Professional Documents
Culture Documents
i
Universitas Indonesia
ii
Universitas Indonesia
iii
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
iv
Universitas Indonesia
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penulisan karya
ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan mendapatkan
gelar ners. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ibu Tuti Nuraini, S.Kp., M. Biomed selaku dosen pembimbing Fakultas
Ilmu Keperawatan UI yang telah memberikan bimbingannya dalam
penyusunan karya ilmiah akhir.
(2) Ibu Yeane dan Ibu Dewi selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bantuan dan bimbingannya selama praktik di RSUPN Dr.
Cinto Mangunkusumo Jakarta.
(3) Ibu Junaiti Sahar, PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI,
yang telah memberikan izin bagi pelaksanaan karya ilmiah akhir ini.
(4) Para dosen di lingkungan FIK UI yang telah memberikan banyak ilmu
kepada saya sehingga dapat menunjang pembuatan karya ilmiah akhir
ini.
(5) Ibu dan Bapak di rumah. Terima kasih untuk dukungan kalian selama
ini. Meski bukan materi yang kalian berikan. Lebih dari itu, kalian
mengajari anakmu untuk hidup di kota dengan tetap semangat dan doa
yang tiap malam selalu kalian panjatkan meski pada saat itu anakmu
sedang lelapnya tertidur. Terima kasih Ibu dan Bapakku tersayang.
Semoga sayang-Nya mengalir untukmu.
(6) Rahmat Yulianto, S.T., Quality Assurance PT Showa Indonesia Mfc.
“Skripsine sampun dugi pundi???” Pertanyaan yang sering Mas
sampaikan ke Lia,, hee. Kali ini sudah selesai, Insyaalloh. Terima kasih
sudah memberikan waktunya untuk selalu menyemangati.
v
Universitas Indonesia
Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
karya ilmiah akhir ini. Pada akhirnya bantuan-bantuan kalianlah juga yang
membuat proses ini menjadi lebih cepat.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini dapat
membawa manfaat baik untuk pelayanan kesehatan, pendidikan, maupun
perkembangan ilmu dan penelitian lainnya. Aamiin
vi
Universitas Indonesia
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasi tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilih Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 11 Juli 2014
Yang menyatakan
Batu ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di daerah
perkotaan. Pasien yang sudah pernah mengalami batu ginjal memiliki risiko
kekambuhan batu ginjal sekitar lima puluh persen pada lima tahun pertama dan
tujuh puluh persen pada sepuluh tahun berikutnya. Tingginya angka kekambuhan
tersebut dapat dicegah sejak dini yakni melalui discharge planning. Tujuan
penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai
discharge planning terutama mengenai terapi diet dalam upaya pencegahan batu
ginjal berulang. Hasilnyanya pasien memiliki peningkatan kognitif dan juga
psikomotor yang baik dalam upaya pencegahan batu ginjal berulang.
Rekomendasi kepada pasien dengan batu ginjal untuk memberikan discharge
planning sejak pasien dirawat.
viii
Universitas Indonesia
ix
Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Penelitian 3
1.3. Manfaat Penelitian 4
BAB V PENUTUP 47
5.1. Kesimpulan 47
5.2. Saran 48
DAFTAR PUSTAKA 49
xi
Universitas Indonesia
xii
Universitas Indonesia
xiii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Batu ginjal lebih banyak terjadi pada laki-laki, yakni tiga sampai empat kali
lebih banyak daripada perempuan (Menon, Resnik, Martin, 2002: Sudoyo
dkk., 2009). Hal ini dikarenakan kadar kalsium dan oksalat air kemih sebagai
bahan pembentuk batu pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Dalam penelitian Fan (Colorado, 1999) disebutkan keterkaitan hormon sex
dalam peningkatan kejadian batu kalsium oksalat. Penelitian ini menyebutkan
bahwa androgen akan meningkatkan konsentrasi oksalat plasma dan endapan
kristal kalsium plasma, sedangkan estrogen cenderung menurunkan ekskresi
oksalat. Batu saluran kemih lebih banyak terjadi pada orang dewasa yakni
umur 30 sampai 60 tahun dengan rerata 42,2 tahun.
Universitas Indonesia
jenis kelamin. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar individu
seperti kondisi geografis daerah, faktor lingkungan, jumlah air minum, diet,
lama duduk saat bekerja, olah raga, obesitas, kebiasaan menahan buang air
kemih dan konsumsi vitamin C dosis tinggi (Rifki, 2007; Stoler, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Lina, Suharyo, & Rifki (2007) didapatkan hasil
bahwa orang yang saat bekerja lebih banyak duduk, menahan buang air kecil,
minum sedikit (kurang dari 2000 ml per hari), dan diet tinggi protein
meningkatkan resiko terjadi batu ginjal
Angka kekambuhan batu saluran kemih termasuk juga batu ginjal dalam satu
tahun sebesar 15 - 17%, empat sampai lima tahun sebesar 50%, dan sepuluh
tahun sebesar 75%. (William, 1990 dalam Lina, Suharyo, & Rifki, 2007).
Sehingga identifikasi penyebab timbulnya batu yang pertama adalah penting
untuk pencegahan kerusakan ginjal lebih lanjut. Hal ini dapat diketahui
melalui hasil pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan kandungan
batu tersebut. Apabila diketahui penyebab terjadinya batu pada pasien,
diharapkan dapat dilakukan pencegahan terhadap kekambuhan kejadian
Universitas Indonesia
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus penulisan karya ilmiah akhir ini sebagai berikut:
a) Diketahuinya analisis masalah keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan (KKMP).
b) Diketahuinya asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah batu
ginjal.
c) Diketahuinya keterkaitan discharge planning khususnya pendidikan
kesehatan mengenai pencegahan batu ginjal pada pasien dengan
masalah batu ginjal sebagai bagian mengurangi angka kekambuhan
batu ginjal.
Universitas Indonesia
c. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya ilmiah akhir ini antara lain:
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penulisan karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi perawat dalam memaksimalkan proses discharge
planning khususnya memberikan pendidikan kesehatan pada pasiennya
dengan memaksimalkan peran perawat sebagai pendidik.
2. Pendidikan
Hasil penulisan karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memperkaya
bahan khususnya bidang urologi dan peran mahasiska di bagian tersebut
serta diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran mahasiswa di
klinik khususnya jika menghadapi pasien dengan masalah batu ginjal.
3. Penulis Selanjutnya
Hasil penulisan karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi referensi
bagi penulis selanjutnya untuk meningkatkan dan memperdalam
penulisannya terkait dengan discharge planning dan keefektifannya dalam
mengurangi angka kekambuhan batu ginjal dan batu saluran kemih.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Batu asam urat terjadi lebih banyak pada pasien laki-laki. Faktor diet
tinggi protein dan purin serta minuman beralkohol diindikasikan dapat
meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH urine menjadi rendah.
Selain itu, melalui penelitian diketahui bahwa sebanyak 20 sampai
40% penderita penyakit Gout akan mengalami batu asam urat (Hessa,
Alrecht, Goran, Hans, Jahnen, & Andre, 2002).
Batu struvit terbentuk akibat infeksi saluran kemih oleh bakteri yang
memproduksi urease (proteus, providential, klebsiella, dan
pseudomonas). Infeksi saluran kemih terjadi akibat tingginya
konsentrasi ammonium dan pH urine > 7. Pada kondisi tersebut,
kelarutan fosfat menurun yang berakibat terjadinya batu struvit.
Peningkatan volume air yang diminum oleh penderita batu struvit
penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi fosfat
(Sudoyo, Bambang, Idrus, Marcellus, & Siti, 2009).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b. Mual, muntah
Nyeri kolik renal dapat sangat hebat hingga timbul respon saraf
simpatis berupa mual, muntah, kulit pucat, dingin, dan lembab.
c. Hematuria
Adanya darah dalam urine merupakan salah satu gejala adanya
batu ginjal. Tidak semua pasien menunjukan adanya hematuria.
Hematuria terjadi akibat adanya pergerakan batu di dalam ginjal
atau saluran urinatius sehingga menyebabkan rupture pada dinding
ureter.
d. Kristaluria, urine yang keluar disertai pasir dan batu.
e. Infeksi, batu di dalam saluran kemih menjadi tempat sarangnya
mikroorganisme yang tidak dapat dijangkau oleh obat-obatan.
Adanya infeksi dimanifestasikan dengan timbulnya demam pada
pasien.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Diet batu saluran kemih dan batu ginjal meliputi: diet rendah purin
dan diet rendah protein hewani. Diet rendah purin bertujuan untuk
menurunkan kadar asam urat dalam darah. Purin adalah hasil
metabolisme protein yang dapat membentuk Kristal asam urat dan
dapat menumpuk pada ginjal sehingga menjadi resiko
pembentukan batu ginjal. Adapaun diet rendah purin meliputi:
a) Energi diberikan sesuai kebutuhan tubuh. Bila berat badan
berlebih kebutuhan energi mengikuti pedoman diet energi
rendah.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
f. Keamanan
Gejala yang dialami oleh pasien batu cetak ginjal yaitu penggunaan
alkohol, demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran
Pasien dengan batu cetak ginjal memiliki gejala antara lain: riwayat
batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,
gout, ISK kronis, riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen
sebelumnya,hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika,
antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB III
TINJAUAN KASUS KELOLAAN
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. R (43 tahun)
Tanggal lahir : 02 November 1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Dx. Medis masuk : hidronefrosis bilateral
Tanggal masuk : 26 Mei 2014
3.1.2. Anamnesa
1. Alasan Dirawat di Rumah Sakit
Klien datang ke poli RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 26 Mei
2014 dengan keluhan nyeri pinggang (nyeri tidak menjalar) sejak
empat bulan sebelum masuk ke rumah sakit. Klien mengatakan tidak
ada riwayat hematuria maupun nyeri saat buang air besar.
Universitas Indonesia
4. Keluhan Terakhir
Klien mengatakan nyeri di pinggang kanan, bersifat tidak menjalar,
skala 3 sampai 4, muncul tidak menentu, kadang 2 sampai 3 kali
dalam satu menit selama 5 sampai 10 detik. Klien juga mengatakan
tidak ada riwayat hematuria, sakit saat buang air besar, maupun
kesulitan buang air besar.
5. Aktivitas / Istirahat
Klien adalah seorang kepala rumah tangga dengan pekerjaan sebagai
pedagang. Kegiatan berdagang dilakukan setiap hari. Klien
mengatakan biasanya tidur siang jarang dilakukan, tidur malam
biasanya pukul 22.00 sampai 05.00 WIB. Saat ini, klien biasanya
tidur siang satu sampai dua jam, yakni pukul 13.00 sampai 14.00
atau 15.00. Tidur malam pukul 22.00 – 05.00, kadang trbangun pada
malam hari. Selama di rumah sakit klien mengatakan tidak ada
gangguan tidur. Kondisi ruangan dikeluhkan pasien panas, tetapi
klien mengakalinya dengan membawa kipas angina kecil sehingga
tidak mengganggu istirahatnya. Klien mengungkapkan meski kadang
bangun ketika malam, tetapi dapat tidur kembali dan merasa segar
pada pagi harinya.
6. Sirkulasi
Klien mengatakan tidak memiliki tekanan darah tinggi maupun
masalah jantung lainnya. Tidak ada keluhan demam, edema kaki atau
mata kaki, flebitis, maupun kesemutan di ekstremitasnya.
Dari hasil pengukuran tekanan darah terukur 120/80 mmHg dengan
posisi duduk, nadi radialis 88 kali per menit, kuat, regular, terdengar
bunyi jantung 1 dan 2, tidak ada murmur, tidak ada gallop, tidak ada
distensi vena jugularis. Ekstremitas teraba hangat dengan suhu aksila
36,6 derajat Celcius, capillary refill time < 2 detik, abnormalitas
kuku tidak ada, punggung kuku < 180 derajat Celsius, membrane
Universitas Indonesia
7. Integritas Ego
Klien mengatakan kadang merasa stress dengan sakit pinggang yang
dialaminya sejak empat bulan yang lalu. Klien biasanya mengurangi
sakit dengan istirahat serta menjalani pengobatan seperti sekarang
ini. Dari segi finansial pengobatan, klien mengatakan tidak terbebani
karena pengobatan yang dilakukan menggunakan JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional). Klien hanya menanggung biaya perjalanan ke
RSCM yang dipenuhi dengan tabungan usaha berdagangnya.
Status klien menikah dan mempunyai dua orang anak. Anak pertama
sudah bekerja dan saat ini menemani klien di rumah sakit.
Sedangkan anak kedua masih sekolah SMA. Selama di rumah sakit
klien terlihat tenang dan kadang bercanda dengan pasien yang
lainnya.
8. Eliminasi
Pola kebiasaan buang air besar klien satu kali per hari, pada pagi
hari. Karakteristik feses berbentuk, padat, kekuing-kuningan, tidak
ada rasa sakit selama buang air besar. Klien mengatakan tidak ada
keluhan diare maupun konstipasi selama dua minggu terakhir ini.
Pola buang air kecil biasanya 4 sampai 7 kali per hari, tidak ada
nyeri saat buang air kecil, hematuria, maupun inkontinensia urin.
Klien tidak menggunakan diuretik. Karakteristik urin kekuning-
kuningan.
Dari hasil pemeriksaan: abdomen cembung, kandung kemih tidak
ada distensi, nyeri tekan tidak ada, neri pinggang sejak empat bulan
yang lalu, terdengar bising usus di ke-empat kudaran.
Universitas Indonesia
9. Makanan / Cairan
Pola kebiasaan makan tiga kali per hari, yakni pukul 07.00, 13.00,
dan 19.00. Selama ini tidak ada pantangan makan, tidak ada keluhan
mual, muntah, maupun penurunan selera makan akibat nyeri
pinggang yang dialami klien. Klien mengatakan berat badan sebelum
sakit adalah 86 kg, mengalami penurunan satu kg sejak masuk rumah
sakit menjadi 85 kg.
Klien mendapatkan diit bebas dari bidang gizi dengan kebutuhan
kalori sebesar 1900 kkal. Diit terbagi menjadi tiga kali makan besar
dan dua kali makanan ringan. Biasanya makan pagi pukul 06.30,
makan siang pukul 12.30, dan makan malam pukul 18.00 WB. Klien
terlihat selalu menghabiskan makanan yang disediakan.
Dari hasil pemeriksaan, berat badan klien adalah 85 kg dengan tinggi
badan 170 cm. Sehingga index massa total (IMT) = 29,41
Bentuk tubuh tegap, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab,
konjungtiva tidak anemis, sklere tidak ikterik, pembesaran tosil tidak
ada, kondisi gusi normal (tidak ada pembengkakan), kondisi gigi
lengkap, penampilan lidah merah muda.
10. Higiene
Klien mengatakan tidak ada batasan kemampuan dalam
menjalankan aktivitas harian. Mobilitas, higiene, toileting, makan,
dan berpakaian terlihat mandiri. Tidak ada alat bantu yang digunakan
klien. Klien terlihat rapih dan sesuai terhadap jenis pakaian yang
digunakan (celana pendek selutut dan kaos), tidak ada bau badan.
11. Neurosensori
Dari hasil wawancara, selama di rumah sakit maupun sebelum
dirawat di rumah sakit, klien mengatakan tidak ada keluhan ingin
pingsan, pusing, sakit kepala, maupun kesemutan pada
ekstremitasnya. Klien juga mengungkapkan tidak memiliki riwayat
Universitas Indonesia
13. Pernafasan
Klien mengungkapkan tidak memiliki riwayat bronkitis, asma,
tuberkulosis, maupun pneumonia. Klien tidak memiliki kebiasaan
merokok. Dari hasil pemeriksaan: frekuensi nafas 24 kali per menit,
kedalaman sedang, nafas cuping hidung tidak ada, ekspansi dada
simetris bilateral, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, fremitus
tidak ada, bunyi nafas vesikuler, tidak ada sianosis.
14. Keamanan
Klien data subjektif, klien tidak memiliki alergi obat maupun
makanan tertentu. Tidak ada riwayat penyakit hubungan seksual,
riwayat transfusi darah, dan riwayat kecelakaan. Integritas kulit
terlihat utuh. Tonus otot baik dengan pergerakan aktif.
Kekuatan otot klian 5555 5555
5555 5555
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DO:
- Klien terlihat pucat, diam, wajah tampak cemas
pada H-1 operasi.
- Tekanan darah 130/90 mmHg dengan tekanan
darah biasanya 120/80 mmHg.
2 DS:
- Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dekat Nyeri akut
luka operasi, skala 4 – 5, meningkat saat
bergerak, nyeri yang dirasa bersifat menetap
dengan durasi timbul 10 – 20 detik, muncul
biasanya 3 - 4 kali per menit.
DO:
- Terlihat luka post operasi nefrostomi di
pinggang kanan dan kiri dengan panjang kurang
lebih 25 cm.
- Dari hasil rontgen tanggal Mei 2014, terlihat
Universitas Indonesia
3 DO:
a- siPen terpasangan kateter nefrostomi dan Perubahan eliminasi urin
kateter urine.
DS:
Pasien mengatakan urine keluar begitu saja lewat
selang kateter. Pasien mengatakan urine yang keluar
banyak.
4. DO:
- Klien terpasang kateter nefrostomi bilateral Resiko kekurangan cairan
sejak 7 Mei 2014. kurang dari kebutuhan.
- Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10
Mei 2014 didapatkan kreatinin 2,8 mg/dl, eGFR
27 ml/min/1,73 ml2, dan ureum darah 74 mg/dl.
- Mukosa bibir tampak kering.
DS:
Pasien mengatakan bahwa minumnya berkurang
setelah operasi sekitar dua botol air mineral ukuran
sedang, aktivitasnya juga berkurang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tujuan khusus:
a. Pasien mempertahankan keseimbangan cairan
b. Tanda-tanda vital stabil (tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi
60 – 100 kali per menit, frekuensi nafas 16 – 24 kali per menit, suhu 36
– 37 derajat Celcius).
c. Berat badan dalam rentang normal.
d. Membrane mukosa lembab
e. Turgor kulit baik
f. Capillary refill time < 2 detik.
g. Balance cairan positif.
Universitas Indonesia
mengatakan bahwa tindakan operasi kali ini adalah yang pertama kali,
sehingga pasien merasa cemas. Jadual operasi pada Selasa, 07 Mei 2014.
Tekanan darah pada saat pasien masuk 120/80 mmHg kemudian pada
siang hari tekanan darah meningkat menjadi 130/90 mmHg. Manajemen
ansietas diberikan mulai hari Senin, 06 Mei 2014 meliputi teknik distraksi
dengan mengobrol bersama keluarga dan pasien lainnya, mendengarkan
musik; serta teknik nafas dalam. Melalui latihan tersebut, pasien tampak
beberapa kali mempraktikan teknik nafas dalam sampai hari akan
dilakukan operasi. Pasien mengatakan masih merasa cemas, tetapi sudah
lebih berkurang daripada tidak dilakukan apa-apa.
2. Nyeri akut
Hari Selasa, 07 Mei 2014 pasien selesai dilakukan operasi. Pasien mulai
merasa nyeri di bagian luka operasi sejak Selasa sore. Pengkajian nyeri
dilakukan pada hari Selasa, pasien mengatakan nyeri di area luka post
operasi dengan karakteristik: skala 4 – 5, meningkat saat bergerak, nyeri
yang dirasa bersifat menetap dengan durasi timbul 10 – 20 detik, muncul
biasanya 3 - 4 kali per menit.
Manajeman nyeri diberikan pada pasien, yakni melalui latian nafas dalam,
distraksi, pemberian posisi nyaman, dan medikasi analgesik. Hari pertama
post operasi, pasien mengatakan nyeri berkurang dengan pemberian obat.
Hari kedua operasi merasa nyeri berkurang dengan pemberian obat dan
posisi yang nyaman. Hari ketiga, mulai merasakan manfaat nafas dalam
dan distraksi. Sampai hari ke enam post operasi, nyeri masih ada tetapi
berkurang dengan karakteristik: skala nyeri menjadi 1 – 2, timbul 1 – 2
kali per menit selama 5 – 10 menit, pasien mengatakan nyeri masih bisa
ditahan tanpa harus menggunakan obat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
substansi batu lebih besar. Selain itu, laki-laki memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar dibandingkan perempuan, sehingga lebih banyak ekskresi oksalat
yang lebih tinggi di urine (Curhan, Willett, Rimm, Speizer, & Stamfer, 1998
dalam Dewi & Anak, 2007)
Kejadian batu ginjal selain dipengaruhi oleh jenis kelamin, juga dipengaruhi
oleh umur. Seperti halnya yang terjadi pada Tn. R yang didiagnosis
mengalami batu ginjal pada umur 43 tahun. Sebagian besar batu saluran
kemih terjadi pada pasien yang berusia lanjut antara 31 - 45 tahun (Daudon,
Dore, Junger, & Lacour, 2004; Ratu, Badji, & Hardjoeno, 2006; Scales,
Curtis, Norris, et al., 2007 dalam Knoll, 2010; Strope, Wolf, & Hollenbeck,
2010) dengan jenis batu lebih predominan kalsium oksalat dan asam urat,
sedangkan pada perempuan lebih banyak jenis batu kalsium fosfat (Daudon,
Dore, Junger, & Lacour, 2004 dalam Knoll, 2010).
Penyebab pasti belum diketahui, namun Kock (1999 dalam Ratu, Badji, &
Hardjoeno, 2006) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai batu ginjal
yang terjadi pada anak-anak lebih rendah daripada orang dewasa. Ia
mengemukaan pendapat bahwa peningkatan batu meningkat sesuai umur
dan mencapai tingkat maksimal pada usia dewasa. Ginjal berkembang mulai
bayi sampai dewasa seiring dengan peningkatan kapasitas konsentrasi ginjal
mengakibatkan terjadinya peningkatan kristalisasi di loop of Henle. Nefron
pada usia anak kurang berkembang, ditandai oleh memendeknya dan
berkurangnya volume tubulus proksimal maupun di lengkung Henle (loop of
Henle). Ukuran yang pendek ini membuat berkurangnya kesempatan
pembentukan kristal kalsium fosfat. Alasan ini yang menerangkan mengapa
insiden pembentukan batu oksalat pada dewasa lebih rendah dibandingkan
pada anak-anak.
Universitas Indonesia
batu dilakukan melalui pemeriksaan analisis batu. Batu diambil pada saat
dilakukan pembedahan pengangkatan batu atau melalui batu yang keluar
bersama aliran urine. Tn. R belum dilakukan pengangkatan batu ginjal dan
juga tidak ada batu yang ikut terbawa aliran urin sehingga belum dilakukan
pemeriksaan analisis batu untuk menentukan komposisi jenis batu. Akan
tetapi, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yakni biokimia asam
urat, Tn. R memiliki asam urat tinggi yakni 8,1 mg/dl (normal 3,4 – 7,0
mg/dl). Pada pemeriksaan yang kedua juga didapatkan nilai asam urat yang
masih tinggi yaitu sebesar 8,6 mg/dl.
Ratu, Badji, & Hardjoeno (2007) menjelaskan bahwa salah satu kondisi
yang meningkatkan pembentukan batu ginjal adalah asam urat dengan jenis
batu yang terbentuk adalah batu asam urat. Persentase kejadian batu asam
urat dari hasil penelitiannya sebesar 32,4%. Asam urat merupakan produk
pemecahan protein yang diekskresi melalui urin. Adanya kandungan asam
urat yang tinggi dalam urin menyebabkan faktor predisposisi terjadinya batu
asam urat. Pola konsumsi protein dan jenis makanan yang mengandung
purin pada pasien perlu dikaji.
Tn. R mengatakan sudah memiliki asam urat tinggi sejak satu tahun yang
lalu, namun tidak mendapatkan pengobatan apapun. Pola konsumsi protein
hewani pada Tn. R juga bisa dikatakan tinggi. Tn. R mengatakan terbiasa
dengan makanan daging. Normalnya, kebutuhan protein per hari 600 mg/kg
berat badan. Protein hewani akan menurunkan pH urine sehingga menjadi
lebih asam. Selain itu, hasil metabolisme protein hewani akan menyebabkan
kadar sitrat urine turun, kadar asam urat dalam darah dan urine naik,
sehingga menjadi predisposisi terjadinya batu saluran kemih maupun batu
ginjal (Parivar, Roger, & Stoller, 2003).
Faktor lain yang ikut berperan serta dalam pembentukan batu ginjal pada Tn.
R adalah jenis pekerjaan. Tn. R adalah seorang pedagang yang aktivitasnya
lebih banyak duduk. Coe & Park (1988) menyebutkan bahwa laki-laki yang
Universitas Indonesia
terlalu banyak duduk atau hanya ditempat tidur saja, maka kalsium tulang
akan dilepas ke darah, selanjutnya hiperkalsemia akan memicu timbulnya
batu saluran kemih karena adanya supersaturasi elektrolit/kristal dalam
urine. Kenaikan konsentrasi bahan pembentuk batu di dalam tubulus renalis
akan merubah zona stabil saturasi rendah menjadi zona supersaturasi
metastabil dan bila konsentrasinya makin tinggi menjadi zona saturasi
tinggi.
Gejala lain yang juga timbul pada Tn. R adalah ekskresi urine yang semakin
sedikit. Padahal Tn. R mengatakan mengkonsumsi air dalam jumlah yang
banyak (lebih dari dua liter per hari). Keberadaan batu di ginjal dan saluran
Universitas Indonesia
72 x kadar kreatinin
72 x 2,8
Universitas Indonesia
Masalah keperawatan yang diangkat pada Tn. R pada hari pertama dirawat
di rumah sakit adalah ansietas. Data yang menunjukan masalah ansietas
adalah rencana nefrostomi. Pasien mengatakan belum pernah mengalami
tindakan operasi sebelumnya, sehingga sedikit merasa cemas. Data
nonverbal pada pasien juga menunjukan adanya kecemasan, meski pasien
cenderung diam. Intervensi manajemen ansietas diajarkan kepada pasien
untuk mengurangi ansietas, serta penjelasan mengenai nefrostomi oleh
dokter bedah dan oleh mahasiswa pada beberapa hal yang belum pasien
pahami.
Masalah keperawatan pada hari pertama pasca operasi adalah nyeri akut.
Pasien mengungkapkan nyeri dirasa pada area insisi pemasangan kateter
nefrostomi bilateral. Respon nonverbal menunjukan tindakan menjaga area
nyeri dengan meminimalisir pergerakan. Manajeman nyeri pada hari
pertama pasca operasi lebih efektif manajeman farmakologi. Hal ini pasien
utarakan saat dimintai pendapat mengenai cara menurunkan nyeri.
Manajemen nyeri nonfarmakologi baru lebih terasa manfaatnya sejak hari
ketiga pasca operasi.
Universitas Indonesia
dapat memperbaiki kondisi pada pasien. Selain itu, bladder training secara
dini pada pasien dilakukan agar fungsi berkemih pasien kembali normal,
sehingga Tn. A dapat kembali menjalankan aktivitasnya secara normal.
Selain itu, masalah yang perlu mendapat perhatian lebih adalah kekambuhan
pada pasien yang sudah pernah mengalami batu ginjal. Hal ini berdasarkan
data dari beberapa penelitian yang menunjukan bahwa angka kekambuhan
batu ginjal atau batu ginjal berulang terjadi sekitar 50% dalam lima tahun
terakhir. Prevalensinya meningkat pada sepuluh tahun terakhir menjadi
sekitar 70% (Newsan & Petric, 1981; Tietz, 2001; Ratu, Badji, & Hardoeno,
2006). Analisis komposisi batu pada penderita batu ginjal dapat dijadikan
dasar bagi pencegahan batu ginjal berulang. Selain itu, faktor risiko
terjadinya batu ginjal yang sudah diketahui sebelumnya melalui penelitian-
penelitian terdahulu dapat menjadi dasar tindakan pencegahan batu ginjal
berulang, sehingga tindakan pencegahan tetap dapat dilakukan tanpa harus
menunggu analisis komposisi batunya.
Pencegahan batu ginjal berulang pun dapat dilakukan sejak pasien masuk
rumah sakit, yakni melalui discharge planning. Discharge planning adalah
pengembangan perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan keluarga
sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar pasien dapat
mencapai kesehatan optimal dan mengurangi biaya rumah sakit
(Rakhmawati, Fitri, & Tunjung, 2013). Artinya, melalui proses discharge
planning tersebut, maka sejak pasien masuk sampai pasien akan pulang,
perawat berkewajiban mengidentifikasi kebutuhan apa saja yang dibutuhkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan analisis praktik klinik mahasiswa di ruang bedah
gedung A lantai 4 RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, khususnya pada pasien
dengan batu ginjal adalah sebagai berikut:
a. Penyakit batu ginjal atau batu saluran kemih merupakan masalah
kesehatan masyarakat perkotaan yang insiden kejadiannya lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Angka kekambuhan
penyakit batu ginjal cukup tinggi yakni sekitar 50% pada lima tahun
terakhir dan sekitar 70% pada sepuluh tahun terakhir.
b. Terdapat beberapa jenis batu untuk batu ginjal dan batu saluran kemih.
Hal ini didasarkan pada komposisi dasar batu, meliputi batu kalsium
oksalat, kalsium fosfat, asam urat, struvit, dan sistin. Batu kalsium
oksalat merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan.
c. Faktor risiko terjadinya batu ginjal melibatkan faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi umur, jenis kelamin, dan herediter.
Sedangkan faktor ekstrinsik termasuk gaya hidup dan faktor diet.
d. Discharge planning merupakan suatu proses yang dimulai sejak awal
pasien masuk rumah sakit sampai akhirnya pasien siap pulang. Proses
discharge planning dapat dijadikan media bagi perawat memaksimalkan
perannya sebagai edukator dengan memberikan pendidikan kesehatan
mengenai pencegahan batu ginjal untuk menurunkan kemungkinan batu
ginjal berulang pada pasien.
Universitas Indonesia
5.2. Saran
Berdasarkan keterbatasan dan pembahasan hasil penulisan ini, maka penulis
memberikan beberapa rekomendasi kepada penulis selanjutnya dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien batu ginjal.
a. Penulis selanjutnya tetap memberikan intervensi keperawatan sesuai
dengan masalah yang ditemukan pada pasien dengan batu ginjal.
Discharge planning tetap dapat diberikan mulai dari pasien masuk
sampai pasien akan pulang. Penulis dapat membagi sesi pendidikan
kesehatan menjadi lebih dari dua sesi, sehingga fokus pencegahan batu
ginjal untuk mengurangi risiko batu ginjal berulang dapat lebih optimal.
Selain itu, metode evaluasi mengenai pendidikan kesehatan ini perlu
diperhatikan agar tidak terfokus pada evaluasi kognitif semata,
melainkan evaluasi psikomotor, dan afektif jika memungkinkan.
b. Bagi bidang keperawatan, pelaksanaan discharge planning dibeberapa
lahan praktik kadang hanya dilakukan pada saat pasien mau pulang.
Padahal proses ini seharusnya dimulai sejak pasien dirawat dan
dilakukan dengan kolaborasi dengan multidisiplin ilmu. Perawat perlu
memaksimalkan peran edukator melalui proses discharge planning
sehingga pasien bukan hanya dinyatakan sembuh namun juga dapat
meningkatkan kesehatnnya setelah pulang dan tidak kembali ke rumah
sakit untuk kasus yang sama.
c. Bagi institusi pendidikan, institusi pendidikan dapat memfasilitasi
mahasiswanya dalam menyusun materi discharge planning khususnya
pasien dengan batu ginjal, agar apa yang disampaikan kepada pasien
adalah yang benar-benar pasien butuhkan.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Almborg, H. A., Ulandar, K., & Thulin, A. (2010). Discharge after stroke-
important factor for health: Realated Quality of Live. Journal of Clinical
Nursing, 19, 2196.
Birjandi, A., & Lisa, M. B. (2009). Discharge planning handbook for healthcare:
Top 10 secet to unlocking a new revenue pipeline. New York: Taylor &
Francis Group.
Carpenito, L. J. (1999). Nursing diagnosis and collaborative problems. 3 rd
Edition. Philadelphia: Lippincot.
Chang, E., John, D., & Doug, E. (2006). Pathophysiology: Applied to nursing
practice (Alih bahasa: Andry Hartono). Jakarta: EGC.
Clas, B. (1990). Alkaline citrate in prevention of recurrent calcium oxalate stone.
Department of Urology and Clinical Chemistry. Lincoping.
Coe, F. L., & Park, J. H. (1988). Nephrolithiasis, phatogenesis and treatment.
Year Book Medical Publisher Inc.
Chang, E., John, D., & Doug, E. (2010). Pathophysiology: Applied to nursing
practice. (Alih bahasa: Andry Hartono). Jakarta: EGC.
Coll, D. M., Varanelli, M. J., & Smith, R. C. (2002). Relationship of spontaneous
passage of ureteral calculi to stone size and location as revealed by unenhanced
helical CT. AJR American Journal Roentgenol. 178(1): 101 - 103. Curhan G, C.,
Willett, W.C., Rimm, E. B., Speizer, F. E., & Stampfer, M. J. (1998). Body size
and risk of the kidney stones. Journal of the American
Society of Nephrology, 9: 1645 - 1652.
Daudon, M., Dore, J. C., Jungers, P., Lacour, B. (2004). Changes in stone
composition according to age and gender of patients: A multivariate
epidemiological approach. Urology Research, 32: 241 – 247.
Dewi, D. A. P. R., & Anak, A. N. S. (2007). Profil analisis batu saluran kencing di
instalasi laboratorium klinik RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit
Dalam, 8(3)
Universitas Indonesia
Doenges, M. E., Mary, F. M., Alice, C, G. (2002). Nursing care plans: Guidelines
for planning and documenting patient care. 3 rd Edition. (Alih bahasa: I Made
Kariasa & Ni Made Sumarwati). Jakarta: EGC.
Escribano, J., Balaguer, A., Pagone, F., et al. (2009). Pharmacological
interventions for preventing complications in idiopathic hypercalciuria.
Cochrane Database of Systematic Reviews, (1): CD004754.
Fan, J., Chandhoke, S. P., Grampsas. (1999). Role of sex hormones in
experimental calcium oxalate nephrolithiasis in the nephron. Journal of the
American Society of Nephrology , 10: 376 – 380.
Hesse, A., Brandle, E., Wilbert, D., Kohrmann, K. U., Alken, P. (2000). Study on
the prevalence and incidence of urolithiasis in Germany comparing the years
1979 vs. 2000. European Urology, 44: 709 – 713.
Hughes, P. (2007). Kidney stones epidemiology. Nephrology, 12, S26-S30;
doi:10.1111/j.1440-1797.2006.00724.x
Kairaitis, L. (2007). Caring for australians with renal I. The CARI guidelines:
Kidney stones: prevention of recurrent calcium nephrolithiasis. Nephrology.
12 Suppl 1:S11-20.
Kementerian Kesehatan RI (2011). Diet rendah purin. Jakarta: Direktorat Bina
Gizi Subdit Bina Gizi Klinik.
------. (2011). Diet rendah protein. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Subdit Bina Gizi
Klinik.
Kim, S.C., Coe, F. L., Tinmouth, W., et al. (2005). Stone formation prooption to
papier surface coverage by randall's plaque. Journal Urology, 173(1); 117
Kok, J. D., & Schell-Feith, A. E. (1999). Risk factors for crystallization in the
nephron. Journal of the American Society of Nephrology, 10: S 364 – 370.
Knoll, T. (2010). Epidemiology, pathogenesis, and pathophysiology of
urolithiasis. European Urology Supplements 9, doi: 10.1016/j-
eursup.2010.11.006
Kozier, B. (2004). Fundamental of nursing: Concept, process, and practice.
Volume 6th Edition. New Jersey: Pearson/prentice hall.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ratu, G., Badji, A., & Hardoeno. (2006). Profil analisis batu saluran kemih di
laboratorium patologi klinik. Indonesai Journal of Clinical Pathoogy and
Medical Laboratory, 12(3): 114 - 117
Scales, J. C. D., Curtis, L. H., Norris, R. D., et al. (2007). Changing gender
prevalence of stone disease. Journal Urology, 177: 979 – 982.
Segura, J. W., Preminger, G. M., Assimos, D. G., et al. (1997) Ureteral stones
clinical guidelines panel summary report on the management of ureteral
calculi. The American Urological Association. Journal Urology,158(5): 1915 -
1921.
Stoler, M., Maxwell, V. M., Harrison, A. M. & Kane, J. P. (2004). The primary
stone event: A new hupotesis involving a vasculer etiology. Journal Urology,
171(5); 1920 - 1924.
Strohmaier, W. L. (2000). Socioeconomic aspects of urinary calculi and
metaphylaxis of urinary calculi in German. Urologe A, 39: 166 – 170.
Strope, S. A., Wolf, J. J. S., Hollenbeck, B. K. (2010). Changes in gender
distribution of urinary stone disease. Urology,75: 543 – 546.
Sudoyo, A. W., Bambang, S., Idrus, A., Marcellus, S. K., & Siti, S. (2009). Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing.
Sya'bani, M., Bakri ,S., & Rahardjo, P. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid II Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Taylor, E. N, Curhan, G. C. (2006). Body size and 24-hour urine composition.
American Journal of Kidney Diseases, 48: 905 – 915.
Tietz, W. N. (2001). Renal calculi in textbook of clinical chemistry. Philadelphia:
W. B. Saunders Company.
Turk, C. K. T., Petrik, A., Sarica, K., Straub, M., & Steitz, C. (2011). Guidelines
on urolithiasis. www.uroweb.org/professionalresources/guidelines/.
Vidar, O. E., Olafur, S. I., Gudjon, H., Kjartansson, O., & Runolfur, P. (2012).
Temperal trends in the incidence of kidney stone disease. Kidney
International, 83: 146 - 152.
William, D.M. (1999). Clinical and laboratory evaluation of renal stone patiens
in endokrinologi and metabolism clinic of North America. Philadelpian: W.B.
Saunders.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Membantu mengevaluasi
j. Kolaborasi: laporkan kepada pemberian analgetik dengan
dokter jika tindakan meredakan respon pasien, apakah dosisi
nyeri dengan analgetik tidak sudah sesuai dengan pasien atau
berhasil. belum, ataupun apakah ada
kondisi lain yang menyebabkan
nyeri tetap ada meski dengan
pemberian analgetik.
Perubahan Setelah dilakukan Tujuan khusus: a. Awasi pemasukan, pengeluaran, Memberikan informasi tentang
eliminasi urin tindakan a. Pasien dan karakteristik urine. fungsi ginal dan adanya
berhubungan keperawatan menunjukan komplikasi. Contoh: infeksi dan
dengan selama 4 X 24 jam berkemih secara perdarahan dapat
pemasangan diharapkan normal mengindikasikan peningkatan
kateter eliminasi urine b. Pasien obstruksi atau iritasi ureter.
nefrostomi dan kembali normal. mengungkapkan
kateter urin. tidak ada b. Awasi asupan dan haluaran, Penemuan batu memungkinkan
obstruksi, karakteristik urine, catat adanya identifikasi tipe batu dan
hambatan keluaran batu mempengaruhi pilihan terapi.
berkemih, atau
nyeri saat c. Tentukan pola berkemih normal Kalkulus dapat menyebabkan
berkemih. pasiendan perhatikan variasi eksitabilitas saraf yang
c. Warna urine yang terjadi menyebabkan sensasi kebutuhan
kuning jernih. berkemih segera. Biasanya
d. Nyeri pinggang frekuensi dan urgensi meningkat
berkurang atau bila kalkulus mendekati
teratasi (Skala 0), pertemuan uretrovesikal.
Universitas Indonesia
e. Saat dipalpasi
tidak ada sisa urin d. Motivasi pasien meningkatkan Peningkatan hidrasi akan
pemasukan cairan. membilas bakteri, darah, dan
debris, dan dapat membantu
lewatnya batu.
Resiko Setelah dilakukan Tujuan khusus: a. Pantau intake dan output. Membandingkan keluaran actual
kekurangan tindakan a. Pasien dan yang diantisipasi membantu
nutrisi kurang keperawatan mempertahankan dalam evaluasi adanya/derajat
dari kebutuhan selama 3 X 24 jam keseimbangan stasis/kerusakan ginjal.
berhubungan diharapkan tidak cairan Kerusakan fungsi ginjal dan
dengan terjadi kekurangan b. Tanda-tanda vital penurunan haluaran urine dapat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
P:
- Ajarkan kembali manajemen ansietas
- Temani pasian dan anjurkan pasien ngobrol dengan pasien
yang lainnya.
mobilisasi dini.
7. Mengkaji kondisi balutan luka O:
post-operasi H+2 - Tekanan darah 120/80 mmHg, HR 100 kali per menit, RR
8. Menganjurkan pasien melaporkan 16 kali per menit, suhu 37 derajat Celcius
ke perawat jika terdapat tanda- - Pasien tampak sudah bisa duduk bersandar di tempat tidur.
tanda infeksi pada luka - Tampak wajah yang semakin tenang setelah pemberian
postoperasi. tramadol 100 mg.
9. Menganjurkan pasien menjaga - Kondisi balutan luka kering, bersih, tidak ada rembesan,
daerah sekitar luka postoperasi. tidak ada darah, selang nefrostomi bersih dengan produksi
10. Kolaborasi pemberian analgetik berwarna kuning keruh agak kemerahan.
tramadol 100 mg dan antibiotic
cefaperazone 1 gram A: Nyeri akut, masalah belum teratasi
P:
- Observasi keluhan nyeri pasien
- Pantau kondisi luka postoperasi
- Anjurkan pasien melakukan manajeman nyeri.
A:
Perubahan eliminasi urin +, masalah teratasi.
P:
P:
- Pantau intake dan output caitan.
- Motivasi pasien minum air lebih dari 3 liter per hari.
- Hitung balance cairan
Universitas Indonesia
P:
- Pantau intake dan oautput cairan
- Hitung balance cairan
- Motivasi pasien meningkatkan intake cairan
Universitas Indonesia
3. Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang digunakan: ceramah dan diskusi
5. Materi pengajaran
a. Pengertian penyakit batu ginjal
Universitas Indonesia
6. Metode Evaluasi
a. Evaluasi kognitif dengan memberikan pertanyaan terbuka
mengenai:penfertian batu ginjal, tanda dan gejala batu ginjal, faktor risiko
batu ginjal, penatalaksanaan pasien dengan batu ginjal, pencegahan
penyakit batu ginjal berulang.
b. Evaluasi psikomotor: perawat mengecej jumlah asupan cairan narian
pasien selama di ruamah sakit, diet tinggi serat, dan tidak meminum soft
drink.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
IDENTITAS DIRI
PENDIDIKAN
Universitas Indonesia