetahuan tentang

pengobatan

 Menungkapkan secara herbal perubahan gaya hidup untuk

menghindari faktor pencetus kejang

Intervensi

1) Tetapkan pengetahuan pasien, keluarga, tentang epilepsi

tingkat penerimaan
Rasional : meningkatkan tingkat pengetahuan dan penerimaan

pasien/keluarga

2) Berikan penjelasan tentang epilepsi dan efek sampingnya

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien

3) informasikan faktor pencetus epilepsi.

Rasional : mencegah serangan kejang

4) diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang perubahan

gaya hidup seperti jenis pekerjaan dan aktifitas hidup

Rasional : mencegahh serangan kejang(Tarwoto,2013)

E. Evaluasi

1. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada

memar

2. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea

dan aspirasi

3. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan

sekitar, pasien tidak menarik diri (minder)

4. Pola napas normal, TTV dalam batas normal

5. Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat

melakukan aktifitas sehari- hari secara normal

6. Organ sensori dapat menerima stimulus dan

menginterpretasikan dengan normal

7. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak

tenang

8. Status kesadaran pasien membaik


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epilepsi didefinisikan sebagai sindrom kumpulan gejala dan tanda-tanda

klinis yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak secara intermiten yang

terjadi akibat lepasnya muatan listrik upnormal atau berlebihan dari neuron-

neuron paroksismal dengan berbagai macam etiologi. (Tarwoto,2013)

Kejang epilepsi diklasifikasikan berdasrkan onsetnya atau awaitan

dikategorikan menjadi kejang umum dan kejang fokal.

Faktor-faktor penyebab epilepsi diatas mengganggu sisitem ini sehingga

menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan

kejang yang merupakan salah satu ciri dari epilepsi ( Harsono, 2007) Bangkitan

epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal diotak yang

melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron.

B. Saran

Adapun saran dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Sebaiknya dosen memperkaya materi yang diajarkan kepada mahasiswa,

sehingga mahasiswa juga dapat menerima ilmu dari pengajar.

2. Cara penyampaian materi lebih interaktif melalui video yang membahas

mengenai penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Tutu April. 2013. Sistem Neurobehavior. Medika Salemba: Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Harsono.2008. The Quality of Life of epileptic patient. Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti, universitas mendicina, Jakarta

Harsono. 2007. Epilepsi Edisi ke dua, 4-25, UGM press Yogyakarta

Nurarif, A.H & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Edisi 1. Yogyakarta : Media Action

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta : Agung Seto.

You might also like